Traveloka Beri Sinyal Kuat Melantai di Bursa Saham New York Tahun Ini

Rencana Traveloka melantai di bursa semakin terang terbaca. Dalam wawancara bersama Bloomberg, Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi mengatakan, setelah melewati masa tersulitnya di awal Covid-19, tahun ini menjadi waktu yang tepat bagi perusahaan untuk go public. Ia meyakini kondisi perusahaan sudah siap dan pasar juga dinilai akan menyambut baik.

Ia mengatakan model bisnis Traveloka sudah memiliki jalur profit yang jelas. Untuk sekarang, bisnis utama mereka (travel dan akomodasi) diklaim sudah mendapatkan profit, sembari terus mengeksplorasi model bisnis lain, seperti fintech. Salah satu fokus Traveloka menghadirkan layanan paylater.

Secara implisit tahun ini persiapan go public sudah diagendakan perusahaan. Ferry sudah menyebut Traveloka akan terlebih dulu melantai di bursa saham New York (NYSE), kemudian menyusul di bursa lokal.

Mekanisme SPAC kemungkinan menjadi pilihan karena efisiensi di sisi waktu. Ia menekankan perusahaan seperti Traveloka butuh pendekatan gesit, agar segera fokus ke eksekusi pertumbuhan bisnis pasca go public.

Sebelumnya sumber Bloomberg menyebutkan Traveloka telah memilih JPMorgan Chase & Co. sebagai mitra strategis untuk mengeksplorasi potensi IPO di NYSE. Sebelumnya sumber Reuters menyebutkan, beberapa perusahaan cek kosong (blank check company) tengah berdiskusi untuk membantu proses ini, di antaranya Provident Acquisition, COVA Acquisition, dan Bridgetown Holdings.

SPAC makin menjadi pilihan bagi startup melantai di NYSE. Secara sederhana, perusahaan cek kosong yang sudah go public akan melakukan M&A terhadap startup yang ingin melantai di bursa, sehingga secara otomatis startup tersebut langsung terdaftar di bursa (direct listing). Prosesnya lebih cepat, bisa dalam hitungan minggu, karena sudah tidak ada lagi proses pelaporan finansial yang kompleks seperti tahapan IPO tradisional.

Traveloka adalah platform OTA regional terdepan yang sudah hadir di 6 negara Asia Tenggara dan Australia.

Apakah akan jadi momentum terbaik?

Pandemi sempat menghentikan bisnis OTA secara global. Volume transaksi Traveloka pun sempat terdampak serius. Ferry mengklaim, perusahaan mulai merangkak kembali di bulan Juli 2020 dan kini volume transaksi mulai pulih, menyentuh angka 50% pra-Covid-19, membawa core business mereka jadi profitable.

Tahun lalu Traveloka juga membukukan pendanaan baru senilai $250 juta atau setara 3,6 triliun Rupiah. Untuk mendapatkan suntikan dana tersebut, valuasi Traveloka diestimasi turun menjadi $2,75 miliar (hampir 40 triliun Rupiah). Aksi down round ini diambil karena bisnis perusahaan yang terpukul akibat Covid-19 dan mengalami penurunan traksi layanan.

Beberapa hal dilakukan sebagai langkah mitigasi dampak akibat Covid-19, salah satunya dengan melakukan efisiensi bisnis dan operasional. Perusahaan dikabarkan melakukan lay off pegawai dengan jumlah signifikan. Perjalanan domestik juga terus dioptimalkan untuk memaksimalkan potensi penjualan di tengah pelonggaran setelah pembatasan sosial besar-besaran yang dilakukan di banyak daerah.

Menjadi pertanyaan menarik, setelah bisnis dihantam dan kondisi belum sepenuhnya baik (khususnya di industri perjalanan), apakah ini menjadi waktu yang tepat untuk IPO? Yang jelas rencana IPO Traveloka sudah mulai diungkapkan sejak sebelum pandemi. Di sebuah kesempatan pada akhir tahun 2019, Ferry menyebutkan IPO akan dilakukan startupnya dalam 2-3 tahun mendatang.

Kami sempat berbincang dengan investor awal Traveloka, Willson Cuaca, Managing Partner East Ventures dan EV Growth, terkait proses IPO startup. Ia mengatakan bahwa pandemi tidak akan berpengaruh pada rencana IPO. Menurutnya saat ini kondisi startup di Indonesia sudah sangat siap untuk melakukan itu.

“Ada pandemi ataupun tidak, IPO memang sudah waktunya. Contohnya, Tokopedia sudah 11 tahun, Traveloka 8 tahun dan lain-lain. Selain itu monetisasi sudah mulai clear, banyak yang sudah mulai profitable, banyak yang makin jelas roadmap-nya, jadi tinggal bagaimana cara IPO-nya. Tapi karena pandemi, pemerintah banyak mengeluarkan stimulus. [..] Jadi membuat kesempatan untuk IPO lebih dipercepat,” jelas Willson.

Selain East Ventures dan EV Growth, Traveloka juga didukung beberapa investor lain, seperti GIC, Expedia Group, dan Rocket Internet. Valuasi perusahaan ditaksir berada di angka $3 miliar dan mereka ingin melantai di bursa dengan kapitalisasi pasar $4-6 miliar.


Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Dikabarkan Juga Segera “Go Public”, Buka Opsi Melalui SPAC

Traveloka menjadi startup unicorn kedua yang disebutkan segera melantai di bursa saham. Kali ini mereka lebih terbuka mengungkapkan mempertimbangkan penggunaan SPAC (Special Purpose Acquisition Company) di proses go public-nya. Tidak disebutkan siapa mitra potensialnya, tapi hal ini memastikan Bursa Saham New York menjadi tujuan utama.

Seperti diberitakan Reuters, President Traveloka Henry Hendrawan menyebutkan perusahaan cek kosong SPAC sebagai salah satu opsi yang dievaluasi perusahaan. Henry mengklaim pihaknya telah didekati beberapa SPAC untuk proses ini.

Disebutkan Traveloka sedang mempertimbangkan opsi IPO atau SPAC dan mencari kapitalisasi pasar $5-6 miliar (70-85 triliun Rupiah). Tahun ini Traveloka telah mendapatkan pendanaan $250 juta (3,6 triliun Rupiah) dari sejumlah investor. Opsi SPAC saat ini dianggap memberikan proses go public yang lebih mudah dan cepat ketimbang IPO.

Sebagai startup OTA, Traveloka termasuk pihak yang terkena dampak paling besar selama pandemi. Perusahaan sempat melakukan pengurangan pegawai sepanjang tahun ini, tetapi mereka yakin bisa kembali ke jalur profit tahun  depan dengan fokus perjalanan domestik. Tak hanya di Indonesia, Traveloka juga beroperasi di 5 negara Asia Tenggara lainnya.

Sebelumnya Tokopedia dikabarkan menjajaki potensi go public dengan SPAC Bridgetown Holdings sebagai salah satu opsi mitra. Perusahaan mengonfirmasi telah menunjuk Morgan Stanley dan Citi sebagai penasihat.

Sumber DailySocial memberikan sinyalemen bahwa kedua proses go public ini bakal dilaksanakan dalam waktu dekat untuk memberikan kesempatan exit bagi para investornya yang telah mendukung perusahaan selama 8-10 tahun terakhir.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia is Reportedly in Talks to Go Public on the New York Stock Exchange through SPAC

Indonesian based marketplace service, Tokopedia, as reported by Bloomberg, is currently exploring possible IPO on the New York Stock Exchange through Bridgetown’s Special Purpose Acquisition Company (SPAC) backed by well-known Silicon Valley investor Peter Thiel (through Thiel Capital) and Hong Kong conglomerate Richard Li (through the Pacific Century Group). Bridgetown shares surged to 29% after today’s market close.

As we contacted one of Tokopedia’s representatives, there is no further statement regarding this matter.

Through the disclosure at the IPO on October 16, the blank check company Bridgetown aims to support Southeast Asian companies focusing on the technology, financial services, or media sectors to go public. Bridgetown secured $550 million (around Rp.7.8 trillion) in public funding from the IPO.

According to a Bloomberg report, Tokopedia’s possible IPO is still in its early stage and if it’s true, around next year, the company’s market capitalization is to reach the peak at $8-10 billion (110-150 trillion Rupiah).

Tokopedia is currently the second-largest [valuation] unicorn in Indonesia, after Gojek. Sea Ltd which operates Shopee, its closest competitor, had an IPO on the New York stock exchange in 2017 with the current market capitalization of over $96 billion or around Tokopedia’s ten times.

Pacific Century Group is currently involved as Tokopedia’s investor with Bridgetown’s CEO and Pacific Century Group’s SVP Daniel Wong serving on Tokopedia’s board of commissioners, according to Bridgetown’s SEC S-1 data filing. In Indonesia, Pacific Century Group’s business is known as FWD insurance company.

SPAC’s current reputation

The arrival of the blank check company, SPAC, paints a new color to the company’s IPO method in developed country exchanges, especially the United States. From our observation, approximately $78 billion of public funds have been disbursed through SPAC on US exchanges this year. In comparison, only $13 billion in funds went public using the same methods last year, increased by 6 times.

SPAC makes it easy for companies to go public, as IPO tends to be a long and complex process to ensure accurate financial data and assess the integrity of its executives. The downfall of WeWork’s IPO last year has proven the difficulty of startups that failed to comply with good governance principles to go public.

SPAC has no complex financial data to be audited, therefore, the process tends to be easier, within just weeks, not months for the IPO.

After going public, SPAC is to merge with a private company, therefore, the company can automatically be listed (direct listing) on ​​the stock exchange.

Pandemic conditions have not dampened the euphoria of listings this year. New York stock exchanges, including the Nasdaq technology stock exchange, have broken all year-long index listing records. Several technology companies’ IPOs throughout this year are also considered to have received positive responses from the market, for example Snowflake, DoorDash, and the latest Airbnb.

To date, Tokopedia has raised $2.8 billion funding from investors (around IDR 40 trillion) according to the data compiled by DailySocial and Crunchbase. The company has just introduced Google and Temasek into its ranks of investors this year.

SPAC’s existence as a new means for IPO provides a big chance for private investors who want to exit through the stock market. However, it’s still necessary to watch over this scheme to reduce the risk of investors’ failed to chip in, which will remind us of the dotcom bubble 20 years ago.

This year, Nikola becomes one of the SPAC graduates that steals the spotlight as the business practice is considered “deceiving the public“. This led to an investigation by the United States Department of Justice and the resignation of Nikola’s Founder, Trevor Milton.

In Indonesia, the SPAC scheme is not quite common. On several occasions, the Indonesian Stock Exchange (IDX) keeps encouraging unicorn startups to go public in dual listings, on local and foreign exchanges, in order to provide opportunities for local investors to be a part of domestic startups.

J.P. Morgan through the Indonesia Equity Strategy 2021 report projects Tokopedia in the #10 position for the company with the largest capitalization in LQ45 if it is to go public today at IDX.

Tokopedia’s Co-Founder and CEO, William Tanuwijaya has given hints that the company is to go public in the next 1-2 years since last year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Dikabarkan Jajaki Potensi “Go Public” di Bursa New York Melalui SPAC

Layanan marketplace Tokopedia, melalui pemberitaan Bloomberg, dikabarkan menjajaki potensi go public di Bursa New York melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC) Bridgetown yang didukung investor kenamaan Silicon Valley Peter Thiel (melalui Thiel Capital) dan konglomerat Hong Kong Richard Li (melalui Pacific Century Group). Saham Bridgetown naik 29% pasca penutupan bursa hari ini.

Juru bicara Tokopedia yang kami kontak belum memberikan pernyataannya terkait hal ini.

Melalui keterbukaannya saat IPO tanggal 16 Oktober lalu, perusahaan cek kosong (blank check company) Bridgetown menargetkan membantu perusahaan Asia Tenggara yang beroperasi di sektor teknologi, layanan finansial, atau media untuk go public. Bridgetown mendapatkan dana publik $550 juta (sekitar Rp7,8 triliun) dari IPO itu.

Menurut pemberitaan Bloomberg, penjajakan go public Tokopedia ini masih di tahap awal dan jika benar terjadi, kemungkinan tahun depan, akan memberikan kapitalisasi pasar perusahaan di angka $8-10 miliar (110-150 triliun Rupiah).

Tokopedia saat ini menjadi startup unicorn Indonesia dengan valuasi terbesar kedua setelah Gojek. Pesaing terdekatnya, Sea Ltd yang mengoperasikan Shopee, telah IPO di bursa New York tahun 2017 dan saat ini memiliki kapitalisasi pasar lebih dari $96 miliar atau sekitar 10x lipat Tokopedia.

Pacific Century Group saat ini adalah investor Tokopedia dengan CEO Bridgetown dan SVP Pacific Century Group Daniel Wong menjadi anggota dewan komisaris Tokopedia, menurut data filing SEC S-1 Bridgetown. Di Indonesia bisnis Pacific Century Group adalah perusahaan asuransi FWD. 

Popularitas SPAC di tahun 2020

Kehadiran perusahaan cek kosong SPAC membawa nuansa baru cara IPO perusahaan di bursa-bursa negara maju, khususnya Amerika Serikat. Menurut data yang kami peroleh, ada sekitar $78 miliar dana publik yang digelontorkan melalui SPAC sepanjang tahun ini di bursa Amerika Serikat. Sebagai pembanding, hanya $13 miliar dana yang dimasukkan publik dengan metode yang sama tahun lalu atau naik sekitar 6x lipat.

SPAC memberikan kemudahan perusahaan untuk go public, karena proses IPO cenderung panjang dan berliku untuk memastikan data finansial yang akurat dan menilai integritas para eksekutifnya. Kegagalan IPO WeWork tahun lalu adalah salah satu bukti sulitnya startup yang tidak taat asas good governance untuk go public.

SPAC tidak memiliki data finansial kompleks yang perlu diaudit sehingga prosesnya cenderung lebih mudah, dalam hitungan minggu, tidak lagi berbulan-bulan melalui proses IPO.

Setelah go public, SPAC akan dimerger dengan perusahaan privat sehingga perusahaan tersebut otomatis langsung terdaftar (direct listing) di bursa.

Kondisi pandemi tidak menyurutkan euforia listing sepanjang tahun ini. Bursa saham New York, termasuk bursa saham teknologi Nasdaq, telah memecahkan rekor pencatatan indeks sepanjang tahun. Beberapa IPO perusahaan teknologi pun sepanjang tahun ini pun dianggap mendapatkan respon positif dari pasar, misalnya Snowflake, DoorDash, dan yang terbaru Airbnb.

Tokopedia sejauh ini telah mengumpulkan pendanaan dari para investor sebesar $2,8 miliar (sekitar Rp40 triliun) menurut kompilasi DailySocial dan Crunchbase. Perusahaan baru saja memasukkan Google dan Temasek tahun ini ke dalam jajaran investornya.

Kehadiran SPAC sebagai sarana go public memberikan angin besar bagi para investor privat yang ingin exit di bursa saham. Meskipun demikian, skema ini patut terus dicermati untuk mengurangi risiko kegagalan investor berinvestasi, yang mengingatkan pada peristiwa dotcom bubble 20 tahun lalu.

Tahun ini Nikola menjadi salah satu “lulusan” SPAC yang menjadi sorotan karena praktik bisnisnya yang dianggap “membohongi publik”. Hal ini mendorong adanya investigasi Departemen Kehakiman Amerika Serikat dan mundurnya Pendiri Nikola Trevor Milton.

Di Indonesia sendiri skema SPAC belum umum. Pihak Bursa Efek Indonesia (IDX) di beberapa kesempatan terus mendorong startup unicorn untuk go public secara dual listing, di bursa lokal dan asing, agar juga memberikan kesempatan investor lokal menjadi pemilik saham startup anak negeri.

J.P. Morgan di laporan Indonesia Equity Strategy 2021 mengestimasikan Tokopedia berada di posisi #10 untuk perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di LQ45 seandainya go public hari ini di IDX.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya sendiri sejak tahun lalu mengisyaratkan perusahaannya bakal melantai dalam 1-2 tahun ke depan.

Application Information Will Show Up Here

William Tanuwijaya Sebut Tokopedia Berencana Gelar Pre-IPO

Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya mulai menyinggung pengumpulan dana terbaru dan rencana go public. Ia mengaku belum bisa memastikan waktunya, namun disebutkan sudah punya rencana untuk pre-IPO.

“Jika semua berjalan seperti yang direncanakan, tahun depan EBITDA kami pasti akan positif. Jadi kami berencana untuk pre-IPO dan go public,” ujar William menanggapi pertanyaan moderator di Tech in Asia Conference 2019 di Jakarta.

Pre-IPO sendiri adalah fase perusahaan melakukan penawaran saham kepada ke sejumlah investor individu sebelum benar-benar melantai di bursa saham. Nilai saham yang ditawarkan dalam pre-IPO lebih rendah ketimbang yang ada di IPO. Fase ini diambil salah satunya karena antusiasme yang tinggi terhadap IPO perusahaan tersebut.

Langkah pre-IPO ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Alibaba pada 2014 silam. Alibaba yang melantai ke bursa pada September tahun itu melakukan pre-IPO beberapa bulan sebelumnya.

Seperti diketahui bersama, semua raksasa digital di Indonesia termasuk Tokopedia belum ada yang melantai ke bursa saham. Meskipun sudah berencana pre-IPO, William tampak tak begitu memikirkan untuk go public.

“Itu tidak begitu perlu. Kami beruntung punya shareholders yang mapan seperti Alibaba, Softbank, Sequoia Capital. Jadi kami tidak memiliki tekanan untuk melakukan exit. Kami akan lakukan apa yang benar untuk perusahaan kami dan untuk pasar,” imbuh William.

William percaya diri dengan kondisi keuangan Tokopedia. Dukungan investor besar ditambah keyakinan segera mendapat EBITDA positif membuat William siap berkompetisi dengan pemain internasional.

“Pada dasarnya kami punya modal yang bisa bertahan selamanya. Lalu untuk apa pendanaan yang kita raih itu? Yakni untuk investasi ke ekosistem. Kalau kita menemukan sesuatu seperti Bridestory atau apa pun yang sejalan dengan visi-misi perusahaan, kami bisa pakai kapital itu,” pungkas William.

Sebelumnya Tokopedia kerap menyatakan 1,5 persen ekonomi Indonesia bergerak lewat Tokopedia. Satu persen itu disebut berasal dari penjualan per bulan yang menembus Rp19 triliun dengan pengguna bulanan lebih dari 90 juta orang. Mereka pun menargetkan transaksi tahun ini mencapai US$15 miliar.

Application Information Will Show Up Here

The Latest Regulation Allows Startup and SMEs to Merely Enter the Stock Exhange

The new record for small-medium asset companies on the Acceleration board officially issued on July 22nd, 2019. Using the new board, startup and SMEs are now having access to funding through the stock exchange.

The Acceleration board officially run as the issuance of Financial Service Authority Regulation (POJK) Number 53/POJK.04/2017 on Registration Statement in terms of General Offering and Capital Investment using Pre-Emptive Rights from Small-Medium Asset Emittances.

On the issuance of POJK 53, Shanghai Stock Exchange also create STAR Market for China’s tech companies. It’s a challenge to Nasdaq, where the US’ giant tech was born.

The STAR Market has given positive results. Seen from the first exchange that reaches profit on average from 84% to 400%.

Loss happens, yet income is more important

The new regulation allows companies with Rp50 to Rp250 billion asset, which usually startups or SMEs to submit to the Indonesian Stock Exchange. Indonesian Stock Exchange’s Head of Registered Company Developer Division, Saptono Adi Junarso also said, the company in loss can still submit for the Acceleration board.

“Loss can happen, the more important is to gain income. There’s no room for empty pocket,” he said at the Accelerator board socialization in IDX.

Although, IDX still preparing for the exchange regulation in this board. For the interested partners, they can only register and wait for the regulation to be issued for stock exchange.

“The exchange regulation is to be issued by late September or early October, the can make it to IPO by October 2019,” Junarso said.

The tight regulation of FSA and IDX has become the reason behind SMEs and startups difficulty in fundraising at the stock exchange. The acceleration board which should have been issued by this year is their answer to accommodate funds for startups and SMEs.

There are only four startups registered before the Accelerator board issued. Those are Kioson, MCash, NFC, and Passpod.

He also mentioned that emittance could possibly be promoted to the Main or Development Board as long as they keep up the good work. Although, the IDX team never set a target on this Acceleration board.

“Our management has considered that liquidity is not the highest priority. This is merely about providing funding access for companies,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aturan Baru Terbit, Startup dan UKM Semakin Mudah Melantai di Bursa Saham

Pencatatan baru untuk perusahaan beraset kecil dan menengah dalam Papan Akselerasi resmi terbit pada 22 Juli 2019. Dengan papan baru ini, startup dan UKM memiliki akses pendanaan baru melalui bursa saham.

Papan Akselerasi resmi berjalan seiring terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Bersamaan dengan terbitnya POJK 53, Bursa Efek Shanghai juga menciptakan STAR Market, bursa khusus perusahaan teknologi Tiongkok. Bursa ini menjadi tantangan bagi Nasdaq, bursa saham tempat besarnya para raksasa teknologi Amerika Serikat.

Kehadiran STAR Market pun mendapat sambutan positif. Hal ini bisa dilihat dari hasil perdagangan perdana yang rata-rata membukukan hasil positif mulai dari 84 persen hingga 400 persen.

Boleh rugi, yang penting punya pendapatan

Ketentuan baru ini memungkinkan perusahaan beraset Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, yang umumnya berbentuk startup dan UKM, untuk melantai di bursa saham. Kepala Divisi Pengembangan Perusahaan Tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI) Saptono Adi Junarso juga menegaskan, perusahaan yang sedang merugi masih bisa mendaftar ke dalam Papan Akselerasi.

“Rugi boleh, yang penting punya pendapatan usaha. Yang enggak boleh itu enggak punya pendapatan,” ujar Saptono dalam sosialisasi Papan Akselerasi di BEI.

Kendati demikian, BEI masih menyiapkan peraturan perdagangan dalam Papan Akselerasi ini. Alhasil bagi perusahaan peminat, mereka hanya bisa sebatas mendaftar dan menunggu peraturan perdagangan terbit agar bisa melantai di bursa.

“Target akhir September atau awal Oktober peraturan perdagangan bisa kita luncurkan agar IPO sudah bisa pada Oktober 2019,” imbuh Saptono.

Ketatnya peraturan dari OJK dan BEI selama ini disebut-sebut menjadi penyebab sulitnya startup dan UKM menggalang dana di bursa saham. Papan Akselerasi yang sudah direncanakan terbit sejak tahun lalu ini menjadi jawaban BEI dan OJK dalam mengakomodasi kebutuhan dana bagi startup dan UKM.

Tercatat baru empat startup yang sudah melantai di bursa sebelum Papan Akselerasi ini diterbitkan. Mereka adalah Kioson, MCash, NFC, dan Passpod.

Saptono mengingatkan emiten di Papan Akselerasi sewaktu-waktu bisa dipromosikan ke Papan Utama atau Pengembangan seiring kinerja perusahaan yang baik. Kendati demikian, pihaknya mengaku tak menargetkan jumlah kapitalisasi pasar dalam Papan Akselerasi ini.

“Dari manajemen kami sudah mencanangkan likuiditas bukan prioritas tertinggi. Ini lebih kepada memberi akses pendanaan buat perusahaan,” pungkasnya.

 

Netzme “Grand Launching” in Pekalongan, Soon to IPO

The social media-based payment app Netzme has just held a grand launching on March 2nd, 2019 in Pekalongan, Central Java. Unlike any other fintech payment, Netzme feature and capability was designed to facilitate SMEs and creative workers in monetization.

Post the launching, some things will be implemented, one is to initiate public offering (IPO). Netzme is planned to enter the stock market in mid-2019. Since March last year, Netzme has listed as fintech organizers in Bank Indonesia.

User’s feature updates

Along with user’s growth (currently said to reach 2 million), Netzme keep making new features. One leading feature is Truquiz, it allows users to make quiz to be followed by Trufans (nickname for the followers on Netzme) by giving Trulikes (the likes given for the posts with cash nominal). The prize collected from users and distributed for them automatically.

The social media approach is still the main service. What makes it different with others is, Trufans can appreciate a post with Trulikes, in addition, content creator also get additional cash from their Trufans. Currently, Netzme comes from various classes, from entrepreneurs, content creator, artist, musician, and common citizens.

While the previous features getting improved, such as cross-account transfer through chatting, cash transfer to bank account, PPOB voucher transaction, cash register, and QR-Code payment feature for Sellers/SMEs. As its mission to provide financial inclusion in rural, Netzme intensified content strategy and community events.

Content strategy is getting realized by launching web series video in YouTube called “Kolaborasa”. While the community events getting intensified through user acquisition, i.e. by building Kampung Digital Netzme or SME’s festival – some are held in West Java.

Why Pekalongan city?

Netzme team and brand ambassador in Funtastic Fest 2019 / Netzme
Netzme team and brand ambassador in Funtastic Fest 2019 / Netzme

Pekalongan is known as Batik City, it’s internationally recognized. The identity goes along with Netzme’s effort as a local creation financial app. In addition, Pekalongan also considered suitable with Netzme target market that focuses on SMEs, particularly beginners in entrepreneurship, those people with no information of conventional financial service, workers, and creative community.

Netzme’s CEO, Vicky G. Saputra said in his speech, “Collaboration in this series of events is expected to help SMEs business development, creative workers, and various community classes, also better financial inclusion around Pekalongan City with the latest technology.”

The main title is “Funtastic Fest Pekalongan 2019”, it was held along to celebrate Pekalongan City 113th Anniversary. Aside from its launching, there’s also Funtastic Run (5K and 10K distance run), artist performances, and local SMEs fest.

“In this Funtastic Fest Pekalongan 2019 moment, Netzme as 100% loca lcreativity-based payment app can reach more people in rural area and become the best fintech app for SMEs and creative workers in Indonesia,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Netzme “Grand Launching” di Pekalongan, Segerakan IPO Tahun Ini

Aplikasi pembayaran berbasis media sosial Netzme baru saja melakukan grand launching, tepatnya di tanggal 2 Maret 2019 bertempat di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Berbeda dengan layanan fintech payement yang ada sebelumnya, fitur dan kapabilitas yang dimiliki Netzme sengaja didesain untuk memfasilitasi UKM dan pekerja kreatif dalam melakukan monetisasi.

Pasca peluncuran ini banyak hal yang akan direalisasikan oleh perusahaan, salah satunya melakukan penawaran publik (IPO). Direncanakan Netzme akan melantai di pasar modal pada pertengahan tahun 2019. Sejak Maret tahun lalu, Netzme sudah terdaftar sebagai penyelenggara teknologi finansial di Bank Indonesia.

Pembaruan fitur untuk pengguna

Seiring dengan pertumbuhan jumlah pengguna (saat ini diklaim sudah mencapai 2 juta), Netzme terus melakukan penambahan fitur. Salah satu yang kini menjadi andalan adalah Truquiz, memungkinkan pengguna membuat kuis yang dapat diikuti oleh para Trufans (sebutan untuk “follower” di aplikasi Netzme) dengan memberikan Trulikes (sebutan untuk “like” postingan yang menyertakan nominal uang). Hadiah dihimpun dari pengguna dan didistribusikan untuk pengguna secara otomatis.

Pendekatan media sosial juga masih menjadi layanan utama. Di sini yang membedakan dengan media sosial lainnya, Trufans bisa mengapresiasi sebuah postingan dengan Trulikes, sehingga tidak sekadar mendapatkan like, pembuat konten turut mendapatkan nominal uang yang diberikan para penggemarnya. Saat ini pengguna Netzme datang dari berbagai kalangan, mulai dari pengusaha, pembuat konten, artis, musisi, hingga masyarakat pada umumnya.

Sementara fitur yang ada sebelumnya juga makin diperkuat, seperti transfer antar akun melalui laman chatting, mengirim uang ke rekening bank, jual-beli voucher PPOB, kasir (cash register) hingga fitur pembayaran QR code untuk pedagang/UKM. Miliki misi untuk hadirkan inlkusi keuangan di daerah rural, Netzme galakkan strategi konten dan acara-acara komunitas.

Strategi konten direalisasikan dengan peluncuran video web series di YouTube berjudul “Kolaborasa”. Sementara kegiatan komunitas gecar dilakukan dengan menggandeng pengguna, misalnya dengan mendirikan Kampung Digital Netzme atau festival UKM — beberapa kali telah dilakukan di wilayah Jawa Barat.

Pemilihan Kota Pekalongan

Netzme
Tim dan brand ambassador Netzme dalam acara Funtastic Fest 2019 / Netzme

Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik, sudah diakui secara internasional. Identitas tersebut sejalan dengan semangat Netzme sebagai aplikasi keuangan karya anak bangsa. Selain itu Kota Pekalongan juga dinilai sesuai dengan target pasar Netzme yang memfokuskan pada pelaku UKM, terutama pemula di dunia usaha, masyarakat yang belum terjangkau layanan keuangan konvensional, pekerja dan komunitas kreatif.

Dalam sambutannya CEO Netzme Vicky G. Saputra mengatakan, “Kolaborasi dalam rangkaian acara peluncuran ini diharapkan dapat membantu pengembangan kegiatan usaha UKM, pekerja kreatif dan berbagai kalangan komunitas serta inklusi keuangan yang lebih baik di Kota Pekalongan dan sekitarnya dengan teknologi terkini.”

Rangkaian acara peluncuran tersebut bertajuk “Funtactic Fest Pekalongan 2019”, diadakan bebarengan untuk menyambut Hari Jadi Kota Pekalongan yang ke-113. Selain peluncuran Netzme, ada acara lain seperti Funtastic Run (lari dengan jarak 5K dan 10K), hiburan artis ibukota, hingga festival UKM setempat.

“Dengan momentum Funtastic Fest Pekalongan 2019, diharapkan Netzme sebagai aplikasi pembayaran berbasis kreativitas 100% karya anak bangsa dapat lebih menjangkau masyarakat di seluruh pelosok Indonesia dan menjadi aplikasi teknologi finansial (fintech) terbaik untuk kalangan UMKM dan pekerja kreatif di Indonesia,” ujar Vicky.

Application Information Will Show Up Here

OJK Segera Perbolehkan UKM Cari Pendanaan Tanpa IPO di BEI

OJK dalam waktu dekat akan merilis aturan baru untuk mempermudah UKM, termasuk startup teknologi, mencari pendanaan tanpa harus melalui proses IPO di Bursa Efek Indonesia. UKM bisa menempuhnya melalui skema equity crowdfunding.

“Akan dibahas saat Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan ini. Sekitar 15 hari atau sebulan (setelah RDK) akan diundangkan Kementerian Hukum dan HAM,” terang Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK Luthfy Zain Fuad, dikutip dari Katadata.

Menurutnya, skema yang dipakai aturan ini tidak jauh berbeda dengan penawaran saham publik di pasar modal. Bedanya aturan ini ditujukan untuk perusahaan skala kecil dan melibatkan tiga pihak, yakni penerbit (perusahaan yang membutuhkan modal), penyelenggara atau platform, dan pemodal atau investor.

Perusahaan yang membutuhkan dana akan menyampaikan kepada platform untuk mengambil dana masyarakat. Platform akan melakukan kajian kelayakan perusahaan yang menghimpun modal. Setelah kelengkapan selesai, platform menampilkan penawaran agar publik bisa membeli saham tersebut.

Aturan detail

Luthfy menjelaskan lebih jauh, ada aturan main yang harus diperhatikan berbagai stakeholder sebelum meraup dana publik.

Aturan yang dikenakan untuk penyelenggara: (i) mereka harus berbentuk PT atau koperasi, (ii) wajib mengajukan perizinan ke OJK dan memiliki permodalan di atas Rp2,5 miliar, (iii) harus memiliki keahlian di bidang IT. Penyelenggara berfungsi tidak hanya memasarkan saham. (iv) Mereka wajib meninjau terlebih dahulu kondisi penerbit, termasuk dari sisi laporan keuangan. Penyelenggara juga harus memiliki SDM yang ahli melakukan peninjauan tersebut.

Laporan keuangan penerbit yang diminta OJK minimal disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited. Persyaratan ini dianggap lebih ringan dibandingkan jika penerbit mencari pendanaan lewat perbankan. Biayanya pun juga lebih efisien.

Persyaratan penerbit yang ingin melepas sahamnya: (i) mereka harus berbadan hukum PT, (ii) memiliki kekayaan di bawah Rp10 miliar, di luar tanah, dan bangunan, (iii) tidak boleh dikendalikan oleh suatu kelompok usaha (konglomerasi) baik secara langsung maupun tidak langsung, (iv) juga tidak diperbolehkan untuk perusahaan yang sudah berstatus terbuka (Tbk) ataupun anak usaha Tbk.

Investor yang membeli saham UKM akan menerima jatah deviden saat perusahaan tersebut mendapat laba. Investor juga berhak memberikan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

OJK membatasi investor yang bisa berpartisipasi ini dengan ketentuan: (i) mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun, berinvestasi maksimal 5% dari penghasilannya, (ii) untuk investor dengan penghasilan di atas Rp500 juta maksimal investasinya 10% dari penghasilan.

“Setiap pihak dapat menjadi pemodal di skema equity crowdfunding ini dengan ketentuan tersebut.”

OJK memberi pengecualian bagi investor yang berbentuk badan hukum, mereka dapat menyuntikkan modal tanpa nilai maksimal. Pengecualian juga diberikan untuk investor yang memiliki pengalaman investasi di pasar modal minimal dua tahun dengan dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek.

Di tahapan equity crowdfunding, penerbit harus menyampaikan kelengkapan dokumen kepada penyelenggara untuk dipelajari lebih dalam. Setelah selesai, penawaran saham akan ditampilkan ke publik dan investor dapat mendaftarkan diri dan membeli saham melalui penyelenggara.

Investor akan membayar lewat escrow account yang disiapkan penyelenggara. Penerbit menyerahkan sahamnya ke penyelenggara untuk didistribusikan ke investor. Penghimpunan dana dari investor memiliki beberapa ketentuan yang akan diatur OJK. Nilai penawaran saham oleh satu UKM hanya Rp10 miliar dengan jangka waktu penawaran selama 12 bulan.

Penerbit saham boleh memecah nilai Rp10 miliar dalam beberapa kali penawaran. Masa tiap penawaran adalah selama 60 hari dan hanya dapat menawarkan saham melalui satu penyelenggara dalam waktu yang bersamaan.

Penawaran saham akan batal jika minimal dana yang ditargetkan perusahaan tidak terpenuhi selama 60 hari tersebut. OJK mewajibkan penerbit untuk menyampaikan laporan tahunan dan mengumumkannya ke masyarakat melalui penyelenggara.

Risiko untuk investor

Kendati instrumen investasi untuk UKM ini memiliki banyak keuntungan, namun dia menekankan ada risiko yang perlu diwaspadai. Contohnya (i) risiko investor tidak mendapat dividen apabila perusahaan tidak untung.

Berikutnya risiko saham perusahaan tidak likuid, bahkan risikonya lebih tinggi daripada perdagangan di pasar modal pada umumnya karena tidak memiliki pasar yang tersedia, sehingga ada (ii) risiko capital loss.

“Tidak ada kewajiban bagi penyelenggara untuk membuat sarana perdagangan sekundernya. Tapi dalam aturannya, kami memberikan kesempatan bagi penyelenggara untuk menyediakan sarana perdagangan sekundernya.”

Berikutnya, (iii) risiko dilusi kepemilikan karena saham penerbit bisa saja menawarkan saham seperti skema rights issue kepada publik lainnya tanpa menawarkan kepada pemegang saham yang sudah ada.

(iv) risiko kegagalan operasional dari penyelenggara meski mereka diwajibkan memiliki sistem yang aman dan andal menurut UU ITE. (v) risiko informasi asimetris dan kualitas informasi yang diberikan oleh penebit kepada publik, seperti laporan keuangan yang berbasis SAK-ETAP non audited.

Meski memiliki banyak risiko yang dihadapi investor, berinvestasi di instrumen ini memang sedikit unik. Berkaca pada skema pendanaan yang sama di luar negeri, biasanya investor equity crowdfunding memang diperuntukkan buat investor yang tertarik pada perusahaan rintisan seperti UKM.

“Di luar negeri, mereka mengenal sebutan angel investor. Mereka burn money dulu.”

Setelah perusahaan tumbuh semakin besar, investor akan mendorong perusahaan untuk go public. Manfaat baru diperoleh ketika modal perusahaan semakin besar dan akhirnya menjadi perusahaan publik.