Alpha JWC Ventures Raises 121 Billion Rupiah Funding for Kopi Kenangan

Alpha JWC Ventures pours $8 million (equiv. with 121,6 billion Rupiah) funding for Kopi Kenangan. Been operating in 16 locations in Jakarta, Kopi Kenangan is a coffee chain with “grab and go” concept which growth is rapid. It was founded in August 2017 by Edward Tirtanata and James Prananto.

After fundraising, Kopi Kenangan will expand retails to 30 locations before the end of 2018. Next year, they continue for 100 locations all over Indonesia. Founders are confident with the target, of the average sales has reached 175 thousand glasses per month. In addition, funding will be distributed to research and app development activities.

Founder Kopi Kenangan, Edward Tirtanata and James Prananto / Kopi Kenangan
Founder Kopi Kenangan, Edward Tirtanata and James Prananto / Kopi Kenangan

Edward Tirtanata, the Co-Founder & CEO, said that the secret is not only the number of locations/shops, but the quality of its products and recipes. Kopi Kenangan also breaks the foreign brands’ domination with relatively expensive prices for local coffee in town.

Alpha JWC Ventures will support in technology to accelerate business. Jefrey Joe, Alpha JWC Ventures’ Co-Founder and Managing Partner thought technology plays an important role to build a sustainable consumer sector.

“Kopi Kenangan is a good example of technology potential in helping coffee chain which grows rapidly into the bigger scale and create a better experience for customers,” he said.

“We consider Kopi Kenangan not only as a small coffee business but also a thing that can grow into the bigger business with the New Retail concept through technology. Therefore, we decided to partner with Alpha JWC Ventures with an expertise in technology and scale-up,” Tirtanata explained.

The New Retail concept, according to the Co-Founder and COO James Prananto, will be implemented in mobile app development. Some features have been planned are include store search, pre-order, payment support, and many more. The point is to be focused on the more modern user experience.

Previously, East Ventures was doing similar steps. They invested in Fore Coffee. Aside from providing funding, they will also provide incubation, especially to start a digital approach in the sales process.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

NaoBun Project Terima Pendanaan Tahap Awal Dari DNC

NaoBun Project, sebuah agensi manajemen kekayaan intelektual, mengumumkan telah menerima pendanaan tahap awal dari Discovery Nusantara Capital (DNC). Pendanaan kali ini akan digunakan untuk menjalin kerja sama dengan banyak kreator dan mengembangkan lini produk turunan dari karya yang mereka kelola.

Naobun Project didirikan oleh Bonni Rambatan dan Naomi Saddhadhika pada Mei 2016. Memiliki misi menyebarkan pesan positif seperti keberagaman, toleransi dan kesetaraan gender melalui produk budaya populer. Saat ini Naobun Project mengelola hampir empat puluh kekayaan intelektual dan mewakili lebih dari dua puluh kreator di seluruh Indonesia maupun mancanegara.

“NaoBun Project memiliki visi bisnis sekaligus misi sosial yang sangat kuat. Kami berharap bahwa dengan investasi ini, kami bukan hanya memperkuat ekosistem industri kreatif Indonesia namun juga membantu menyebarluaskan pesan positif kepada masyarakat, khususnya generasi muda lewak komik, film, musik, video game dan berbagai media lainnya,” terang Managing Director DNC Irene Umar.

Sejak awal Naobun Project sudah menggandeng kreator yang memiliki misi yang sama. Sebagai pengelola kekayaan intelektual Naobun Project mencoba berkontribusi dalam memperkuat ekonomi industri kreatif Indonesia. Hal ini karena masih banyak pelaku industri kreatif yang melupakan aspek-aspek pengelolaan kekayaan intelektual seperti perlindungan hukum dan perencanaan produk turunan. Padahal dua hal tersebut memastikan terpenuhinya hak kreator dan dapat memelihara daya tarik karya.

Dengan pendanaan tahap awal ini, Naobun Project telah merencanakan kerja sama dengan lebih banyak kreator, mengakuisisi kekayaan intelektual baru, mengembangkan produk turunan dari karya yang dikelola dan mengeksplorasi berbagai media kreatif seperti game dan VR (virtual reality). Naobun Project juga berencana memperluas jaringan kerja sama di bidang pendidikan dengan sekolah-sekolah seluruh Indonesia.

“Kami akan membuktikan bahwa misi sosial tidak membuat karya yang kami kelola memiliki daya tarik terbatas. Justru sebaliknya, dalam situasi sosial saat ini kami percaya bahwa pesan positif yangkami sampaikan sedang amat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia,” terang CEO Naobun Project Bonni Rambatan.

Alpha JWC Ventures Berikan Pendanaan 121 Miliar Rupiah untuk Kopi Kenangan

Alpha JWC Ventures mengucurkan pendanaan senilai $8 juta (setara dengan 121,6 miliar Rupiah) untuk jaringan Kopi Kenangan. Telah beroperasi di enam belas titik di Jakarta, Kopi Kenangan menjadi coffee chain dengan konsep “grab-and-go” yang cukup bertumbuh pesat. Bisnis tersebut didirikan Agustus 2017 oleh dua orang founder, yakni Edward Tirtanata dan James Prananto.

Pasca pendanaan, Kopi Kenangan menargetkan perluasan kedai menjadi 30 lokasi sebelum akhir tahun 2018. Dan tahun depan akan melakukan ekspansi lanjutan untuk melahirkan 100 kedai di berbagai wilayah. Founder cukup percaya diri dengan target tersebut, pasalnya saat ini rata-rata penjualan sudah mencapai 175 ribu gelas per bulan. Selain itu, pendanaan juga akan difokuskan untuk kegiatan riset dan pengembangan aplikasi.

Kopi Kenangan
Founder Kopi Kenangan, Edward Tirtanata and James Prananto / Kopi Kenangan

Co-Founder & CEO, Edward Tirtanata, menyampaikan bahwa rahasia bisnisnya bukan hanya sekadar pada lokasi/jumlah kedai, melainkan pada kualitas bahan produk dan resep yang disajikan. Hadirnya Kopi Kenangan juga untuk mematahkan dominasi merek asing dengan harga yang relatif mahal untuk produk kopi di perkotaan.

Hadirnya Alpha JWC Ventures juga akan memberikan dukungan dari sisi teknologi untuk mengakselerasi bisnis. Menurut Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures, Jefrey Joe, teknologi dalam berperan untuk membangun sektor konsumen secara berkelanjutan.

“Kopi Kenangan adalah contoh yang baik tentang bagaimana teknologi berpotensi membantu rantai kopi yang berkembang pesat untuk skala lebih besar dan menciptakan pengalaman yang lebih baik bagi pelanggan,” ujar Joe.

“Kami melihat Kopi Kenangan bukan hanya sebagai bisnis kedai kopi kecil, tetapi sesuatu yang dapat tumbuh menjadi usaha besar dengan konsep New Retail melalui dukungan teknologi. Oleh karena itu, kami memutuskan bermitra dengan Alpha JWC Ventures yang memiliki keahlian dalam teknologi dan peningkatan skala,” terang Edward.

Konsep “New Retail” tadi, menurut Co-Founder dan COO James Prananto, akan diajawantahkan dalam pengembangan aplikasi mobile. Beberapa fitur yang telah direncanakan termasuk untuk pencarian toko, pre-order, dukungan pembayaran, dan sebagainya. Intinya akan memfokuskan pada pengalaman pengguna yang lebih modern.

Dengan pendekatan yang hampir sama, sebelumnya East Ventures juga melakukan sepak terjang serupa. Mereka berinvestasi untuk startup kopi Fore Coffee. Selain memberikan pendanaan, mereka juga akan memberikan inkubasi, khususnya guna memulai pendekatan digital dalam proses penjualan.

Crowde Announces Fresh Funding From GREE Ventures

An agritech startup engaged in Crowde’s investment segment announced fresh funding from GREE Ventures. There’s no value mentioned on the secured funding in this round. The fresh funding is planned to be used for broader reach of farmers having capital issues to develop business and to turn farmers into agropreneur in order to create an efficient agricultural ecosystem. It’s part of Crowde’s objective.

Yohanes Sugihtononugroho, Crowde’s CEO said the additional funding is GREE Venture’s form of trust with other investors to the agritech startup.

Earlier this year, Crowde has launched a special app to facilitate investors in providing loans. It allows investors to select a project to invest in and to monitor the investment output.

“The fresh funding is to be used to acquire more farmers using additional capital. We’re aware of many farmers with capital issues, it’s often hard for them to get loans from financial institutions,” he explained.

As a platform running the business in the agriculture sector, Crowde strives to understand farmers deeper. They want to make a sustainable agriculture ecosystem by gathering farmers with various parties to facilitate a better project. During 2018, Crowde has succeeded in distributing funds worth Rp30 billion raised from 24,000 investors to 10,00 farmers in 276 villages in Indonesia focused on agriculture, livestock, and fishing projects.

“We expect with the additional capital to be distributed to farmers, they can improve the agricultural products quality, therefore, capable to earn more,” he added.

In its attempts to build a sustainable ecosystem, Crowde focuses and prioritizes education to farmers in terms of technology and financial management. It is also the main issue for farmers to develop business. Crowde also partners with farm shops and off-taker (in all over Indonesia) to perceive zero cash society for farmers no longer have to accept capital in cash.

“We determine to facilitate up to 100 thousand farmers with Rp70 billion worth of capital distribution in 2018, we’ll keep trying to be the agricultural capital platform with trust and cooperative spirit,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Crowde Umumkan Perolehan Pendanaan dari GREE Ventures

Startup agritech yang bergerak di segmen pendanaan Crowde mengumumkan penerimaan pendanaan dari GREE Ventures. Tidak ada keterangan berapa dana yang berhasil diamankan dalam putaran pendanaan kali ini. Rencananya dana baru ini akan dimanfaatkan Crowde untuk memperluas jangkauan petani-petani yang mengalami kesulitan modal dalam mengembangkan usahanya dan menjadikan petani sebagai agropreneur demi terciptanya ekosistem pertanian yang efisien. Sesuatu yang menjadi tujuan Crowde.

CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho mengatakan, pemberian dana tambahan ini merupakan bentuk kepercayaan GREE Ventures dan investor-investor lainnya kepada startup pertanian tersebut.

Awal tahun ini Crowde meresmikan aplikasi khusus untuk memudahkan investor dalam memberikan pinjaman. Aplikasi tersebut dapat digunakan investor untuk memilih proyek yang mau didanai dan memantau hasil investasinya.

“Dana tambahan ini akan kami gunakan untuk meningkatkan jumlah petani yang dapat kami raih melalui tambahan modal. Karena kami menyadari bahwa masih banyak petani yang memiliki masalah utama dalam permodalan mereka sulit mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan,” terang Yohanes.

Sebagai platform yang bergerak di sektor pertanian, Crowde mencoba memahami petani lebih jauh. Crowde ingin membentuk sebuah ekosistem pertanian yang berkelanjutan dengan cara mempertemukan pelaku usaha tani dengan berbagai pihak yang dapat mempermudah proyek petani. Sepanjang tahun 2018 pihak Crowde telah berhasil menyalurkan dana sebesar Rp30 miliar yang terhimpun dari 24.000 investor kepada 10.000 petani di 276 desa di Indonesia dengan fokus pada proyek pertanian, peternakan dan perikanan.

“Kami berharap dengan adanya tambahan modal yang dapat kami salurkan kepada petani, mereka dapat meningkatkan kualitas hasil dari usaha pertaniannya sehingga pendapatan mereka pun juga mereka pun juga meningkat,” imbuh Yohanes.

Dalam upayanya membangun ekosistem yang berkelanjutan, Crowde memfokuskan dan memprioritaskan edukasi kepada para petani, dalam hal teknologi dan manajemen keuangan. Hal tersebut yang merupakan masalah utama petani dalam mengembangkan usahanya. Crowde juga menjalin kerja sama dengan toko tani dan off-taker (di seluruh Indonesia untuk mewujudkan zero cash society sehingga petani tidak lagi menerima permodalan dalam bentuk tunai.

“Tekad kami bisa membantu hingga 100 ribu petani dengan nilai penyaluran modal mencapai Rp70 miliar di tahun 2018 ini, Kami terus berupaya untuk menjadi platform permodalan pertanian dengan semangat gotong royong dan terpercaya,” tutup Yohanes.

Application Information Will Show Up Here

Pasca Perolehan Pendanaan, Dekoruma Berambisi Jadi Platform Menyeluruh untuk Kebutuhan Desain Interior

Platform e-commerce khusus home and living (interior) Dekoruma kemarin (11/10) mengumumkan perolehan pendanaan Seri B yang dipimpin oleh Global Digital Niaga (perusahaan di balik Blibli) dan corporate venture asal Thailand AddVentures. Nominal pendanaan tidak disebutkan detail, namun Dekoruma mengatakan nilainya mencapai jutaan dolar.

Sebelumnya Dekoruma telah mendapatkan pendanaan Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan. Investor di tahap tersebut termasuk Skystar Capital, Beenext, dan Convergence Ventures. Ketiga investor lamanya tersebut juga turut terlibat dalam pendanaan Seri B kali ini.

Perolehan pendanaan ini membuat startup yang didirikan tahun 2016 tersebut percaya diri menghadapi persaingan industri, baik dengan pesaing langsung seperti Fabelio atau Livaza, dan pesaing di ritel tradisional seperti Informa.

Menjadi platform end-to-end

Sejak awal berdiri, Dekoruma dikenal sebagai layanan e-commerce yang menjual berbagai kebutuhan interior rumah. Visi mereka dengan layanan e-commerce menyajikan produk interior dengan harga terjangkau, menyasar kalangan menengah ke atas. Startup ini didirikan oleh dua orang co-founder, yakni Dimas Harry Priawan dan Aruna Harsa.

Pasca pendanaan ini Dimas menceritakan visi produknya ke depan. Tidak hanya ingin menjual produk interior, Dekoruma juga ingin mengakomodasi proses bisnis para desainer interior. Sebelumnya sebagian besar desainer interior harus mengerjakan pekerjaan dari ujung ke ujung, mulai dari pemasaran, desain pengadaan, manajemen proyek, hingga pembayaran. Kadang kesibukan operasional membuat para desainer menjadi kurang fokus dan maksimal dalam mengerjakan desain-desainnya.

“Melihat hal itu, kami berniat membangun platform desain, memungkinkan para desainer untuk mengurangi proses manual. Pada akhirnya akan membuat mereka fokus memberikan desain pelanggan secara lebih baik dan lebih cepat,” ujar Dimas.

Dekoruma juga sudah menyajikan vertikal layanan baru, yakni pemesanan jasa desain interior dan layanan renovasi rumah. Selain itu perusahaan juga menjalankan model bisnis B2B, bekerja sama dengan toko pemasok material/mekanik dan menghubungkan mereka dengan pelanggan atau desainer untuk menyuplai kebutuhan renovasi rumah.

Pertumbuhan bisnis positif

Dekoruma
Anggota tim Dekoruma / Dekoruma

Dalam 18 bulan terakhir, Dimas mengatakan bahwa pertumbuhan bisnis Dekoruma telah bertumbuh lima kali lipat. Ada lebih dari 500 proyek desain dan pembangunan telah dikerjakan, dengan rata-rata pembiayaan antara 70-100 juta. Pekerjaan tersebut dikerjakan bersama 100 mitra desainer interior yang berbasis di Jakarta, terhubung secara online melalui platformnya.

Dimas menceritakan, dari pengalaman yang sudah ada, rata-rata desainer interior yang tergabung ke platformnya dapat meningkatkan pendapatan hingga 300%. Hal tersebut karena kompensasi yang diberikan cukup bersaing. Jika biasanya sebuah proyek memakan waktu 20 minggu, di Dekoruma rata-rata bisa selesai antara 8-12 minggu.

Bersama dengan perolehan pendanaan ini, tim Dekoruma akan melakukan penyempurnaan platform sehingga proses bisnis dapat terakomodasi secara end-to-end dengan baik. Selain itu mereka juga akan memperluas kemitraan B2B dengan rekanan untuk rantai pasokan, serta melakukan ekspansi layanan ke kota-kota lain di luar Jakarta.

“Dekoruma memastikan semua pesanan dan transaksi online bisa berjalan mulus melalui layanan yang terotomasi. Itu berlaku bagi pelanggan akhir maupun penyedia layanan, termasuk untuk transparansi harga dan proses yang lebih akurat,” terang Dimas.

Application Information Will Show Up Here

GoWork Raised Funding Worth of 150 Billion Rupiah

GoWork’s premium coworking space, today (10/10) announces funding worth of 150 billion Rupiah. It was led by China-based venture capital Gobi Partners and a leading property developer Indonesia Paradise Property.

GoWork was established from Rework and GoWork merger in early 2018. During the two-year operation, GoWork advanced to 16 locations in Jakarta, Surabaya, and Bali; runs 25,000 sqm of office space. In order to support acceleration, GoWork built a strategic partnership with a property organizer.

By gathering 8,000 members and 600 companies registered to the coworking space, GoWork is quite confident with its business to grow. It helps them to convince the founders to continue with the domestic expansion.

“The mission is simple, to facilitate public with the best by changing the way of working and socializing. It’s through GoWork, we can accelerate personal and company’s growth with the supporting network ecosystem. Using work&play philosophy, we provide exclusive access to more than 30 restaurants, cafes, business center, and meeting rooms through GoWork’s cellular app,” Vanessa Hendriadi, GoWork’s CEO, said.

Kay-Mok Ku, ASEAN Gobi Partners’ Managing Director, sounded his expectation of GoWork. Was previously invested in KR Space (the largest coworking space operator in China), they expect GoWork to develop with the best coworking space solution. Ku noticed GoWork’s innovative potential to make the revolution for office space in Indonesia.

The Paradise Group’s COO, Anthony Prabowo, added, “GoWork’s commitment towards the design quality, strategic location, and their concern to give the best experience for all tenants amazed us. This collaboration will be very beneficial for the short or long term, supported by our extensive property network.”

“Our focus is to create the community and ecosystem network by encouraging members to create more value for each other. The interaction happened because of the various community events we held,” Hendriadi concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Southeast Asia Startups Record Funding Worth of 46 Trillion Rupiah Per August 2018

The total investment from Southeast Asia’s venture capital (VC) has increased this year, reaching the highest value. By August 2018, it has increased 16% if compared to last year’s total funding. Per August, the number has arrived at $3.16 billion (equiv. with 46 trillion Rupiah), whilst last year it reached $2.72 billion.

The report was submitted by the Singapore Venture Capital and Private Equity Association. According to Thomas Lanyi, its Chairman, the business environment (particularly digital) in Southeast Asia is getting more dynamic thanks to those players with high enthusiasm. Southeast Asia is a potential market base with a total population of 640 million.

The number is predicted to keep increasing by the end of 2018, along with the upcoming funding raised by large startups for expansion. Some are operating in Indonesia and contributing for the total funding, such as Grab, GO-JEK, and Traveloka.

In addition, the regional digital economy is projected to keep increasing. Google-Temasek’s research projected that in 2025, the digital economy in Southeast Asia will surpass $200 billion. Previously in 2017, the record shows $50 billion.

The association also highlighted the boundaries issue between venture capital and private equity (companies that provides funding through its investment arms). The thing is, in this area, funding isn’t always steered by venture capital (VC) company. Some of the global tech-companies start to play roles, including Alibaba, Tencent, Google, and Mirosoft.

Indonesia’s position

Previously, in the mid-year of 2017, OJK announces notion of the investment distribution from VC to Indonesia’s startups. Per May 2018, the number has reached 8.22 trillion rupiahs, 14.95% increase from the same period last year. Authority says the positive performance was due to the local business improvement.

Considering the current data, OJK is optimistic to gain two-digit growth by the end of this year. It was due to several reasons, one of those is the government’s tax incentives.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Grab Secures Investment from Microsoft, Create Synergy to Develop Smart Technology

Microsoft announces an investment to Grab with an undisclosed value. It opens up partnership opportunities for both companies, particularly to maximize Azure platform to Grab’s business system. Both are said to collaborate in the technology project development involving big data and artificial intelligence.

Grab and Microsoft will explore the image recognition technology with computer vision to improve the app experience. The implementation works as users can take a picture of their current location, and the application will automatically translate into the pick-up address.

Previously, Grab was reportedly targeting up to $3 billion investment this year. The latest news, Softbank’s existing investors agreed to make an additional investment of $500 million. They also had raised a $2 billion investment led by Toyota, including from Microsoft’s Co-Founder, Paul Allen.

The use of funding will be to realize Grab’s ambition as “super app”, not only for transportation service but also to optimize the ecosystem in many areas. Some innovations being mentioned are the food delivery service, e-money optimization, microlending, and more lifestyle features.

In Microsoft’s perspective, this investment was to improve its platform penetration for the major technology business in Southeast Asia. To date, Microsoft’s biggest competitor in the cloud computing platform is Amazon Web Services (AWS). In the ride-hailing sector, AWS has made a strategic partnership with Didi Chuxing for the latest technology exploration.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GoWork Dapatkan Pendanaan 150 Miliar Rupiah

Operator coworking space premium GoWork hari ini (10/10) mengumumkan perolehan pendanaan senilai 150 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh venture capital asal Tiongkok Gobi Partners dan perusahaan pengembang properti/ritel terkemuka Indonesia Paradise Property.

GoWork terbentuk dari merger Rework dan GoWork di awal tahun 2018. Selama dua tahun beroperasi, GoWork berkembang di 16 titik lokasi di Jakarta, Surabaya, dan Bali; mengoperasikan 25.000 meter persegi ruang kerja. Untuk mendorong percepatan, GoWork menjalin kemitraan strategis dengan pengelola properti.

Dengan capaian 8.000 anggota dan 600 perusahaan yang tergabung ke dalam ruang kerja, GoWork cukup optimis bahwa bisnisnya akan terus bertumbuh. Hal tersebut yang turut meyakinkan para founder untuk segera memperluas jaringan pasar dengan ekspansi domestik.

“Misi kami sangat sederhana, membantu masyarakat mencapai yang terbaik dengan mengubah cara bekerja dan bersosialisasi. Melalui GoWork kita bisa mendorong pertumbuhan diri dan perusahaan dengan ekosistem jaringan pendukung. Dengan filosofi ‘work&play’, kami memberikan akses eksklusif ke lebih dari 30 restoran, kafe, pusat bisnis dan ruang pertemuan melalui aplikasi selular GoWork,” sambut CEO GoWork, Vanessa Hendriadi.

Kay-Mok Ku, Managing Partner for ASEAN Gobi Partners, menyampaikan harapannya kepada GoWork. Setelah sebelumnya mendanai KR Space (operator coworking space terbesar di Tiongkok), mereka ingin GoWork tumbuh menawarkan solusi coworking space terbaiknya. Kay-Mok menilai GoWork memiliki potensi inovatif untuk merevolusi ruang kerja di Indonesia.

Sementara itu Anthony Prabowo Susilo selaku COO The Paradise Group menyampaikan, “Komitmen tim GoWork terhadap kualitas desain, pemilihan lokasi prima, dan perhatian mereka untuk memberikan pengalaman luar biasa untuk semua tenant membuat kami terkesan. Kerja sama ini akan sangat bermanfaat untuk waktu dekat dan jangka panjang, didukung oleh jaringan luas properti kami.”

“Fokus kami menciptakan jaringan ekosistem dan komunitas dengan mendorong para anggota giat menciptakan nilai lebih bagi satu sama lain. Interaksi ini terjalin karena berbagai acara komunitas yang kami adakan,” tutup Vanessa.

Application Information Will Show Up Here