Alasan Di Balik Strategi Investasi Agresif Tencent

Sekarang, Tencent merupakan publisher game terbesar di dunia. Sejauh ini, strategi Tencent untuk mengembangkan bisnis game mereka adalah dengan mengakuisisi atau membeli saham dari berbagai perusahaan game. Sepanjang 2021, Tencent masih menggunakan strategi yang sama untuk membangun bisnis game mereka.

Bulan Desember 2021, Tencent mengakuisisi Turtle Rock, developer dari Left 4 Dead. Pada Juli 2021, Tencent mengeluarkan US$1,27 miliar untuk membeli developer asal Inggris, Sumo. Di era sebelum 2020, strategi Tencent dalam mengakuisisi atau menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan game terbilang konservatif. Mereka hanya tertarik dengan perusahaan-perusahaan yang telah meluncurkan game sukses. Contohnya, Riot Games, yang membuat League of Legends.

Namun, pada 2020, Tencent mulai mengubah strategi mereka. Pada 2021, mereka bahkan sangat aktif dalam melakukan akuisisi atau membeli saham dari perusahaan-perusahaan game. Menurut Niko Partners, rata-rata, Tencent melakukan 2,5 transaksi bisnis per hari, mulai dari pembelian saham sampai akusisi. Per 10 Mei 2021, Tencent telah menandatangani 51 transaksi bisnis, jauh lebih banyak dari total transaksi bisnis yang mereka lakukan pada 2020 — yang hanya mencapai 31 transaksi sepanjang tahun.

Walau Tencent menjadi lebih agresif dalam mengakuisisi atau membeli saham perusahaan-perusahaan game, mereka tidak mencoba untuk melakukan rebranding pada perusahaan yang sudah mereka akuisisi atau modali. Sebaliknya, Tencent biasanya membiarkan perusahaan-perusahaan itu beroperasi secara mandiri.

Tencent kini masih menjadi publisher game nomor satu. | Sumber: Niko Partners

Melihat sikap Tencent yang menjadi lebih agresif dalam mengakuisisi atau membeli perusahaan gameNiko Partners mencoba untuk menjelaskan tiga alasan di balik perubahan strategi tersebut.

1. Ancaman dari Alibaba dan ByteDance

Salah satu alasan mengapa Tencent menjadi lebih agresif dalam melakukan investasi dan akuisisi di industri game sepanjang 2021 adalah karena mereka menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan dua raksasa teknologi Tiongkok lain: Alibaba dan ByteDance, perusahaan induk TikTok.

Memang, pada awal 2020, ByteDance dikabarkan berencana untuk membuat divisi gaming. Tak hanya itu, sekarang, mereka juga mempekerjakan hampir 3 ribu orang untuk membuat game sendiri. Sejauh ini, mereka telah sukses dengan Ragnarok X: Next Generation di Hong Kong dan Taipei, serta One Piece: The Voyage di Tiongkok. Tak berhenti sampai di situ, pada Maret 2021, ByteDance mengakuisisi Moonton, developer dari Mobile Legends.

ByteDance beli Moonton di tahun 2021. | Sumber: IGN

Sementara itu, pada September 2019, Alibaba meluncurkan Three Kingdoms: Tactics, game yang didasarkan intellectual property (IP) Koei Techmo. Berkat game tersebut, Alibaba sukses menjadi publisher mobile game terbesar ke-4 di Tiongkok pada 2020. Di tahun yang sama, mereka memutuskan untuk memindahkan divisi gaming mereka dari segmen “inisiatif inovasi” — berisi bisnis-bisnis kecil yang bersifat eksperimental — ke segmen “hiburan dan media digital”. Alasannya adalah karena mereka menganggap, bisnis game mereka sudah berkembang cukup besar.

 2. Munculnya Game-Game Populer dari Developer Menengah

Tencent tidak hanya menghadapi persaingan dari perusahaan raksasa seperti Alibaba dan ByteDance, tapi juga dari perusahaan-perusahaan game skala menengah, seperti miHoYo, Lilith Games, dan QingCi Digital. Dari tiga perusahaan itu, Tencent hanya memiliki saham di QingCi Digital. Dan nilai saham yang mereka miliki hanyalah 3,33%, yang mereka beli seharga RMB101 juta (sekitar Rp225, 6 miliar). Padahal, ketiga perusahaan itu telah mengeluarkan game-game sukses.

Developer miHoYo berhasil meraih sukses di kancah global dengan Genshin Impact. Game itu hanya membutuhkan waktu 12 hari untuk mendapatkan US$100 juta, yang merupakan total biaya produksi dari game tersebut. Tak hanya itu, pada Maret 2021, 5 bulan sejak Genshin Impact diluncurkan, game itu telah berhasil menjadi mobile game dengan pemasukan terbesar ke-3 di dunia. Dan menurut Niko Partners, total pemasukan dari Genshin Impact di semua platform telah menembus US$1,5 miliar.

Rise Kingdoms berhasil mengalahkan game Tencent dengan genre yang serupa.

Sementara itu, Lilith Games meluncurkan AFK Arena dan Rise of Kingdoms di Tiongkok pada tahun lalu. AFK Arena adalah turn-based RPG sementara Rise of Kingdoms merupakan real-time multiplayer 4x strategy game. Menariknya, pada tahun lalu, Tencent sebenarnya juga meluncurkan game dengan genre yang sama seperti AFK Arena dan Rise of Kingdoms. Namun, game dari Tencent masih kalah populer dari kedua game buatan Lilith.

3. Keinginan untuk Kuasai Pasar Game International

Saat ini, Tiongkok memang masih menjadi pasar game paling besar. Sekitar 33% dari total pemasukan game PC dan mobile berasal dari Tiongkok. Meskipun begitu, Tencent juga tertarik untuk memasuki pasar game internasional. Sekarang, pasar game internasional hanya berkontribusi sebesar 21% dari total pemasukan Tencent. Mereka berencana untuk meningkatkan angka itu menjadi 50%.

Di pasar game internasional, sebagian besar dari pemasukan Tencent berasal dari IP yang lisensinya mereka beli, seperti PUBG Mobile dan Call of Duty Mobile. Dari segi platform, mobile masih memberikan kontribusi paling besar. Meskipun begitu, Tencent juga sadar, nilai pasar game PC dan konsol di luar Tiongkok bernilai US$70 miliar. Jadi, walau mobile jadi salah satu prioritas mereka, mereka juga tidak mengacuhkan pasar game PC atau konsol. Selain itu, mereka juga merasa, mereka masih bisa menumbuhkan bisnis game PC mereka di Tiongkok.

Di masa depan, Tencent juga berencana untuk mengembangkan game AAA yang bisa dimainkan di berbagai platform. Sementara mereka membuat game tersebut, mereka juga akan terus menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan game yang memang sudah punya pengalaman dalam membuat game AAA.

Menilik Strategi Investasi Agresif Tencent

Per 10 Mei 2021, Tencent telah mengakuisisi atau menanamkan investasi di 51 perusahaan game. Dari semua perusahaan game itu, sebanyak 39 perusahaan berasal dari Tiongkok dan 12 sisanya berasal dari luar Tiongkok. Lima dari 12 perusahaan asing yang Tencent akuisisi atau berikan modal berasal dari Korea Selatan. Kesamaan lain dari lima perusahaan itu adalah mereka fokus untuk membuat game PC atau mobile. Tahun ini, Tencent sama sekali tidak melirik perusahaan Amerika Serikat. Kemungkinan, alasannya adalah karena masalah geopolitik. Bahkan saat ini, kepemilikan saham Tencent di Riot Games dan Epic Games menjadi perhatian dari Committee on Foreign Investments in the United States (CFIUS).

Hampir setengah dari 51 perusahaan game yang menarik perhatian Tencent punya pengalaman dalam membuat game konsol atau PC. Menariknya, banyak dari perusahaan tersebut yang bermarkas di Tiongkok. Seperti yang disebutkan oleh Niko Partners, keputusan Tencent untuk menanamkan investasi di perusahaan Tiongkok yang membuat game PC dan konsol adalah sesuatu yang baru. Pasalnya, di 2020, kebanyakan perusahaan game asal Tiongkok yang mendapatkan investasi atau diakuisisi oleh Tencent merupakan perusahaan yang membuat mobile game.

Pada 2021, Tencent justru menginvestasikan dana mereka ke perusahaan yang membuat game PC atau konsol, seperti Game Science yang membuat Black Myth: Wu Kong, Surgical Scalpels yang merupakan kreator dari Project Boundary, atau UltiZero Games yang membuat Lost Soul Aside. Tujuan Tencent menanamkan modal di perusahaan-perusahaan tersebut adalah karena mereka ingin memperkuat posisi mereka di pasar game PC lokal, yang diperkiran akan kembali tumbuh pada 2022.

Tak hanya di dalam negeri, Tencent juga tertarik untuk menanamkan saham atau mengakuisisi perusahaan game yang membuat game atau konsol di luar Tiongkok, seperti Fatshark, Bohemia Interactive, Dontnod Studios, dan Klei. Salah satu tujuan mereka adalah untuk membawa game-game dari perusahaan itu ke Tiongkok. Tujuan lainnya adalah karena mereka ingin bisa mendapatkan keahlian perusahaan-perusahan itu dalam membuat game PC dan konsol.

Tencent Mulai Perhatikan Gamers Perempuan

Pada 2021, Tencent juga berusaha untuk memperkaya portofolio akan perusahaan yang mereka akuisisi atau modali. Sekarang, mereka juga tertarik dengan perusahaan yang membuat game untuk gamers perempuan atau game dengan konten anime. Dalam satu tahun terakhir, mereka telah menanamkan modal di 14 perusahaan yang membuat game dengan gaya anime dan game untuk perempuan.

Sebelum ini, Tencent sebenarnya telah membuat game yang didasarkan pada anime, seperti Naruto dan Dragon Ball. Meskipun begitu, game anime Tencent tidak sesukses Genshin Impact dari miHoYo atau Onmyoji dari NetEase. Alasan mengapa Tencent tertarik dengan game bergaya anime atau game yang menargetkan gamers perempuan adalah karena pada akhir 2020, ada lebih dari 350 juta gamers perempuan dan 300 juta fans ACGN (Animation, Comic, Game, dan Novel) di Tiongkok.

Perubahan lain dalam strategi investasi Tencent adalah sekarang, mereka lebih bersedia untuk menanamkan modal ke perusahaan-perusahaan muda. Dalam dua tahun terakhir, mereka telah memberikan investasi pada enam perusahaan yang baru membuat sedikit produk atau bahkan belum mengeluarkan produk sama sekali. Tampaknya, alasan mengapa Tencent menjadi lebih proaktif dalam menanamkan investasi adalah karena ancaman dari developer game skala menengah seperti miHoYo dan Lilith Games.

Acara Awards dan Penghargaan Tahunan di Industri Game, Pentingkah?

Jika industri film punya Academy Awards alias Oscars, industri game punya The Game Awards. Namun, sementara penyelenggaraan Oscars 2021 sempat ditunda karena lockdown, TGA 2021 tetap diselenggarakan seperti biasa. Salah satu alasannya adalah karena sejak pertama kali diadakan pada 2014, TGA memang lebih fokus pada siaran online daripada siaran di TV.

Faktanya, TGA 2021 justru baru saja memecahkan rekor jumlah penonton terbanyak, menurut laporan ScreenRant. Pada tahun ini, jumlah penonton TGA 2021 mencapai 85 juta orang, lebih banyak 2 juta daripada jumlah penonton pada tahun lalu. Selain itu, TGA 2021 juta memecahkan rekor Watch Time di YouTube, dengan total viewership mencapai 1,75 juta jam di platform video tersebut.

Pertanyaannya: seberapa penting The Game Awards untuk industri game?

Awal Mula The Game Awards

The Game Awards pertama kali diadakan pada 2014. Geoff Keighley, jurnalis game asal Kanada, merupakan kreator di balik awards show tersebut. Kali pertama Keighley melibatkan diri dalam acara penghargaan game adalah pada 1994, yaitu dengan Cybermania ’94: The Ultimate Gamer Awards. Walau acara tersebut dianggap kurang sukses, ia berhasil membuat Keighley tertarik untuk membuat acara game awards-nya sendiri.

Pada 2003, Keighley bekerja untuk Spike, saluran televisi kabel dan satelit asal Amerika Serikat. Ketika itu, dia menjadi produser dari Video Game Awards (VGA). Selain sebagai produser, dia juga sering menjadi host dalam acara tersebut. Tujuan dari VGA adalah untuk memamerkan game-game yang diluncurkan dalam satu tahun.

Spike memberikan dukungan besar untuk penyelenggaraan VGA. Pada 2012, mereka bahkan mengajak Samuel L. Jackson sebagai host dari acara itu. Namun, pada 2013, dukungan Spike untuk VGA surut. Alasannya, karena mereka ingin mengurangi program yang ditujukan untuk penonton laki-laki. Setelah itu, Spike mengubah nama VGA menjadi VGX, untuk menunjukkan bahwa acara itu akan fokus ke konsol terbaru saat itu, yaitu PlayStation 4 dan Xbox One.

Samuel L. Jackson di VGA. | Sumber: USA Today

Acara VGX di 2013 dianggap mengecewakan, karena porsi iklan yang sangat besar. Meskipun begitu, Spike tetap menawarkan Keighley untuk mengadakan VGX di tahun 2014, dengan syarat, acara itu hanya akan ditayangkan secara online, tapi tidak di TV. Keighley akhirnya memutuskan untuk keluar, sementara hak kepemilikan atas VGX tetap dipegang oleh Spike. Di 2014, Spike mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti mengadakan VGX sama sekali.

Sementara itu, Keighley mencari dukungan dari perusahaan konsol — Microsoft, Nintendo, dan Sony — serta beberapa publisher ternama untuk membuat awards show baru. Dan lahirlah The Game Awards. Di awards show itu, Keighley juga menanamkan modal sebesar US$1 juta.

Sejak awal, Keighley fokus untuk menayangkan TGA di platform streaming. Sekarang, awards show itu disiarkan di lebih dari 45 platform streaming di dunia, termasuk lebih dari 20 platform di Tiongkok, 7 di India, dan 4 di Jepang. Keputusan Keighley untuk fokus pada siaran online berbuah manis. Dari tahun ke tahun, jumlah penonton TGA menunjukkan tren naik. Sebaliknya, jumlah penonton Oscars justru terus turun. Tahun ini, jumlah penonton Oscars hanya mencapai 9,23 juta orang, turun 51% dari 18,7 juta orang pada 2020.

“Saya ingin menjadikan The Game Awards sebagai awards show terbesar di dunia,” kata Keighley pada Protocol. “Oscars punya reputasi cemerlang. Dan walau game punya industri yang lebih bsear dan merupakan media yang lebih powerful dari media hiburan lain, game tetap tidak mendapatkan penerimaan yang sama dari masyarakat. Banyak orang yang memiliki persepsi yang salah akan game dan tetap tidak mau menganggap game sebagai media yang powerful. Jadi, kami punya kesempatan untuk tidak hanya menunjukkan bahwa game punya arti penting bagi para core gamers, tapi juga menampilkan sisi terbaik dari industri game.”

Walau The Game Awards sering disebut sebagai “Oscars untuk game“, TGA punya beberapa perbedaan dengan awards show di industri film itu. Salah satunya, TGA tidak hanya fokus untuk mengumumkan game-game yang berhasil memenangkan berbagai kategori, awards show itu juga menjadi ajang bagi perusahaan game untuk memberikan pengumuman penting akan rencana mereka di tahun berikutnya. Misalnya, Microsoft mengumumkan rencana mereka untuk meluncurkan Xbox Series X pada TGA 2019. Selain itu, keberadaan sejumlah game diungkap dalam TGA, seperti Far Cry New Dawn dari Ubisoft, Marvel: Ultimate Alliance 3 dari Nintendo, dan Mortal Kombat 11 dari Warner Bros. Interactives.

“The Game Awards berhasil menjadi salah satu acara tahunan terbesar dalam industri game karena acara tersebut berhasil membangun hubungan erat dengan komunitas gamers di seluruh dunia,” kata David Haddad, President, Warner Bros. Interactive pada The Hollywood Reporter. “Kami memilih untuk mengumumkan Mortal Kombat 11 di Game Awards karena kami ingin menarik perhatian banyak gamers di dunia.”

Tak hanya peluncuran game baru, TGA juga bisa menjadi ajang promosi untuk sejumlah film. termasuk Shaft, Aquaman, dan Birds of Prey dari Warner Bros. Andrew Hotz, Executive VP Global Digital Marketing dan Chief Data Strategist, Warner Bros. menjelaskan, alasan mereka mempromosikan film mereka di TGA adalah karena setiap kali mereka melakukan hal itu, film yang mereka promosikan akan menjadi bahan pembicaraan di media sosial.

Mekanisme The Game Awards

“Best Game of The Year” adalah penghargaan paling tinggi yang diberikan dalam The Game Awards. Pertanyaannya: bagaimana cara untuk mengukur kualitas game, ketika penilaian gamers akan game yang mereka mainkan sangat subjektif? Gamers yang memang suka dengan game dengan narasi berbobot cenderung suka dengan game-game single-player. Namun, gamers yang menganggap gaming sebagai kegiatan sosial justru akan lebih sering memainkan game-game multiplayer.

Menentukan game terpopuler justru lebih mudah daripada game terbaik. Karena, popularitas bisa diukur menggunakan pemungutan suara. Sayangnya, popularitas bukan jaminan kualitas. Game yang menjadi pembicaraan banyak orang belum tentu sudah sempurna. Mari kita jadikan Cyberpunk 2077 sebagai contoh. Walau game itu dibicarakan banyak orang — sebelum dan sesudah diluncurkan — game itu dipenuhi dengan banyak bugs ketika diluncurkan. Bahkan, game buatan CD Projekt itu sempat ditarik dari PlayStation Store oleh Sony, meski game tersebut kemudian kembali tersedia di toko digital itu.

Jadi, bagaimana cara TGA untuk memilih “Best Game of The Year” atau game pemenang dalam kategori lain? Dalam situs resminya, TGA menjelaskan bahwa pemenang penghargaan ditentukan berdasarkan pemungutan suara dari para juri dan juga masyarakat umum. Gamers bisa memberikan suaranya melalui situs TheGameAwards.com atau melalui media sosial. Bagi gamers Tiongkok, mereka bisa ikut dalam pemungutan suara melalui Bilibili. Satu hal yang harus diingat, bobot penilaian para juri jauh lebih besar daripada suara para gamers. Pemungutan suara para juri memiliki bobot 90%, dan voting dari para gamers 10%.

Beberapa proses dalam TGA. | Sumber: TheGameAwards

Di situs resminya, TGA juga mengungkap mengapa mereka tidak menentukan pemenang penghargaan berdasarkan pemungutan suara para gamers. Salah satu alasannya, karena hal ini dianggap tidak adil bagi game yang hanya diluncurkan dalam satu platform. Jika sebuah game diluncurkan secara eksklusif untuk satu platform, maka jumlah pemain dan fans dari game itu pun akan lebih sedikit dari game yang diluncurkan di banyak platform. Jadi, game-game eksklusif akan punya kemungkinan yang lebih kecil untuk menang, jika TGA menggunakan sistem voting. Selain itu, TGA juga ingin memastikan bahwa pemenang dari TGA tidak bisa dimanipulasi melalui media sosial.

Sama seperti Oscars atau awards show lainnya, The Game Awards juga punya daftar nominasi untuk setiap kategori. Menentukan game-game yang masuk nominasi melibatkan lebih dari 100 juri. Para juri terdiri dari perusahaan media dan influencer gaming. Jika juri merupakan perusahaan media, maka daftar nominasi yang mereka berikan merupakan cerminan dari pendapat semua karyawan perusahaan. TGA memilih para juri berdasarkan rekam jejak mereka dalam memberikan penilaian pada sebuah game.

Setiap juri bisa menominasikan lima game dalam satu kategori. Setelah suara para juri dikumpulkan, TGA akan memilih lima game yang mendapatkan suara paling banyak dari para juri untuk masuk nominasi. Bobot suara dari masing-masing juri sama. Jadi, tidak ada juri yang memiliki hak veto. Untuk kategori khusus — seperti esports dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas — TGA akan meminta bantuan dari juri-juri khusus.

The Game Awards menganggap, menggabungkan sistem voting antara para juri dan masyarakat umum merupakan cara paling efektif untuk bisa memberikan penilaian kritis akan sebuah game. Meskipun begitu, saya percaya, setiap juri dalam TGA tetap punya bias subjektif. Selain itu, kemungkinan besar, para juri akan memilih game AAA atau game indie yang memang tengah populer. Alasannya, mereka tidak mungkin bisa mengetahui — apalagi memainkan — semua game yang diluncurkan dalam satu tahun. Di Steam saja, jumlah game baru yang diluncurkan sepanjang 2020 mencapai lebih dari 10 ribu game. Dan angka itu belum mencakup game-game yang diluncurkan untuk konsol.

Jumlah game yang diluncurkan di Steam dari tahun ke tahun. | Sumber: Statista

Selain subjektivitas para juri, masalah lain yang mungkin muncul di The Game Awards adalah tentang metode pengelompokkan game. Genre menjadi salah satu cara untuk mengategorikan game. Hanya saja, belakangan, semakin banyak game yang mencampuradukkan genre yang sudah ada. Sebagai contoh, Borderlands. Game itu masuk dalam kategori FPS karena ia memang merupakan game shooter dengan sudut pandang orang pertama. Di sisi lain, Borderlands juga bisa dikategorikan sebagai RPG karena game itu memiliki sistem progression, seperti level karakter dan skills.

Padahal, TGA punya kategori Best Action Game, Best Action/Adventure Game, dan Best Role-Playing Game. Jika sebuah game menggabungkan beberapa genre tersebut, apakah hal itu berarti mereka bisa dinominasikan dalam semua kategori itu?

The Game Awards vs Oscars

Jumlah penonton Academy Awards menunjukkan tren turun, menurut data dari Statista. Pada 2010, jumlah penonton Oscars mencapai 41,62 juta orang. Angka ini turun menjadi 9,85 juta orang pada 2021. Meskipun begitu, Oscars punya fungsi tersendiri di industri film. Salah satunya, sebagai bukti pengakuan industri akan bakat seseorang atau kualitas dari sebuah film. Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau hanya masuk dalam nominasi Oscars bisa membantu mereka untuk mengembangkan karir mereka. Sementara bagi studio film, menjadi pemenang atau nominasi Oscars bisa menjadi alat untuk mempromosikan film mereka.

Jumlah penonton Oscars di Amerika Serikat. | Sumber: Statista

“Pertanyaan akan relevansi dari Academy Awards telah muncul sejak lama,” kata seorang awards strategist yang memberikan konsultasi pada sejumlah studio besar pada Washington Post. Dia rela diwawancara, tapi enggan untuk disebutkan namanya. “Para pelaku industri film ingin mendapatkan penghargaan demi memuaskan ego mereka dan karena penghargaan itu bisa membantu karir mereka. Sementara pihak studio ingin membantu para talents di industri film karena hal itu akan membantu mereka.”

Menariknya, Academy Awards pertama kali diadakan untuk mencegah para pekerja di industri film — seperti sutradara, aktor, dan penulis skenario — untuk membentuk perserikatan. Tujuan lainnya adalah untuk membangun reputasi Hollywood di mata masyarakat umum. Jadi, walau Oscars merupakan bentuk apresiasi industri film pada orang-orang berbakat di dalamnya, penghargaan itu juga penuh dengan intrik politik di belakang layar, ungkap analis film industri film, Stephen Follows.

Follows menegaskan, film yang memenangkan Oscars tidak selalu merupakan film terbaik yang dirilis pada tahun itu. “Semakin banyak data yang saya amati, semakin banyak orang yang saya ajak bicara, semakin saya sadar bahwa para pemimpin politik industri film selalu mempekerjakan orang-orang terbaik,” katanya pada Washington Post.

Salah satu orang yang memperlakukan Oscars seperti pemilihan umum adalah Harvey Weinsten, seorang produser yang memiliki dua perusahaan: Miramax dan Weinstein Company. Saat ini, karirnya sudah hancur karena dia terbukti sebagai pemerkosa. Namun, sebelum itu, dia memiliki taktik khusus untuk membuat film dari perusahaannya menang Oscars. Dikabarkan, dia menyebarkan kabar negatif tentang film-film yang menjadi pesaing dari film di bawah perusahannya. Dia juga berusaha untuk memenangkan hati para pemilih.

Taktik Weinsten terbukti sukses. Pasalnya, Shakespeare in Love — film buatan John Madden yang didistribusikan oleh Miramax — berhasil mengalahkan Saving Private Ryan — dari Steven Spielberg — pada Oscars 1999. Padahal, film buatan Spielberg diperkirakan akan memenangkan penghargaan Best Picture. Dan walau Weinstein kini tak lagi punya tempat di industri film, strategi yang dia gunakan untuk mempopulerkan film-film dari perusahaannya tetap digunakan sampai sekarang.

Shakespeare in Love. | Sumber: IMDB

Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscar merupakan pengakuan industri akan kemampuan mereka. Matt Damon bercerita, karirnya menanjak pesat setelah dia memenangkan Best Original Screenplay pada Oscars 1997. Hal yang sama terjadi pada Jennifer Lawrence, yang mulai dikenal setelah dia masuk nominasi Best Actress pada 2010.

Sayangnya, bagi sebagian aktor atau aktris, memenangkan Oscar justru merupakan bencana. Salah satu aktris yang mengalami hal ini adalah Halle Berry, aktris berkulit hitam pertama yang memenangkan penghargaan Best Actress. Dia bercerita, dia justru kesulitan untuk mendapatkan peran yang berbobot setelah memenangkan Oscars. Kepada Variety, dia menyebutkan bahwa apa yang terjadi pada dirinya sebagai “kutukan Oscar”.

Hal yang sama juga terjdi pada Rita Moreno, aktris Latina pertama yang memenangkan Oscar berkat perannya di West Side Story. Dia bercerita, walau dia mendapatkan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah ketika dia memenangkan Oscars, dia tidak mendapatkan banyak tawaran peran setelah itu.

“Saya mendapatkan tawaran untuk bermain di beberapa film. Kebanyakan dari film itu bercerita tentang gang, tapi dalam skala yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan West Side Story. Tentu saja, hal ini sangat megencewakan bagi saya,” ujar Moreno. Dia menambahkan, memenangkan Oscar tidak memberikan perubahan berarti untuk karirnya. Dia juga mengatakan, dia tidak berusaha untuk menjelekkan Oscars atau awards show lain, tapi, memang ada perlakuan tidak adil pada kelompok minoritas di industri film.

Secara teori, keberadaan Oscars seharusnya memberikan kesempatan bagi aktor atau aktris yang belum dikenal, membantu mereka untuk dikenal lebih banyak orang dan meningkatkan kesempatan mereka untuk mendapatkan peran penting dalam film. Dan jika mereka bisa memainkan peran penting, kesempatan mereka untuk kembali memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscars akan menjadi semakin besar.

Hanya saja, aktor atau aktris dari kelompok minoritas justru mengalami kesulitan untuk masuk nominasi Oscars. Dan terkadang, masuk dalam Oscars justru merusak karir mereka. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam Academy Awards, menurut Franklin Leonard, produser dan pendiri dari Black List. Adanya ketidakadilan ini berarti, Oscars bisa menguntungkan kelompok tertentu, tapi justru mempersulit kelompok yang lain.

Nominasi dari Best Game of The Year.

Sekarang, mari kita bandingkan apa yang terjadi di industri film dengan industri game. Kabar baiknya, sejauh yang saya tahu, tidak perusahaan game yang breusaha melakukan lobbying untuk membuat game mereka menang atau masuk dalam nominasi di The Game Awards.

Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa perusahaan-perusahaan game besar lebih diuntungkan dengan keberadaan TGA daripada developer indie. Kenapa? Seperti yang sudah dibahas di atas, ada ribuan game yang diluncurkan setiap tahun. Karena para juri di TGA tidak mungkin menilai semua game tersebut, maka kemungkinan, mereka akan menaruh perhatian pada game-game yang banyak dibicarakan oleh gamers. Dan cara perusahaan memasarkan game punya dampak langsung pada popularitas game tersebut. Tentu saja, perusahaan besar akan punya dana yang lebih besar pula untuk mempromosikan game mereka.

Jadi, pada akhirnya, walau TGA punya tujuan untuk “merayakan keberadaan game-game terbaik”, game-game yang mungkin memenangkan penghargaan di awards show itu akan terbatas pada game-game populer, yang kemungkinan dibuat oleh perusahaan game AAA.

Kesimpulan

Setiap orang punya selera masing-masing. Sebagian orang suka dengan teh, sebagian yang lain kopi atau cokelat. Bahkan di kalangan pecinta kopi pun, mereka punya selera beragam. Ada orang yang sudah puas dengan kopi sachet, ada pula yang sangat memerhatikan biji kopi yang hendak dia minum, serta cara penyajiannya. Hal ini juga berlaku untuk film dan game. Sebagian orang menonton semua film dan seri TV yang menjadi bagian dari Marvel Cinematic Universe, sementara sebagian yang lain merasa film-film superhero cenderung membosankan.

Secara pribadi, saya merasa, tidak ada yang salah dengan selera pribadi seseorang. Penyuka kopi tidak lebih baik dari penyuka teh atau cokelat. Orang yang menyukai film-film science-fiction tidak memiliki derajat yang lebih tinggi dari pecinta film romantis. Begitu juga dengan gamers. Orang-orang yang senang memainkan game-game soulslike tidak mendadak punya kasta yang lebih tinggi dari pemain game kasual. Perbedaan antara keduanya hanya waktu — dan mungkin uang — yang mereka dedikasikan untuk hobi mereka.

Mengingat selera orang berbeda-beda, maka jenis game yang mereka mainkan pun tentu saja beragam. Karena itu, saya merasa, penghargaan dalam The Game Awards bisa menjadi bukti apresiasi industri, tapi ia tidak bersifat absolut.

Misalnya, hanya karena It Takes Two memenangkan penghargaan Best Game of The Year bukan berarti semua orang yang memainkan game itu akan menyukainya. Sebaliknya, game-game yang tidak menang, atau bahkan tidak masuk nominasi di The Game Awards, juga tetap bisa dinikmati banyak orang. Buktinya, walau TGA tidak punya kategori untuk game kasual, toh game kasual seperti Candy Crush tetap bisa mendapatkan pemasukan hingga lebih dari US$1 miliar.

PUBG: Battlegrounds Bakal Jadi Gratis di 2022, GTA V Jadi Game Terpopuler di Twitch

Sepanjang minggu lalu, ada beberapa berita menarik terkait dunia game. Salah satunya, PUBG: Battlegrounds akan bisa dimainkan secara gratis mulai Januari 2022. Selain itu, Agate juga telah meluncurkan visual novel baru di platform Memories mereka. Sementara developer asal Malaysia akan merilis game  platformer mereka, The Company Man, dalam bentuk fisik di awal 2022. Terakhir, viewership dari Twitch dan Facebook Gaming naik lebih dari 40% pada 2021.

Agate Punya Visual Novel Baru, Celestia: Chain of Fate

Agate telah meluncurkan judul baru ke platform visual novel mereka, Memories. Game terbaru dari studio asal Bandung tersebut adalah Celestia: Chain of Fate. Memories merupakan platform visual novel yang tersedia di Android dan iOS. Di Memories, Anda akan menemukan banyak visual novel dari Agate. Sejak diluncurkan pada 2020, Memories telah diunduh sebanyak lebih dari 2 juta kali.

Dalam Celestia: Chain of Fate, pemain akan menjadi remaja perempuan yang hidupnya berubah 180 derajat setelah dia mengetahui rahasia tentang orangtuanya. Ternyata, ibunya adalah seorang Angel, sementara ayahnya berasal dari Demon World. Ketika itu, dia juga menjadi tahu akan keberadaan dunia lain, yang menjadi tempat tinggal dari ras-ras non-manusia. Dia pun diundang untuk bersekolah Celestia Academy, sebuah sekolah sihir. Sama seperti visual novel lain, pemain akan dihadapkan pada beberapa karakter yang menjadi Love Interest.

GTA V Jadi Game yang Paling Sering Ditonton di Twitch

Walau diluncurkan pada 2013, Grand Theft Auto V masih sangat populer di Twitch. Buktinya, game itu kini menjadi game dengan total hours watched paling banyak. Sepanjang 2021, total hours watched dari GTA V mencapai 2,1 miliar jam, naik dari 764 juta jam pada 2020, menurut laporan State of Stream 2021 dari Rainmaker.gg dan StreamElements.

Sementara itu, game yang paling sering ditonton ke-2 adalah League of Legends, yang duduk di peringkat pertama pada tahun lalu. Tahun ini, total hours watched dari League of Legends mencapai 1,8 miliar jam, naik dari 1,4 miliar jam pada tahun lalu. Setelah GTA V dan League of Legends, game-game lain yang  masuk dalam daftar 10 game dengan total hours watched tertinggi adalah Fortnite, VALORANT, Minecraft, Call of Duty: Warzone, CS:GO, Apex Legends, dan Dota 2, seperti yang disebutkan oleh IGN.

PUBG: Battlegrounds Bakal Bisa Dimainkan Gratis di Tahun Depan

PUBG: Battlegrounds, game yang mempopulerkan genre battle royale, akan bisa dimainkan secara gratis per 12 Januari 2022. Semua orang yang memainkan PUBG: Battlegrounds secara gratis akan mendapatkan akun Basic, yang memungkinkan mereka untuk mengakses hampir semua fitur dalam game.

Bagi orang yang tidak puas dengan akun Basic dan ingin mengakses lebih banyak fitur dalam game, mereka bisa membayar US$13 untuk mendapatkan akun Plus. Dengan upgrade tersebut, mereka akan mendapatkan Survival Mastery XP +100%, Career-Medal Tab, dan Ranked Mode. Selain itu, mereka juga bisa membuat atau bermain di Custom Match. Pemain yang telah meng-upgrade akunnya juga akan mendapatkan Captain’s Camo Hat, Captain’s Camo Mask, Captain’s Camo Gloves, dan Bonus 1300 G-COIN.

PUBG: Battlegrounds akan bisa dimainkan secara gratis pada tahun depan. | Sumber: Steam

Para pemain yang telah membeli PUBG: Battlegrounds sebelum ia bisa dimainkan secara gratis akan langsung mendapatkan akun Plus. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan PUBG – Special Commemorative Pack, menurut laporan IGN.

2022, The Company Man dari Developer Malaysia Bakal Bisa Dibeli Secara Offline

Developer asal Malaysia, Forust Studio, akan meluncurkan The Company Man dalam bentuk fisik pada awal 2022. Game itu pertama kali dirilis secara digital pada Mei 2021. Sejauh ini, game tersebut telah mendapatkan banyak review positif. Sampai saat ini, Forust Studio juga telah memberikan berbagai updates.

The Company Man adalah game action platformer yang mengharuskan pemain untuk mendaki tangga karir dalam sebuah perusahaan: dari menjadi anak magang sampai menjadi CEO. Untuk itu, para pemain harus menyelesaikan semua level di game, yang digambarkan sebagai lantai di gedung perusahaan. Masing-masing lantai akan didasarkan pada divisi di perusahaan, seperti accounting atau human resources, lapor IGN.

Di setiap lantai, pemain harus mengalahkan manager dan juga para anak buahnya. Untuk itu, pemain akan dipersenjatai dengan keyboard. Para pemain akan bisa menyerang musuh dengan email.

Pertumbuhan Viewership Twitch dan Facebook Tembus 40%

Pada 2021, total hours watched di Twitch menembus 24 miliar jam, berdasarkan laporan State of the Stream 2021 Year in Review dari StreamElements dan Rainmaker.gg. Jika dibandingkan dengan total hours watched di tahun 2020, total hours watched di Twitch tahun ini naik 45%. Sementara itu, viewership dari Facebook Gaming juga mengalami kenaikan. Tidak tanggung-tanggung, viewership Facebook Gaming naik 47%, menjadi 5,3 miliar jam selama 2021, menurut laporan GamesIndustry.

Di Twitch, ada tiga game yang berhasil mendapatkan lebih dari satu miliar jam hours watched pada 2021. Ketiga game itu adalah Grand Theft Auto V, League of Legends, dan Fortnite. Kali ini adalah pertama kalinya total hours watched dari Fortnite menembus satu miliar jam. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, viewership dari Fortnite naik 10,6%, menjadi 1 miliar jam.

Neymar Jr. Tanda Tangani Kontrak dengan Facebook Gaming, Game Indie Indonesia Masuk Nintendo Indie World Showcase

Tencent baru saja mengakuisisi Turtle Rock, developer dari Left 4 Dead pada minggu lalu. Selain itu, Aniplex juga membeli studio di balik Fate/Grand Order, yang merupakan bagian dari DelightWorks. Sementara Nintendo memamerkan sejumlah game indie yang akan diluncurkan di Switch melalui Nintendo Indie World Showcase. Salah satu game indie yang dipamerkan di sana merupakan game buatan developer Indonesia. Terakhir, Neymar Jr. telah menandatangani kontrak dengan Facebook Gaming. Dengan begitu, dia resmi menjadi kreator konten game di platform tersebut.

Tencent Akuisisi Turtle Rock, Developer dari Left 4 Dead

Minggu lalu, Tencent mengakuisisi Slamfire Inc, perusahaan induk dari Turtle Rock, developer dari Evolve dan Left 4 Dead. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai akuisisi tersebut. Tencent mengungkap, Turtle Rock akan tetap beroperasi secara mandiri di bawah kepemimpinan dari Phil Robb dan Chris Ashton, dua pendiri dari studio tersebut. Sebelum ini, Turtle Rock menggandeng Warner Bros. untuk merilis Back 4 Blood di PC dan konsol pada Oktober 2021. Game tersebut juga tersedia di Xbox Game Pass.

“Kami senang karena kami akan menjadi bagian dari keluarga Tencent,” kata President dan General Manager, Turtle Rock, Steve Goldstein, seperti dikutip dari GamesIndustry. “Tencent memiliki rekan-rekan yang hebat, jaringan yang luas, dan pengetahuan akan gaming yang dalam. Dukungan dari mereka akan membantu kami untuk membuat game ambisius yang selalu kami impikan. Pada saat yang sama, kami tetap menjadi perusahaan mandiri.”

Neymar Jr. Jadi Kreator Konten Game di Facebook Gaming

Neymar Jr., salah satu pemain sepak bola terpopuler yang juga merupakan gaming enthusiast, baru saja menandatangani kontrak eksklusif dengan Facebook Gaming. Siaran debutnya diadakan pada 17 Desember 2021. Ketika itu, dia memainkan Counter-Strike: Global Offensive dan Crab Game. Neymar memang merupakan salah satu atlet dengan pengikut paling banyak di media sosial. Di Facebook, dia punya 88 juta followers. Sementara di Instagram, dia punya 166 juta pengikut, dan di Twitter, jumlah pengikutnya mencapai 55,4 juta orang.

Neymar mengaku senang karena mendapatkan kontrak eksklusif dengan Facebook Gaming. Di halaman Facebook-nya, dia berkata, “Bermain game merupakan salah satu hobi favorit saya. Saya tidak sabar untuk berbagi kesenangan bermain saya di halaman Facebook saya,” katanya, menurut laporan dari Dot Esports.

Aniplex Akusisi Tim Developer dari Fate/Grand Order

Aniplex, perusahaan pembuat anime, telah mengakuisisi divisi game development dari DelightWorks, yang merupakan kreator dari mobile game Fate/Grand Order. Melalui akuisisi tersebut, divisi pengembangan game itu akan melakukan rebranding dan menjadi bagian dari Aniplex. Sementara DelightWorks akan terus beroperasi mandiri. Aniplex sendiri merupakan perusahaan anak dari Sony Music Entertainment Japan. Mereka juga merupakan publisher dari Fate/Grand Order sejak game itu dirilis pada Juli 2015.

Studio pembuat Fate/Grand Order diakuisisi oleh Aniplex.

“Kami yakin, akuisisi ini akan memberikan kami lebih banyak kesempatan untuk membuat game baru di masa depan,” kata President dan CEO DelightWorks, Yoshinori Ono, menurut laporan GamesIndustry. “Dan hal ini membuat kami sangat senang.”

Nintendo Indie World Showcase Pamerkan 2 Game Indie Asal Asia Tenggara

Nintendo Indie World Showcase terbaru memamerkan sejumlah game indie yang akan bisa diluncurkan di Switch. Beberapa game yang Nintendo pamerkan antara lain Omori, Sea of Stars, Chicory, dan Don’t Starve Together. Selain itu, ada dua game indie buatan developer Asia Tenggara yang masuk dalam Indie World Showcase. Kedua game itu adalah Timelie dari Urnique Studio asal Thailand serta Afterlove EP dari Pikselnnesia asal Indonesia.

Afterlove EP merupakan game terbaru buatan Mohammad Fahmi, kreator dari Coffee Talk. Game yang menggabungkan elemen rhythm game dengan visual novel itu dibuat oleh Pikselnesia dan akan dirilis oleh Fellow Traveller. Cerita dari Afterlove EP bercerita tentang musisi bernama Rama yang sedang bersedih karena kehilangan kekasihnya.

Sementara Timelie adalah isometric puzzle-game. Dalam game ini, pemain akan bermain sebagai perempuan muda yang ditemani seekor kucing dalam dunia yang dipenuhi dengan robot berbahaya. Di sini, pemain akan bisa mengendalikan waktu, seperti menghentikan waktu sesaat atau bahkan melakukan rewind.

Square Enix Hentikan Penjualan Final Fantasy XIV untuk Sementara

Belum lama ini, Square Enix meluncurkan expansion untuk Final Fantasy XIV, Endwalker. Expansion tersebut juga merupakan expansion terbesar dari FFXIV. Jadi, tidak heran jika ada banyak orang yang ingin memainkan expansion itu. Server Final Fantasy XIV kebanjiran begitu banyak pemain sehingga Square Enix terpaksa harus menghentikan penjualan dari game itu, baik secara offline maupun online.

“Para pemain harus menunggu waktu lama untuk bisa berrmain karena tingginya durasi bermain para gamers, melewati kapasitas server kami, khususnya pada peak time. Jadi, kami memutuskan untuk memberhentikan penjualan Final Fantasy XIV Starter Edition dan Complete Edition,” kata Producer FFXIV, Naoki Yoshida, dikutip dari Kotaku. Tentu saja, hal ini hanya berlaku sementara.  Yoshida mengatakan, pemberhentian penjualan itu hanya berlaku selama beberapa hari.

Sumber header: Wikipedia

Apakah Game Harus Memiliki Nilai Edukasi?

Banyak orang yang mengisi waktu luangnya dengan bermain game selama pandemi. Selain mengusir kebosanan, game juga punya fungsi lain. Sebagian orang menggunakan game sebagai alat komunikasi dengan teman dan keluarga mereka. Bahkan sebelum pandemi pun, sebagian gamers memang menganggap main bareng sebagai kegiatan sosial. Sayangnya, stigma yang sudah melekat pada game — khususnya di benak para orang tua — tampaknya tidak bisa luntur begitu saja. Padahal, orang tua bisa berperan aktif dalam membentuk kebiasaaan bermain buah hati mereka.

Sebagian orang merasa, game seharusnya punya fungsi lain selain sebagai media hiburan, seperti mengajarkan nilai budi pekerti pada para pemainnya. Padahal, jika Anda memperhatikan game-game populer, kebanyakan — jika tidak semua — akan memprioritaskan gameplay yang menyenangkan. Pertanyaannya, apa game harus selalu punya fungsi lain selain sebagai media hiburan? Dan jika game digunakan sebagai alat edukasi, apakah hal itu akan efektif?

Definisi Game dan Game Edukasi

Topik game memiliki cakupan yang sangat luas. Bahkan jika kita memperkecil topik pembahasan menjadi video game secara spesifik, cakupan topik itu pun masih cukup luas. Karena itu, mari kita samakan persepsi tentang definisi dari game itu sendiri. Dalam studi “A Short and Simple Definition of What a Videogame Is“, Nicolas Esposito mengartikan game sebagai permainan yang kita mainkan menggunakan peralatan audiovisual yang didasarkan pada sebuah cerita.

Sementara itu, dalam jurnal “Fifty Years on, What Exactly is a Videogame? An Essentialistic Definitional Approach“, Rafaello V. Bergonse mengartikan game sebagai:

A mode of interaction between a player, a machine with an electronic visual display, and possible other players, that is mediated by a meaningful ficitonal context, and sustained by an emotional attachment between the player and the outcomes of her actions within this fictional context.

Game merupakan topik yang luas. | Sumber: Pexels

Ketika ditanya akan arti gameCipto Adiguno, Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) menjawab: game adalah sebuah media interaktif. “Ketika sesuatu jadi interaktif, yaitu bisa memberi feedback yang sesuai dengan aksi pemainnya, sesuatu itu bisa dianggap game,” katanya saat dihubungi melalui pesan singkat. “Karena definisinya sangat sederhana, game bisa di-apply ke mana2, dari hiburan sampai edukasi. Oleh karena itu, menurut saya ‘fungsi utama’ game juga sangat luas, yaitu “membuat sesuatu menjadi lebih engaging“.”

Dihadapkan dengan pertanyaan yang sama, El Lim, pendiri dan Head Developer, Khayalan Arts mengatakan bahwa game merupakan media yang serba guna: game bisa menjadi media hiburan, tapi juga bisa digunakan untuk media edukasi atau bahkan media latihan, seperti yang terjadi di industri virtual reality.

Game itu terdiri dari banyak hal. Dari sisi desain, ada art, animasi. Dari sisi naratif, ada tulisan, story telling. Game juga punya elemen desain puzzle, strategi, manajemen,” ujar El ketika dihubungi melalui telepon. “Belum lagi jika kita memperhitungkan aspek bisnis dari game.” Dia juga menyebutkan, dalam beberapa tahun belakangan, gamifikasi adalah metode yang sering digunakan di berbagai sektor, termasuk edukasi.

Memang, sekarang, game edukasi memiliki pasar tersendiri. Cipto menjelaskan, di industri game, “game edukasi” merujuk pada  game yang memang tujuan utamanya adalah untuk memberikan edukasi pada pemainnya. Dia menyebutkan, “Banyak game yang dirancang murni untuk menghibur tapi tetap memasukkan unsur-unsur edukasi kok, tapi hanya sebagai pendukung agar lebih menghibur. Dalam game edukasi, paradigmanya terbalik, yaitu ada hiburan agar edukasinya lebih mengena dan tidak membosankan.”

Minecraft Education Edition.

Masalahnya, persepsi gamers akan game edukasi acap kali negatif. Game edukasi sering dianggap membosankan, walau Cipto mengatakan, game edukasi yang baik tidak akan membuat para pemainnya bosan. Sementara menurut El, game akan bisa menjadi alat edukasi yang efektif jika ia dikemas dengan menarik. Dia menjadikan Minecraft sebagai contoh. Dia menjelaskan, Minecraft tidak dibuat untuk menjadi game edukasi. Namun, ketika game itu dimainkan, ternyata, ada banyak hal yang bisa dipelajari oleh para pemainnya, mulai dari kompetisi, kolaborasi, cara bertahan hidup, sampai belajar tentang programming. Setelah itu, barulah muncul Minecraft Education Edition.

Approach kita dengan Samudra juga seperti itu,” kata El. Samudra adalah game buatan Khayalan Arts yang mengangkat tema tentang pencemaran laut. Game  berhasil memenangkan Unity for Humanity Grant. “Yang penting adalah membuat gamers suka dengan game-nya terlebih dulu.”

Game Sebagai Alat Edukasi

Game bisa digunakan sebagai alat edukasi. Buktinya, muncul subkategori game edukasi. Masalahnya, apakah menggunakan game sebagai media edukasi efektif? Jurnal “Using a gamified mobile app to increase student engagement, retention, and academic achievement” membahas tentang dampak dari penggunaan aplikasi mobile gamifikasi sebagai alat pembelajaran para mahasiswa.

Dalam jurnal itu disebutkan bahwa ada korelasi antara penggunaan aplikasi mobile dengan naiknya tingkat retensi mahasiswa serta performa akademi para mahasiswa. Walau, para penulis studi tersebut juga menyebutkan bahwa korelasi antara ketiga hal itu bukan jaminan bahwa penggunaan aplikasi merupakan alasan di balik naiknya tingkat retensi mahasiswa atau performa akademi mahasiswa.

Berdasarkan studi di atas, diketahui bahwa penggunaan aplikasi mobile membuat tingkat retensi mahasiswa naik sebesar 12,3%. Tak hanya itu, performa rata-rata para mahasiswa juga mengalami kenaikan, yaitu sebesar 7,03%. Hal ini menunjukkan, aplikasi mobile tidak hanya memperbesar kemungkinan mahasiswa bertahan di sebuah universitas, tapi juga bisa meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mempelajari dan mengingat pelajaran yang mereka pelajari.

Tingkat retensi mahasiswa berdasarkan penjurusan. | Sumber: Jurnal

Saat ditanya tentang efektivitas game sebagai media pembelajaran, Cipto mengatakan, game bisa memudahkan proses penanaman informasi di benak para pelajar. Pasalnya, game mengharuskan pemain untuk aktif melakukan tindakan tertentu. Jadi, menurutnya, game bisa menjadi media yang efektif dalam mempelajari konten yang mengharuskan seseorang menghafal. “Game juga sangat efektif untuk problem solving, karena berbeda dengan media statis — seperti menjawab pertanyaan di buku — problem dalam game bisa berubah secara instan, sesuai dengan input pemain,” kata Cipto.

El punya pandangan yang agak berbeda. Dia merasa, ada banyak hal yang bisa  seseorang pelajari dari game, mulai dari bahasa sampai sejarah. Secara pribadi, saya setuju bahwa game adalah media yang efektif untuk mempelajari bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Sewaktu saya masih SMP, saya sering bolos les Bahasa Inggris. Tapi, ketika saya bermain game — apalagi game RPG, seperti Suikoden dan Final Fantasy — saya dengan suka rela membawa kamus demi memahami percakapan antar karakter dalam game.

Selain itu, hal yang tidak kalah penting, El berkata, game bisa membuat para pemainnya merasa penasaran. Dan ketika pemain merasa penasaran — tentang topik atau karakter atau hal-hal lain dalam game — mereka akan terdorong untuk mencari tahu lebih lanjut tentang hal-hal tersebut. Jadi, game-game yang tidak punya embel-embel game edukasi pun sebenarnya bisa memberikan berbagai pelajaran pada para pemainnya.

El memberikan contoh, dari game seperti Harvest Moon atau Stardew Valley, pemain bisa belajar tentang manajemen risiko, sementara game bertema perang bisa menunjukkan sedikit tentang cara kerja sistem politik. “Kita bisa belajar tentang cara untuk mengatasi situasi dalam skala besar,” ujar El. “Hanya saja, kalau dulu situasi itu adalah perang, sekarang adalah perang antar perusahaan.”

Contoh lain yang El berikan adalah Assassin’s Creed, yang bisa mengajarkan sejarah. Tentu saja, sejarah yang diangkat dalam sebuah game biasanya telah dimodifikasi. Hanya saja, dalam kasus Assassin’s Creed, Ubisoft mencoba untuk menampilkan kota-kota penting dalam momen bersejarah dengan realistis. Faktanya, Assassin’s Creed Unty bisa digunakan untuk menampilkan tur virtual dari Paris semasa Revolusi Prancis.

“Salah satu daya tarik dari Assassin’s Creed adalah kita bisa menjelajah dunia yang biasanya hanya bisa kita lihat di museum. Dalam game, kita bisa menjelajahi kota itu, bisa memanjat gedung yang ada,” ujar El.

El menambahkan, terkadang, “nilai” yang tersirat dalam sebuah game bukanlah sesuatu yang bisa diukur secara akademik. Sebagai contoh, Spiritfarer yang mengajarkan tentang cara melalui masa duka karena kematian dari orang-orang tersayang. “Ketika Anda main game seperti Journey atau Spiritfarer, kedua game itu punya kemasan yang cantik, tapi moral yang disampaikan berat,” ujarnya.

Spiritfarer. | Sumber: Steam

Secara pribadi, saya merasa, game sangat efektif untuk mengajarkan hukum sebab-akibat. Jika Anda melakukan A, maka Anda akan mendapatkan X dan jika Anda melakukan B, Anda akan mendapatkan Y. Di dunia nyata, konsekuensi dari tindakan yang seseorang ambil tidak selalu terlihat dengan cepat. Lain halnya dengan game. Misalnya, di Stardew Valley, jika Anda tidak menyiram tanaman secara rutin atau memberi makan ternah Anda, tanaman atau ternak Anda akan mati. Jika Anda memberikan NPC sesuatu yang dia benci, dia akan terlihat kecewa atau bahkan marah. Sebaliknya, jika Anda memberikan sesuatu yang dia sukai, dia akan terlihat senang dan dia akan menjadi lebih menyukai Anda.

Contoh lainnya, ketika Anda memainkan Democracy, negara Anda akan ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan besar jika Anda mengenakan pajak terlalu tinggi. Sementara jika Anda tidak memenuhi janji Anda selama kampanye, Anda akan kehilangan kepercayaan rakyat. Dalam City: Skylines, jika Anda tidak menata kota dengan benar, Anda akan mendapat protes dari rakyat. Jika Anda terus membiarkan masalah yang ada, sebagian warga akan meninggalkan kota yang Anda urus.

Ketika Game Hanya Menjadi Media Hiburan, Apakah Cukup?

Game bisa menjadi alat edukasi yang efektif. Dan sah-sah saja bagi developer untuk menyisipkan pesan moral dalam game yang mereka buat. Namun, pada akhirnya, developer game tetaplah perusahaan, yang tujuan utamanya mencari untung. Jika developer ingin memaksimalkan keuntungan yang mereka dapat, kemungkinan, mereka tidak akan membuat game edukatif. Karena, tidak ada satupun game edukasi yang masuk dalam daftar 10 game dengan penjualan terbesar sepanjang waktu. Tiga game dengan penjualan terbanyak adalah Space Invader, Pac-Man, dan Street Fighter II.

Jika developer game dituntut untuk terus membuat game dengan muatan edukasi, hal ini akan menimbulkan pertanyaan lain: kenapa media hiburan lain — mulai dari komik, novel, film, atau bahkan sinetron — tidak dituntut untuk melakukan hal yang sama?

Menurut El, alasan kenapa game dinilai dengan standar yang berbeda dari media hiburan lain adalah masalah accessibility. Dia menjelaskan, game baru bisa dimainkan oleh banyak orang sejak kemunculan smartphone, atau sekitar 10 tahun lalu. Sementara komik, novel dan TV, semuanya sudah bisa diakses oleh masyarakat luas sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Jadi, pengetahuan masyarakat akan game pun menjadi jauh lebih terbatas.

Cipto memiliki pendapat serupa. Dia mengungkap, ketidatahuan masyarakat akan media — dalam kasus ini, game — merupakan alasan terbesar mengapa game seolah-olah dituntut untuk memenuhi standar yang berbeda dari media hiburan lain. “Dulu juga semua media lain mengalami trayektori serupa di awal eranya masing-masing, yaitu penolakan oleh generasi sebelumnya,” katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, “Bila dibandingkan dengan Five Stges of Grief/Kubler-Ross Model, karakteristik mengharuskan ada materi edukasi ada di tahap ‘Bargaining’. Karena, game memang sudah menjadi media mainstream, jadi setidaknya, ia punya manfaatlah. Kalau ada yang suka bilang prihatin tapi diam saja, nah itu ada di tahap ‘Depression’. Suatu hari nanti, semua akan sampai ke ‘Acceptance’, tapi mungkin masih butuh waktu.”

Lima tahap kesedihan. | Sumber: Wikipedia

Di satu sisi, ada orang-orang yang menganggap bahwa game harus punya nilai edukasi. Di sisi lain, gamers cenderung menganggap bahwa game edukasi itu membosankan. Lalu, adakah cara untuk menemukan jalan tengah antara dua kubu yang saling berlawanan ini?

“‘Game edukasi’ yang paling bagus biasanya sangat menyenangkan, sehingga tidak terlihat seperti sebuah game edukasi,” kata Cipto. “Seperti halnya film action Perang Dunia 2 bukan film edukasi, tapi penonton tetap belajar sejarah melalui film tersebut.” Lebih lanjut dia menyebutkan, “Daripada memaksakan hanya game-game tertentu yang bisa dimainkan, salah satu jalan tengah adalah membuat anak/gamer melihat lebih dekat apa yang bisa dipelajari dari suatu game yang dia sukai. Misal kalau di dalam game ada karakter atau tempat yang menarik, bisa mencari info lebih dalam mengenai inspirasinya dari dunia nyata.”

Sementara El mengajukan ide untuk menonjolkan sisi cinematic dari sebuah game untuk menarik orang-orang yang bukan gamers. Harapannya, orang-orang yang bukan gamers sekalipun bisa tertarik untuk, setidaknya, menonton konten sebuah game. Dia juga menyebutkan, sekarang, ada cukup banyak game yang menggunakan format episodic, membuat gameplay terlihat seperti penuturan cerita interaktif. Contoh game seperti ini adalah game The Walking Dead atau game-game buatan Telltale Games lainnya.

The Walking Dead adalah salah satu contoh game dengan format episodic. | Sumber: Steam

Game terbukti bisa digunakan untuk banyak hal, bahkan propaganda sekalipun. Namun, jika developer hanya membuat game sebagai media hiburan, apakah hal itu akan menghilangkan nilai dari game itu sendiri?

Tentang hal ini, El mengatakan bahwa game tidak akan kehilangan nilainya meski ia hanya menjadi media hiburan. Hanya saja, dia menganggap, menjadikan game sebagai media hiburan saja akan menyia-nyiakan potensi game sebagai media. “Game adalah media yang sangat powerful, bisa mengajarkan ini itu. Kalau cuma dipakai untuk satu bagian, yaitu bagian hiburan doang, rasanya sayang,” katanya. “Rasanya seperti memiliki Infinity Stones, tapi yang digunakan hanya gauntlet-nya saja.” Karena, dia percaya, ada banyak media lain selain game yang bisa berfungsi sebagai murni media hiburan.

Senada dengan El, Cipto juga menganggap, nilai game tidak akan hilang meski ia hanya menjadi media hiburan. Dia mengatakan, nilai sebuah produk atau objek itu tergantung pada persepsi orang yang menilai.

“Kalau dari perspektif kalipalisme, selama ada yang mau beli, pasti ada yang setuju dengan harga yang tertera. Kalau tidak, pasti tidak ada yang mau beli,” ujar Cipto. “Seperti halnya semua media lain yang pernah muncul, saya rasa, akan ada tempat bagi game yang memiliki konten edukasi maupun game murni hiburan. Ada saatnya kita butuh game untuk belajar hal-hal baru, ada saatnya untuk mencari hiburan saja. Sebagian besar orang tidak belajar sepanjang waktu, kan?”

Penutup

Sebagai media, game punya fungsi yang beragam. Tak hanya sebagai media hiburan, game juga bisa digunakan untuk mengedukasi, sebagai alat latihan, atau bahkan media propaganda. Pada akhirnya, sebagai kreator game, developer punya hak untuk memilih game seperti apa yang mereka buat. Jika mereka ingin membuat game gacha dan menggunakan berbagai trik psikologi untuk mendorong para pemain menghabiskan uang dalam game demi memaksimalkan keuntungan, ya boleh saja. Sebaliknya, jika developer ingin memasukkan idealisme mereka ke dalam game mereka, hal itu juga tidak salah.

Tentu saja, setiap pilihan punya konsekuensi masing-masing. Jika seseorang membuat game yang mengeksploitasi para pemainnya, hal ini mungkin akan membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Sementara jika seorang developer bersikap idealis, bisa jadi, game yang dia buat tidak laku di pasar.

Sumber header: Pexels

Among Us Bakal Bisa Dimainkan di VR, Dota Dragon’s Blood Season 2 Tayang Awal Januari 2022

Minggu lalu, Innersloth mengumumkan bahwa mereka akan membawa Among Us ke platform VR. Sementara itu, Netflix mengungkap tanggal tayang dari Dota Dragon’s Blood Season 2, yaitu pada 6 Januari 2022. Pada minggu lalu, Sony juga mengakuisisi Valkyrie Entertainment, sementara Riot Games membeli kantor baru di Seattle, Amerika Serikat.

Emergency Meeting: Among Us Bakal Tersedia di VR

Innersloth, Schell Games, dan Robot Teddy akan membawa Emergency Meeting: Among Us ke platform virtual reality. Game itu akan bisa dimainkan di Meta Quest, PlayStation VR, dan SteamVR. Among Us pertama kali diluncurkan untuk Android, iOS, dan Windows pada 2018.

Pada 2020, Innersloth meminta bantuan perusahaan konsultasi game Robot Teddy untuk membawa Among Us ke konsol. Robot Teddy juga bertanggung jawab atas beberapa bisnis lain dari Innersloth. Sementara itu, Schell Games, studio yang memang berkutat di bidang VR, akan bekerja sama dengan dua perusahaan itu untuk membawa Among Us ke VR.

“Kami berterima kasih pada komunitas yang terus memainkan game kami bersama teman dan keluarga mereka, serta terus mendukung kami,” kata Victoria Tran, Community Director, Innersloth, seperti dikutip dari VentureBeat. “Schell Games punya rekam jejak dalam membuat game VR berkualitas dan kami tidak sabar untuk memberikan pengalaman baru dalam bermain Among Us, baik pada fans lama ataupun baru.”

Riot Games Punya Kantor Baru di Seattle, Bakal Pekerjakan 400 Orang

Riot Games punya kantor baru di Mercer Park Workplace, Seattle, Amerika Serikat. Kantor seharga US$114,1 juta itu merupakan kantor keempat Riot di Amerika Serikat. Di sana, Riot berencana untuk mempekerjakan lebih dari 400 pekerja. Para pekerja di kantor tersebut akan fokus pada riset, pengembangan, dan live service dari game-game Riot, dengan VALORANT sebagai prioritas utama mereka, menurut laporan GeekWire.

“Kantor baru ini akan menjadi bagian dari jaringan studio pengembangan game kami. Dengan begitu, kami akan bisa memenuhi ekspektasi para pemain,” kata Scott Gelb, President of Games, Riot, dikutip dari VentureBeat. “Kami ingin menjadi perusahaan pilihan bagi developer yang tertarik membuat game-game hebat dengan banyak fans.”

Dota Dragon’s Blood Season 2 Bakal Tayang di 2022

Netflix mengumumkan bahwa Dota Dragon’s Blood Season 2 akan tayang pada 6 Januari 2022. Season 2 dari Dragon’s Blood akan melanjutkan cerita dari Mirana, Davion, Luna, dan Marci. Selain itu, beberapa karakter lain dari game Dota 2 juga akan tampil di anime tersebut, seperti Lina the Slayer. Ketika diluncurkan, Dota Dragon’s Blood mendapatkan sambutan hangat, walau tidak semeriah sambutan untuk Arcane, seri animasi dari League of Legends. Saat ini, Season 2 dari Arcane juga sudah dikonfirmasi. Hanya saja, belum ada informasi tentang jadwal tayang dari Arcane Season 2, lapor Clutch Points.

Industri Game India akan Bernilai US$1,5 Miliar di 2025

Minggu lalu, perusahaan riset Niko Partners meluncurkan laporan 2021 India Games Market Report and 5-Year Forecast. Menurut laporan itu, pemasukan industri game di India akan mencapai US$1,5 miliar pada 2025. Hal itu berarti, nilai industri game di negara tersebut tumbuh tiga kali lipat dalam waktu empat tahun. Per 2021, Niko Partners memperkirakan, nilai industri game India mencapai US$534 juta, naik 32% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Niko Partners juga menyebutkan, India berpotensi untuk menjadi pasar game dengan pertumbuhan paling cepat di Asia, baik dari segi pemasukan maupun jumlah gamers. Dalam laporan terbarunya, Niko Partners juga menyebutkan, di kawasan Asia-10 — yang mencakup Filipina, Indonesia, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam — 56% gamers akan berasal dari India. Sebelum ini, Niko Partners juga membahas tentang tren di industri game dan esports sepanjang 2021.

Sony Akuisisi Valkyrie Entertainment

Sony baru saja mengakuisisi Valkyrie Entertainment, developer asal Seattle, Amerika Serikat. Didirikan pada 2002, Valkyrie Entertainment biasanya mengambil peran sebagai support studio, mendukung studio lain untuk mengembangkan game-game mereka. Sebelum ini, Sony juga telah bekerja sama dengan Valkyrie untuk membuat Infamous 2, Twisted Metal, God of War, dan God of War: Ragnarok.

Guns Up, game buatan Valkyrie Entertainment. | Sumber: Steam

Selain itu, Valkyrie juga punya peran dalam mengembangkan sejumlah game AAA, seperti lima game pertama dari Forza Motorsport, Halo Infinite, Batman: Arkham Origins, Injustice 2, dan Middle-earth: Shadow of War, menurut laporan GamesIndustry. Sejauh ini, satu-satunya game yang Valkyrie luncurkan adalah game free-to-play berjudul Guns Up.

Tren Industri Game dan Esports di 2021 dan Prediksi Tren untuk 2022 Menurut Niko Partners

Selama 2020, industri game mengalami kenaikan pesat berkat pandemi COVID-19. Di tahun 2021, pandemi mulai teratasi di sejumlah negara. Alhasil, kehidupan masyarakat pun mulai kembali seperti sedia kala. Tentunya, hal ini mempengaruhi industri game dan esports. Menggunakan data dari Niko Partners, Hybrid.co.id mencoba untuk merangkum tren industri game selama 2021. Tak hanya itu, kami juga membahas tentang prediksi keadaan industri game dan esports di tahun 2022.

Tren di Industri Game Asia Sepanjang 2021

Asia merupakan pasar game paling penting di dunia, menurut Niko Partners. Karena, di Asia, tuntutan akan game, esports, konten streaming, dan kompetisi esports cukup tinggi. Tak hanya itu, besar pendapatan yang bisa dibelanjakan oleh warga Asia juga terus naik. Infrastruktur di negara-negara Asia juga terus membaik. Semua ini membuka peluang besar bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang game, mulai dari developer dan publisher game, pembuat hardware, sampai penyedia infrastruktur.

Sepanjang 2021, Niko Partners mengamati industri game di 10 negara Asia, yaitu Filipina, Indonesia, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan studi yang mereka lakukan, mereka memperkirakan, nilai industri game PC dan mobile di Asia-10 di 2021 akan mencapai US$35,7 miliar, naik 6,2% dari tahun lalu. Dalam 5 tahun ke depan, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun alias CAGR dari industri game PC dan mobile di kawasan tersebut adalah 4,5%. Jadi, pada 2025, industri game PC dan mobile dari negara-negara Asia-10 akan mencapai US$41,8 miliar.

Industri game di Asia tidak hanya tumbuh dari segi pemasukan, tapi juga dari segi jumlah gamers. Pada akhir 2021, jumlah gamers di kawasan Asia-10 diperkirakan akan mencapai 714,9 juta orang, naik 12,1% dari tahun lalu. Sementara tingkat pertumbuhan per tahun (CAGR) dari jumlah gamers mencapai 8,1%. Dengan begitu, pada 2025, jumlah gamers di Asia-10 akan mencapai 940,9 juta orang.

Niko Partners mengumpulkan data industri game dari 10 negara di Asia. | Sumber: Niko Partners

Dengan tingkat CAGR sebesar 29,8%, India menjadi negara Asia yang industri game-nya yang tumbuh paling pesat. Sementara di kawasan Asia Tenggara, ada tiga negara yang industri game-nya memiliki laju pertumbuhan paling tinggi, yaitu Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Pada 2020, nilai industri game Thailand bahkan telah menembus angka US$1 miliar. Sementara Indonesia diperkirakan akan mencapai pencapaian hal itu pada 2025. Begitu juga dengan India dan Vietnam.

Dari segi ukuran industri game, Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara Asia dengan industri game paling besar. Dua negara Asia Timur itu memberikan kontribusi sebesar 80% dari total industri game PC dan mobile di kawasan Asia-10.

Perkiraan Tren di Industri Game dan Esports Pada 2022

Banyak industri yang luluh lantak karena COVID-19, seperti pariwisata. Dan game merupakan salah satu industri yang tidak hanya bisa bertahan di tengah pandemi, tapi justru tumbuh. Perlahan tapi pasti, masyarakat mulai pulih dari pandemi. Tentu saja, hal ini akan mempengaruhi perilaku para gamers, yang akan berdampak pada industri game secara keseluruhan.

Ketika ditanya tentang keadaan industri game di tahun 2022, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, Darang S. Candra mengatakan, walau pandemi telah mulai teratasi, pemasukan di industri game masih akan tetap naik. Hanya saja, tingkat kenaikannya tidak sebesar pada masa puncak pandemi. Hal yang sama juga akan berlaku untuk lama waktu bermain para gamers. Dia menyebutkan, lama waktu bermain para gamers pada 2022 diperkirakan akan lebih singkat jika dibandingkan dengan puncak masa pandemi.

Pulihnya masyarakat dari pandemi tidak hanya memberikan dampak pada industri game, tapi juga industri esports. Perubahan itu bahkan mulai terlihat pada akhir 2021. Misalnya, pada semester akhir 2021, ada sejumlah turnamen esports besar yang digelar secara offline, termasuk The International 10 dan League of Legends World Championship 2021. Soal ini, Darang mengatakan bahwa pada tahun depan, kompetisi esports memang akan mulai kembali digelar secara offline. Namun, hal itu bukan berarti kompetisi online akan menghilang sepenuhnya.

ONE Esports Singapore Major adalah salah satu kompetisi esports yang digelar secara offline. | Sumber: Win.gg

“Dari pengamatan kami, dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi,” kata Darang melalui email. “Meski turnamen offline akan kembali diadakan, sebagian besar negara dan penyelenggara turnamen akan tetap perhati-hati. Pembatasan sosial/social distancing yang akan terus berlaku juga mengurangi pengunjung potensial pada turnamen offline. Dengan demikian, turnamen hybrid — peserta offline tapi tidak ada/sedikit penonton, disiarkan secara online — sepertinya akan menjadi tren ke depan.”

Darang menegaskan, turnamen online tidak akan menghilang begitu saja di masa depan. Selain karena dunia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi, alasan lain turnamen esports online akan tetap ada adalah karena sebagian penggemar esports sudah terbiasa menonton kompetisi esports secara online.

Di kawasan Asia, tidak semua negara siap untuk mengadakan kompetisi esports secara offline. Darang menjelaskan, “Hal ini akan tergantung pada jumlah kasus, kematian akibat COVID-19, rasio vaksinasi, dan kebijakan negara masing-masing. Negara dengan jumlah kasus dan kematian lebih sedikit, rasio vaksinasi tinggi, dan mengurangi kebijakan social distancing akan lebih mungkin untuk menggelar acara esports secara offline.”

Lebih lanjut, Darang menjelaskan, faktor lain yang mempengaruhi apakah sebuah negara akan bisa menggelar esports events secara offline adalah kemampuan untuk menanggulangi COVID-19. “Negara dengan penanganan COVID-19 yang lebih mumpuni, seperti Singapura, tentu akan lebih mudah untuk mengadakan acara esports secara offline,” ujarnya

Memang, pada 2021, Singapura membuktikan bahwa mereka bisa mengadakan beberapa esports events offline, termasuk ONE Esports Singapore Major. M3 Mobile Legends World Championship yang tengah berlangsung juga diadakan secara offline di Singapura.

Viewership dan Pemasukan Industri Esports di 2022

Ada banyak orang yang mulai menonton kompetisi esports selama pandemi. Pasalnya, ketika pandemi, mereka tidak hanya dilarang untuk keluar rumah, tapi juga tidak bisa menonton pertandingan olahraga karena banyak kompetisi yang ditunda atau dibatalkan. Pertanyaannya, apakah mereka akan tetap menonton konten esports setelah pandemi telah mulai teratasi?

Ketika ditanya tentang hal ini, Darang menjawab, bahkan setelah pandemi berakhir, akan ada penggemar esports yang melanjutkan hobinya untuk menonton konten esports. Dia merasa, hobi menonton pertandingan esports sama seperti hobi-hobi lain yang orang-orang pelajari saat pandemi, seperti berkebun atau memasak. Karena itu, baik viewership maupun pemasukan dari industri esports, khususnya di Asia, diperkirakan masih akan naik pada tahun depan.

VALORANT jadi salah satu game esports yang diduga bakal populer di 2021.

“Berdasarkan tren dari beberapa tahun terakhir, viewership dan revenue industri esports di Asia selalu meningkat, dan mencapai puncaknya di kala pandemi,” ujar Darang. “Dengan berkurangnya kasus COVID-19 dan kembalinya penyelenggaraan kegiatan-kegiatan secara offline, viewership dan revenue industri esports tentu tidak akan tumbuh setinggi di masa pandemi. Hanya saja, kami memprediksi, esports sudah menjadi cara mainstream untuk mendapatkan hiburan sehingga viewership dan revenue industri esports tetap akan berkembang meski tidak setinggi di masa puncak pandemi.”

Di Asia, ada tiga genre yang populer di kalangan gamers dan fans esports, yaitu MOBA, Battle Royale, dan Shooter. Menurut Darang, tren ini diperkirakan masih akan bertahan pada 2022. Sejalan dengan tren itu, beberapa game esports yang diperkirakan akan tetap populer di tahun depan antara lain League of Legends dan Wild Rift, Free Fire, PUBG Mobile, dan VALORANT.

Sumber header: Pexels

Final Fantasy XIV Pecahkan Rekor Jumlah Peak Gamers, Farming Simulator 22 Ciptakan Rekor Penjualan Baru

Minggu lalu, Final Fantasy XIV berhasil memecahkan rekor jumlah peak gamers. Sementara itu, Farming Simulator 22 juga berhasil mencetak rekor baru, yaitu dalam hal penjualan. Niantic baru saja mengakuisisi platform social gaming Lowkey dan Sony dikabarkan akan mengubah layanan yang ditawarkan pada PlayStation Plus di tahun depan.

Final Fantasy XIV Pecahkan Rekor Jumlah Peak Gamers

Walau telah berumur hampir 10 tahun, Final Fantasy XIV tetap populer. Faktanya, game itu baru saja memecahkan rekor baru untuk jumlah pemain aktif di Steam. Setelah expansion Endwalker diluncurkan, jumlah pemain aktif FFXIV mencapai lebih dari 95 ribu orang. Menurut laporan Kotaku, sebelum ini, rekor jumlah pemain terbanyak FFXIV adalah 67 ribu orang. Angka itu dicapai pada Juli 2021. Selain memecahkan rekor jumlah pemain, FFXIV juga berhasil menggandakan jumlah pemain aktif mereka di Steam, seperti yang disebutkan oleh PCGamesN. Pada Juni 2021, jumlah pemain aktif dari game MMO itu hanyalah sekitar 41 ribu orang.

Grafik pemain Final Fantasy XIV. | SteamDB

Peluncuran expansion baru memang jadi salah satu alasan mengapa FFXIV menjadi semakin populer. Namun, beberapa tahun belakangan, jumlah pemain game MMO itu memang terus bertambah. Faktor lain yang membuat jumlah pemain game tersebut meningkat adalah kasus yang menimpa Activision Blizzard. Karena skandal budaya pelecehan seksual di perusahaan itu, banyak gamers dan streamers yang memutuskan untuk berhenti memainkan World of Warcraft dalam beberapa bulan belakangan.

Niantic Akuisisi Lowkey, Platform Social Gaming

Niantic telah mengakuisisi Lowkey, platform social gaming. Dengan akuisisi ini, sebagian besar tim Lowkey akan menjadi bagian dari Niantic. Sementara Lowkey adalah situs media sosial untuk mengedit dan membagikan video, khususnya video gameplay.

“Lowkey merupakan pemimpin di bidang social gaming. Dengan bantuan mereka, kami akan bisa menerapkan berbagai fitur sosial di game-game buatan Niantic,” kata Head of Product, Niantic, Ivan Zhou, dikutip dari GamesIndustry. “Niantic dan Lowkey punya visi yang sama, yaitu untuk membangun komunitas berdasarkan pengalaman bermain bersama. Kami juga ingin menyediakan cara baru bagi pemain untuk saling terhubung dengan satu sama lain.”

Terjual 1,5 Juta Unit Dalam Seminggu, Farming Simulator 22 Pecahkan Rekor

Farming Simulator 22 diluncurkan untuk PC, Mac, konsol, dan Stadia pada 22 November 2021. Dalam satu minggu sejak dirilis, game itu telah terjual sebanyak 1,5 juta unit. Angka ini menjadi rekor penjualan terbanyak untuk seri Farming Simulator. Menurut SteamDB, game tersebut bahkan sempat mengalahkan Battlefield 2042 di Steam dalam hal jumlah pemain. Jumlah peak players dari Farming Sim 22 sempat mencapai 93,8 ribu orang, sementara Battlefield 2042 hanya 53 ribu orang.

Keberadaan Farming Simulator 22 sukses memperluas audiens dari franchise tersebut. Tak hanya itu, keberadaan fitur cross-platform multiplayer juga memungkinkan pemain PC, konsol current-gen dan last-gen untuk bermain bersama. Satu hal menarik lain tentang Farming Sim 22 adalah game itu merupakan game pertama yang Giants Software rilis sendiri, menurut laporan GamesIndustry.

Sony Dikabarkan akan Merombak Layanan PlayStation Plus

Di tahun depan, Sony berencana untuk mengubah penawaran dari PlayStation Plus, menurut laporan dari Bloomberg. Disebutkan, Sony akan tetap menggunakan merek PlayStation Plus. Namun, mereka akan menggabungkan layanan dari PlayStation Plus dengan PlayStation Now. Melalui layanan itu, Sony akan menyediakan katalog game dari semua platform yang pernah mereka buat, kecuali Vita, menurut laporan GamesIndustry.

Dikabarkan, PlayStation Plus yang baru akan memiliki tiga tier. Tier paling dasar dengan biaya paling murah hanya akan menawarkan segala sesuatu yang sudah tersedia di Plus sekarang. Jadi, gamers akan bisa memainkan game secara online dan mendapatkan akses ke game-game tertentu setiap bulannya. Tier kedua akan menawarkan sejumlah game PS4 dan PS5 yang bisa diunduh. Sementara tier yang paling tinggi dengan harga yang paling mahal akan memberikan akses ke on-demand streaming  dan berbagai game dan dari tiga generasi PS pertama serta PSP.

Versi VR dari Cities: Skylines Bakal Dirilis Pada 2022

Minggu lalu, Fast Travel Games mengumumkan keberadaan Cities: VR, versi virtual reality dari game Cities: Skylines. Cities: VR akan diluncurkan pada musim semi 2022 untuk Meta Quest 2 alias Oculus Quest 2. Cities: Skylines sendiri dirilis untuk PC pada 2015. Game itu sukses meraih popularitas di kalangan fans SimCity, yang kecewa dengan versi terbaru dari franchise tersebut. Setelah itu, Cities: Skylines diluncurkan untuk PlayStation 4, Xbox One, dan Nintendo Switch.

Genre city-building punya potensi besar di pasar VR. Dan kami tidak sabar untuk mengembangkan IP ini,” kata Creative Director, Fast Travel Games, Erik Odeldahl, lapor VentureBeat. “Kami menghabiskan banyak waktu, riset, dan energi untuk membawa Cities: Skylines ke VR dan memastikan bahwa game itu tetap menarik bagi pemain baru dan menawarkan tantangan baru bagi pemain lama.”

Apakah Game Bisa Jadi Bumbu Manis Hubungan Romantis?

Bagi sebagian gamers, game bukan hanya media hiburan, tapi merupakan cara untuk bersosialisasi dengan teman dan keluarga. Selama pandemi, banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk berkumpul bersama teman dan keluarga. Namun, tren ini sebenarnya tidak hanya terjadi selama pandemi. Sebagai contoh, bagi gamers Korea Selatan dan Tiongkok, bermain game memang merupakan kegiatan sosial.

Namun, segala sesuatu yang berlebihan memang bisa memberikan dampak buruk. Termasuk bermain game. Jika seseorang terlalu fokus pada game sampai melupakan kewajibannya yang lain, hal ini bisa berdampak pada kehidupannya, termasuk dalam hubungannya dengan pasangan. Berdasarkan Divorce-Online, Fortnite menjadi alasan di balik 5% pengajuan cerai di Inggris pada 2018. Di tahun itu, ada lebih dari 4,6 ribu pengajuan cerai. Jadi, sekitar 200 pengajuan cerai menjadikan Fortnite sebagai alasan di balik permohonan cerai.

Terkait fenomena ini, juru bicara Divorce-Online mengatakan, kecanduan — mulai dari media sosial, judi, alkohol, sampai narkoba — memang jadi salah satu alasan di balik perceraian. Seiring dengan berkembangnya tkenologi, muncul hal-hal baru yang menyebabkan orang-orang menjadi kecanduan, termasuk pornografi online dan game.

Apa Dampak Game ke Hubungan Romantis?

Secara umum, salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh kekasih para gamers adalah gamers menghabiskan banyak waktunya untuk bermain game. Alhasil, game terasa seperti orang ketiga yang menghancurkan hubungan seorang gamer dengan kekasihnya. Menurut The Relationship between video game use and couple attachment behaviors in committed romantic relationship, 75% pasangan dari para gamers memang mengaku bahwa mereka ingin, para gamers menaruh lebih banyak perhatian untuk pernikahan mereka.

Untuk menulis jurnal itu, penulis Jamie McClellan Smith mengadakan studi pada 349 pasangan gamers yang sudah menikah. Umur rata-rata responden adalah 33 tahun dengan rata-rata umur pernikahan 7 tahun. Dari semua pasangan yang menjadi responden dari studi itu, sebanyak 217 pasangan merupakan pasangan gamers. Artinya, baik suami maupun istri memang bermain game, walau lama waktu bermain game keduanya berbeda. Pada 73% dari pasangan gamers, suami menjadi gamer yang menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game. Sementara itu, pada 132 pasangan, hanya salah satu orang yang bermain game.  Kemungkinan suami menjadi pihak yang bermain game adalah 84%.

Fortnite sempat menjadi salah satu alasan ratusan pasangan suami-istri mengajukan cerai.

Pada pasangan gamer dengan non-gamer, masalah yang biasa terjadi adalah sang non-gamer berharap agar sang gamer lebih fokus pada hubungan keduanya. Tak hanya pada pasangan gamer dan non-gamer, konflik dan perasaan tidak puas juga muncul pada pasangan sesama gamers. Namun, seperti yang disebutkan oleh TIME, game bukan satu-satunya kegiatan yang bisa memicu konflik antar pasangan. Ada banyak kegiatan lain yang berpotensi mengganggu waktu antara pasangan.

Menariknya, game tidak melulu menimbulkan konflik antara pasangan. Ketika pasangan suami-istri mau menghabiskan waktu untuk bermain game bersama, hal ini justru bisa mempererat hubungan mereka. Berdasarkan studi di atas, sebanyak 76% pasangan suami-istri gamers mengatakan, bermain game bersama meningkatkan kepuasan mereka akan pernikahan mereka. Satu hal yang harus diingat, ketika bermain bersama, baik sang suami ataupun sang istri harus sama-sama puas dengan peran yang mereka ambil saat bermain.

Menariknya, pasangan yang bermain di tim yang sama justru menunjukkan kepuasan yang lebih rendah. Tampaknya, hal ini terjadi karena terkadang, walau sama-sama gamers, sang suami dan sang istri punya kemampuan yang berbeda. Alhasil, pihak yang punya kemampuan lebih baik akan merasa frustasi dengan pasangannya.

Pasangan yang bermain di tim yang berbeda justru mengaku lebih puas dengan pernikahan mereka.

“Pada pasangan yang bermain game bersama, tapi merasa kurang puas pada pernikahan mereka, mereka tetap mengalami masalah yang dialami oleh pasangan suami-istri lain,” kata Neil Lundberg, salah satu peneliti di Brigham Young, dikutip dari TIME. “Contohnya, walau pasangan suami-istri bermain bersama, tapi jika mereka berdebat tentang game dan mengganggu kebiasaan mereka sebelum tidur, mereka akan tetap merasa tidak puas dengan pernikahan mereka.” Satu hal yang pasti, ungkap Lundberg, studi ini menjadi validasi bahwa hobi bermain game memang punya dampak pada rumah tangga para gamers.

Masalah Dalam Hubungan Romantis yang Mungkin Muncul Karena Game

Banyak kekasih dari gamers — biasanya perempuan — yang merasa benci atau marah ketika pasangan mereka bermain game. Menurut Dr. Mark Burton, salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah karena ketika kekasih mereka bermain game, mereka tidak bisa menghabiskan waktu bersama dengan mereka. Sementara itu, Licensed Clinical Social Worker, Julie Hanks mengatakan, alasan mengapa seseorang tidak suka kekasihnya bermain game adalah karena mereka khawatir, kekasih mereka lebih mementingkan game daripada mereka.

“Bermain game sering membuat pasangan Anda kesal. Namun, mereka marah bukan karena mereka ingin mengendalikan Anda atau mengatur kegiatan Anda di waktu senggang. Mereka marah karena mereka merasa tidak bisa memahami Anda dan mereka ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Anda,” kata Hanks, seperti dikutip dari Game Rant. Namun, dia mengungkap, kekesalan sang kekasih biasanya diungkapkan dalam bentuk protes atau kritik, seperti hinaan pada game yang dimainkan sang gamer.

Dr. Steven Jones menambahkan, ketika seorang gamer menghabiskan banyak waktunya untuk bemain game, hal ini justru bisa membuat kekasihnya mempertanyakan perannya di dalam kehidupan sang gamer. Lebih lanjut, dia menjelaskan, game adalah media hiburan yang sangat immersive. Jadi, ketika sedang bermain game, para gamers cenderung terlihat hanya peduli dengan game yang sedang mereka mainkan. Dan hal ini bisa membuat kekasih para gamers merasa, game yang dimainkan sang gamer lebih penting dari dirinya.

 

Ketika salah satu pasangan suami-istri tidak hanya suka bermain game, tapi sudah kecanduan, masalah yang mungkin muncul pun menjadi lebih besar. Satu hal yang harus diingat, kecanduan — terlepas dari objek kecanduan itu sendiri — memang akan selalu menyebabkan masalah pada pecandu, termasuk dalam rumah tangga. Seseorang yang kecanduan bermain game akan mengalami masalah dengan pasannya. Namun, begitu juga dengan orang-orang yang kecanduan media sosial atau judi atau alkohol.

Masalah apa saja yang mungkin muncul di rumah tangga ketika seseorang kecanduan bermain game? Jurnal Gamer Widow: Phenomenological Study of Spouses of Online Video Game Addicts mencoba menjawab pertanyaan itu dengan membahas pengalaman 10 istri yang suaminya dianggap mengidap game addiction. Para suami dari responden menghabiskan waktu selama 30-60 jam dalam seminggu untuk bermain game. Setiap minggu, rata-rata waktu yang mereka habiskan untuk bermain game adalah 40,8 jam atau hampir 6 jam setiap hari. Baik responden maupun para suami dari studi ini ada di rentang umur 24-50 tahun. Umur rata-rata responden adalah 35,5 tahun, sementara umur rata-rata para suami adalah 36,3 tahun.

Jurnal itu membahas tentang bagaimana kecanduan game akan memberikan dampak pada para pecandu (dalam kasus ini para suami), istri mereka, serta hubungan pernikahan mereka. Salah satu perubahan yang terjadi pada diri sang pecandu game adalah mereka cenderung mengisolasi diri mereka sendiri. Jadi, mereka hanya berinteraksi dengan orang-orang yang juga bermain game yang mereka mainkan. Sebanyak 9 dari 10 responden mengatakan, suami mereka berhenti bersosialisasi sama sekali. Mereka bahkan tidak lagi mengikuti kegiatan keluarga, kecuali jika sang istri memaksa.

Perubahan lain yang terjadi pada diri sang pecandu adalah mereka cenderung lebih mudah marah, bahkan ketika mereka sedang tidak bermain game. Tak hanya itu, mereka juga biasanya memiliki masalah dengan kesehatan fisik. Mereka juga cenderung menjadi lebih defensif ketika kebiasaan gaming mereka dipertanyakan

Perubahan pada diri suami yang kecanduan game membuat sikap para istri berubah. Salah satu perubahan yang terjadi adalah peningkatan stres. Hal ini terjadi karena sang istri akan terus merasa marah atau sedih melihat perilaku sang suami. Semua responden mengaku bahwa mereka merasa marah karena perilaku suami mereka. Namun, hanya 6 dari 10 responden yang mengatakan bahwa mereka merasa frustasi.

Ketika suami menghabiskan hampir 6 jam untuk bermain game setiap harinya, hal ini akan mengubah dinamika tanggung jawab suami-istri dalam pernikahan. Seorang responden menyebutkan, dia harus mengurus semua tugas rumah tangga karena suaminya terlalu sibuk bermain game. Tak hanya itu, dia juga bertanggung jawab atas anak bayi mereka. Sementara itu, seorang responden lain mengatakan, mereka harus menjadi pempimpin dari anak-anak mereka karena suaminya lepas tangan.

Orang yang kecanduan game cenderung tidak bersosialisasi dengan orang di luar game. | Sumber: Research Gate

Masalah lain yang mungkin muncul ketika salah satu pasangan suami-istri mengalami kecanduan game adalah hilangnya keintiman antara suami-istri, baik keintiman fisik maupun emosional. Hal ini tidak aneh. Karena, jika salah satu pasangan — dalam kasus ini, suami — menghabiskan banyak waktunya untuk bermain game, dia tidak lagi punya waktu yang bisa dihabiskan bersama istrinya. Namun, hilangnya keintiman antara suami-istri juga bisa terjadi karena perasaan marah yang istri rasakan.

Seorang responden mengaku, dia selalu merasa marah dan frustasi akan perilaku suaminya, yang membuatnya menolak keintiman bersama suaminya. Karena, dia menganggap, jika dia bersikap seperti biasa, hal itu akan menjadi validasi bagi kebiasaan buruk suaminya.

Kabar baiknya, kekasih dan game sebenarnya bukan dua hal yang saling bertentangan. Seorang gamer tetap bisa bermain game tanpa harus mengorbankan hubungan romantisnya. Faktanya, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik dengan pasangan karena game.

Salah satu masalah yang mungkin muncul karena game adalah pasangan merasa dinomorduakan, menganggap bahwa bagi para gamers, game adalah prioritas nomor satu. Untuk menghilangkan prasangka ini, Burton menyarankan para gamers untuk menghabiskan waktu bersama pasangan mereka sebelum bermain game. Dengan begitu, pasangan akan bisa mengerti bahwa mereka tetap menjadi prioritas utama.

“Membuat batasan waktu bermain game yang realistis dan mematuhi batasan tersebut membuktikan pada pasangan Anda bahwa Anda peduli dengan apa yang dia khawatirkan dan bahwa dia bisa mempercayai Anda, serta Anda menunjukkan bahwa dia penting untuk Anda,” kata Hanks. “Hal ini akan membuat pasangan merasa aman secara emosional.”

Hal lain yang bisa gamers lakukan untuk menjaga hubungan dengan pasangan adalah dengan mendengarkan keluhan mereka. Hanks berkata, terkadang, seseorang hanya perlu didengarkan. Mendengarkan keluhan pasangan akan membuatnya merasa bahwa Anda memperhatikannya, dan hal ini bisa membuatnya menoleransi kebiasaan Anda bermain game.

“Kebanyakan perempuan tidak peduli jika Anda punya hobi lain di luar hubungan romantis. Biasanya, mereka justru suka dengan orang yang memang punya hobi,” kata Jones. “Tapi, jika Anda terlalu fokus pada kegiatan itu sampai Anda tidak mempedulikan kekasih Anda, dia akan marah dan membenci kegiatan yang Anda lakukan.”

Selain itu, gamers juga bisa menjelaskan pada pasangan mereka tentang alasan mereka bermain game. Hanks berkata, game memang salah satu bentuk hiburan. Namun terkadang, seseorang bermain game karena alasan lain. Dia bercerita, dia pernah mendapatkan klien sepasang kekasih — Jim dan Nancy — yang sering bertengkar karena game. Jim tumbuh besar di keluarga yang kurang akur, sehingga dia tidak bisa merasakan masa kecil yang menyenangkan. Ketika dia sudah dewasa, dia bermain game karena dia ingin menciptakan perasaan bebas dan bahagia yang tidak pernah dia rasakan ketika dia masih kecil. Setelah Jim menjelaskan hal ini pada kekasihnya, Nancy punya toleransi lebih akan hobi Jim untuk bermain game.

Terakhir, hal yang bisa dilakukan untuk mencegah konflik dengan pasangan karena game adalah menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan pasangan. Gamers juga bisa mengajak pasangan mereka untuk bermain game bersama. Sebagai gantinya, gamers juga bisa mencoba melakukan hobi yang disukai pasangan.

Dampak Game ke Hubungan Orang Tua dan Anak

Hobi bermain game tidak hanya mempengaruhi hubungan antara suami dan istri, tapi juga orang tua dan anak. Jurnal Social relationship of gamers and their parents membahas tentang bagaimana hobi bermain game anak mempengaruhi hubungan mereka dengan orang tua. Untuk itu, para penulis mewawancarai 90 murid SD dan SMP di Singapura. Berdasarkan wawancara tersebut, setengah responden mengatakan bahwa bermain game tidak mengganggu waktu yang mereka habiskan bersama dengan keluarga.

Sementara jumlah responden yang mengatakan bahwa bermain game mengganggu waktu mereka dengan keluarga tidak banyak. Biasanya, hobi bermain game akan mengganggu waktu anak dengan keluarga jika sang anak memang bermain game dalam waktu lama. Anak yang sering bermain game dalam waktu lama biasanya juga lebih memprioritaskan game daripada kegiatan bersama keluarga. Dan ketika sang anak menghabiskan waktu bersama keluarga — misalnya saat belanja bersama — mereka cenderung kurang fokus pada kegiatan tersebut.

Bermain game bisa menjadi cara orang tua mengawasi konten dari game yang dimainkan anak.

Namun, sebagian besar responden mengatakan bahwa bermain game tidak mengganggu waktu mereka bersama keluarga. Secara umum, ada tiga alasan mengapa responden tetap bisa menghabiskan waktu bersama keluarga walau mereka juga bermain game. Pertama, sang anak memang tidak menghabiskan banyak waktu untuk bermain game. Kedua, anak punya waktu bermain game yang berbeda dengan waktu bersama keluarga. Dan ketiga, sang anak bermain game bersama dengan orang tua. Jadi, waktu yang dihabiskan untuk bermain game tetaplah waktu bersama keluarga.

Alasan mengapa waktu bermain game anak dan waktu bersama keluarga tidak bertabrakan adalah karena sang anak biasanya bermain saat orang tuanya sedang bekerja atau sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. Hal ini berarti, anak bermain game untuk mengisi waktu luang atau menghilangkan rasa bosan. Membuat jadwal juga bisa mencegah waktu bersama keluarga bertabrakan dengan waktu bermain game anak. Dengan begitu, sang anak tetap bisa bermain tanpa terganggu, dan pada saat yang sama, dia tetap bisa menghabiskan waktu bersama keluarga.

Sementara itu, jurnal Strengthtening parent-child relationship through co-playing video games menunjukkan bahwa ketika orang tua bermain game bersama anak, hal ini bisa memperkuat hubungan antara keduanya. Berdasarkan data dari Nielsen pada 2008, 81% orang tua yang merupakan gamers juga bermain bersama anak mereka. Sementara data dari Ipsos MORI menyebutkan, biasanya, sesi bermain orang tua dan anak biasanya berlangsung selama sekitar 30-60 menit.

Ada beberapa alasan mengapa orang tua bermain game bersama anak mereka. Dari sudut pandang orang tua, salah satu alasan mengapa mereka mau bermain game bersama dengan anak adalah karena mereka percaya, game bisa meningkatkan kemampuan kognitif anak. Selain itu, bermain game bersama bisa menjadi cara bagi orang tua untuk mengawasi konten game yang dimainkan oleh anak mereka. Terakhir, bermain game menjadi cara bagi orang tua untuk menghabiskan waktu bersama dengna anak mereka.

Sementara bagi sang anak, ada dua alasan mengapa mereka mau bermain bersama orang tuanya. Pertama, karena mereka merasa bermain game bersama orang dewasa lebih menyenangkan. Kedua, anak bisa menghabiskan waktu bersama orang tua dengan bermain game bersama. Menariknya, bagi anak yang tidak bermain game bersama orang tua, alasan utama merea tidak melakukan hal itu adalah karena mereka menganggap, bermain bersama orang tua justru membuat game menjadi kurang menyenangkan.

Salah satu alasan anak mau bermain bersama orang tua adalah karena mereka merasa bermain game menjadi lebih menyenangkan.

Bermain game bersama juga bisa menjadi salah satu cara orang tua untuk mengatur kebiasaan gaming anak. Masing-masing orang tua biasanya punya cara mediasi sendiri-sendiri. Sebagian orang tua lebih memilih untuk melakukan mediasi aktif dan membuka diskusi tentang dampak positif dan negatif dari bermain game. Sebagian orang tua lainnya lebih memilih membatasi waktu bermain anak. Terakhir, ada orang tua yang lebih memilih untuk bermain bersama untuk melindungi anak dari dampak negatif yang mungkin muncul dari bermain game.

Ketika orang tua memutuskan untuk bermain bersama anak, baik pihak orang tua maupun sang anak mengaku bahwa mereka menjadi merasa lebih dekat dengan satu sama lain. Dampak dari bermain bersama lebih besar pada anak perempuan, khususnya ketika mereka bermain game yang sesuai dengan umur mereka bersama dengan orang tua. Sebuah jurnal juga menyebutkan, ketika orang tua bermain bersama anak, hal ini menunjukkan bahwa kedua pihak punya ketertarikan yang sama. Pada akhirnya, minat yang sama antara orang tua dan anak bisa memperkuat hubungan antara keduanya.

Penutup

Sejujurnya, saya bukan ahli tentang hubungan romantis, apalagi pernikahan. Sedikit yang saya tahu, komunikasi punya peran penting dalam menjaga kelanggengan hubungan, baik dalam fase pacaran atau setelah menikah. Selain itu, penting bagi sepasang kekasih untuk menghabiskan waktu bersama. Seiring dengan semakin majunya teknologi internet, semakin banyak game online yang muncul. Dan bermain game bersama bisa jadi salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pasangan. Berdasarkan studi, pasangan gamers bisa menjadi lebih dekat ketika mereka bermain bersama.

Namun, jika gamers menghabiskan terlalu banyak waktu untuk bermain game, hal ini bisa memberikan dampak buruk pada hubungan mereka. Hanya saja, masalah ini juga bisa disebabkan oleh kegiatan lain selain gaming. Ketika seseorang memprioritaskan sebuah kegiatan daripada kekasihnya, hal ini tentunya akan menimbulkan konflik. Sebagai contoh, ada banyak orang yang hobi menonton bola. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Masalah muncul ketika fans sepak bola melampiaskan kekesalannya — karena tim favoritnya kalah misalnya — ke orang-orang di sekitarnya, termasuk pasangannya.

Sumber header: Pexels

App Annie: Hypercasual Games Masih Populer di Q3 2021

Tahun lalu, game jadi salah satu industri yang justru tumbuh selama pandemi COVID-19. Sekarang, pandemi COVID-19 sudah mulai teratasi, memunculkan dugaan bahwa pertumbuhan industri game akan melambat. Namun, menurut analisa dari App Annie, total belanja para gamers di 2021 akan tetap naik. Pada 2020, total belanja dari mobile gamers mencapai US$100 miliar. Di tahun ini, angka itu diperkirakan akan naik 20%, menjadi US$120 miliar.

Sementara itu, pada Q3 2021, total downloads dari mobile game mencapai 14,3 miliar games. Hypercasual games memberikan kontribusi sebesar 3,6 miliar downloads. Kepada VentureBeat, Lexi Sydow, Head of Insights, App Annie, mengatakan, tren hypercasual gamesgame-game yang bisa dimainkan dalam waktu satu menit atau bahkan kurang — masih belum akan mati.

Genre Terpopuler Sepanjang Q3 2021

Menurut laporan App Annie, Runner Action merupakan sub-genre yang paling banyak diunduh dalam kategori action game. Total downloads dari Subway Surfers hampir mencapai dua miliar downloads, sementara total donwloads dari Temple Run hampir mencapai satu miliar downloads. Dari segi spending, 4X March-Battle Strategy adalah sub-genre dengan total belanja paling besar. Secara global, total belanja dari game-game dengan sub-genre tersebut mencapai US$2,4 miliar.

Sementara itu, M3-Meta Match menjadi sub-genre yang paling banyak diunduh dalam kategori match-3 games. Di kategori casino games, slots games merupakan sub-genre paling populer. Total spending para pemain slot games mencapai US$1,4 miliar. Sementara di kategori balapan, competitive racing adalah sub-genre dengan total belanja gamers paling besar.

Sydow mengungkap, kunci untuk membuat mobile game yang populer adalah fokus pada monetisasi serta engagement dan retensi pemain. Salah satu fitur yang mendorong pemain untuk membeli item dalam game adalah purchase bundles. Fitur lainnya yang bisa mendorong pemain untuk merogoh kocek mereka adalah fitur piggy bank.

Fitur piggy bank memungkinkan pemain untuk mengumpulkan mata uang dalam game dengan memainkan game seperti biasa. Mata uang yang terkumpul akan tersimpan dalam bagian khusus, yaitu piggy bank. Nantinya, pemain akan bisa mengklaim mata uang yang tersimpan dalam piggy bank. Biasanya, fitur piggy banks digunakan oleh game-game kasual atau game kasino, menurut laporan Game Refinery.

Sementara itu, fitur Task System dan Rewards bisa mendorong pemain untuk membuka game beberapa kali dalam sehari, yang akhirnya dapat meningkatkan tingkat engagement para pemain. Terakhir, untuk membuat pemain terus memainkan sebuah mobile game, developer bisa menggunakan fitur Collection Mechanics dan membuat Foreshadowed Content.

Popularitas Hypercasual Game 

Pada Q3 2021, sekitar 33% dari total downloads mobile game berasal dari hypercasual games. Di kuartal itu, secara total, hypercasual games diunduh sebanyak 3,6 miliar kali, hampir 2 kali lipat dari total downloads hypercasual games pada periode yang sama pada tahun lalu. Salah satu hypercasual games yang paling banyak diunduh pada Q3 2021 adalah Count Masters.

Bukti lain dari popularitas hypercasual games adalah dari 10 mobile game publishers dengan downloads paling banyak pada Q3 2021, 8 di antaranya merupakan publishers dari hypercasual games. Sementara dari segi total spending, 3 dari 10 publishers dengan total belanja terbesar merupakan publishers dari game match-3.

Genre dan sub-genre yang populer selama Q3 2021. | Sumber: App Annie

Hypercasual games cenderung mendominasi daftar game dengan downloads terbanyak dari kuartal ke kuartal,” kata Sydow pada GamesBeat. “Namun, kami juga melihat beberapa game non-hypercasual yang tak kalah populer, seperti PUBG Mobile dan Roblox, serta My Talking Angela, simulasi binatang peliharaan baru. Dan hal ini menarik. Mungkin, hypercasual game menjadi game pertama yang orang-orang pertama kali mainkan sebelum mereka mencoba memainkan game-game yang lain.”

Selain hypercasual game dan match-3 game, Runner Action menjadi jenis game lain yang juga banyak diunduh selama Q3 2021. Sementara itu, dari segi total belanja para gamers, 4X March-Battle Strategy merupakan genre dengan total belanja terbesar pada Q3 2021. Selama 3 bulan, total belanja gamers dari genre tersebut mencapai US$2,4 miliar. Di dunia, Rise of Kingdoms adalah game 4X March-Battle Strategy dengan total belanja terbesar. Namun, Evony masih unggul dalam hal total downloads dan jumlah pengguna aktif.

Perubahan Regulasi Pemerintah Tiongkok

Pada September 2021, pemerintah Tiongkok memperketat regulasi terkait peluncuran game baru. Dengan adanya regulasi itu, proses persetujuan peluncuran mobile game baru akan menjadi lebih lambat. Tak hanya itu, pemerintah Tiongkok juga membatasi waktu bermain gamers di bawah umur, menjadi hanya tiga jam dalam seminggu. Sydow memperkirakan, keputusan pemerintah Tiongkok akan mempengaruhi industri mobile game di masa depan.

“Kami melihat indikasi bahwa regulasi game baru dari Tiongkok mulai diterapkan, hal ini akan memperlambat pertumbuhan industri mobile game di negara itu,” kata Sydow. “Namun, kami melihat bahwa tingkat adopsi mobile game di luar Tiongkok naik begitu pesat. Hal ini menyeimbangkan penurunan yang terjadi karena pengetatan regulasi game di Tiongkok.”

Tiongkok batasi waktu bermain gamers di bawah umur. | Sumber: Pexels

Pada Q3 2021, total belanja para mobile gamers mengalami kenaikan. Selain itu, pemasukan dari iklan di industri mobile game juga naik. Sydow menyebutkan, pandemi COVID-19 membuat mobile game dimainkan oleh banyak orang. Hal ini jadi salah satu faktor di balik akselerasi pertumbuhan industri mobile game.

“Tahun ini, kita masih melihat dampak dari pandemi, yaitu orang-orang memainkan lebih banyak game,” ujar Sydow. “Ada indikasi bahwa orang-orang pertama kali mencoba untuk bermain mobile game dengan memainkan game ber-genre hypercasual, puzzle, atau match-3. Kemudian, mereka akan mencoba untuk memainkan lebih banyak game lain.”

Sumber header: Microsoft