Razer Junglecat Hadirkan Pengalaman Gaming ala Nintendo Switch Kepada Pengguna Android

Dibandingkan PC atau console, salah satu kekurangan smartphone sebagai medium gaming adalah keterbatasan ruang visual alias layar. Layarnya sendiri sudah kecil, ditambah lagi kita sering kali harus mengorbankan sebagian darinya untuk menempatkan kontrol virtual. Itulah mengapa controller Bluetooth kerap dijadikan solusi.

Problem selanjutnya adalah, tidak semua orang suka bermain selagi layar ponselnya berada terlalu jauh. Posisi yang lebih ideal mungkin adalah seperti memainkan Nintendo Switch; jarak layarnya optimal, dan kontrolnya tetap mudah dijangkau tanpa harus mengorbankan porsi layar.

Kalau itu yang Anda cari, Razer Junglecat bisa menjadi salah satu aksesori wajib. Jangan bingung dengan perangkat bernama sama yang Razer rilis di tahun 2014, sebab Junglecat baru ini dirancang untuk menghadirkan pengalaman gaming yang serupa dengan Nintendo Switch kepada para pengguna ponsel Android.

Razer Junglecat

Sayangnya tidak semua ponsel Android, melainkan hanya Razer Phone 2, Samsung Galaxy Note 9, Samsung Galaxy S10+, dan Huawei P30 Pro, setidaknya untuk sekarang. Pasalnya, supaya ponsel bisa kita selipkan ke tengah-tengah Junglecat, ia harus dipasangi casing khusus terlebih dulu, dan casing yang termasuk dalam paket penjualan tersebut sejauh ini baru tersedia untuk keempat ponsel tadi.

Layout tombol yang disuguhkan Junglecat sangat mirip seperti Nintendo Joy-Con. Stick analog dan tombol trigger ada di kedua sisinya, diikuti oleh tombol D-Pad empat arah di kiri, dan empat tombol action di kanan.

Junglecat mengandalkan konektivitas Bluetooth LE, akan tetapi Razer mengklaim latency-nya sangat rendah sehingga resikonya terjangkit lag cukup kecil. Dalam sekali pengisian via USB-C, baterainya diyakini mampu bertahan sampai lebih dari 100 jam pemakaian.

Razer Junglecat

Lalu bagaimana seandainya Anda bukan pengguna salah satu ponsel di atas, apakah Junglecat otomatis tercoret dari wish list? Tidak juga, sebab ia juga bisa digunakan layaknya controller biasa dengan menyelipkan komponen penyambung ke tengah-tengahnya. Dalam posisi ini, Junglecat juga dapat digunakan bersama PC di samping perangkat Android.

Razer turut menyediakan sejumlah opsi kustomisasi lewat aplikasi Razer Gamepad. Di situ pengguna dapat melihat daftar game yang kompatibel, lalu kalau perlu mereka juga bisa menyesuaikan pengaturan untuk tiap-tiap game. Tombol-tombolnya pun dapat di-remap sesuai kebutuhan, begitu juga sensitivitas stick analognya yang dapat disesuaikan dengan selera masing-masing.

Razer Junglecat saat ini sudah dipasarkan seharga $100. Apakah ke depannya Razer bakal menyertakan casing khusus untuk ponsel lain? Mungkin saja, tapi untuk sekarang mereka masih mengevaluasi ponsel apa lagi yang bisa memenuhi tiga syarat berikut: berlayar besar, berspesifikasi tinggi, dan terjual dalam volume besar.

Sumber: Razer dan The Verge.

Razer Raion Sajikan Layout ala Arcade Stick dalam Wujud Gamepad Konvensional

Komunitas pencinta game fighting pastinya paham apa yang membuat arcade stick superior. Itulah mengapa banyak peserta turnamen yang rela membawa sendiri arcade stick-nya, meskipun ukurannya tidak kalah besar dari keyboard. Di sisi lain, tidak sedikit juga yang lebih nyaman mengeksekusi kombo demi kombo menggunakan gamepad standar.

Melihat adanya dua ‘kubu’ ini, Razer menilai mereka bisa menawarkan solusi penengahnya. Dari situ lahirlah Razer Raion, controller untuk PlayStation 4 dan PC yang punya layout tombol tidak umum.

Razer Raion

Tidak umum karena di sisi kanannya terdapat total enam tombol dengan ukuran lebih besar dari biasanya, dan yang layout-nya menyerupai milik arcade stick. Jadi kalau memang dirasa perlu, pengguna bisa mengoperasikannya menggunakan jari telunjuk dan jari tengah layaknya sebuah arcade stick.

Demi mengakomodasi gaya bermain yang cepat, tiap-tiap tombol tersebut dibekali Razer Yellow Mechanical Switch yang bersifat linear dan punya titik aktuasi paling pendek. Masing-masing juga diklaim punya daya tahan sampai 80 juta kali klik.

Razer Raion

Di sisi kirinya, Razer memilih menyematkan D-pad 8 arah ketimbang joystick. Kita tahu bahwa D-pad jauh lebih presisi dibanding joystick, tapi kalah soal kecepatan. Di Raion, bentuk D-pad seperti ini memastikan kombo-kombo yang memerlukan gerakan setengah atau seperempat lingkaran tetap bisa tereksekusi dengan baik, dan lagi pengguna juga bakal merasakan feedback taktil yang memuaskan di tiap input.

Selebihnya, Raion tidak berbeda jauh dari controller bawaan PS4. Tombol shoulder dan trigger-nya tetap ada, demikian pula touchpad di bagian tengahnya. Secara keseluruhan bentuknya memang lebih mirip controller Xbox, apalagi mengingat tidak ada analog stick sama sekali di bagian bawahnya. Buat yang tertarik, Razer Raion saat ini sudah dipasarkan seharga $100.

Sumber: Razer.

Sambut Musim Gugur 2019, Sony Singkap 4 Varian DualShock 4 Baru

Di antara begitu banyak jenis gamepad, DualShock merupakan salah satu yang paling ikonis karena perangkat ini punya sejarah menarik sekaligus jadi representasi satu brand gaming raksasa. Saat meluncur di tahun 1997, ia disediakan sebagai periferal sekunder bagi mereka yang menginginkan sensasi ‘haptic feedback‘. Tapi pelan-pelan, DualShock dipilih untuk jadi pendamping PlayStation hingga hari ini.

Warna hitam memang lekat dekat DualShock. Meski demikian, sang console maker Jepang terus memperbanyak varian controller sesudah PlayStation 4 tersedia. Sejak enam tahun silam, Sony meluncurkan lebih dari 25 opsi warna DualShock 4, dari mulai Wave Blue, Sunset Orange dan Red Crystal. Dengan begitu banyak variasi, kita dipersilakan untuk menentukan warna yang paling mengekspresikan diri.

Dan walaupun PlayStation 4 sudah memasuki usia senja, Sony tidak ragu untuk terus menghadirkan varian-varian baru DualShock 4. Minggu ini, produsen memperkenalkan empat pilihan warna anyar, yaitu Electric Purple, Red Camouflage, Titanium Blue, dan Rose Gold. Mereka disiapkan buat menyambut musim gugur dan akan dirilis sebentar lagi.

DS4 1

Dari yang saya baca, toko retail di kawasan Amerika Serikat seperti GameStop sudah membuka gerbang pre-order unit-unit DualShock 4 tersebut, tetapi konsumen di Indonesia tentu mesti menunggu kehadirannya di toko-toko resmi, agar produk yang kita dapatkan mempunyai stiker ‘Produk Resmi Indonesia’. Melihat dari pengalaman sebelumnya, saya menduga Sony Indonesia akan menyediakan produk dalam jumlah cukup banyak.

DS4 2

Di blog PlayStation, Sony Interactive Entertainment memberi deskripsi untuk masing-masing warna.

Electric Purple: Warna cerah baru ini menyuguhkan dua tone ungu, membuat logo-logo tombol PlayStation putih di sana terlihat kontras.

Red Camouflage: Warna hitam, merah dan coklat dibubuhkan pada pola kamuflase khas PlayStation, dipadukan bersama teks dan icon perak.

Titanium Blue: Mengombinasikan bagian cover atas metalik dengan teks dan icon biru, lalu dipasangkan pada chassis biru muda di bawah.

Rose Gold: Mengusung finishing emas metalik dengan warna rose yang lembut demi mengedepankan kesan ramping dan canggih.

DS4 3

Jika Anda kebetulan memfavoritkan DualShock 4 Rose Gold, Sony turut menawarkan headset dengan skema warna serupa, dijadwalkan untuk meluncur di bulan November nanti. Performa dan spesifikasinya sendiri tidak berbeda dangan model standar. Sony menjanjikan ‘fitur-fitur audio yang dicintai para pemain’, kemudian mencantumkan logo-logo khas PlayStation di luar dan di dalam.

Keempat unit DualShock 4 akan mulai dipasarkan pada bulan September 2019, dijajakan seharga US$ 65. Di Indonesia, harganya mungkin sedikit lebih mahal dari versi yang sudah beredar. Rose Gold PlayStation Headset sendiri dibanderol di harga US$ 120.

DS4 4

Info Paten Ungkap Rencana Microsoft Mengembangkan Controller Xbox Dengan Huruf Braille

Satu fakta yang jarang sekali dibahas terkait permainan video adalah kegiatan ini baru bisa dinikmati secara maksimal oleh mereka yang sempurna secara fisik. Dan setiap kali tema tersebut dibahas, saya selalu teringat harapan Stevie Wonder di salah satu ajang Video Game Awards (sekarang dikenal sebagai The Game Awards) agar game juga dapat dimainkan oleh penyandang tunanetra.

Mencoba mengubah status quo ini, beberapa minggu sebelum E3 2018, Microsoft memperkenalkan Xbox Adaptive Controller untuk Xbox One. Adaptive Controller ialah sebuah unit kendali fleksibel yang memberikan kesempatan bagi penderita disabilitas buat bermain game. Penampilannya mirip turntable DJ, dilengkapi tombol-tombol programmable dan port-port untuk membubuhkan input custom eksternal. Kali ini, Microsoft diketahui punya rencana buat menggarap sesuatu yang lebih ambisius lagi.

Website Let’s Go Digital (berbahasa Belanda) baru-baru ini menemukan bahwa Microsoft sempat mengajukan sebuah paten berisi rancangan gamepad yang memanfaatkan rangkaian huruf Braille. Dari ilustrasinya, periferal tersebut mempunyai penampilan layaknya Xbox One Controller standar, tetapi desainer juga membubuhkan hardware tambahan di bagian bawah yang boleh jadi memungkinkan pengguna membaca dan memasukkan huruf Braille ke permainan.

Xbox One Controller 1

Salah satu gambar tersebut memperlihatkan sebuah panel di sisi bawah yang diisi oleh titik-titik dengan total sembilan matrik mirip formasi huruf Braille. Mereka diposisikan agar mudah dicapai oleh ujung jari pengguna. Selain itu, Microsoft juga membubuhkan enam buah pedal tambahan. Ada indikasi pedal-pedal ini memungkinkan user memasukkan karakter-karakter Braille sehingga dapat dibaca oleh sistem.

Let’s Go Digital juga menyampaikan bahwa paten tersebut turut membahas fitur unik yang bisa mengubah input suara menjadi tulisan buat mempermudah pengendalian. Lalu controller juga dibekali sejumlah sistem haptic feedback – kemungkinan tidak sesederhana vibrasi seperti pada Xbox Controller biasa atau DualShock 4. Selain hardware tambahan dengan rangkaian huruf Braille, saya tidak melihat adanya perbedaan signifikan pada wujud, penempatan tombol dan thumb stick.

Selain menampilkan beberapa ilustrasi controller, paten juga memperlihatkan gambar sederhana unit Xbox One dan monitor. Layar tersebut menampilkan tulisan ‘want to play?’. Melihat dari untuk siapa gamepad versi Braille ini ditujukan, saya menduga teks-teks yang muncul di sana turut diiringi oleh audio.

Dari keterangan Let’s Go Digital, pengajuan paten ini dilakukan oleh Microsoft Technology Licensing ke World Intellectual Property Office (WIPO) pada bulan Oktober 2018 dan dipublikasikan pada tanggal 2 Mei kemarin. Dan mengingat ini hanya sekadar paten, belum diketahui apakah Microsoft  betul-betul akan mengangkatnya jadi produk konsumen.

Via GamesIndustry.

 

Info Paten Singkap Wujud Controller Pelengkap Layanan Streaming Game Google?

Sejak dicetus oleh OnLive belasan tahun silam, dalam waktu dekat kita akan menjadi saksi lepas landasnya layanan cloud gaming berskala besar setelah para raksasa teknologi mulai mencurahkan perhatian mereka ke ranah itu. Saat ini, Microsoft tengah menggodok Project xCloud yang ditopang oleh teknologi Azure, sedangkan Google dan para mitranya (salah satunya Ubisoft) sedang fokus pada Project Stream.

Menyediakan platform gaming – tradisional maupun on demand – bukanlah hal baru bagi kedua perusahaan. Namun ketika brand Xbox sudah lama mencengkeram ranah gaming dengan begitu eratnya, ada banyak pernak-pernik yang mesti dipersiapkan oleh Google demi mendukung layanan baru mereka, salah satunya ialah dari aspek periferal kendali. Dan berdasarkan informasi dari paten, tersingkaplah wujud unit gamepad wireless yang boleh jadi akan melengkapi Project Stream.

 

Paten tersebut sendiri sebetulnya membahas sistem notifikasi, ditujukan untuk memberitahu pemain sewaktu game baru sudah tersedia, ketika mendapatkan undangan bermain dari teman, ada pesan masuk, atau berubahnya status Anda di leaderboard. Hal yang menarik perhatian dari paten ini adalah ilustrasi sebuah controller, ditampilkan dari dua sudut pandang berbeda: bagian wajah dan area bawah.

Gamepad Google 1

Tanpa warna (setidaknya pada gambar), penampilan controller terlihat sangat polos. Rancangannya sederhana, tanpa ada lengkungan-lengkungan stylish, dengan layout yang mengingatkan saya pada DualShock 4. Selain directional pad dan empat action button, terdapat sepasang thumb stick yang diposisikan sejejer.

Gamepad Google 2

Namun berbeda dari DualShock 4 dengan touchpad-nya, gamepad Google ini menyajikan sejumlah tombol-tombol utility di sisi depan, dan salah satu yang menonjol adalah tombol berlogo microphone tak jauh dari joystick. Kehadirannya mengindikasikan dukungan fitur perintah suara, bisa jadi mengusung teknologi Google Assistant.

Selanjutnya, Anda akan menemukan empat buah trigger button di area depan, sebuah port micro-USB, dan (boleh jadi) panel pintu baterai seperti yang dimiliki controller Xbox One. Saya pribadi penasaran apakah Google turut membekalinya bersama opsi sambungan lain misalnya via kabel atau dongle Wi-Fi agar periferal bisa mendukung lebih banyak perangkat.

Gamepad Google, di-render oleh YankoDesign.

Menggunakan ilustrasi di paten sebagai petunjuk, YankoDesign telah menciptakan beberapa gambar versi render dari controller Google tersebut. Namun tentu saja ada peluang bagi sang produsen untuk mengubah wujud di versi retail-nya nanti. Saya menduga, Google akan mengungkap segala detail mengenainya, termasuk layanan Project Stream, di Game Developers Conference 2019 minggu depan.

Via The Verge.  Header: YankoDesign.

Corsair K83 Merupakan Perpaduan Unik Antara Keyboard, Touchpad dan Gamepad

Dibanding DualShock atau controller Xbox, kesederhanaan merupakan faktor yang belum bisa betul-betul disuguhkan oleh keyboard dan mouse ketika digunakan untuk menikmati game dari atas sofa di depan TV. Sebagai jalan keluarnya, beberapa produsen periferal menawarkan solusi berupa lapboard  yang memungkinkan kita memangku papan ketik serta menggunakan mouse dengan nyaman.

Selama beberapa tahun ke belakang, beragam opsi lapboard mulai bermunculan, misalnya Sova dari Roccat serta Turret persembahan Razer. Corsair Components sendiri mengambil pendekatan yang sedikit lebih modular. Keyboard wireless K63-nya bisa dicantumkan pada lapboard atau digunakan secara normal di atas meja. Tapi satu kendala dari desain lapboard adalah ia memakan banyak ruang dan kadang cukup berbobot.

K83 1

Sebagai alternatif lebih ringkas dari set K63, perusahaan asal Fremont itu memperkenalkan K83 Entertainment Keyboard. Corsair K83 ialah perpaduan unik antara papan ketik, touchpad serta gamepad, sengaja dirancang untuk memudahkan akses ke beragam jenis konten hiburan. Keyboard disiapkan agar kompatibel ke segala macam perangkat, dari mulai PC, televisi pintar, hingga tablet. Keleluasaan tersebut tercapai berkat dukungan sejumlah opsi konektivitas.

Penampilan K83 sangat kontras jika dibandingkan dengan mayoritas keyboard Corsair lainnya. Perangkat menyajikan layout tenkeyless, tubuh berkonstruksi aluminium yang ramping, serta tuts chiclet berujung bundar plus backlight putih. Area yang biasanya disi oleh numerical pad digantikan oleh precision touchpad bundar plus dua tombol mouse, thumb stick di pojok kanan atas, dua tombol pengaturan fungsi Windows dan LED, serta scroll wheel pengendalian volume khas keyboard gaming Corsair.

K83 2

Corsair K83 tampaknya masih mengusung jenis switch membrane, namun tak lupa dibekali oleh fitur anti-ghosting 20-key rollover sehingga dapat membaca input dari 20 tombol ketika ditekan sekaligus. Lalu untuk menjaga identitas gaming-nya, Corsair menggunakan keycap berbeda di tombol WASD. Selain itu, periferal ditopang secara penuh oleh software iCUE, mempersilakan kita buat mengustomisasi fungsi tombol, joystick serta mengutak-atik macro.

Corsair K83 Entertainment Keyboard.

Keyboard dilengkapi dua jenis sambungan, yaitu Wi-Fi 2,4GHz via dongle dan Bluetooth 4.2 low-energy. Saat baterainya terisi penuh (di-charge menggunakan connector USB), K83 menyuguhkan waktu pemakaian sampai 40 jam. Corsair juga tidak melupakan faktor keamanannya. Keyboard turut dibekali enkripsi wireless 128-bit AES demi menjaga tidak ada orang yang menyadap tulisan dan ketikan Anda.

K83 3

Corsair K83 Entertainment Keyboard resmi meluncur secara global di tanggal 7 Maret kemarin. Saya sudah menerima rilis pers dari Corsair Indonesia, namun di sana produsen belum menginformasikan kapan produk ini tersedia di nusantara dan berapa harganya.

Gamepad SteelSeries Stratus Duo Siap Temani Anda Nikmati Game PC, Android dan VR

Terkenal akan headset, keyboard dan mouse-nya, debut SteelSeries di segmen gamepad boleh dikatakan kurang mulus. Varian Stratus dianggap terlalu mungil dan terlampau mahal, lalu meski Stratus XL disajikan buat menjawab keluhan tersebut, saat itu produk belum didukung aspek software yang memadai. Namun tentu saja, sang perusahaan gaming gear asal Denmark itu sudah belajar banyak.

Minggu ini, SteelSeries kembali memperkenalkan controller game baru, kali ini disediakan untuk menunjang tiga platform hiburan yang punya karakteristik serta khalayak berbeda: PC berbasis Windows, perangkat Android, dan virtual reality. SteelSeries menamainya Stratus Duo. Fleksibilitas menjadi keunggulan utama yang produsen tawarkan, tapi dalam proses peracikannya, SteelSeries masih berkiblat pada arahan desain produk terdahulu.

Seperti Stratus XL, desain Stratus Duo merupakan perpaduan antara controller Xbox dengan DualShock. Tubuhnya ‘berisi’ layaknya gamepad buatan Microsoft itu plus penempatan tombol XYAB yang identik. Namun SteelSeries memposisikan dua thumb stick-nya secara sejajar ala DualShock. Selain D-Pad dan kumpulan action button, saya melihat ada tiga tombol navigasi di sisi muka, rangkaian tombol untuk mengakses fitur-gitur berbeda di atas, serta dua pasang trigger.

Stratus Duo 5

Bagian tombol pelatuk di sana dibekali oleh sensor magnet Hall Effect yang diklaim lebih tahan lama dibanding varian biasa. Sensor ini dipilih demi memastikan input berupa tarikan jari tetap konsisten serta akurat. Lalu tombol analog pada thumb stick juga dibuat agar mampu merespons tekanan secara sigap di mana pun posisi tangkai berada – entah apakah Anda sedang membidik dengan hati-hati ataupun sekadar ‘button mashing‘.

Stratus Duo 1

Nama Duo sendiri diambil dari dukungan konektivitas nirkabel ganda, yaitu lewat Bluetooth dan Wi-Fi 2,4Ghz. Bluetooth 4.1 mempersilakan gamepad tersambung ke perangkat Android dan VR, sedangkan koneksi Wi-Fi di frekuensi 2,4GHz plus bantuan dongle USB memungkinkan controller kompatibel ke PC di jarak maksimal 12-meter. Stratus Duo sendiri akan dibaca oleh sistem sebagai gamepad Xbox (memakai X-input). Itu artinya ia mendukung lebih dari 5.000 permainan di Steam. Tentu saja, Anda dipersilakan menyambungkannya ke PC via kabel.

Stratus Duo 4

Di dalam, SteelSeries Stratus Duo dilengkapi baterai lithium-ion yang menjanjikan sesi gaming hingga 20 jam sekali isi ulang. Kapabilitasnya mirip DualShock 4: gamepad bisa tetap bisa digunakan bermain ketika sedang di-charge.

Stratus Duo 3

Stratus Duo sudah mulai dipasarkan, dijual seharga US$ 60, tapi saat ini produk masih belum tersedia di Indonesia. SteelSeries juga berencana untuk menyediakan SmartGrip, yaitu aksesori tambahan buat mencantumkan smartphone di controller – kabarnya akan ‘segera tersedia’.

Via PC Gamer.

Astro Racik Controller PlayStation 4 Modular Premium Untuk Gamer Pro

Perkembangan esports di console bukan hanya memberikan kesempatan bagi gamer untuk menunjukkan kemampuannya, tapi juga membuka peluang lebih lebar bagi produsen periferal third-party buat menawarkan alternatif dari input kendali yang ada. Penjelmaan kreasi mereka mungkin sudah sering Anda lihat. Contohnya: Razer punya Raiju, dan Scuf menawarkan Vantage.

Biasanya, kendala terbesar dari produk-produk pihak ketiga ini adalah harganya yang mahal sebagai kompensasi dari fitur-fitur canggih di sana. Setelah diakuisisi oleh Logitech di bulan Juli silam, minggu ini Astro Gaming resmi memperkenalkan gamepad tercanggih buatannya, diberi nama C40 TR. Astro C40 TR adalah controller berlisensi resmi PlayStation dengan rancangan modular yang memungkinkan kita menerapkan layout ala gamepad Xbox.

Astro C40 TR 1

Pada dasarnya, Astro C40 TR mempunyai kelengkapan layaknya DualShock 4. Di sana, Anda akan menemukan touchpad, sepasang tombol trigger dan lain-lain. Namun silakan lihat sisi bawahnya. Di sana ada sepasang lagi rear button yang dapat dikustomisasi, serta switch trigger stop berwarna merah yang berfungsi untuk mengatur jarak tarikan tombol pelatuk, sehingga Anda bisa membuatnya lebih pendek dan sensitif, ideal ketika sedang menikmati game-game shooter.

Beberapa produk controller third-party memang meyajikan kemudahan konfigurasi tombol dan stik analog. Namun yang menarik dari Astro C40 TR adalah, selain keleluasaan bongkar pasang stik analog, penggguna bisa mengubah penempatan stik dan directional pad, cukup dengan melepas cover  depannya terlebih dulu. Itu artinya, susunan thumb stick khas DualShock 4-nya dapat Anda ubah jadi layout asimetris ala controller Xbox.

Astro C40 TR 2

Astro C40 TR memiliki dimensi 168x108x53mm dengan bobot 310-gram. Controller ini telah dibekali baterai built-in, dapat diisi ulang via port microUSB, lalu  turut dibekali port audio 3,5mm di area bawah. Dalam pemakaiannya, ada bisa menggunakan mode wired ataupun nirkabel – memanfaatkan frekuensi 2,4Gz dan berjarak maksimal 10-meter.

Astro C40 TR 4

Menariknya lagi, meskipun Astro C40 TR memperoleh sertifikasi PlayStation (kesan resmi ditunjukkan pula oleh penggunaan simbol kotak, ssilang, lingkaran dan segitiga di action button), bukan cuma console current-gen Sony yang didukungnya. Gamepad juga dapat terhubung dengan Windows PC, bahkan ditunjang oleh software yang mempersilakan kita mengonfigurasi fungsi tombol.

Jika tertarik memilikinya, Astro sudah membuka gerbang pre-order C40 TR. Perangkat rencananya akan mulai dipasarkan pada bulan Maret 2019. Harganya memang tidak murah. Gamepad dibanderol US$ 200, lebih mahal US$ 50 dari Xbox Elite Wireless Controller. Belum diketahui apakah Astro akan turut menyediakan versi Xbox-nya.

Via The Verge.

Info Pada Paten Ungkap Controller PlayStation Berlayar Sentuh

Memulai kiprahnya sebagai unit controller alternatif untuk PlayStation pertama, DualShock akhirnya dipilih Sony buat jadi pendamping setia home console-nya. Namun dalam perjalanannya selama lebih dari dua dekade, rancangan DualShock tidak banyak berubah. Di penjelmaan keempatnya, Sony menambahkan touch pad, accelerometer, gyroscope dan light bar.

Dan berdasarkan informasi terkini, ada indikasi Sony Interactive Entertainment berencana untuk membubuhkan layar sentuh di unit kendali baru mereka. Laporan tersebut diungkapkan oleh situs DualShockers berdasarkan paten yang diajukan oleh sang console maker Jepang di United States Patent Office di bulan Oktober silam. Paten ini berisi data teknis, namun seorang user  Reddit menemukan eksistensi dari bagian touchscreen di sana.

Menurut deskripsi di paten, konsep desain perangkat ini tidak terlalu berbeda dari controller yang sudah ada: housing membentuk tubuh utama, ada dua buah bagian memanjang sebagai ekstensinya agar pengguna mudah menggenggam unit pengendali, lalu terdapat sebuah layar sentuh di permukaan teratas tubuhnya, berlokasi di antara kedua grip. Selanjutnya, tersedia dua set tombol diposisikan di dua area, lagi-lagi berada di samping touchscreen.

Dari penjelasan deskriptif tersebut, kita dapat mengintip cara departemen riset dan pengembangan Sony merancang produk. Tapi yang terpenting, kita juga bisa tahu kemiripan unit kendali baru itu dengan DualShock 4 – kecuali pada kehadiran layar sentuh. Tersedianya touchpad dan gyroscope di DualShock 4 memperluas cara pengguna berinteraksi dengan konten, bayangkan fitur baru apa yang dapat disajikan oleh touchscreen.

Setidaknya ada dua probabilitas yang mungkin terjadi berdasarkan info tersebut. Boleh jadi, controller ini diracik sebagai alternatif dari DualShock 4; atau kemungkinan keduanya ialah, perangkat itu merupakan penjelmaan teranyar dari DualShock buat menemani peluncuran console PlayStation next-gen. Tentu saja masih ada peluang ketiga: ia cuma sekadar eksperimen dan tidak dihadirkan jadi produk konsumen.

Membubuhkan layar sentuh di unit kendali untuk console sebetulnya bukanlah gagasan baru. Nintendo sempat menerapkannya di Wii U, lalu dahulu kala Sega juga pernah mencantumkan touchscreen di Dreamcast. Meski berbeda generasi, kedua perangkat ini punya satu kesamaan: mereka bukanlah produk yang sukses secara komersial.

Layar sentuh di controller memang membuat perangkat jadi unik, apalagi produk mengusung jenis panel berwarna. Tapi hal yang terpenting adalah, produsen harus menemukan fungsi esensial dari touchscreen yang bisa menambah kualitas pengalaman gaming, sehingga ia tak hanya jadi sekadar gimmick atau pengalih perhatian.

Razer Luncurkan 2 Aksesori Untuk Menyempurnakan Pengalaman Ber-gaming di Razer Phone 2

Suka atau tidak, PC dan console merupakan platform terbaik untuk menikmati video game, namun tren belakangan ini membuktikan bahwa ada banyak konsumen rela bercengkerama dengan mungilnya layar smartphone demi bermain secara ringkas di mana pun mereka berbeda. Sebagai pemain besar di ranah itu, Razer meresponsnya melalui penyediaan ponsel pintar khusus gaming.

Tepat di hari Kamis kemarin, perusahaan gaming gear Singapura-Amerika tersebut resmi meluncurkan Razer Phone generasi kedua. Perangkat ini mewariskan banyak fitur sang pendahulu, juga membawa sejumlah kekurangan serta kelebihannya. Bermaksud buat mengoptimalkan pengalaman bermain game mobile via Razer Phone 2, Razer turut meluncurkan dua asesori baru.

 

Raiju Mobile

Disiapkan sebagai alternatif lebih canggih dari DualShock 4 untu sistem PlayStation 4, Raiju menawarkan keleluasaan kustomisasi serta mengedepankan desain ergonomis. Segala aspek tersebut diadopsi oleh versi mobile-nya. Raizu Mobile mempersilakan kita mencantumkan smartphone secara horisontal via mount, menawarkan tombol-tombol empuk dan responsif, serta menyajikan keleluasaan konfigurasi fungsi tombol.

Razer 2

Berbeda dari varian Raiju standar, Raizu Mobile mempunyai layout menyerupai controller Xbox, di mana dua set tombol D-Pad dan action button, serta kedua stik analognya diposisikan secara asimetris. Gamepad juga dilengkapi dua pasang trigger button serta sepasang sensitivity clutch di bawah – sangat berguna ketika Anda sedang bermain game shooter. Raizu Mobile menunjang dua tipe koneksi, yaitu wireless dan wired.

Razer 3

Tentu saja kompatibilitas menjadi perhatian utama Razer, dan judul-judul mobile populer kabarnya siap ditangani oleh Raiju Mobile, di antaranya Vainglory, Lineage 2, Dead Trigger 2 dan Gear-Club.

 

Hammerhead USB-C ANC

Hammerhead USB-C diperkenalkan tak lama setelah Razer Phone meluncur sebagai jawaban produsen terhadap absennya port audio 3,5mm. Dan di versi anyar ini, Razer menyempurnakan desain Hammerhead serta membubuhkan satu fitur andalan berupa active noise cancellation (kepanjangan dari ANC di namanya), sehingga sesi gaming Anda tak lagi terganggu meskipun keadaan di sekitar sedang ramai dan berisik.

Razer 4

Hammerhead USB-C ANC mengusung teknologi Dual Driver, menjanjikan output dengan treble yang detail serta bass bertenaga. Earphone turut dibekali oleh unit digital-to-analog converter built-in untuk menghidangkan audio beresolusi tinggi 24-bit/96kHz. Selanjutnya, bagian eartip dibuat lebih nyaman, lentur dan tidak mudah terlepas. Bahan Comply t-500 yang digunakan di sana berperan pula sebagai sistem noise cancelling pasif.

Razer 5

Baik Raiju Mobile maupun Hammerhead USB-C ANC rencananya akan mulai dipasarkan secara global di kuartal keempat tahun ini juga. Masing-masing produk dibanderol seharga US$ 150 (Raiju Mobile) dan US$ 100 (Hammerhead USB-C ANC).

Sumber: Razer.