Grab Gandeng PayTren Sebagai Mitra Strategis [UPDATED]

Grab resmi menggandeng PayTren sebagai mitra strategis yang diumumkan lewat penandatanganan perjanjian kerja sama. Sebagai langkah awal, pada pertengahan Januari 2018, Grab akan memanfaatkan jaringan PayTren untuk merekrut mitra pengemudi baru melalui aplikasi PayTren.

Mitra PayTren, yang kini sudah menyentuh angka 1,7 juta orang, akan diberikan pelatihan bagaimana cara mendaftarkan mitra pengemudi Grab yang baru. Mitra juga terbuka untuk digandeng sebagai mitra pengemudi Grab.

Kemitraan strategis ini berlaku selama lima tahun dengan evaluasi secara berkelanjutan.

“Ini adalah kemitraan yang kuat, tidak ada investasi atau akuisisi. Kami melihat dengan kolaborasi bersama perusahaan lokal akan memperlebar akses untuk orang-orang yang ingin bergabung ke Grab,” terang Managing Director GrabPay Southeast Asia Jason Thompson, Rabu (13/12).

Dari kemitraan strategis ini, setidaknya ada dua angle yang dibidik ketiga perusahaan (Grab, Kudo, dan PayTren). Pertama, bagi Grab jadi salah satu upaya untuk mempersiapkan ekosistem GrabPay. Diharapkan setiap mitra PayTren berpotensi menjadi nasabah GrabPay karena mereka akan membutuhkan sistem pembayaran yang bisa difasilitasi GrabPay.

“Ujung-ujungnya ke arah inklusi keuangan. Kita enggak akan bawa ini ke kota besar saja, secepatnya ke seluruh Indonesia, di mana kita berada tersebar di 104 kota bisa pakai GrabPay,” jelas Managing Director GrabPay Indonesia Ongki Kurniawan.

Menurut Ongki, berkat kemitraan ini ketiga perusahaan memiliki aset yang bisa digunakan untuk keuntungan bersama.

Manfaatkan teknologi Kudo untuk PayTren

Angle kedua adalah pemanfaatan teknologi Kudo untuk dukung sistem keamanan di PayTren. Menurut Founder dan Owner PayTren Yusuf Mansur, teknologi yang dihadirkan Kudo juga mendukung langkah perusahaan agar tetap selaras dengan aturan Bank Indonesia, apabila PayTren berhasil mengantongi lisensi uang elektronik. Yusuf Mansur optimis pihaknya yakin akan mendapat lisensi tersebut.

“Kami yakin pasti dapat, Insya Allah. Ketika sudah dapat itu, PR-nya adalah penguatan sistem dan teknologi. Kami enggak becanda ketika bicara ini, takut ada fraud makanya perlu kerja sama dengan perusahaan teknologi yang di-back-up dengan baik,” kata Yusuf Mansur.

Secara aturan yang ditetapkan BI, perusahaan yang mengajukan izin harus memiliki persyaratan, salah satunya data center dan disaster recovery center berlokasi di Indonesia ketika bersinggungan dengan perlindungan data transaksi nasabah. Kedua syarat ini disebutkan sudah dipenuhi Kudo.

“Secara aturan Kudo sudah comply dengan aturan di BI. Terlebih kami dan PayTren adalah sama-sama perusahaan lokal,” kata CEO dan Co-Founder Kudo Albert Lucius.

Untuk pengembangan kolaborasi antara Kudo dengan PayTren, menurut Albert, nantinya akan ada produk Kudo maupun PayTren yang hadir di masing-masing platform. Hal ini dimaksudkan agar mendorong para pengusaha untuk berjualan, hingga pada akhirnya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan.

“Ini kan kerja sama, jadi lebih ke pengembangan servis saling melengkapi. Saat ini pembahasannya masih di sana dan belum ada pembicaraan untuk dilebur.”

Peleburan aplikasi Grab dan Kudo

Saat ditanya mengenai proses peleburan Grab dengan Kudo, Albert menjelaskan proses peleburan sudah dimulai terlihat dari aplikasi Grab yang kini mulai menyediakan jasa pembelian pulsa di Grab Rewards. Meskipun demikian ini baru sekadar layanannya.

Pasalnya, Grab memiliki dua aplikasi yang berbeda, satu untuk mitra pengemudi, satu lagi untuk pengguna. Sementara Kudo hanya memiliki satu aplikasi untuk mitra pengusaha. Menurutnya, peleburan aplikasi akan dilakukan secara perlahan-lahan.

“Jadi enggak mungkin tiba-tiba di-merge [aplikasi Grab dan Kudo]. Tapi kalau servisnya Kudo yang di-plug ke Grab itu sudah bisa dan sudah dimulai dari sekarang. Nanti semua servis Kudo bisa masuk ke Grab,” pungkas Albert.

Update: Kami menambahkan kutipan dari tiga perwakilan perusahaan

Cerita Akuisisi Kudo dan Kolaborasinya dengan Grab

Bulan April ini Grab mengumumkan akuisisi terhadap Kudo, startup lokal yang fokus kepada layanan penjualan produk melalui agen. Kabarnya akuisisi ini dikabarkan termasuk melancarkan rencana Grab menjadikan Kudo kendaraan legal GrabPay di Indonesia. Bagaimana cerita Kudo pra dan pasca akuisisi? Di sesi diskusi Tech in Asia Jakarta 2017, CEO Albert Lucius menceritakan kisah perjalanannya.

Proses akuisisi tidak direncanakan

Proses akuisisi yang berjalan sekitar selama tiga bulan disebutkan awalnya tidak pernah direncanakan Albert dan Co-Founder-nya, COO Agung Nugroho. Albert mengungkapkan awal pertemuan dengan Grab diinisiasi investor Kudo East Ventures di Singapura.

“Pertemuan kita ke Singapura awalnya hanya sebatas perkenalan dan mendapatkan informasi perihal teknikal saja. Setelah kami memperkenalkan diri dan menjabarkan apa itu Kudo dan misinya, tidak beberapa lama kemudian Grab membawa tim finance dan investment team untuk melakukan pertemuan dengan kami,” kata Albert.

Adanya kesamaan misi dan visi antara Grab dan Kudo menjadikan proses akuisisi ini berjalan dengan cepat. Meskipun proses akuisisi ini merupakan “prestasi” tersendiri bagi Kudo, namun Albert dan tim sempat ragu untuk menyetujui kesepakatan ini.

“Kekhawatiran tersebut apakah kedua perusahaan ini nantinya bisa melakukan kolaborasi dengan baik, memberikan kontribusi satu dan lainnya. Hal tersebut sempat kami pikirkan, namun demikian akhirnya proses exit ini kami setujui,” kata Albert.

Albert menambahkan di Indonesia persepsi exit, akusisi atau menjual perusahaan, masih diartikan negatif oleh kalangan keluarga, rekan kerja, hingga pegawai. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menyambut baik proses exit sebuah startup.

“Setelah perjanjian kami sepakati selama bulan Desember 2016 sampai Januari 2017, kami melakukan pertemuan intesif dengan stakeholder sekaligus pegawai Kudo terkait dengan proses akuisisi ini,” kata Albert.

Rencana Kudo dan Grab selanjutnya

Saat ini Albert masih menjabat sebagai CEO Kudo dan terus menjalankan bisnis Kudo secara independen. Meskipun telah menjadi bagian keluarga besar Grab, Kudo masih terus fokus meneruskan rencana bisnis yang telah disusun sebelumnya.

Implementasi kolaborasi dengan Grab adalah penggunaan agen Kudo, yang saat ini sudah tersebar di seluruh Indonesia, oleh Grab dan pemanfaatan keberadaan Grab yang sudah hadir di 7 negara.

“Hal ini sejalan dengan rencana dari Kudo untuk go global. Selain itu kami juga memanfaatkan tenaga ahli dari Grab untuk memberikan pelatihan kepada engineer Indonesia,” kata Albert.

Saat ini Kudo tengah menghubungkan teknologi dan back-end dengan Grab. Jika sudah siap, Kudo, yang saat ini sudah bermitra dengan perusahaan FMCG, operator telekomunikasi hingga layanan e-commerce di Indonesia, akan menghadirkan pilihan penjualan berbagai produk tersebut di dalam aplikasi Grab.

“Saat ini masih kita kembangkan. Diharapkan nantinya melalui mitra pengemudi Grab kemudahan tersebut bisa dinikmati oleh orang banyak,” kata Albert.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Terbentur Kepemilikan Lisensi E-Money, GrabPay Hentikan Fasilitas Pengisian Saldo

Grab secara resmi menghentikan fasilitas pengisian saldo atau top up layanan e-money GrabPay. Ini ditengarai GrabPay tengah dalam antrean di Bank Indonesia untuk mendapatkan izin mengelola lisensi e-money. Penghentian sistem top up GrabPay ini menyusul TokoCash milik Tokopedia dan ShopeePay milik Shopee.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Managing Director GrabPay Indonesia Ongki Kurniawan. Ia menyampaikan karena mengikuti salah satu proses dalam mendapatkan izin dari Bank Indonesia.

“Karena memang permintaan untuk GrabPay sangat besar sekarang dan cakupannya sudah cukup luas dan pertumbuhannya juga cukup besar jadi kami sedang melakukan proses perizinan dengan bank Indonesia. Dan sebagai salah satu bagian dari proses itu kami menghentikan fasilitas top up-nya,” terang Ongki.

Hal ini mengacu pada ketentuan mengenai penyelenggaraan uang elektronik telah diatur BI dalam Peraturan BI Nomor 11/12/PBI/2009 dan Surat Edaran BI Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 sebagaimana telah diubah oleh SEBI Nomor 18/21/DKSP tanggal 27 September 2016

Dengan kondisi ini pengguna GrabPay untuk sementara tidak bisa mengisi saldo mereka, namun bagi pengguna yang masih memiliki saldo tersisa di dompet GrabPay mereka layanan masih berjalan seperti biasa dan uang di dompet GrabPay tersebut masih bisa digunakan seperti biasanya.

“[…] GrabPay masih bisa digunakan untuk pengguna yang mempunyai balance di GrabPay, seperti biasa, tidak ada perubahan, mudah-mudahan proses perizinan ini bisa berjalan lancar sehingga masyarakat bisa kembali menggunakan layanan non tunai dari Grab yakni GrabPay,” lanjut Ongki.

Membahas masalah proses perizinan dengan bank Indonesia Ongki menjelaskan, saat ini masih terjadi diskusi intensif pihak Grab dengan Bank Indonesia. Harapannya izin untuk GrabPay segera keluar dan pengguna kembali bisa memanfaatkan GrabPay untuk keperluan mereka sehari-hari.

“Untuk izinnya kita masih dalam proses. Kita diskusi intensif terus dengan bank Indonesia. Tentunya bank Indonesia menghargai inisiatif kami ini. dan melihat juga bahwa ini sejalan dengan misi bank Indonesia kan, yaitu menuju cashless society. Jadi tentunya bank Indonesia memberikan perhatian yang cukup besar untuk bisa dalam proses perizinan ini bagaimana kita menyelesaikan dengan cukup cepat,” jelas Ongki.

Menuju masyarakat non tunai

Diakui atau tidak hadirnya startup yang membawa layanan non tunai masing-masing seperti GrabPay, GO-PAY, TokoCash, dan ShopeePay membantu pemerintah memasyarakatkan penggunaan uang non tunai. Bak gayung bersambut, sejak dicanangkan pada tahun 2014 silam gerakan nasional non tunai diikuti dengan perkembangan bisnis dan teknologi.

GrabPay dan beberapa layanan non tunai lainnya adalah contoh nyata sumbangsih dari pebisnis startup untuk mengedukasi masyarakat tentang keunggulan dan kelebihan penggunaan layanan non tunai. Terlebih startup-startup tersebut mulai mengembangkan bisnis secara horizontal sehingga menyasar lebih banyak segmen. Kemudahan tentu menjadi dasar didorongnya penggunaan uang non tunai. Keunggulan lain yang selama ini digadang-gadang adalah keamanan.

Application Information Will Show Up Here

Ekspansi Grab Capai Papua, Babak Baru Layanan On-Demand ataukah Persaingan Layanan Pembayaran?

Grab baru saja mengumumkan total ekspansi layanannya di Indonesia yang kini telah mencapai 75 kota. Ekspansinya kali ini berhasil mengukuhkan perluasan layanan Grab dari Aceh hingga Papua. Secara bisnis global, Grab sendiri saat ini sudah memiliki basis di Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Myanmar.

“Layanan Grab di kota-kota terbaru akan senantiasa mengikuti aspek-aspek keselamatan yang telah kami tetapkan, mulai dari kegiatan operasional harian, pelatihan pengemudi hingga fitur-fitur teknologi di mana keselamatan merupakan prioritas bagi Grab. Saat ini jangkauan layanan tersebar di tujuh negara dengan lebih dari 60 juta unduhan,” papar Mediko Azwar, Marketing Director Grab Indonesia.

Aceh-Papua.EDM

Potensi layanan on-demand di luar kota besar

Dengan total ekspansi ini, persaingan pun kini terasa semakin nyata. Lawan bisnisnya GO-JEK kini telah resmi memiliki basis di 50 kota di Indonesia, sedangkan Uber mengklaim telah memiliki kehadiran di 32 kota di Indonesia. Ekspansi ini menjadi penting dilakukan, pasalnya para pemain on-demand tersebut, khususnya GO-JEK dan Grab, tampak mulai “memainkan” model bisnis untuk menciptakan peluang baru. Salah satunya potensi e-money untuk visi layanan end-to-end.

Hal ini bukan tanpa tantangan, karena menariknya mereka akan dihadapkan pada proses manuver adaptasi khususnya di kota-kota kecil. Dua hal yang menjadi tantangan utama, mengonsolidasikan regulasi dan kultur setempat.

Beberapa waktu lalu GO-JEK melakukan ekspansi ke Magelang, Jawa Tengah. Pemerintah setempat melakukan penutupan kantor perwakilan di wilayah tersebut, menyusul protes yang dilakukan oleh para pemain transportasi konvensional.

Terkait penolakan, di kota besar seperti Yogyakarta pun masih ada. Hanya saja kebutuhan masyarakat dengan transportasi berbasis aplikasi yang lebih besar, menjadikan pertimbangan dilakukan secara berimbang. Menyelamatkan transportasi yang sudah ada, sembari tetap membiarkan layanan on-demand beroperasi.

Benarkah e-money akan menjadi tujuan utama?

Dalam sebuah kesempatan, DailySocial pernah melakukan survei terhadap pengguna ponsel pintar dari beberapa wilayah di Indonesia. Survei tersebut menanyakan seputar tanggapan kehadiran layanan on-demand dan faktor apa yang menjadikan mereka menyukai layanan tersebut.

Dari 1024 responden pengguna ponsel pintar di Indonesia, 71,08 persen mengaku pernah menggunakan layanan ojek berbasis aplikasi. Faktor fleksibilitas dan kenyamanan menjadi dua hal yang melandasi mereka untuk nyaman dengan jasa tersebut.

Dari dua faktor tersebut, jika ditelisik lebih dalam salah satu yang membuat mereka merasa lebih fleksibel dan nyaman ialah model satu pintu yang diterapkan. Mulai dari proses pemesanan, pembayaran, hingga penilaian terhadap pengguna semua menyatu dalam satu aplikasi. Ini menjadi proses yang lebih transparan dan terukur daripada apa yang diterapkan sebagai SOP layanan transportasi konvensional.

Dari basis bisnis transportasi, penyedia layanan pun tidak berhenti di sana, namun melakukan “eksploitasi” lebih dari itu, menghadirkan layanan jasa pemesanan dan pengantaran makanan, paket, perbelanjaan, hingga menghubungkan dengan penyedia jasa khusus seperti kebersihan dan kecantikan.

Pola tersebut membawa konsumen dengan ketergantungan di satu buah layanan, all-in-one services app. Semua lebih terukur dan ada jaminan untuk setiap layanan yang diterapkan. Membuat orang terdorong untuk nyaman menggunakan berbagai jenis layanan tersebut.

Saat pola ini terbentuk, sistem e-money bergerak menjadi “pahlawan”. Apalagi sistem poin dan diskon juga terus digencarkan.

22364b4575ee080cf23b5d675b123f6f_Layanan-on-demand-makin-populer-di-kalangan-masyarakat-Indonesia-GO-JEK

Berharap lisensi e-money dari sepak terjang Kudo

Tokopedia dengan TokoCash, Bukalapak dengan BukaDompet, Shopee dengan ShopeePay, hingga layanan PayTren besutan Yusuf Mansur sudah kena “lampu kuning” dari Bank Indonesia. Medium digital mereka telah memutarkan jumlah uang masyarakat yang cukup besar.

Menurut Bank Indonesia, dana kelolaan lebih dari Rp1 miliar harus memiliki legitimasi lisensi. Ini terkait jaminan risiko pengelolaan dana publik. GO-JEK dulu memilih mengakuisisi MV Commerce Indonesia dan memindahkan lisensi ke PT Dompet Anak Bangsa sebagai perusahaan legal di balik layanan GO-PAY.

Pasca akuisisi Kudo, Grab memang dikabarkan terus mendorong untuk mendapatkan lisensi e-money dari Bank Indonesia. Kabar ini kian diperkuat dengan perekrutan Ongky Kurniawan menjadi Managing Director GrabPay Indonesia. Menjadi sebuah indikasi keseriusan Grab mengelola layanan GrabPay di Indonesia. Butuh perjuangan untuk ke arah sana, karena BI tidak mudah merilis lisensi tersebut.

Sejauh ini, selama hampir 5 tahun, baru 26 perusahaan yang mendapatkan lisensi e-money. Perebutan lisensi e-money membuka babak baru antara layanan on-demand dan e-commerce sambil mengakuisisi pasar di Indonesia.

Ongki Kurniawan Resmi Jadi Managing Director GrabPay Indonesia

Grab akhirnya meresmikan Ongki Kurniawan, sebelumnya Managing Director LINE Indonesia, sebagai Managing Director GrabPay Indonesia. Penunjukan posisi senior ini dianggap akan membantu GrabPay dalam membangun kemitraan yang kuat di seluruh ekosistem, mempercepat integrasi Kudo dengan Grab, dan melanjutkan perluasan pasar online dan jaringan mitra bisnis kecil Kudo.

Dalam pernyataan resmi, Head of GrabPay Jason Thomson mengatakan bahwa Grab senang dengan kehadiran Ongki untuk mengembangkan GrabPay dan mempercepat inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia. Dengan pengalaman yang dimiliki Ongki mencakup telekomunikasi, pembayaran, media sosial, dan e-commerce, menurutnya akan memperkuat manajemen lokal tim Indonesia.

“Pemahaman mendalam Ongki akan membantu kami dalam mengubah GrabPay menjadi platform pembayaran mobile yang paling relevan dan paling banyak digunakan di Indonesia,” ucapnya, Senin (18/9).

Sebagai bagian tim manajemen Grab, Ongki akan secara langsung berada di bawah Jason. Grab Indonesia sendiri dipimpin Ridzki Kramadibrata selaku Managing Director.

Ongki juga akan bekerja dengan 150 engineer lokal, berlokasi di kantor pusat R&D Grab di Jakarta, untuk memecahkan solusi yang tepat demi membangun jaringan mitra yang luas untuk membangun solusi pembayaran terbaik bagi konsumen dan UKM Indonesia.

“Visi GrabPay untuk membawa seluruh masyarakat memasuki ekonomi digital, mulai dari kelas menengah hingga bisnis kecil di seluruh Indonesia, adalah salah satu cara untuk membantu mewujudkan target Indonesia menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara,” terang Ongki.

Sebelum memimpin operasional LINE di Indonesia, Ongki pernah memangku jabatan di XL Axiata sebagai Chief Digital dan Chief Technology Officer.

Terkait pengembangan GrabPay di Asia Tenggara, Grab mengungkapkan pembaruan program GrabRewards pada awal Agustus 2017 dengan menambah jumlah partner merchant menjadi lebih 150. Mereka juga meluncurkan sistem jenjang loyalitas terbaru yang dirancang untuk memberikan penghargaan lebih baik kepada para pengguna.

Di Singapura, pengembangan fitur GrabPay telah sampai pada fitur transfer dana kepada sesama pengguna dengan nomor telepon atau memindai kode (QR Code). Grab juga berencana untuk memperluas penggunaan GrabPay kepada lebih dari 1.000 merchant dengan menyasar pemain di industri makanan dan minuman (F&B), ritel, dan hiburan sampai akhir tahun ini.

Ongki Kurniawan Hengkang dari LINE Indonesia, Bakal Memegang GrabPay di Indonesia

Managing Director LINE Indonesia, Ongki Kurniawan, disebutkan sudah mengajukan pengunduran dirinya setelah menjabat sejak Juni 2016. Dari informasi yang beredar, Ongki akan memimpin bisnis GrabPay di Indonesia. Kami sendiri belum mendapatkan konfirmasi secara langsung, tapi sebelumnya kami telah memberitakan Grab menggunakan Kudo sebagai kendaraan legal untuk beroperasi sebagai entitas terpisah.

Selama menjabat sebagai pimpinan LINE, Ongki telah mengintegrasikan sistem uang elektronik Mandiri eCash ke dalam produk LINE Pay (menjadi LINE Pay eCash). Sebelum di LINE, Ongki pernah menjadi Chief Digital Services Officer XL Axiata.

GrabPay sebagai sebuah entitas tersendiri

Berbarengan dengan pengumuman akuisisi terhadap Kudo April lalu, Grab juga mengumumkan penunjukan Jason Thompson sebagai Head of GrabPay. Besarnya potensi layanan pembayaran ini membuat Grab tak ragu mengembangkannya menjadi entitas terpisah. Ekspansi tersebut kini hadir di Indonesia.

Pesaingnya, Go-Jek, sudah lebih dulu menjadikan Go-Pay sebagai perusahaan tersendiri, PT Dompet Anak Bangsa, pasca akuisisi terhadap pemegang lisensi e-money MV Commerce.

Yang menjadi tanda tanya berikutnya tentu bagaimana integrasi Kudo dan GrabPay, serta apakah dua pendiri Kudo, Albert Lucius dan Agung Nugroho, masih bertahan di perusahaan.

Kudo Dikabarkan Jadi Kendaraan Legal GrabPay di Indonesia

Setelah resmi mengumumkan akuisisinya atas Kudo sejak awal April lalu, Grab mulai memperlihatkan strategi bisnis atas langkahnya tersebut. Kudo disebutkan menjadi kendaraan legal untuk memperkuat penetrasi GrabPay di Indonesia. Sebagai sebuah layanan dompet digital, syarat kepemilikan lisensi e-money dari Bank Indonesia tentu menjadi dasar yang wajib diperjuangkan. Rumor lain adalah hadirnya Country Manager tersendiri untuk GrabPay di Indonesia, meskipun kami belum mendapatkan konfirmasi soal ini.

Hal ini bukan cara baru yang dilakukan perusahaan seperti Grab. Rivalnya di Indonesia, GO-JEK, melakukan hal serupa, dengan mengakuisisi MV Commerce untuk mendapatkan lisensi e-money dan memindahkan lisensi tersebut ke PT Dompet Anak Bangsa, sebuah unit bisnis terpisah yang khusus mengurusi GO-PAY.

Mendapatkan perizinan e-money bukan perkara mudah, sejauh ini yang telah terdaftar di situs BI baru 25 perusahaan saja, didominasi perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Kudo akan berperan sangat penting untuk Grab, kredibilitasnya di pasar Indonesia menjadi sebuah kendaraan berharga untuk menguatkan Grab dalam peperangan di industri ini.

Dua raksasa ride sharing ini memang tak lagi dihadapkan pada persaingan di vertikal layanan transportasi. Lebih dari itu, sistem pembayaran akan berkontribusi lebih maksimal bagi RoI (Return on Investment) bisnis.

Babak baru industri on-demand adalah tentang persaingan kekuatan sistem pembayaran GO-PAY dan GrabPay. Sementara rival lainnya, Uber, belum sampai pada titik tersebut di Indonesia.

Grab Resmi Akuisisi Kudo

Layanan on-demand Grab akhirnya resmi mengakuisisi Kudo dengan nilai yang tak disebutkan. Sebelumnya rumor kencang menyebutkan nilai transaksinya ini mencapai lebih dari $100 juta (lebih dari 1,3 triliun Rupiah). Disebutkan bahwa tim Kudo akan bergabung mengembangkan platform pembayaran GrabPay. Meskipun demikian, Grab tetap mendukung dan mengakselerasi penyebaran jaringan agen Kudo ke seluruh Indonesia.

Kudo yang diinisiasi di akhir 2014 adalah platform yang membantu orang-orang yang tidak memiliki akses ke sistem pembayaran digital untuk bertransaksi secara online, atau dikenal dengan istilah assisted commerce. Kekuatan Kudo adalah jaringan agen yang berjumlah ratusan ribu dan tersebar di seluruh Indonesia.

Langkah akuisisi ini merupakan bagian komitmen Grab4Indonesia senilai $700 juta yang dicanangkan awal Februari lalu. Dana tersebut bakal digunakan untuk membangun R&D Center dan beberapa inisiatif lainnya dalam 4 tahun ke depan.

Dalam pernyataannya, Grab menyebutkan, “Tim Kudo akan bergabung dengan Grab dan platform Kudo akan diintegrasikan dengan ekosistem pembayaran Grab [GrabPay]. Grab juga akan mendukung dan mengakselerasi ekspansi jaringan agen Kudo di seluruh Indonesia, dan meningkatkan jangkauan Kudo untuk membawa lebih banyak penumpang, pengemudi, dan pengguna GrabPay ke dalam platform Grab.”

 

Kepada DailySocial, CEO Kudo Albert Lucius mengkonfirmasi mereka tetap mengurusi bisnis assisted commerce. Albert mengatakan, “Tetap dua-duanya, assisted commerce dan pembayaran. Assisted commerce bakal menjadi contoh (use case) [sistem] pembayaran.”

GrabPay untuk layanan e-money

Peresmian Go-Pay dari Go-Jek sebagai platform e-money sebagai hasil akuisisi MV Commerce menambah tekanan terhadap GrabPay untuk menjadi platform pembayaran alternatif di Indonesia.

GrabPay telah mendukung top up melalui transfer bank, jaringan Alfamart Group, Mandiri eCash, dan Doku Wallet. Meskipun demikian, GrabPay belum mendukung top up melalui mitra pengemudi seperti halnya Go-Pay. Hal ini yang nampaknya bakal dibidik dengan pengintegrasian platform Kudo.

CEO Grab Anthony Tan dan CEO Kudo Albert Lucius / Grab
CEO Grab Anthony Tan dan CEO Kudo Albert Lucius / Grab

Tantangan GrabPay berikutnya adalah pemanfaatan GrabPay yang lebih luas, tak hanya untuk penggunaan transportasi. Penggunaan GrabPay untuk GrabFood misalnya, bakal meningkatkan nilai rataan transaksinya. Sinerginya dengan Lippo Group dan Kudo bisa mendorong pemanfaatan GrabPay untuk pembayaran layanan e-commerce.

Yang terakhir GrabPay seharusnya sudah bertransformasi menjadi layanan e-money berikutnya. Entah apakah mereka sudah mengajukan hal ini ke Bank Indonesia atau melakukan cara yang sama dengan akuisisi terhadap pemilik lisensi, GrabPay harus memiliki kemampuan yang setara dengan Go-Pay agar dapat bersaing.

Untuk meningkatkan fokus terhadap GrabPay sebagai produk potensial masa depan, Grab telah menunjuk Jason Thomson, yang sebelumnya pernah mengepalai unit Euronet untuk EMEA dan Asia, untuk memimpin divisi ini.

Application Information Will Show Up Here

Grab Permudah Layanan Pembayaran Non-Tunai Melalui GrabPay Credits

Ada yang baru dari layanan ride-sharing asal Singapura, Grab. Hari ini (29/11) Grab mengumumkan peluncuran layanan pembayaran non-tunai GrabPay Credits yang pada dasarnya merupakan ‘upgrade’ dari layanan GrabPay yang telah meluncur pada Januari 2016 silam. Lewat layanan yang baru tersedia di Singapura dan Indonesia ini, pengguna diberikan pilihan yang lebih banyak untuk melakukan top-up, mulai dari ATM hingga ke minimarket seperti Alfamart.

Sejak berganti brand menjadi Grab, ada banyak perubahan dan inovasi layanan yang dilakukan oleh pihak Grab untuk terus mengembangkan platform yang lebih kokoh di pasar Asia Tenggara. Salah satu inovasinya yaitu dengan mengembangkan GrabPay, cash-less digital wallet service, yang meluncur pada Januari 2016 lalu.

Namun, Grab tidak berhenti sampai di situ saja dan pada bulan Juli 2016 Grab mengumumkan untuk mengembangkan layanan pembayaran mobile non-tunai sebagai diferensiasi layanan dan pendorong keterlibatan pengguna lebih jauh terhadap layanan non-tunai. Pengembangan layanan tersebut pun melibatkan Lippo Group sebagai rekanan.

Ide dari pengembangan GrabPay sendiri pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan layanan digital wallet pada umumnya, yakni menawarkan tempat menyimpan “uang tunai” dalam bentuk digital untuk pembayaran sehari-hari. Namun, dalam hal ini adalah pembayaran untuk setiap layanan yang ditawarkan oleh Grab.

Pasar Asia Tenggara yang dibidik pun menjadi pasar yang penting dalam pengembangan layanan non-tunai mengingat kawasan ini kegiatan ekonominya masih didominasi dengan transaksi berbasis tunai. Dari total 620 juta penduduk di Asia Tenggara, berdasarkan data World Bank, hanya 27 persen dari jumlah penduduk yang memiliki rekening bank dan baru 9 persen orang dewasa yang telah memiliki kartu kredit.

Co-Founder Grab Hooi Ling Tan dalam keterangan media mengatakan, “Kami percaya bahwa menguasi metode pembayaran non-tunai merupakan hal yang sangat krusial bagi pencapaian misi kami, driving Southeast Asia forward, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat transisi menuju masyarakat non-tunai.”

“Sejak peluncuran GrabPay pada Januari 2016, [kami] telah menarik minat lebih banyak pengguna yang ditandai dengan pertumbuhan dua digit kami yang berkelanjutan dari bulan ke bulan […] sehingga memacu kami untuk menghadirkan GrabPay Credits yang memungkinkan setiap orang menikmati pembayaran non-tunai untuk setiap perjalanan,” lanjutnya.

GrabPay Credits sendiri pada dasarnya merupakan versi peningkatan dari GrabPay yang meluncur di tahun 2016. Kini, pengguna dapat melakukan top-up saldo GrabPay melalui saluran yang lebih beragam, mulai dari jaringan ATM lokal, transfer bank online lokal, layanan e-money Doku Wallet, Debit atau Credit Card (Visa dan MasterCard), dan tempat perbelanjaan (Alfamart, Dan+Dan, dan Lawsons). Sementara pilihan saldo yang tersedia untuk top-up yaitu Rp50.000, Rp 100.000, dan Rp200.000 atau jumlah mulai dari Rp50.000 hingga Rp999.999.

Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah, saldo dalam GrabPay Credits ini hanya bisa digunakan untuk perjalanan dengan Grab di negara tempat pembelian saldo. Menurut pihak Grab, ini demi kapatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan juga alasan keamanan.

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, “GrabPay Credits kini memungkinkan kami untuk meningkatkan aspek keamanan dan kenyamanan dari pembayaran non-tunai baik bagi penumpang dan pengendara kami. Penumpang tak lagi harus menggunakan uang tunai atau menunggu uang kembalian. […] Para pengemudi juga dapat mengurangi jumlah uang tunai yang dibawanya dan tidak perlu khawatir akan jumlah uang kembalian sehingga dapat lebih fokus dalam memberikan pengalaman berkendara terbaik.”

Dengan kehadiran GrabPay Credits, Grab terlihat lebih tegas dalam terjun ke layanan pembayaran non-tunai yang menyesuaikan kondisi masyarakat yang memiliki penetrasi kartu kredit sangat rendah.

Application Information Will Show Up Here

Grab: Kami Terus Berinovasi Mengembangkan Platform Yang Lebih Kokoh

GrabPay dan GrabWork adalah fitur baru yang diperkenalkan bersamaan ketika Grab melakukan rebranding perusahaannya beberapa hari yang lalu. Dua fitur andalan ini merupakan salah satu langkah bagi pihaknya untuk menjadi pilar yang akan menopang bisnis inti Grab di masa depan. VP of  Marketing Grab Cheryl Goh menyatakan bahwa pihaknya senantiasa melakukan inovasi untuk membawa layanannya sebagai platform yang terkemuka.

Kepada DailySocial, Grab memaparkan telah melakukan serangkaian percobaan fitur GrabPay yang pada awalnya dapat digunakan hanya untuk pembayaran GrabCar sejak bulan Desember tahun lalu. Namun seiring berjalannya waktu, fitur tersebut dapat digunakan untuk keseluruhan layanan Grab di sekitar bulan Februari ini. Opsi non-tunai memberikan kesempatan Grab untuk mengantisipasi gaya hidup digital masyarakat Indonesia meski penggunaan kartu kredit masih terbilang rendah.

“Kami bertujuan untuk membangun platform yang kokoh dan akan terus berupaya untuk mengembangkan dan melakukan inovasi platform kami. Uang tunai tentu masih akan menjadi primadona, namun kami tidak dapat menghiraukan permintaan atas metode pembayaran lain, dan seiring dengan semakin matangnya pasar, kami percaya bahwa akan semakin banyak orang yang akan memilih pembayaran non-tunai. Grab memberikan para penumpang kebebasan untuk memilih dengan metode pembayaran yang terbaik yang cocok dengan kebutuhan mereka. Penumpang dapat memilih untuk membayar secara tunai maupun non-tunai,” kata Cheryl.

Lebih lanjut, mengenai GrabPay, Grab terus menampung aspirasi sebagai dasar inovasi bisnisnya. Ketika ditanyai perihal metode pembayaran non-tunai selain kartu kredit, Grab juga membuka kesempatan jika pada akhirnya pengguna memiliki preferensi pembayaran dari payment gateway lainnya.

Perihal GrabWork yang merupakan fitur terbaru untuk menargetkan kalangan profesional, para pebisnis dan profesional yang menggunakan Grab untuk rapat dapat menandai perjalanan bisnis mereka dengan mudah sehingga membantu proses klaim pengeluaran bisnis.

Saat ini, seluruh pengguna Grab dapat menandai perjalanan bisnis mereka menggunakan kode/deskripsi. Para pengguna Grab dapat mengunduh struk perjalanan mereka yang telah terkonsolidasi untuk klaim pengeluaran mereka. Para pengguna dapat membayar tarif normal GrabTaxi/Car/Express/Bike dan tidak akan dikenakan biaya administrasi.

“Struk tersebut pada dasarnya sama dengan yang reguler, namun para karyawan memiliki pilihan untuk mengisi kode dan deskripsi perjalanan mereka sebagai perjalanan bisnis,” paparnya.

Perusahaan yang ingin mendaftarkan kemitraannya bisa melalui Grab Passenger Hub. Proses validasinya akan mulai diterapkan setelah fitur-fitur lain diluncurkan nanti yang akan dibantu prosesnya oleh pihak Grab.

“Kami gembira mengetahui bahwa respon pengguna Grab di Indonesia terhadap fitur GrabPay dan GrabWork sangat positif. Kami akan terus mendengarkan masukan dari para pengguna sehingga kami dapat melayani dengan lebih baik,” tutup Cheryl.