Google Mulai Buka Akses Stadia Secara Perlahan

Layanan cloud gaming Google Stadia memang sudah resmi beroperasi, akan tetapi aksesnya masih sangat terbatas. Ketika diumumkan, Stadia disebut bakal menghadirkan dua paket yang berbeda, yakni Stadia Base (gratisan) dan Stadia Pro (berbayar). Namun yang tersedia sejauh ini barulah Stadia Pro.

Stadia Pro sendiri juga belum dibuka untuk publik. Singkat cerita, satu-satunya cara untuk mengakses Stadia sejauh ini hanyalah dengan membeli bundel Stadia Premiere Edition, atau dengan menerima Buddy Pass yang diberikan oleh konsumen Stadia Founder’s Edition. Ya, membingungkan memang, dan lagi Stadia juga baru tersedia di 14 negara.

Kabar baiknya, Google secara perlahan mulai membuka pintu akses Stadia lebih lebar. Mereka secara murah hati memberikan akses gratisan Stadia Pro selama tiga bulan kepada para konsumen Chromecast Ultra. Bukan cuma mereka yang baru membeli streaming dongle tersebut, tapi konsumen lamanya juga berhak dengan cara memilih untuk menerima email promosi dari Google.

Sekadar mengingatkan, Chromecast Ultra dibutuhkan apabila kita hendak mengakses Stadia di TV. Selain tentu saja ukuran layar yang lebih besar, keuntungan lain menggunakan Chromecast + TV untuk mengakses Stadia adalah, game dapat di-stream di resolusi 4K – meski dukungan 4K juga baru saja tersedia bagi yang mengakses Stadia via browser komputer.

Tentu saja streaming game dalam resolusi 4K membutuhkan koneksi internet yang cepat sekaligus stabil, minimal 35 Mbps kalau menurut Google sendiri. Kalau koneksinya lambat, jangankan 4K, bermain di resolusi rendah pun akan terasa laggy pada Stadia, seperti yang sudah dibuktikan oleh PC Gamer baru-baru ini.

Sumber: The Verge.

GeForce Now dan Google Stadia, Mana yang Performanya Lebih Baik?

Layanan cloud gaming ada banyak, namun dua yang paling populer adalah Nvidia GeForce Now dan Google Stadia. Meski menawarkan konsep yang sama (game dijalankan di server, lalu di-stream oleh perangkat konsumen), keduanya juga punya cukup banyak perbedaan.

Perbedaan yang paling utama adalah soal konten. Stadia punya toko game sendiri, sedangkan GeForce Now tidak. Di Stadia, Anda harus membeli game-nya terlebih dulu melalui Stadia Store. Di GeForce Now, Anda bisa langsung memainkan game yang sudah Anda beli lewat Steam atau Epic Games Store, dengan catatan game-nya memang tersedia di katalog GeForce Now.

Perbedaan lainnya, kalau berdasarkan pengujian yang dilakukan PC Gamer, adalah perihal performa, spesifiknya input latency. Keduanya sama-sama memiliki input latency yang cukup rendah jika koneksi internet kita mumpuni – PC Gamer menggunakan koneksi dengan kecepatan 400 Mbps+.

Singkat cerita, kalau koneksi kita cepat dan stabil, performa gaming di kedua layanan ini tidak akan terasa begitu berbeda dibanding jika kita memainkannya di PC sendiri – dengan catatan PC yang kita gunakan memang punya spesifikasi yang cukup untuk menjalankan game-nya secara mulus. Input latency-nya masih masuk dalam batas wajar dan tidak terlalu mengganggu aksi kita dalam game.

Google Stadia

Lain ceritanya kalau koneksi internet yang kita gunakan lambat, 5 Mbps misalnya. Dalam skenario ini, input latency mulai naik drastis, dan yang paling parah dirasakan di Stadia. Menggunakan koneksi 5 Mbps, game di Stadia pada dasarnya jadi tidak bisa dimainkan karena lag parah.

Di GeForce Now tidak demikian. Game masih berjalan lancar tanpa lag, hanya saja kualitas grafisnya menurun cukup signifikan (gambar jadi kelihatan pixelated). Tidak peduli sambungan internetnya via kabel ataupun wireless, hasil yang ditunjukkan rupanya sama.

Untuk lebih detailnya, Anda bisa baca langsung artikel pengujiannya. Di situ juga ada beberapa video yang menunjukkan performa di tiap-tiap skenario pengujian.

Sumber: PC Gamer.

Google Stadia Akan Tersedia di Smartphone Samsung, Asus ROG dan Razer

Pelepasan status beta GeForce Now ialah sebuah isyarat jelas bagi Google untuk meningkatkan kualitas penyajian Stadia. Walaupun kedua layanan cloud gaming ini disuguhkan secara berbeda, khalayak tampak lebih menyukai GeForce Now karena integrasinya ke sejumlah platform distribusi – seperti Steam dan Epic Games Store. Dengan begini, pengguna tidak perlu membeli game lebih dari sekali agar bisa mengaksesnya via cloud.

Sementara itu, belum lama pelanggan Stadia mengeluhkan minimnya pilihan game dan belum adanya dukungan fitur-fitur esensial. Merespons hal tersebut (dan demi menepati janji ketersediaan 120 permainan di tahun 2020), Google mengumumkan agenda peluncuran lima game baru, dan tiga dari mereka merupakan judul eksklusif. Dan setelah hanya ditunjang smartphone Pixel, minggu ini Stadia akhirnya dapat dinikmati dari lebih banyak perangkat.

Di tanggal 20 Februari besok, layanan gaming on demand Google tersebut dapat diakses dari 18 varian smartphone, terutama yang bermerek Samsung, Asus ROG dan Razer. Mayoritas dari mereka adalah model flagship, dengan usia paling tua tiga tahun. Dan karena sejauh ini baru tersedia dua tipe Asus ROG dan Razer, Samsung memang terlihat mendominasi. Daftar lengkapnya bisa dilihat di bawah.

  • ASUS ROG Phone
  • ASUS ROG Phone II
  • Razer Phone
  • Razer Phone 2
  • Samsung Galaxy S8
  • Samsung Galaxy S8+
  • Samsung Galaxy S8 Active
  • Samsung Galaxy Note8
  • Samsung Galaxy S9
  • Samsung Galaxy S9+
  • Samsung Galaxy Note9
  • Samsung Galaxy S10
  • Samsung Galaxy S10+
  • Samsung Galaxy Note10
  • Samsung Galaxy Note10+
  • Samsung Galaxy S20
  • Samsung Galaxy S20+
  • Samsung Galaxy S20 Ultra

Itu berarti, Galaxy S8 merupakan smartphone non-Google tertua yang siap menghidangkan Stadia. Di momen peluncurannya, hanya Pixel 2, Pixel 3, Pixel 3a, dan Pixel 4 yang kompatibel dengan platform cloud gaming tersebut. Di luar smartphone, Stadia disediakan pula untuk PC serta TV dengan Chromecast Ultra. Sayangnya, hingga kini Google belum mengabarkan kapan pengguna iPhone dan iPad dapat menggunakannya.

Terkait janji 120 game di tahun ini, Google menargetkan buat melepas lebih dari 10 judul di paruh pertama 2020. Buat sekarang, Stadia sudah menyuguhkan sekitar 20 permainan. Rencananya, game-game besar seperti Cyberpunk 2077, Baldur’s Gate III, Doom Eternal, Marvel’s Avengers, Watch Dogs: Legion, Gods & Monsters, hingga Orcs Must Die! 3 akan hadir di sana. Namun saya berasumsi penundaan perilisan beberapa judul tersebut memengaruhi pendaratan mereka di Stadia.

Google Stadia meluncur di bulan November 2019, tetapi layanan ini baru dapat diakses dari 14 negara saja. Belum diketahui pasti kapan Stadia akan tiba di tanah air, namun laman store berbahasa Indonesia mengindikasikan agenda Google untuk turut merilisnya di sini. Anda bisa mendaftarkan email buat mendapatkan notifikasi langsung dari Google.

Via Eurogamer.

Google Stadia Umumkan Lima Game Baru, Tiga di Antaranya Judul Eksklusif

Debut Google Stadia jauh dari kata mulus. Para pelanggan layanan cloud gaming ini mengeluhkan banyak hal, mulai dari masih absennya fitur-fitur penting yang dijanjikan beserta sejumlah kendala teknis lain, sampai katalog game yang tergolong minim.

Perkara terakhir ini semakin diperparah oleh janji Google sebelumnya terkait 120 game yang bakal Stadia hadirkan di tahun 2020. Singkat cerita, Google tidak boleh terus tinggal diam, apalagi mengingat layanan pesaing – Nvidia GeForce Now dan Microsoft xCloud – sudah mulai beroperasi.

Beruntung Google sadar, dan mereka merespon dengan mengumumkan lima game baru yang akan segera hadir di Stadia. Dari lima game itu, tiga di antaranya mengusung label “First on Stadia”, alias merupakan judul eksklusif sementara (cuma bisa dimainkan lewat Stadia selama beberapa waktu sebelum akhirnya dirilis di platform gaming tradisional).

Judul eksklusif yang pertama adalah Lost Words: Beyond the Page karya Sketchbook Games, game puzzle adventure dengan fokus pada narasi. Seperti yang bisa kita tonton dari trailer-nya di atas, art style-nya kelihatan begitu menarik, dan setting lokasi-lokasinya juga terkesan begitu atmospheric.

Judul eksklusif yang kedua adalah Stacks On Stacks (On Stacks) garapan Herringbone Games. Dideskripsikan sebagai 3D tower builder, game ini menawarkan mode local co-op dan split-screen versus di samping mode single-player.

Game eksklusif yang ketiga adalah Spitlings karya Massive Miniteam. Game arcade ini mendukung mode multiplayer hingga empat pemain, dan uniknya, apabila ada satu pemain saja yang gagal, maka semua harus ikut mengulang dari awal.

Selanjutnya, ada Serious Sam Collection yang merupakan gabungan dari tiga judul sekaligus, yakni Serious Sam HD: The First Encounter, Serious Sam HD: The Second Encounter, dan Serious Sam 3: BFE, tidak ketinggalan pula sejumlah expansion pack-nya. Selain sendirian, franchise shooter legendaris ini juga dapat dimainkan di Stadia bersama tiga pemain lain dalam mode local co-op, atau hingga 16 pemain secara online.

Panzer Dragoon: Remake

Terakhir, Stadia turut mengumumkan Panzer Dragoon: Remake. Sesuai judulnya, ia merupakan remake dari game shooter klasik yang dirilis untuk console Sega Saturn pada tahun 1995. Selain dipoles grafiknya, kontrolnya pun juga ikut disempurnakan pada versi remake-nya ini sehingga sesuai dengan standar gaming terkini.

Sumber: Stadia via GameRant.

Pelanggan Stadia Mengeluhkan Minimnya Pilihan Game dan Absennya Fitur-Fitur Penting

Lebih dari dua bulan telah berlalu sejak Google resmi meluncurkan Stadia. Ia memang bukanlah layanan cloud gaming pertama di dunia, namun dengan begitu luasnya pengaruh Google, banyak orang berharap Stadia bisa jadi nama yang merakyatkan platform ini. Awalnya, penawaran sang raksasa internet terdengar menjanjikan, tapi hingga kini Stadia tampaknya masih belum beroperasi secara maksimal.

Belum lama ini, sejumlah pengguna menyampaikan keluhan mereka di thread Reddit resmi Stadia. Seorang pengguna (ber-username Gizoogle) bilang, belakangan tim Stadia terkesan membisu. Sudah 40 hari Google tidak mengumumkan sesuatu, mengungkap fitur anyar atau meluncurkan game baru. Karena alasan ini, pelanggan menuntut layanan yang lebih baik, dan via Reddit, sang user menjabarkan janji developer Stadia yang belum terpenuhi.

Lewat Stadia, Google menawarkan akses ke lebih dari 40 game. Namun dari daftar tersebut, beberapa masih belum dirilis atau mengalami penundaan peluncuran – contohnya Cyberpunk 2077, Watch Dogs: Legion, Doom Eternal, Baldur’s Gate 3, Orcs Must Die 3 dan Marvel’s Avengers. Diteliti lebih jauh, hanya ada sekitar 20-an permainan Stadia yang bisa dinikmati saat ini. Google kemarin akhirnya mengumumkan rencana buat menambahkan Metro Exodus dan GYLT di tanggal 1 Februari 2020 khusus untuk pelanggan Pro.

Sayangnya, penambahan dua judul ini dibarengi oleh hilangnya dua game dari daftar itu. Terhitung di tanggal 31 Januari besok, Rise of the Tomb Raider: 20 Year Celebration dan Samurai Shodown akan meninggalkan Stadia. Kabar baiknya, mereka berdua akan tetap ada di library jika Anda membelinya sebelum hari H tiba. Google tidak memberikan alasan jelas mengapa dua permainan tersebut dihilangkan.

Selain itu pelanggan menginginkan kejelasan soal ‘120 game‘ yang katanya akan dihadirkan oleh Stadia di 2020, sepuluh di antaranya merupakan judul eksklusif, namun Google sama sekali belum mengungkap detailnya sampai hari ini. Sejumlah fitur juga belum bisa ditemukan, contohnya family sharing, versi iOS, dukungan penuh controller wireless, opsi 4K di PC dan fungsi Google Assistant. Google kabarnya akan meluncurkan itu semua di kuartal pertama 2020.

Selanjutnya, pekerjaan rumah lain yang mesti Google selesaikan berkaitan dengan pengalaman penggunaan Stadia. Masih banyak pelanggan menemui masalah jaringan LTE dan kendala pada resolusi 4K.

Stadia sudah tersedia di 14 negara, tetapi Indonesia belum termasuk di sana. Meski demikian, laman store berbahasa Indonesia bisa jadi indikasi Google memiliki rencana buat meluncurkan platform gaming on demand-nya di tanah air.

Via DualShockers & PC Gamer.

Typhoon Studios Adalah Akuisisi Pertama Tim Developer Mandiri Google Stadia

Salah satu alasan mengapa publik menaruh harapan besar pada Stadia adalah fakta bahwa Google berada di baliknya. Sumber daya yang begitu melimpah pada dasarnya merupakan jaminan atas keberhasilan Stadia, terutama terkait rencananya untuk menelurkan sejumlah game eksklusif.

Seperti yang kita tahu, Stadia punya tim developer sendiri bernama Stadia Games and Entertainment yang dipimpin oleh eks veteran Ubisoft, Sebastien Puel. Studio yang berumur masih sangat muda ini belum menghasilkan karya apapun, dan mereka rupanya masih sibuk mengembangkan timnya.

Tidak mengejutkan dari anak perusahaan Google, rute yang diambil adalah rute akuisisi. Stadia baru saja mengumumkan akuisisinya atas Typhoon Studios. Tidak pernah dengar namanya? Wajar, mengingat Typhoon merupakan studio baru beranggotakan sekitar dua lusin orang, dan game pertama bikinannya, Journey to the Savage Planet, baru akan dirilis Januari mendatang di console dan PC.

Journey to the Savage Planet, game pertama sekaligus terakhir Typhoon Studios / Typhoon Studios
Journey to the Savage Planet, game pertama sekaligus terakhir Typhoon Studios / Typhoon Studios

Tentunya ada alasan tersendiri di balik pemilihan Typhoon sebagai akuisisi perdana Stadia. Typhoon memang masih seumur jagung, akan tetapi personil-personilnya merupakan senior di industri game. Duo pendirinya, Reid Schneider dan Alex Hutchinson, punya portofolio panjang yang berkesan sebelum membentuk Typhoon.

Alex Hutchinson misalnya, memulai karirnya di Maxis sebagai Lead Designer atas The Sims 2 dan Spore, sebelum akhirnya hijrah ke Ubisoft dan ditunjuk sebagai Creative Director atas Assassin’s Creed III dan Far Cry 4. Di sisi lain, Reid Schneider bertanggung jawab atas pengembangan seri Batman Arkham sekaligus Splinter Cell orisinal sebelum memutuskan untuk mengambil jalur indie.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa Stadia cukup selektif dalam hal akuisisi, dan ini tentunya baru awal dari upaya mereka membesarkan tim developer mandirinya. Tim Typhoon sendiri masih akan berfokus pada game pertama sekaligus terakhirnya tersebut, sebelum akhirnya dilebur dengan tim Stadia Games and Entertainment.

Sumber: Google dan VentureBeat.

Google Stadia Adalah Momok Bagi Pengguna Layanan Internet dengan Aturan Batas Pemakaian Wajar

Seberapa besar data yang dikonsumsi layanan cloud gaming macam Google Stadia? Kalau menurut estimasi Google sendiri, satu jam sesi gaming menggunakan Stadia bisa mengonsumsi sekitar 4,5 GB – 20 GB, dengan angka tertinggi yang didapat apabila streaming berjalan di resolusi 4K 60 fps.

Pertanyaan selanjutnya, apakah perkiraan Google ini akurat? Kalau menurut pengujian VentureBeat, klaim Google itu cukup bisa dipertanggungjawabkan. Diestimasikan bahwa dalam satu jam memainkan Red Dead Redemption 2 via Stadia, data yang terpakai berkisar 7,14 GB. Kok kecil? Karena pengujiannya hanya menggunakan resolusi 1080p 60 fps, bukan 4K.

Di resolusi 4K 60 fps, data yang terkonsumsi semestinya paling tidak dua kali lebih besar mengingat jumlah pixel-nya empat kali lebih banyak. Dengan demikian, estimasi 20 GB per jam yang diberikan Google cukup bisa menggambarkan praktek dunia nyatanya.

Red Dead Redemption 2 / Rockstar Games
Red Dead Redemption 2 / Rockstar Games

Ini merupakan berita buruk bagi konsumen yang layanan internetnya menerapkan sistem FUP (fair usage policy) alias batas pemakaian wajar, yang akan menurunkan kecepatan secara drastis saat konsumsi datanya sudah mencapai batas yang telah ditentukan, semisal 1 TB.

Anggap sehari Anda bermain selama 4 jam dan mengonsumsi sekitar 80 GB kuota data. Itu berarti batas pemakaian wajarnya akan tercapai dalam waktu tidak sampai dua minggu, dan ini sama sekali belum melibatkan aktivitas lain di luar gaming seperti streaming video atau backup data ke cloud.

Ya, layanan seperti Stadia memang boleh dibilang sangat boros untuk urusan pemakaian data internet. Namun premis yang ditawarkan sejak awal adalah kepraktisan sekaligus kemudahan bermain di mana saja dan kapan saja, tidak peduli apa perangkat yang sedang ada dalam jangkauan Anda.

Sumber: VentureBeat.

Google Targetkan Gamer Perempuan dengan Stadia Controller

Dunia game dan esports masih sering diidentikkan sebagai dunia pria. Karena itulah, perusahaan pembuat konsol seperti Sony dan Microsoft biasanya menggunakan desain dan warna yang maskulin untuk controller konsol mereka. Controller PlayStation misalnya, hadir dalam warna hitam. Selain itu, banyak controller PlayStation yang tampil dalam warna neon atau dengan corak camo. Sementara itu, controller Xbox juga biasanya memiliki warna maskulin seperti biru elektrik. Nintendo adalah salah satu perusahaan pembuat konsol yang berusaha untuk menarik perhatian para gamer perempuan dan tak hanya gamer pria. Ketika perusahaan asal Jepang itu meluncurkan Nintendo Switch, mereka juga menyediakan konsol itu dalam warna cerah seperti kuning dan turquoise.

Google sebentar lagi akan meluncurkan layanan cloud gaming mereka, Stadia. Bersamaan dengan itu, mereka juga akan memperkenalkan Stadia controller. Salah satu strategi yang mereka gunakan untuk bersaing dalam industri game yang diperkirakan memiliki nilai US$152 miliar ini adalah dengan menargetkan para gamer perempuan, yang memang belum mendapatkan banyak perhatian. Inilah alasan mengapa Google meluncurkan Stadia controller dalam tiga warna: hitam, putih, dan hijau Wasabi.

Sebelum mereka menentukan hijau Wasabi sebagai salah satu warna untuk controller-nya, Google melakukan polling pada ribuan gamer tentang warna yang sebaiknya mereka gunakan. Menurut Director of Design, Google, Isabelle Olsson, hijau Wasabi dipilih karena warna ini disukai baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Warna hijau Wasabi dari Stadia controller. | Sumber: Julian Chokkattu/Digital Trends
Warna hijau Wasabi dari Stadia controller. | Sumber: Julian Chokkattu/Digital Trends

“Baik pria dan perempuan senang dengan warna ini. Warna hijau Wasabi disukai kedua gender, tapi tetap ekspresif,” kata Olsson, dikutip dari CNN Business. “Sulit untuk menemukan warna seperti itu.” Tak hanya masalah warna, Google juga mencoba untuk mendesain Stadia controller agar ia nyaman untuk digenggam oleh perempuan, yang biasanya memiliki tangan lebih kecil dari pria. Google mengaku bahwa mereka memang sengaja melakukan ini.

“Controller ini dibuat agar nyaman untuk digunakan baik oleh pria yang memiliki tangan besar atau perempuan yang memiliki tangan lebih kecil,” kata Google Industrial Designer, Jason Pi. Strategi yang Google gunakan ini bisa menjadi kunci untuk bagi mereka untuk bersaing dengan Sony, Nintendo, dan Microsoft serta mendapatkan gamer yang lebih beragam. Menurut Entertainment Software Association, di Amerika Serikat, 46 persen gamer adalah perempuan. Sementara survei yang dilakukan oleh Google Play dan Newzoo menunjukkan bahwa 49 persen mobile gamer adalah perempuan. Inilah yang membuat TouchTen tertarik untuk menggarap game untuk perempuan ketika mereka mendapatkan kucuran dana segar pada Oktober 2019.

“Salah satu keuntungan yang Google miliki jika harus melawan Xbox atau PlayStation adalah mereka tidak memiliki ‘kultur gamer‘ yang harus mereka penuhi,” kata Laine Nooney, Assistant Professor dan ahli sejarah video game di New York University.

Sumber header: Twitter

Game Google Stadia Bertambah 10, Kini Ada Metro Exodus dan Final Fantasy XV

Layanan cloud gaming Google Stadia dijadwalkan untuk meluncur minggu ini lewat opsi Founder’s atau Premiere Edition. Demi memeriahkan momen tersebut, Google telah menyiapkan 12 game blockbuster yang dapat segera dinikmati. Namun menelaah lebih jauh, Stadia ternyata tak dibekali sejumlah fitur esensial di hari pelepasannya, dan hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya apakah betul Stadia siap dirlis…

Berdasarkan penjelasan Google, fitur-fitur penting tersebut (seperti Achievement, Family Sharing dan Stream Connect) baru akan hadir menyusul di tahun 2020. Tapi sepertinya Google menyadari terlepas dari dukungan judul-judul seperti trilogi reboot Tomb Raider, Red Dead Redemption 2, dan Asssassin’s Creed teranyar, 12 game masih terasa sangat sedikit. Keadaan ini mendorong mereka untuk menambah lagi jumlahnya.

Melalui akun Twitter-nya, general manager sekaligus vice president Google Phil Harrison mengumumkan penambahan 10 game di hari peluncuran Stadia, sehingga totalnya kini adalah 22 permainan. Sayangnya, hal itu kemungkinan besar mengubah agenda awal Google yang berniat buat membubuhkan dukungan 14 game sebelum tahun 2019 berakhir. 10 judul baru tersebut meliputi:

  • Attack on Titan: Final Battle 2
  • Farming Simulator 2019
  • Final Fantasy XV
  • Football Manager 2020
  • Grid (2019)
  • Metro Exodus
  • NBA 2K20
  • Rage 2
  • Trials Rising
  • Wolfenstein: Youngblood

Permainan-permainan di atas akan melengkapi 12 judul yang sempat diumumkan:

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • Destiny 2: The Collection
  • GYLT
  • Just Dance 2020
  • Kine
  • Mortal Kombat 11
  • Red Dead Redemption 2
  • Thumper
  • Tomb Raider: Definitive Edition
  • Rise of the Tomb Raider
  • Shadow of the Tomb Raider: Definitive Edition
  • Samurai Shodown

Itu artinya, ‘hutang’ Google pada pengguna Stadia di tahun ini hanya tinggal merilis Borderlands 3, Darksiders Genesis, Dragon Ball Xenoverse 2, dan Ghost Recon Breakpoint. Pertanyaannya, apakah Goolge akan menambah lagi jumlahnya? Kita tahu ada banyak gameupcoming‘ yang dijadwalkan buat mendarat di Stadia dan sebagian dari mereka masih dalam proses pengembangan, misalnya Cyberpunk 2077, Baldur’s Gate 3, Watch Dogs: Legion, Doom Eternal, serta Marvel’s Avengers.

Perlu diketahui bahwa meski aplikasi Stadia tersaji gratis, Anda perlu membeli game-nya terlebih dulu agar bisa menikmati layanan on demand ini. Dan di hari perilisannya, Stadia baru dapat diakses oleh perangkat Pixel 2 hingga 4, tablet ber-Chrome OS atau via browser Chrome di PC Anda. Tanpa memesan Founder’s Edition, Anda perlu membeli Stadia Controller serta Chromecast Ultra agar bisa ber-cloud gaming di layar televisi. Namun Stadia versi ‘dasar’ sendiri baru tiba tahun depan.

Via PCGamer.

Fitur-Fitur Esensial yang Absen dari Google Stadia di Hari Peluncurannya

Dijadwalkan untuk meluncur di tanggal 19 November, Google Stadia memulai sebuah babak baru di ranah penyajian konten hiburan. Seperti Steam atau PlayStation, Stadia disiapkan sebagai platform gaming, namun pengoperasiannya dilandaskan pada sistem cloud sehingga pengguna dapat mengakses permainan dari mana saja (walaupun di waktu peluncurannya, Stadia baru mendukung Google Pixel).

Demi meramaikan momen debut Stadia, Google menyiapkan 12 permainan yang bisa segera dinikmati. Sejumlah judul besar ada di sana, dari mulai Assassin’s Creed Odyssey, Red Dead Redemption 2 yang baru saja keluar di PC, edisi lengkap Destiny 2, Mortal Kombat 11, hingga trilogi remake Tomb Raider. Meski begitu, jangan terlalu berharap Stadia akan ditunjang oleh fitur secara lengkap.

Berdasarkan sesi Ask Me Anything di Reddit yang dipandu oleh product director Andrey Doronichev serta product manager Beri Lee, Stadia kehilangan sejumlah fitur esensial di hari pelepasannya – beberapa baru akan hadir menyusul di tahun depan. Satu contoh kecilnya ialah Achievement. Sistem Stadia akan merekam segala pencapaian Anda di permainan, tetapi UI yang bertugas untuk memberitahu bahwa Anda telah mendapatkannya belum diimplementasikan.

Kemudian, Family Sharing juga belum ada, sehingga satu akun belum dapat digunakan bersama-sama oleh anggota keluarga. Doronichev bilang, Family Sharing merupakan fitur ‘prioritas tinggi’, namun baru tersedia tahun. Itu artinya, jika ingin ber-gaming di Stadia bersama pasangan atau buah hati, Anda perlu membeli permainan dua kali. Kabar baiknya, orang tua tetap bisa mengelola apa yang dapat dikonsumsi si kecil lewat Family Link.

Fitur lain yang absen adalah Buddy Pass. Buddy Pass mempersilakan para pelanggan Stadia Founder’s Edition untuk memilih seorang teman buat turut menikmati layanan itu. Paket Founder’s Edition dibanderol di harga yang cukup mahal: US$ 130; bundelnya berisi controller Stadia edisi terbatas berwarna biru, perangkat Chromecast Ultra, kenggotaan Stadia Pro selama tiga bulan, serta Buddy Pass.

Selanjutnya, kita juga belum bisa menggunakan Stream Connect di tanggal 19 November nanti. Itu artinya, untuk sementara tidak ada mode multiplayer asimetris serta kooperatif. Rencananya akan ada satu permainan yang mendukung Stream Connect sebelum tahun 2019 berakhir. Belum ada pula State Share dan Crowd Play yang mempersilakan streamer YouTube membagikan file save-nya dan membiarkan pemirsa buat masuk ke game.

Jawaban-jawaban Andrey Doronichev dan Beri Lee di AMA mengisyaratkan bagaimana Stadia belum betul-betul siap untuk lepas landas dan peluncurannya terasa diburu-buru. Saya tidak bilang layanan ini tak akan bekerja optimal di hari H besok, tapi ada banyak sekali fitur esensial yang absen di platform yang seharusnya menjadi standar baru penyajian video game.

Via PCGamer & DigitalTrends.