Dukungan Alpha JWC Ventures untuk Startup Indonesia di Tahun 2022

Setelah berhasil menutup dana kelolaan ketiga senilai $433 juta akhir tahun 2021 lalu, banyak rencana yang ingin dilancarkan oleh Alpha JWC Ventures. Masih fokus berikan pendanaan sekitar 80% kepada startup Indonesia, mereka ingin memberikan dukungan lebih kepada sebagian besar startup yang telah masuk dalam portofolio mereka atau melakukan follow-on funding.

Kepada DailySocial.id, Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan, dengan dana kelolaan baru ini mereka memiliki rencana memberikan investasi kepada 8-10 startup setiap tahun, khususnya di pendanaan awal hingga seri A.

“Kami baru menutup Fund III di akhir tahun 2021, namun kita sudah mulai berinvestasi sejak pertengahan tahun 2021. Alpha JWC memiliki rate of investment sangat cepat sesuai dengan ekspektasi, karena pasar saat ini sedang bagus. Di awal tahun 2022, meskipun ada sedikit situasi makro, kita melihat khususnya di early stage tidak slowing down,” kata Eko.

Tercatat di tahun 2021, mereka telah memiliki 4 unicorn dalam portofolionya (Carro, Kredivo, Ajaib, Kopi Kenangan), dengan 14 centaur. Tahun lalu juga diklaim menjadi sangat penting bagi Alpha JWC, karena perusahaan telah berinvestasi dalam 29 kesepakatan (deals) dengan nilai lebih dari $80 juta; dan menyambut 18 startup baru di Asia Tenggara ke dalam portofolionya.

Perusahaan-perusahaan baru tersebut termasuk agregator e-commerce  UnaBrands; platform aftermarket otomotif online dan offline Carro; dan SaaS untuk bisnis makanan dan minuman ESB.

“Saat ini kita masih fokus kepada pendanaan awal hingga tahapan seri A. Namun jika dilihat dari makin baiknya pertumbuhan pasar saat ini, tidak menutup kemungkinan sebagai venture capital Alpha JWC dengan pendanaan yang lebih besar akan memberikan investasi hingga ke seri C,” kata Eko.

Tren startup di tahun 2022

Tahun ini Alpha JWC Ventures mencatat ada beberapa kategori startup yang menjadi prioritas mereka dan diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang positif. Di antaranya adalah fintech dengan beberapa sub-kategori yakni wealth management, digital bank, dan service infrastructure seperti bank as a services.

Kategori kedua adalah commerce, terutama untuk e-groceries dan quick commerce. Selain Otomotif yang juga masih menjadi perhatian Alpha JWC, platform yang menawarkan produk untuk ibu dan bayi hingga produk kecantikan juga diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang makin baik tahun ini. Termasuk di dalamnya platform D2C yang diprediksi akan melahirkan 2-3 pemain unggulan tahun ini.

Sementara untuk untuk platform segmen B2B seperti marketplace platform dan SaaS, terutama mereka yang menyasar UMKM, masih menjadi perhatian dari Alpha JWC. Termasuk di dalamnya pemain yang fokus menyelesaikan rantai pasok di industri FMCG, aquaculture, dan agriculture. Kategori terakhir yang dilihat akan terus menjadi populer sepanjang tahun adalah web 3,0 seperti blockchain, NFT, dan lainnya.

“Saya juga mulai melihat ratio model business seperti buy and build mulai diterapkan di vertikal lain contoh F&B. Menjadi ideal bagi operator jika ada brand yang bagus kemudian dibeli dan dibesarkan. Konsepnya serupa dengan ratio model,” kata Eko.

Disinggung seperti apa dukungan Alpha JWC untuk startup yang masuk dalam program akselerasi dan inkubator, disebutkan oleh Eko tahun ini mereka juga akan menambah dukungan kepada program tersebut. Dilihat dari makin berkembangnya ekosistem startup saat ini, menjadikan semua pihak membantu untuk bisa tumbuh bersama.

Program akselerasi dan inkubator bisa dibilang sebagai manifestasi dari proses tersebut. Dalam hal ini Alpha JWC akan memberi dukungan dari sisi kemitraan dan melihat perusahaan yang diinkubasi lebih mendalam. Ke depannya, Alpha JWC akan fokus melanjutkan upaya membantu para founder membangun bisnis yang terukur, berkelanjutan, dan sukses pada tahun 2022.

“Meskipun saat ini masih dalam masa pandemi dan tantangan yang dihadapi semua startup masih sama, namun tahun ini kita akan melihat siapa dari mereka yang bisa tampil lebih unggul di tengah persaingan yang makin sengit dengan makin banyaknya kehadiran startup baru. Saat ini menjadi ajang pembuktian bagi mereka untuk bisa menjadi startup terbaik,” kata Eko.

Mandiri Capital Lanjutkan Tesis Investasi “Beyond Fintech”, Siap Danai Empat Startup Baru Tahun Ini

Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengungkapkan akan menyuntik tiga hingga empat startup baru yang bergerak di sektor fintech dan fintech enabler sepanjang tahun 2022 ini. MCI akan masuk dengan nominal mulai dari Rp100 miliar ke atas ke tahapan investasi yang lebih beragam dari tahap awal hingga seri C, melalui fund yang berbeda-beda di bawah naungan MCI.

Vertikal startup yang diincar “beyond fintech”, mulai dari corporate enabler, SME enabler, wealthtech, earned wage access (EWA), logistic tech, dan edutech. Kepada DailySocial.id, Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro mengatakan strategi tesis MCI dalam berinvestasi itu bergantung pada fund yang dikelola. Bila fund tersebut datang dari Mandiri Group, sudah tentu harus berkaitan dengan mandat grup, yakni mendorong inisiatif transformasi dan dampak positif bagi Mandiri Group melalui optimalisasi sinergi.

“Kami selalu mencari apa kebutuhan dari grup, seperti itu tesisnya. Baru kemudian mencari startup-startupnya. Dana dari Mandiri juga terus bergulir, terkadang bisa untuk dua tahun, atau ada setahun dua kali, itu semua kembali lagi dari kebutuhannya,” kata Eddi.

Menurut dia, sejauh ini MCI baru mengelola dua fund aktif. Pertama, fund yang dananya bersumber dari Mandiri Group. Kedua, Indonesia Impact Fund (IIF) yang menitikberatkan pada startup yang menciptakan dampak lingkungan dan sosial merujuk pada lima tujuan dalam SDG (sustainable development goals). Untuk IIF sejauh ini telah menyuntik satu startup dengan detail dirahasiakan.

Eddi juga mengonfirmasi bahwa fund baru yang menargetkan pada LP di luar Mandiri Group masih berlangsung sampai sekarang. Dia beralasan mandegnya rencana tersebut disebabkan oleh pandemi Covid-19. Awalnya, rencana tersebut sudah dibentuk sejak 2019 dengan target dana sebesar $100 juta. MCI sudah melakukan roadshow ke Jepang dan Korea Selatan untuk proses penggalangan dananya.

Tahun 2021

Sepanjang tahun lalu, MCI berpartisipasi dalam tujuh pendanaan, terdiri atas tiga investasi baru dan empat investasi follow-on. Bila dirinci sebagai berikut, I) investasi baru untuk Bukalapak, dalam pendanaan Pra-IPO dengan nominal dirahasiakan; II) AyoConnect untuk pendanaan pra-seri B dengan jumlah total sekitar Rp143 miliar; III) startup insurtech pada pertengahan Desember 2021.

Sementara, untuk investasi follow-on, terdapat investasi ke Amartha dengan jumlah total lebih dari Rp510 miliar; V) iSeller untuk pendanaan pra-seri B dengan total suntikan dana Rp120 miliar; VI) Crowdee untuk pendanaan seri B, dan VII) PrivyID untuk pendanaan seri B dengan nilai lebih dari Rp251 miliar.

Menjelang akhir tahun lalu, MCI bersama empat CVC BUMN lainnya dilibatkan oleh pemerintah untuk mendukung Merah Putih Fund (Dana Ventura Merah Putih atau MPF). MPF adalah sebuah inisiatif dari Kementerian BUMN sebagai dana kelolaan yang bertujuan untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn.

Dalam fase pertama, MPF akan menutup dana kelolaan sebesar $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah yang didukung lima BUMN. Sejauh ini MPF belum beroperasi, baru diumumkan secara resmi oleh Presiden. Lima CVC BUMN yang terlibat dalam awal pembentukan dana kelolaan ini, termasuk MCI, masing-masing akan mengirimkan perwakilan untuk ditempatkan sebagai ‘Co-Fund Manager.’

Target investasi yang dibidik adalah tahap lanjutan untuk startup yang masuk status soonicorn/centaur.

Teja Ventures Closes Its First Managed Fund of 143,6 Billion Rupiah

As a venture capital with a gender lens focus, Teja Ventures announced the closing of its first funding. The managed funds total value is at $10 million or around 143.6 billion Rupiah. The money obtained by a number of family offices in Asia.

Teja Ventures’ Partner, David Soukhasing revealed to DailySocial, using this fresh fund, his team has plans to support the 18 portfolios that they currently have.

“Especially because some of them are currently experiencing business growth and in the process of finalizing a fundraising, where Teja Ventures is leading the act,” David said.

Several platforms, including Siklus, Binar, Riliv, Burgreens, Lifepack, Green Rebel, Klikdaily are startups that have been funded by Teja Ventures. Currently they are in the stage of finalizing the second funding and claim to have received investors’ support.

Teja Ventures claims to be the first venture capital to commit to investing with a gender lens in all of Asia. Countries such as China to Southeast Asia are their target markets. Meanwhile, the targeted startup categories are financial inclusion/fintech, consumption, edutech, and the new economy.

Supporting business for women

Also known as ANGIN’s Managing Director, David and his partner Virginia Tan, who is also a client of ANGIN, founded Teja Ventures. Teja Ventures targets companies with positive impact on the female demographic as consumers as part of the supply chain and as a whole as an economic driver in their business model.

Even though it claims to be a gender lens investor, this concept does not apply only to support female startup founders. It is possible for male startup founders to attract Teja Ventures’ interest, what needs to be considered is that they must understand and effectively capture female users.

“We are pleased to see that some investors are now incorporating this mindset into their investment theses and we see it will lead to more opportunities for scale, capital flows and gender impact in Indonesia,” David said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Teja Ventures Rampungkan Penutupan Dana Kelolaan Pertama 143,6 Miliar Rupiah

Hadir sebagai venture capital yang memiliki fokus lensa gender, Teja Ventures  mengumumkan telah merampungkan pendanaan pertama mereka. Nilai dana kelolaan yang diterima sekitar $10 juta atau sekitar 143,6 miliar Rupiah. Dana diperoleh sejumlah family office di Asia.

Kepada DailySocial.id, Partner Teja Ventures David Soukhasing mengungkapkan, dengan dana segar ini pihaknya memiliki rencana untuk mendukung 18 portofolio yang saat ini sudah dimiliki.

“Terutama karena di antara mereka saat ini tengah mengalami pertumbuhan bisnis dan dalam proses finalisasi penggalangan dana, di mana Teja Ventures memimpin pendanaan tersebut,” kata David.

Platform seperti Siklus, Binar, Riliv, Burgreens, Lifepack, Green Rebel, Klikdaily adalah startup yang telah didanai oleh Teja Ventures. Saat ini mereka tengah dalam tahap finalisasi pendanaan kedua dan mengklaim telah mendapat dukungan dari investor.

Teja Ventures mengklaim sebagai venture capital pertama yang berkomitmen untuk berinvestasi dengan lensa gender di seluruh Asia. Negara seperti Tingkok hingga Asia Tenggara menjadi pasar yang mereka sasar. Sementara kategori startup yang ditargetkan adalah di bidang keuangan inklusif/fintech, consumption, edutech, dan new economy.

Dukung bisnis yang dimiliki perempuan

Dikenal juga sebagai Managing Director ANGIN, David bersama relasinya Virginia Tan, yang juga merupakan klien dari ANGIN, mendirikan Teja Ventures. Pendanaan yang diberikan Teja Ventures menargetkan perusahaan yang memiliki impact positif dalam demografi perempuan sebagai konsumen sebagai bagian dari supply chain dan secara keseluruhan sebagai penggerak ekonomi dalam model bisnis mereka.

Meskipun mengklaim sebagai lensa gender investor, namun secara khusus konsep tersebut tidak hanya mendukung pendiri startup perempuan saja. Tidak menutup kemungkinan pendiri startup laki-laki juga bisa dilirik oleh Teja Ventures, yang perlu diperhatikan adalah mereka harus memahami dan secara efektif bisa menangkap pengguna perempuan.

“Kami senang melihat bahwa beberapa investor sekarang memasukkan pola pikir ini ke dalam tesis investasi mereka dan kami melihatnya akan mengarah pada lebih banyak peluang untuk scale, aliran modal, dan dampak gender di Indonesia,” kata David.

Several Findings on the Merah Putih Fund

The government recently announced the “Akselerasi Generasi Digital”, a collaborative movement to support the acceleration of digital potential, innovation, and startup development in Indonesia. There are three main programs, including the Merah Putih Fund, Indonesia Digital Tribe, and Microcredential.

Indonesia Digital Tribe is a ‘skill and mindset’ educational program that aims to produce the next generation of founders. Also, it is to fulfill talent requirements in the rapidly growing local tech industry. Meanwhile, Microcredential is an internship program for a hands-on experience in tech companies – synergizing with the Kampus Merdeka program initiated by the Ministry of Education and Culture.

The Merah Putih Fund is an initiative of the Ministry of SOEs to accelerate local startups with great potential to become unicorns. It will be focused on capital provision and business collaboration to generate synergies in various industrial sectors.

In order to find out more about this fund, we had the opportunity to speak with Mandiri Capital Indonesia‘s CEO, Eddi Danusaputro, who is also a committee member of the Merah Putih Fund.

First managed fund

In its first phase, the Merah Putih Fund (MPF) is to close $300 million or equivalent to 4.3 trillion Rupiah managed fund; supported by five SOEs including Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, and Bank Negara Indonesia. In the second phase, Eddi said MPF will invite other SOEs to participate – as well as several Indonesian based private companies, including the Indonesia Investment Authority (INA).

“I think MPF will focus on local companies and yet to raise funds from foreign [LPs or companies],” Eddi said.

Currently, the MPF is yet to run full operation, the President has just officially announced it. Once it started, this investment unit will be led by representatives from 5 CVCs who were involved in the initial formation, including Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Telkomsel Mitra Innovation, BRI Ventures, and BNI. Each will assign a representative to become a ‘Co-Fund Manager’.

Investment category

Eddi said that there was no quantity objective for startups of the first managed fund, the focus was on the quality of startups. In the aim to deliver new unicorns, MPF will focus on providing advanced funding, particularly for centaur or soonicorn startups – valued at over $100 million.

There are 3 main requirements for startups to receive MPF funding. First, the majority of founders are Indonesian citizens. Second, the company’s operation [can be defined as the head office and main base] is in Indonesia. And third, planning a roadmap to go public on the Indonesia Stock Exchange.

“Regarding the sector, we are not targeting a specific industry. In fact, any field of startups can be invested. However, they must fulfill the three conditions above,” Eddi added.

He also said, there is no certain amount of ticket size for the investment. It will depend a lot on the agreement and demand for each startup.

“It has been discussed from the beginning. Each of us operates CVC with a specific purpose. However, in terms of MPF, the resulting investment decisions are collective and based on the majority of votes, therefore, it will avoid conflicts of interest,” Eddi said.

Startup selection

Later, the team involved in MPF will be actively searching for potential startups and creating opportunities for founders to pitch. However, there is no specific plan can be announced at this moment.

According to DailySocial.id’s data, there are currently around 50 centaurs startups, some of which have valuation over $500 million – waiting for the last funding round to become unicorns.

The IDX go public roadmap will be highly emphasized. Eddi said, it is simply to create a healthy ecosystem – investment is used as a starting point, and exit through an IPO is the end point of an investment lifecycle.

“Several SOEs have CVCs and have its own ways, through the Merah Putih Fund, we unite the spirit and vision to create a digital economy and a healthy digital ecosystem in Indonesia,” Eddi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Hal-Hal yang Perlu Diketahui tentang Merah Putih Fund

Pemerintah mengumumkan inisiatif “Akselerasi Generasi Digital”, sebuah gerakan kolaboratif untuk mendukung percepatan potensi digital, inovasi, dan perkembangan startup di Indonesia. Di dalamnya terdapat tiga program utama, meliputi Merah Putih Fund, Indonesia Digital Tribe, dan Microcredential.

Indonesia Digital Tribe adalah sebuah program edukasi ‘skill and mindset’ bertujuan untuk melahirkan generasi founder selanjutnya. Selain itu ditujukan untuk mengisi kebutuhan talenta di industri teknologi lokal yang tengah berkembang pesat. Sementara Microcredential berbentuk program magang untuk mendapatkan pengalaman langsung di perusahaan teknologi – bersinergi dengan program Kampus Merdeka yang diinisiasi Kemendikbudristek.

Merah Putih Fund sendiri merupakan inisiatif Kementerian BUMN untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn. Pemberian modal dan kolaborasi bisnis akan menjadi fokus, untuk menghasilkan sinergi di berbagai sektor industri.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang fund ini, kami berkesempatan berbincang dengan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro, yang juga menjadi salah satu komite di Merah Putih Fund.

Dana kelolaan tahap pertama

Dalam fase pertamanya, Merah Putih Fund (MPF) akan menutup dana kelolaan $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah; didukung lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia. Menurut pemaparan Eddi, nantinya di tahap kedua MPF akan mengajak BUMN lain untuk berpartisipasi – juga beberapa perusahaan swasta berbasis di Indonesia, termasuk melibatkan Indonesia Investment Authority (INA).

“Saya rasa MPF akan fokus ke perusahaan lokal, belum akan menghimpun dana dari [LP atau perusahaan] luar negeri,” ujar Eddi.

Saat ini MPF belum sepenuhnya beroperasi, baru diumumkan secara resmi oleh Presiden. Ketika nantinya sudah mulai bekerja, unit investasi ini akan dinakhodai oleh perwakilan dari 5 CVC yang terlibat di awal pembentukan dana kelolaan ini, termasuk dari Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, dan BNI. Masing-masing akan mengirimkan perwakilan untuk menjadi ‘Co-Fund Manager’.

Kriteria startup yang diinvestasi

Eddi menyampaikan, tidak ada target kuantitas startup dari dana kelolaan pertama yang dibukukan, fokusnya ke kualitas startup. Dengan tujuan untuk menghadirkan unicorn baru, MPF akan fokus memberikan pendanaan tahap lanjut, khususnya untuk startup centaur atau soonicorn – yang disyaratkan MPF ini di atas $200 juta.

Ada 3 kriteria utama yang akan disyaratkan terhadap startup yang dapat menerima pendanaan MPF. Pertama, mayoritas founder merupakan Warga Negara Indonesia. Kedua, operasional perusahaan [bisa diartikan sebagai kantor pusat dan basis utama] di Indonesia. Dan ketiga, memiliki roadmap untuk melakukan go-public di Bursa Efek Indonesia.

“Terkait sektor, kami tidak menargetkan industri tertentu. Semua bidang startup pada dasarnya bisa didanai melalui fund ini. Namun tiga syarat di atas harus dipenuhi,” imbuh Eddi.

Ia melanjutkan, tidak ada ticket size definitif untuk setiap pendanaan yang nantinya diberikan. Besar-kecilnya akan banyak menyesuaikan dengan kesepakatan dan kebutuhan dari masing-masing startup yang diinvestasi.

“Ini juga sudah didiskusikan sejak awal. Masing-masing dari kami mengoperasikan CVC dengan tujuan tertentu. Namun untuk MPF ini keputusan investasi yang dihasilkan bersifat kolektif dan didasarkan pada suara terbanyak, jadi akan menghindari conflict of interest,” lanjut Eddi.

Proses seleksi startup

Nantinya tim yang terlibat di MPF akan secara aktif, baik melakukan pencarian startup potensial maupun membuka kesempatan bagi founder yang sesuai kriteria untuk melakukan pitching. Kendati demikian belum ada rencana aktivitas spesifik yang bisa dibagikan saat ini.

Jika melihat data, menurut catatan DailySocial.id saat ini ada sekitar 50 startup centaurs, beberapa di antaranya sudah bervaluasi di atas $500 juta – tinggal menunggu funding round terakhir untuk menjadi unicorn.

Soal roadmap untuk melantai di BEI ini juga menjadi aspek yang akan sangat ditekankan. Menurut Eddi hal ini dilakukan untuk menciptakan ekosistem yang sehat – investasi dijadikan sebagai sebuah titik awal, dan exit melalui IPO menjadi titik akhir dari sebuah lifecycle investasi.

“Beberapa BUMN punya CVC dan jalan sendiri-sendiri, lewat Merah Putih Fund kami menyatukan semangat dan visi untuk mewujudkan ekonomi digital dan ekosistem digital yang sehat di Indonesia,” terang Eddi.

AC Ventures Menutup Dana Kelolaan Ketiga Senilai 3 Triliun Rupiah

AC Ventures (ACV) mengumumkan telah menutup dana kelolaan ketiganya (Fund III) senilai lebih dari $205 juta atau setara 3 triliun Rupiah dalam committed capital. Perolehan ini menjadikan total Asset Under Management (AUM) mencapai $380 juta untuk seluruh dana kelolaannya.

Beberapa limited partner (LP) tergabung ke jajaran investor, mulai dari International Finance Gorup (IFC) milik Bank Dunia dan Disrupt AD yang merupakan lengan ventura dari Abu Dhabi Developmental Holdings.

Sebagian dana dari Fund III telah aktif diinvestasikan sejak penutupan pertama putaran tersebut pada Maret 2020 lalu. Hingga saat ini sudah mengalir ke 30 pendanaan startup, dari 35 yang ditargetkan — ACV mematok target bisa menyalurkan $100 juta hingga akhir 2021.

“Berbekal pengalaman pribadi kami sebagai pengusaha yang membangun bisnis di pasar negara berkembang dari awal hingga akuisisi dan IPO, kami memosisikan diri sebagai mitra untuk para pendiri startup yang menjadi portofolio kami dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan rintisan yang berkembang pesat. Para pendiri ACV memiliki pengalaman yang kuat dan beragam dari pasar Amerika Serikat, Tiongkok, dan Indonesia,” ungkap Founder & Managing Partner ACV Adrian Li.

Adrian melanjutkan, “Lebih dari itu, para pendiri ACV juga memiliki pengalaman investasi yang luas dalam bisnis digital yang sukses, sehingga kami mampu menghadirkan jaringan luas dan wawasan mendalam yang dapat dimanfaatkan oleh para pendiri startup yang menjadi portofolio kami.”

Lanjutkan hipotesis

Turut disampaikan dana kelolaan terbaru masih akan digunakan untuk melanjutkan strategi ACV sebelumnya, yakni fokus pada startup tahap awal di Indonesia. Mereka menggunakan pendekatan tematik yang mendalam dan disiplin yang kuat dalam berinvestasi pada startup dengan latar belakang pendiri yang kuat. ACV turut menggunakan analisis model bisnis dan pendekatan pasar yang tepat untuk membangun keahlian yang mendalam terhadap suatu sektor.

Selain pendanaan, ACV juga membantu para founder untuk membangun perusahaan melalui pengalaman mereka sebagai investor di berbagai perusahaan, serta melalui tim value creation yang terdiri dari para ahli yang memiliki pemahaman mendalam dan pengalaman yang luas di berbagai sektor industri. Tim ini akan mendukung masing-masing portofolio perusahaan ACV dalam hal rekrutmen, pengembangan bisnis, regulasi, dan peningkatan modal.

“Selain memberikan dana investasi, kami membantu para portfolio founder untuk menghubungkan mereka ke dalam ekosistem perusahaan dan platform digital yang lebih luas, serta para domain expert di seluruh dunia,” imbuh Founder & Managing Partner ACV Michael Soerijadji.

Dengan pendekatan tersebut, dana ACV sebelumnya dikatakan terus menunjukkan performa yang luar biasa di kuartil tertinggi dengan vintage fund pada 2015 mencapai 2,99x MOIC (Multiple of Invested Capital), dan vintage fund pada 2018 mencapai 2,41x MOIC. Sementara Fund III sejauh ini telah menunjukkan performa dengan MOIC mencapai 1,94x dalam kurun kurang dari 2 tahun sejak penutupan pertama.

Lahirkan unicorn dan centaur

AC Ventures adalah entitas gabungan dari Convergence Ventures (berdiri sejak 2014) dan Agaeti Venture Capital (berdiri sejak 2018). Keduanya resmi menyatukan entitas bisnis, dana kelolaan, dan tim pada 2019 lalu. Kini mereka telah turut melahirkan beberapa startup unggulan dengan titel unicorn dan centaur.

Dua unicorn yang menjadi portofolionya adalah Carsome dan Xendit. Sementara untuk startup yang telah mencapai tonggak centaur di antaranya Shipper, Stockbit, Ula, Aruna, BukuWarung, dan CoLearn. Dalam 18 bulan terakhir, seiring dengan percepatan adopsi digital akibat pandemi, pertumbuhan portofolio ACV meningkat pesat dan menghasilkan lebih dari $500 juta pendanaan tambahan pada beberapa portofolio terbaru ACV yang turut dipartisipasi oleh investor global, seperti Sequoia, Tiger Global, dan Prosus.

“Pandemi COVID-19 semakin mengakselerasi adopsi dan konsumsi digital di berbagai segmen bisnis di seluruh Indonesia. Ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi kesulitan ini tidak hanya memberi peluang besar bagi sektor internet untuk pulih, melainkan juga membuka kesempatan exit yang semakin menjanjikan seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan teknologi raksasa regional yang go public,” terang Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir.

Sepanjang tahun 2021, hingga bulan November, ACV telah berinvestasi di 18 startup lokal – beberapa partisipasinya di lebih dari 1 putaran. Daftar startup tersebut meliputi:

Startup Putaran Pendanaan
Eden Farm Seri A
Astro Seed
Nama Beauty Seed
majoo Seed
Esensi Solusi Buana Seri A
Legit Group Seed
Alami Seri B
Durianpay Seed
Aruna Seri A
Oy! Seri A
KLAR Seri A
Finantier Seed
Bibit Seri A
CoLearn Seri A
Shipper Seri B
KitaBeli Seri A
Segari Seed
Raena Seri A

 

 

BRI Ventures to Launch a New Fund “Sembrani Kiqani”, Targeting D2C Sector

After launching the Sembrani Nusantara Venture Fund last year which focuses on early-stage startups funding, BRI Ventures (BVI) is to launch another investment vehicle named “Sembrani Kiqani”.It is still targeting the early-stage startups, but rather focuses on consumer brands targeting the direct-to-consumer (D2C) sector.

BVI’s CEO, Nicko Widjaja, in his opening remarks at the BRI Ventures Networking Day (23/11) mentioned the potential of the D2C sector growth in Indonesia for the fashion, F&B, and beauty segment. He said, this sector is capable to drive the current industry, especially amidst the economic recovery from the Covid-19 pandemic.

Marcel Lukman, owner of one of the well-known retail groups 707company, also one of the Partners at Sembrani Kiqani said that apart from D2C, this managed fund is also targeting the blockchain industry and its derivatives related to cryptocurrencies. BVI alone is planning to strengthen its investment to develop the crypto ecosystem in the country.

Previously, through Sembrani Nusantara, BVI has invested in the beverage brand developer Haus!, which is also its first non fintech portfolio. They disbursed around 30 billion Rupiah in the debut fund for startup. In addition, the local shoe product developer Brodo also received funding through its series A round.

Indonesian D2C industry

Retail is one of the industries that highly contributes to the national economy. However, the Covid-19 pandemic that shaken this industry’s resilience had caused many businesses to change strategies or even give up on the situation. The one strategy being used is currently to directly target the consumers or direct-to-consumer (D2C).

According to data compiled in the “Driving Growth with D2C” report by Ogilvy, Commercetolls, and Verticurl, it is considered a must for brand owners to have a D2C digital strategy to win the market. The main goal is to build a more personal relationship with customers, thereby creating a more effective and engaging brand experience as a value proposition. D2C provides invaluable ownership of customer data.

In Indonesia alone, there are already several startups have adopted the D2C concept, including Brodo and Saturdays (fashion), Kopi Kenangan, Fore Coffee, Lemonilo (F&B), Dropezy (grocery), as well as the retail group startup Hypefast which focuses more on being a venture builder. VCs such as East Ventures are also targeting this sector, proven by its two newest portfolios, mohjo and Kasual.

Blockchain invesment

In early 2010, perhaps not many people understood the concept of blockchain and its utility in the technology industry. Today, discussions regarding crypto assets that run on blockchain platforms are heard everywhere both in the real world and on social media. However, the crypto ecosystem in Indonesia is quite premature and still requires in-depth education.

In an effort to develop the crypto ecosystem in Indonesia, BRI Ventures in collaboration with Tokocrypto, is planning a new initiative called the Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). The first blockchain project is targeted to be launched in 2022.

In addition to crypto assets, a product that is currently captured the market, especially among tech enthusiasts, is NFT. As one of the unique digital assets, all types of media can be printed or tokenized and converted into NFT. This product has been available in various industries from digital art, virtual real estate, also collectibles, games, and many more.

The NFT hype encourages people to try this platform as an alternative investment commodity, supported by the presence of secondary markets on various popular marketplace platforms. Nonetheless, NFT is still a very new market, therefore, being prudent is mandatory.

There are several NFT marketplace platforms available in Indonesia, including TokoMall, Kolektibel, and Paras Digital.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Ventures Segera Luncurkan Dana Kelolaan “Sembrani Kiqani” untuk Startup D2C

Setelah tahun lalu meluncurkan Dana Ventura Sembrani Nusantara yang fokus mendanai startup tahap awal, BRI Ventures (BVI) kembali akan menghadirkan kendaraan investasi mereka yang diberi nama “Sembrani Kiqani”. Masih dengan misi untuk mendanai startup tahap awal, hanya saja difokuskan untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C).

Dalam kata sambutannya di acara BRI Ventures Networking Day (23/11), CEO BVI Nicko Widjaja juga menyinggung tentang potensi pertumbuhan sektor D2C di Indonesia yang kian meningkat baik di bidang fesyen, F&B, dan kecantikan. Menurutnya, sektor ini mampu menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Marcel Lukman, pemilik salah satu grup ritel ternama 707company, juga salah satu Partner Sembrani Kiqani turut menyampaikan, selain D2C dana kelolaan ini juga ditargetkan untuk menyasar industri blockchain serta turunannya yang terkait dengan cyptocurrency. BVI sendiri tengah berencana memperkuat investasi untuk mengembangkan ekosistem kripto di tanah air.

Sebelumnya, melalui Sembrani Nusantara, BVI telah berinvestasi kepada pengembang brand minuman Haus!, yang juga menjadi portofolio pertama mereka di luar fintech. Dana yang dikucurkan mencapai 30 miliar Rupiah untuk debut ke startup. Selain itu, pengembang produk sepatu lokal Brodo juga mendapat suntikan dana dalam putaran seri A mereka.

Industri D2C di Indonesia

Ritel merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar pada perekonomian nasional. Namun, pandemi Covid-19 yang sempat mengguncang daya tahan industri ini menyebabkan banyak usaha harus mengubah strategi bahkan menyerah dengan situasi. Salah satu strategi yang sedang ramai digunakan adalah dengan langsung menyasar konsumen atau direct-to-consumer (D2C).

Menurut data yang dihimpun dalam laporan “Driving Growth with D2C” oleh Ogilvy, Commercetolls, dan Verticurl, pemilik brand saat ini dinilai harus memiliki strategi digital D2C untuk dapat memenangkan pasar. Tujuan utamanya untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan pelanggan, sehingga bisa menciptakan pengalaman brand yang lebih efektif dan menarik sebagai proposisi nilai. D2C memberikan kepemilikan data pelanggan yang tak ternilai.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang mengadopsi konsep D2C ini termasuk Brodo dan Saturdays (fesyen), Kopi Kenangan, Fore Coffee, Lemonilo (F&B), Dropezy (grocery), juga startup grup ritel Hypefast yang fokusnya lebih menjadi venture builder. VC seperti East Ventures juga semakin gencar menyasar sektor ini, termasuk dua portfolio terbaru mereka mohjo dan Kasual.

Investasi di industri blockchain

Di awal tahun 2010, mungkin belum banyak orang yang mengerti konsep blockchain serta utilitasnya dalam industri teknologi. Dewasa ini, pembahasan terkait aset kripto yang dijalankan di atas platform blockchain semakin marak terdengar baik di dunia nyata maupun media sosial. Meskipun begitu, ekosistem kripto di Indonesia masih terbilang prematur dan membutuhkan edukasi mendalam.

Dalam upaya mengembangkan ekosistem kripto di Indonesia, BRI Ventures bekerja sama dengan Tokocrypto, sedang merencanakan inisiatif baru yang dinamakan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Proyek blockchain pertama ini ditargetkan untuk bisa segera meluncur di tahun 2022.

Selain aset kripto, produk yang juga tengah digandrungi masyarakat, terutama di kalangan penggiat teknologi, adalah NFT. Sebagai salah satu aset digital yang terbilang unik, semua jenis media dapat dicetak atau diberi token dan diubah menjadi NFT. Produk ini sendiri telah hadir di berbagai industri, mulai dari seni digital, real estate virtual, hingga barang koleksi, game, dan masih banyak lagi.

Hype NFT membuat orang-orang berbondong-bondong menjadikan platform ini sebagai komoditas alternatif investasi, terlebih didukung kehadiran secondary market di berbagai platform marketplace populer. Meskipun demikian, NFT masih merupakan pasar yang sangat baru, sehingga perlu ekstra hati-hati.

Beberapa platform marketplace NFT yang sudah beroperasi di Indonesia termasuk TokoMall, Kolektibel, dan Paras Digital.

Alpha JWC Ventures Announces Third Fund of 6.1 Trillion Rupiah

Alpha JWC Ventures today (09/11) announced its third managed fund (Fund III) worth $433 million or equivalent to 6.1 trillion rupiah; bringing its Assets Under Management (AUM) to $630 million. In the press conference, Jefrey Joe as Co-Founder & General Partner said that this number has exceeded the initial target of $300 million. Several regional and global LPs are involved, including the International Finance Corporation (part of the World Bank Group) and Morgan Stanley Alternative Investment Partners.

In general note, Alpha JWC Ventures was founded in 2015 by Jefrey, Will Ongkowidjaja, and Chandra Tjan; focuses on providing early-stage funding for startups in Indonesia and Southeast Asia.

Fund journey

Their journey began with the first Fund I amounting to USD 50 million in 2016. It has been distributed to 23 startup companies in Southeast Asia, the majority have operational in Indonesia. More than 90 percent of the companies have now received follow-up funding.

Meanwhile, Alpha JWC Ventures’ Fund II closed in 2019 oversubscribed with a nominal value of $143 million; and has invested in 30 companies. To date, Fund I has generated 37% IRR (Internal Rate of Return) and Fund II has generated 87% IRR.

They have also produced 9 exits, including the acquisition of DealStreetAsia by Nikkei, the acquisition of Spacemob by WeWork, and the acquisition of Base.vn by Vietnam’s largest technology company FPT Corporation.

Since its launching this year, Alpha JWC Ventures’ Fund III has invested in seven startups in the financial technology, B2B SaaS, and MSME business solutions sectors in Indonesia, Singapore and Vietnam. Some of them are Esensi Solusi Buana, Spenmo, VIDA, GudangAda, and others.

Jeffrey in his presentation also said that the fund’s ticket size has ranged from hundreds of thousands to millions of dollars. The largest can reach $60 million in several phases. He clearly emphasizes that Alpha JWC Ventures’ principle is to be the number-one supporter of a startup (early stage investor).

Furthermore, along with the new managed funds in quantity, the number of startups invested may remain the same. Which means, they will increase the ticket size and focus more on follow-on funding for its portfolio startups.

“Since the debut in 2015, we have had a clear mission of bringing Indonesia and Southeast Asia into the center of the new global digital economy. Our journey and the Alpha JWC Ventures portfolio have proven that Indonesian and Southeast Asian startups can compete globally. We will continue to be at the forefront to create change and will not stop here,” Alpha JWC Ventures’ Co-Founder & General Partner, Chandra Tjan said.

3 unicorns, 11 centaur

Alpha JWC Ventures through its fund has took three portfolio companies to the unicorn status, Kredivo, Carro, and Ajaib. It is also said that they have 11 centaurs, including Kopi Kenangan, Lemonilo, Modalku, GudangAda, and others.

Jeffrey said, one of the centaurs will soon to become a unicorn in the near future.

“As a VC originating, founded and operated by Indonesians, we are working to increase the positive impact of the digital economy in the country through our investments and portfolio companies. Together with them, we have reached nearly 1 million MSMEs through financial and market access, created more than 12 thousand jobs, empowered more than 200 thousand women through various business opportunities, inspired more than 1 million people to become retail investors, and much more,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Erika Go said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian