Bisa Menstimulasi Otak, Headphone Halo Sport Buat Anda Jadi Atlet yang Lebih Baik

Banyak atlet profesional menggunakan perangkat wearable untuk meningkatkan performa fisik mereka, namun sebuah device buatan tim Halo Neuroscience melakukannya dengan cara berbeda. Teknologinya sangat kompleks, dan sudah melewati proses pengembangan selama bertahun-tahun hingga akhirnya dilepas ke tangan end-user di penghujung tahun 2016 silam.

Sebelumnya dijual secara eksklusif buat para atlet Olimpiade dan kalangan militer, Halo Neuroscience mulai menawarkan Halo Sport ke konsumen umum. Halo Sport adalah headphone berkemampuan canggih: sanggup menstimulasi area di otak yang terhubung ke fungsi gerakan otot, membuat olahraga jadi lebih optimal. Headset ini memengaruhi empat aspek di tubuh kita: kekuatan, daya ledak otot, ketahanan, dan memori otot.

Caranya? Halo Sport mampu mengirim gelombang listrik ke motor cortex, yaitu bagian otak yang mengendalikan gerakan tubuh, dan mengubah sel-sel di sana ke kondisi hyperplastic – pada dasarnya membuat otak jadi lebih tanggap terhadap gerakan fisik. Teknologi ini bukan sekedar teori fiksi ilmiah, sudah diuji dan dibuktikan hasilnya. Dan Anda tak perlu cemas soal efek jangka panjang pada kesehatan; solusi ini sangat aman, telah memperoleh sertifikasi ISO 13485 dan ISO 14971.

Halo Sport 1

Halo Sport ialah headphone over-ear, tersusun atas kombinasi bahan pastik dan logam fleksibel. Meski terlihat besar, bobotnya ringan. Di sana, produsen membubuhkan ear cup terbuka berukuran 3,5-inci, memadunya bersama bantalan empuk berlapis kulit sintentis. Dengannya, Anda tetap bisa mendengar suara-suara di sekitar, cocok digunakan saat Anda sedang belari atau bersepeda. Headphone menyimpan unit baterai internal, bisa di-charge via port microUSB, dan dapat menyajikan sesi neuropriming selama 20 menit sebanyak delapan kali.

Halo Sport 2

Tentu saja Halo Sport juga bisa menghidangkan musik. Namun meski headset dibekali sambungan Bluetooth, ia hanya bisa tersambung ke player via kabel. Koneksi wireless diracik secara eksklusif buat menyambungkan Halo Sport ke aplikasi companion di perangkat bergerak.

Aplikasi tersebut memandu Anda melewati proses instalasi dan memberi arahan agar Halo Sport terpasang sempurna. Jika kurang pas, app akan segera memberi tahu, dan Anda bisa memasangnya hingga tonjolan-tonjolan di bagian dalam headband betul-betul menyentuh kulit kepala. Di sana, Anda bisa memilih mode serta me-setting untuk memfokuskan olah fisik ke seluruh tubuh atau organ tertentu seperti jari dan tangan.

Halo Sport sudah bisa dipesan di situs Halo Neuroscience, dijual seharga US$ 750.

Sumber: Haloneuro.com.

Mindset Adalah Headphone Pintar yang Bisa Meningkatkan Konsentrasi Anda

Konsentrasi ialah hal yang sulit diraih di tengah ramainya lingkungan, dan ia menjadi komoditas berharga ketika kantor tak lagi jadi satu-satunya lokasi bekerja. Di sekitar kita, berbagai hal bisa mengurangi fokus, dan suara boleh dibilang merupakan faktor terbesarnya. Banyak produsen kini memusatkan perhatiannya pada penyediaan headphone anti-gangguan.

Demi memberi solusi, satu tim asal Montreal melangkah lebih jauh. Mereka memperkenalkan Mindset, unit headphone yang dijanjikan mampu menjaga penggunanya tetap fokus dan bisa mengingatkan kita seandainya tingkat konsentrasi berkurang. Dalam menggarapnya, developer memanfaatkan sistem yang dipakai buat mengobati ADHD, serta melatih atlet seluncur indah dan astronot NASA.

Mindset 1

Mindset adalah headphone berteknologi electroencephalography, mampu membaca level konsentrasi lewat sinyal listrik di otak. Saat pikiran mulai terpecah, Mindset langsung mengeluarkan notifikasi. Sistem ini dirancang untuk melatih kita memelihara fokus dan mengelola gangguan, sehingga di waktu selanjutnya, kita bisa menangani faktor-faktor eksternal tak terduga secara lebih efektif.

Lewat kombinasi sensor EEG dan kemampuan machine learning, Mindset dapat mengetahui keadaan emosi, tingkat keresahan, serta stres secara real-time. Pengguna bisa menentukan jadwal kapan pekerjaan menuntut mereka untuk harus konsentrasi penuh. Lalu ketika intensitasnya berkurang, Mindset segera memberi tahu kita agar kembali menunaikan tugas utama. Semakin sering Mindset dipakai, device juga kian memahami Anda, dan akhirnya dapat memberikan saran bagaimana cara meningkatkan produktivitas. Inilah basis dari fungsi neurofeedback.

Mindset 3

Aspek desain dan kenyamanan juga menjadi perhatian demi menunjang fungsi utama Mindset. Produsen memanfaatkan ear cup high-end dengan engsel gyroscopic sehingga Anda tidak lagi merasa pusing akibat tekanan tak merata pada kepala. Lalu bahan microfiber di sana dipakai buat memastikan telinga tetap sejuk meski headphone dipakai seharian, jauh lebih efektif dari material kulit. Bagian headband dengan elektroda bertugas menjaga device mencengkeram kepala sembari menyajikan sensasi ‘tak berbobot’.

Mindset menyimpan driver sebesar 40-milimeter, teknologi audio persembahan Onkyo, didukung sistem active noise cancellation buat meredam bunyi-bunyian. Ia bisa tersambung ke PC atau smartphone via Bluetooth serta kabel AUX 3,5mm, serta ditenagai unit baterai internal 800mAh, diklaim mampu menjaga perangkat tetap aktif hingga delapan jam.

Headphone pintar Mindset bisa Anda pesan sekarang di situs crowdfunding  Kickstarter, dijajakan seharga mulai dari US$ 230 (harga retail-nya US$ 350), rencananya akan didistribusikan pada para backer di bulan Desember 2017.

[Review] Sennheiser HD 579, Headphone Over the Ear dengan Earpad dan Suara yang Nyaman

Ada banyak alasan untuk membeli headphone, kualitas suara, model, desain, brand dan satu lagi adalah kenyamanan penggunaan. Sennheiser 579 bagi saya kuat di unsur yang terakir, yaitu kenyamanan. Seperti apa pengalaman dalam mencoba headphone over (around) the ear dari Sennheiser ini? Simak artikel berikut.

Sennheiser HD 579

Desain

Tampilan desain earpad dari Sennheiser 579 adalah favorit saya. Ouval dan menutup keseluruhan telinga. Bahan yang disematkan pada earpad juga menjadi satu hal yang mencuri perhatian saya, dan jadi salah satu hal yang paling diingat. Bahan kain seperti yang dipilih Sennheiser di HD 579 menguatkan jenis suara yang dihasilkan, nyaman. Kelembutan bahan yang non kulit (atau imitasi kulit) ini menjadikan sentuhan earpad ke kulit terasa lembut. Untuk penggunaan waktu yang lama, headphone ini bisa jadi andalan.

Sennheiser HD 579

Headband atau gagang headphone hadir dengan kombinasi dua warna yang masih senada, yaitu abu-abu. Bahan yang dihadirkan juga cukup nyaman meski saya sendiri lebih memilih kalau bahannya disamakan dengan bahan earpad, yaitu dari bahan non leather. Meski demikian, kombinasi dua warna turunan, masih abu-abu namun ada perbedaan gradasi, memberikan kesan yang cukup baik untuk desain, apalagi senada dengan keseluruhan warna tampilan dari HD 579.

Untuk bagian luar dari earpad sendiri Sennheiser menghadirkan elemen logam dengan motif seperti tampilan speakser eksternal. Elemen logam utama berwarna hitam dengan aksen abu-abu termasuk ikom logo Sennheiser.

Sennheiser HD 579

Kombinasi tampilan ini menurus saya meski memberikan kesan sederhana namun tetap menonjolkan beberapa detail desain, seperti busa dan bentuk earpad ouval khas beberapa seri Sennheiser.

Suara

Dalam mencoba headphone ini, saya mendengarkan audio langsung serta dengan tambahan amplifier dari FiiO seri Fujiyama dengan lagu dari layanan Spotify (premium) kualitas maksimal.

Sennheiser HD 579

Pengalaman mendengarkan musik dengan HD 579 bagi saya adalah hasil suara yang cukup balance dengan pemisahan suara atau soundstage yang cukup terasa. Dengan suara low atau bass yang cukup terasa, seperti biasa ini menjadi khas dari Sennheiser. High terasa cukup namun bagi saya masih kurang maksimal. Sedangkan mid terasa cukup baik.

Suara audio terasa lembut, suara gitar yang cukup tajam saat musik rock sama sekali tidak menusuk. Saya mencoba beberapa lagu Queen, dan suara vokal terasa jelas, baik artikulasi atau ciri khas vokalis saat mengucapkan kata, bass juga cukup terasa. Pengalaman mendengarkan lagu pop seperti lagu Tak pernah padam – Sandhy Sandhoro jura terasa nyaman.

Sennheiser HD 579

Satu hal yang paling saya ingat saat mencoba headphone ini adalah kenyamanan. Ada dua hal yang memberikan kesan nyaman, yang pertama adalah audio-nya dan yang kedua adalah earpad. Kombinasi kedua hal ini menjadi satu kesatuan yang lengkap dan seperti menegaskan bahwa kenyamanan adalah satu benang merah yang ingin dihadirkan oleh HD 579.

Suara yang dihasilkan dari headphone ini agak terdengar ke luar, karena menurut situs resmi memang termasuk tipe open headphone. Namun suara yang keluar ini menurut pengalaman sama tidak sekeras open headphone lain yang pernah saya coba.

Saya juga mencoba bermain game dengan menggunakan HD 579, lebih tepatnya bermain Dota 2. Pengalaman audio yang dihasilkan menyenangkan dan menambah seru permainan dengan suara bass yang cukup terasa. Meski tentu saja headphone ini memang bukan diperuntukkan bagi game jadi tidak ada input mic.

Satu keluhan saya atas headphone ini hanya urusan jack, meski dalam kotak sudah tersedia converter untuk mencolokkan ke smartphone atau laptop namun jadinya cukup berat dan sering tidak sengaja terjatuh yang menyebabkan ujung jack terbentur benda atau lantai.

Sennheiser HD 579

Untuk siapa Sennheiser HD 579

Dengan harga yang ‘tidak terlalu’ mahal, masih di bawah 4 juta, headphone HD 579 dari Sennheiser ini menurut saya bisa menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang ingin mencari kenyamanan dalam menggunakan headphone untuk mendengarkan musik.

Earpad yang nyaman berbadu dengan suara yang dihasilkan, yang memberi kenyamanan juga, adalah dua kombinasi yang menurut saya menjadi unggulan. Beberapa ciri khas Sennheiser juga tetap melekat di HD 579, baik dari sisi desain atau audio, berupa bass.

Sennheiser HD 579

Sennheiser HD 579 dijual dengan harga 3.4 jutaan dan sedang diskon jika Anda membeli di Bhinneka.com (diskon 17% saat tulisan ini dipublikasikan).

Bang & Olufsen Luncurkan Headphone Bluetooth Baru yang Lebih Ekonomis

$500 adalah harga yang tergolong tinggi buat mayoritas konsumen, apalagi untuk sebuah headphone. Bang & Olufsen tahu betul bahwa tidak semua konsumen sanggup meminang Beoplay H9, wireless headphone unggulannya yang dirilis belum lama ini. Untuk itu, mereka rupanya telah menyiapkan alternatif yang lebih terjangkau.

Bernama Beoplay H4, ia masih mempertahankan gaya desain simpel dan kontemporer milik kakaknya yang lebih mahal tersebut. Perpaduan material yang digunakan juga masih bisa dikatakan premium, mencakup aluminium, stainless steel serta kulit asli pada masing-masing earcup berukuran besarnya.

Performanya ditopang oleh sepasang electro-dynamic driver berukuran masing-masing 40 mm, dengan respon frekuensi 20 – 20.000 Hz. Tidak seperti H9, H4 tidak dilengkapi fitur noise cancelling – sekali lagi demi menekan ongkos produksi dan menjadikannya lebih terjangkau di pasaran.

Beoplay H4 mengandalkan tiga tombol fisik untuk pengoperasiannya, bukan kontrol sentuh / Bang & Olufsen
Beoplay H4 mengandalkan tiga tombol fisik untuk pengoperasiannya, bukan kontrol sentuh / Bang & Olufsen

Pengoperasian H4 mengandalkan tiga buah tombol yang terdapat pada salah satu sisi earcup-nya. H9, sebagai perbandingan, mengandalkan kontrol sentuh. Bagi sebagian orang, penggunaan tombol fisik pada H4 bisa diartikan sebagai kekurangan, namun bagi sebagian lain, mereka justru akan merasa lega karena tidak perlu berhadapan dengan kontrol sentuh yang terkadang membingungkan sekaligus kurang responsif.

Beoplay H4 mengandalkan konektivitas Bluetooth 4.2. Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 19 jam penggunaan, dan waktu charging-nya hanya memakan sekitar 2,5 jam. Secara keseluruhan, bobotnya berkisar 235 gram.

Akan tetapi pertanyaan yang terpenting, seberapa terjangkau H4 jika dibandingkan H9? Well, Bang & Olufsen saat ini telah memasarkannya seharga $299, masih lebih mahal dibanding wireless headphone lain di pasaran, tapi semoga saja kualitas suaranya masih mencerminkan superioritas yang selama ini ditunjukkan Bang & Olufsen.

Sumber: The Verge dan Bang & Olufsen.

[Review] Mencoba Master & Dynamic MH40, Headphone Kekinian dengan Desain Keren

Meski agak tidak biasa, seingat saya, pekenalan saya pertama dengan nama Master & Dynamic adalah lewat Instagram. Tampilan foto dari headphone dengan logo M agak terpotong bagian pinggirnya ini selalu menggoda dan membuat penasaran untuk mencoba. Kesempatan itu akhirnya tiba, saat saya diberi kesempatan untuk menikmati Master & Dynamic MH40 selama beberapa waktu.

Kelengkapan boks dari Master & Dynamics MH40
Kelengkapan boks dari Master & Dynamic MH40

Seperti halnya saya cukup terpukau dengan foto-foto dari headphone all ear ini, kenyataan yang saya hadapi saat mencoba langsung kurang lebih sama, bahkan melebihi bayangan saya, karena bisa merasakan langsung build headphone, kualitas material termasuk boks yang cukup mewah dan berukuran besar.

Desain

Tampilan desain dari pinggir Master & Dynamics MH40
Tampilan desain dari pinggir Master & Dynamic MH40

Salah satu keunggulan utama dari headphone ini, menurut pandangan saya, adalah desainnya. Keren, materialnya juga baik, dan pad headphone nyaman saat digunakan. Desain industrial yang dipilih juga saya pikir sesuai dengan nuansa brand yang ingin dibangun serta pasar yang ingin disentuh, kalangan metropolitan menengah atas yang membutuhkan headphone dengan desain super keren dan berkualitas serta output suara yang lumayan baik.

Bentuk yang dihadirkan di Master & Dynamic MH40 ini tidak berbentuk bulat namun juga tidak ouval seperti beberapa seri dari Sennheiser. Lebih ke arah lonjong. Material logam yang ada di perangkat ini memang membuat jadi terasa berat tetapi di sisi lain mendukung keseluruhan tampilan desain yang dihadirkan. Berbagai bagian keras di headphone hadir dengan elemen logam dan rumah earpad dari aluminum. Kabel yang hadir juga tampil selaras dengan desain keseluruhan headphone, menjadikan tampilan dari MH 40 ini memang benar-benar keren.

Earpads dan headband Master & Dynamics MH40
Earpads dan headband Master & Dynamic MH40

Material pendukung lain yang menambah cantik desain MH40 adalah dari balutan kulit yang menutup berbagai bagian dari headphone. Termasuk di headband, baik sisi interior atau eksterior atau yang ada pada ear pads. Unit yang saya coba berwarna hitam, secara kasat mata tidak akan terlalu terlihat perpaduan yang menarik untuk desain tampilan, bisa jadi akan lebih bagus untuk yang warna coklat. Namun saat menyentuh headphone dan merabanya, Anda akan mengerti mengapa saya menjadikan unsur desain serta material sebagai yang paling menonjol di MH40.

Pengalaman mendengarkan musik

Tampilan dengan kabel dari Master & Dynamics MH40
Tampilan dengan kabel dari  MH40

Seperti biasa, untuk urusan memberikan review singkat atas pengalaman penggunaan headphone, saya harus memberikan informasi tentang jenis audio dan perangkat yang saya gunakan untuk memutar lagu.

Seperti yang sudah-sudah, saya menggunakan layanan streaming Spotify Premium dengan kualitas musik paling tinggi untuk memutar lagu. Sedangkan player yang saya gunakan mulai dari smartphone, iPod touch (generasi 5) sampai dengan laptop (Windows dan Mac). Dengan penambahan portable amplifier dari FiiO (seri Fujiyama) untuk penguat output audio.

Menurut pengalaman yang saya rasakan saat mendengarkan lagu dengan Master & Dynamic MH40 antara lain adalah bass yang terasa cukup dominan, detail yang juga cukup terasa serta suara vokal yang jernih. Namun untuk soundstage – yang memberikan pengalaman pemisahan suara, bagi saya terasa kurang. Alhasil pengalaman yang saya alami ketika mendengarkan musik, meski merasa nyaman dengan kualitas pad, terasa ada yang kurang.

Kabel dari Master & Dynamics MH40
Kabel dari Master & Dynamic MH40

Penggunaan ampli juga saya pikir menambah kualitas suara yang dihasilkan, ini bisa jadi karena pemutar musik yang saya gunakan tidak memiliki output audio yang terlalu baik. Saat menggunakan ampli, maka kualitas suara yang hadir terasa lebih baik.

Meski ada kekurangan, namun secara keseluruhan, pengalaman mendengarkan lagu dengan MH40 menyenangkan, apalagi dengan ear pad yang sangat lembut jadi nyaman saat menempel di pinggiran kuping. Jika Anda mendengarkan di ruang terbuka semacam kafe, bisa jadi desain yang hadir dari MH40 akan memberikan kepercayaan tersendiri karena hadir dengan desain yang akan mencuri perhatian.

Detail yang menyenangkan

Boks kabel dibungkus kulit - Master & Dynamics MH40
Boks kabel dibungkus kulit – Master & Dynamic MH40

Masih dari sisi penampilan, kali ini saya cukup berbahagia dengan berbagai detail yang memang diperhatikan oleh Master & Dynamic untuk dijasikan pada MH40, mulai dari dari ujung kabel jack, sampai dengan penempatan logo di beberapa permukaan elemen dari headphone. Semua membuat tampilan MH40 sangat menyenangkan untuk dipandang. Saya juga menyukai desain semacam grip yang ada di ujung kabel jack serta yang ada di bagian ujung headband. Satu yang kurang saya sukai adalah cara mengencangkan dan mengendurkan posisi headband dengan cara digeser, serasa kurang pakem karena kita tidak bisa mengunci setelah memilih posisi yang diinginkan.

Beberapa kelengkapan yang hadir dalam boks, seperti tas kecil untuk membawa headphone ini saat mobile juga terasa hadir dengan nuansa premium. Tidak hanya itu, kotak boks yang membungkus MH40 serta kotak kabel yang dibungkus leather adalah beberapa elemen premiun lain yang hadir sebagai pelengkap.

Beberapa detail dari Master & Dynamics MH40
Beberapa detail dari Master & Dynamic MH40

Untuk siapa Master & Dynamic MH40 ditujukan

Menurut pendapat saya, MH40 disediakan bagi mereka, para penikmat audio yang menginginkan kualitas musik baik, berkantong tebal dan ingin mendapatkan kualitas desain yang di atas rata-rata serta tampilan fisik yang sangat baik.

Dari sisi suara, bisa jadi para audiophile akan memilih perangkat lain dengan range harga yang sama, tetapi kekuatan MH40 dari sisi desain cukup menutupi kekurangan kualitas suaranya, yang sebenarnya tidak jelek tetapi masih bisa disaingi dengan headphone seharga sama atau yang lebih murah.

Master & Dynamics MH40
Master & Dynamic MH40

Master & Dynamic MH40 dengan warna hitam seperti yang saya coba dijual di toko online tanah air seharga 5.400.000 rupiah.

Audio-Technica Luncurkan Dua Headphone Bluetooth Baru, DSR9BT dan DSR7BT

Mulai dari kalangan musisi sampai audiophile, mereka pasti mengenal yang namanya Audio-Technica. Sejak didirikan di tahun 1962, perusahaan perangkat audio asal Jepang tersebut telah berinovasi dan melahirkan sejumlah produk legendaris macam headphone ATH-M50.

Di awal tahun 2017 ini, mereka mencoba mengarahkan inovasinya ke ranah yang sedang hot, yakni wireless headphone. Dua headphone sekaligus mereka kerahkan untuk mencuri perhatian pengunjung CES 2017, yakni ATH-DSR9BT dan DSR7BT.

Keduanya terkesan sangat menarik karena, di saat pabrikan-pabrikan lain berlomba menciptakan headphone/earphone yang dilengkapi komponen DAC (digital-to-analog converter) terintegrasi guna mem-bypass DAC milik ponsel dan pada akhirnya menyuguhkan kualitas suara yang lebih baik, Audio-Technica lebih memilih untuk melupakan ide tersebut dan membuangnya jauh-jauh pada DSR9BT dan DSR7BT.

Sebagai gantinya, disematkanlah teknologi Pure Digital Drive yang berasal dari chipset khusus. Fungsinya? Membaca sinyal digital secara langsung, yang berujung pada peningkatan efisiensi daya sekaligus reproduksi suara yang lebih alami dan akurat.

Secara teknis, keduanya sanggup mengatasi file audio dalam resolusi 24-bit/48kHz, atau 24-bit/96kHz ketika tersambung via kabel USB. Beragam codec turut mereka dukung, termasuk aptX HD, AAC maupun SBC, sedangkan konektivitas NFC dimaksudkan untuk mempermudah proses pairing dengan ponsel ataupun perangkat sumber audio lainnya.

Baik DSR9BT maupun DSR7BT sama-sama mengemas unit driver berlapis material karbon yang menyerupai berlian guna meminimalkan distorsi. Material berlian sendiri bukan benda asing di industri audio, dimana pabrikan banyak mengandalkan material tersebut pada speaker kelas high-end besutannya.

Kedua headphone Bluetooth ini rencananya akan segera dipasarkan mulai bulan depan seharga €599 untuk DSR9BT dan €349 untuk DSR7BT. Perbedaan utama keduanya terletak pada jumlah voice coil yang dipakai, dimana DSR9BT mengemas empat buah, sedangkan DSR7BT cuma satu saja.

Sumber: The Verge.

Bang & Olufsen Kembali Hadirkan Headphone Bluetooth, Kali Ini dengan Noise-Cancelling

Noise cancelling oh noise cancelling, betapa engkau mendominasi topik perbincangan seputar wireless headphone. Memang benar, belakangan teknologi pemblokir suara ini kerap dijadikan senjata andalan produsen headphone. Salah satunya adalah Bang & Olufsen, yang baru-baru ini memperkenalkan Beoplay H9.

Beoplay H9 merupakan suksesor dari H7 yang dirilis di tahun 2014. Kala itu, H7 dinilai cukup banyak orang sebagai salah satu wireless headphone terbaik, memadukan aspek kenyamanan dan kualitas suara dengan desain yang manis di mata. Pun begitu, kesannya masih ada satu fitur yang ketinggalan, apalagi kalau bukan noise cancelling itu tadi.

Secara fisik, hampir tidak ada yang berubah dari H7. Bergaya over-ear, bantalannya yang tebal dan empuk akan menyelimuti daun telinga pengguna secara menyeluruh. Untuk menavigasikan musik, menyesuaikan volume atau menerima panggilan telepon, pengguna tinggal menyentuh atau mengusap sisi earcup-nya.

Kontrol Beoplay H9 mengandalkan panel sentuh yang tertanam di sisi earcup / Bang & Olufsen
Kontrol Beoplay H9 mengandalkan panel sentuh yang tertanam di sisi earcup / Bang & Olufsen

Satu-satunya perubahan yang dibawa H9 adalah teknologi active noise cancelling (ANC), dimana kini tertanam mikrofon ekstra di sisi luar earcup guna mengeliminasi suara luar. Kapanpun pengguna mau, fitur ini bisa dinyala-matikan menggunakan panel sentuh itu tadi.

H9 dapat beroperasi selama 14 jam nonstop dengan fitur ANC dalam keadaan aktif. Charging-nya memakan waktu sekitar tiga jam, namun pengguna juga bisa menggunakannya bersama kabel audio 3,5 mm standar. Supaya konsumsi baterainya lebih efisien, headphone akan mati dengan sendirinya saat sudah tidak digunakan beberapa lama.

Beoplay H9 dijajakan seharga $499, dan tersedia dalam dua pilihan warna. Kalau noise cancelling tidak menjadi prioritas, ada Beoplay H7 yang dibanderol $100 lebih murah.

Sumber: Engadget dan Bang & Olufsen.

Ketika Headphone Dikawinkan dengan Smartphone, Lahirlah Vinci

Bagaimana Anda mendefinisikan sebuah headphone pintar? Yang paling gampang, headphone tersebut tidak boleh bergantung pada smartphone untuk bisa mengantarkan semua fungsinya. Namun pertanyaannya, apakah itu mungkin?

Well, tak usah bertanya-tanya lagi, sebab perangkat bernama Vinci berikut merupakan contoh yang paling tepat dari perkawinan sebuah headphone dan smartphone. Pengembangnya, Inspero Inc, percaya bahwa di masa yang akan datang headphone akan menjadi hub terpusat untuk dunia terkoneksi.

Vinci dapat memutar musik dari memory internal atau layanan streaming / Inspero Inc.
Vinci dapat memutar musik dari memory internal atau layanan streaming / Inspero Inc.

Utamanya, Vinci dapat memutar musik dengan sendirinya. Baik yang tersimpan dalam memory internal berkapasitas 16 GB-nya, atau yang berasal dari layanan streaming macam Spotify. Ya, Vinci bisa tersambung ke internet via Wi-Fi atau bahkan dengan dijejali kartu SIM.

Sisi kanan Vinci merupakan layar sentuh yang dapat mengenali beragam gesture untuk mengontrol playback. Pun demikian, pengguna juga bisa memanfaatkan perintah suara untuk berinteraksi dengan asisten virtual macam Siri atau Cortana, sekaligus mengakses beragam informasi seperti reminder, petunjuk arah dan masih banyak lagi.

Vinci mengandalkan teknologi berbasis cloud, sehingga pengembangnya yakin Vinci akan semakin cerdas seiring penggunaan. Pengadopsian teknologi machine learning memungkinkannya untuk memberikan rekomendasi yang lebih terpersonalisasi.

Vinci hadir dalam varian Pro yang mengemas memory lebih besar, active noise cancellation dan wireless charging / Inspero Inc.
Vinci hadir dalam varian Pro yang mengemas memory lebih besar, active noise cancellation dan wireless charging / Inspero Inc.

Namun Inspero rupanya belum mau berhenti sampai di titik tersebut; Vinci ternyata juga merupakan sebuah fitness tracker, lengkap dengan kemampuan heart-rate monitoring segala. Dengan begitu, Anda bisa meninggalkan smartphone dan smartwatch sekaligus di rumah saat hendak berolahraga.

Vinci juga bakal hadir dalam varian Pro yang menawarkan kapasitas penyimpanan dua kali lipat, active noise cancelling, dan wireless charging. Baterai kedua varian diyakini dapat bertahan hingga 15 jam playback dalam satu kali charge.

Saat ini Vinci Smart Headphones ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter seharga $99 selama masa early bird. sedangkan Vinci Pro dipatok $50 lebih mahal.

Biar Kecil, Headphone Marshall Mid Bluetooth Bisa Tahan Sampai 30 Jam

Kiprah Marshall di ranah headphone cukup sukses, terbukti dari keagresifannya dalam meluncurkan produk anyar. Baru bulan Februari kemarin, mereka memperkenalkan headphone wireless pertamanya, Major II Bluetooth. Sekarang, mereka sudah siap dengan model lain yang juga mengemas konektivitas nirkabel.

Headphone tersebut adalah Marshall Mid Bluetooth. Bertipe on-ear, dimensinya sedikit lebih ringkas ketimbang Major II Bluetooth. Desainnya sepintas mirip dengan kakaknya tersebut, tapi earcup-nya lebih membulat. Engselnya juga sedikit lebih elegan ketimbang milik Major II yang hanya berwujud batangan.

Tentu saja, kombinasi warna hitam dan emas, serta tekstur kulit jeruk yang sudah menjadi ciri khas Marshall masih melekat erat pada Mid Bluetooth. Bantalan empuk di bagian headband dan earpad memastikan pengguna tetap merasa nyaman meski headphone dipakai dalam durasi yang lama.

Memangnya selama apa? Kalau Anda kuat, Mid Bluetooth siap menemani Anda mendengarkan musik selama 30 jam nonstop, sebelum baterainya perlu diisi ulang. Kalau ternyata Anda cukup gila dan bisa melebihi batas tersebut, Mid Bluetooth masih bisa digunakan dengan kabel audio 3,5 mm standar.

Marshall Mid Bluetooth dilengkapi kenop analog untuk mengontrol playback, volume maupun menerima menolak panggilan telepon / Marshall
Marshall Mid Bluetooth dilengkapi kenop analog untuk mengontrol playback, volume maupun menerima atau menolak panggilan telepon / Marshall

Selain baterai, masih banyak keunggulan Major II Bluetooth yang dipertahankan di sini, termasuk halnya kenop analog untuk mengontrol playback maupun volume. Unit driver yang bernaung di dalamnya juga berukuran 40 mm, sanggup menyuguhkan suara dalam rentang frekuensi 10 Hz sampai 20 kHz.

Codec aptX turut didukung oleh Mid Bluetooth supaya kualitas suaranya tetap terjaga meski menggunakan koneksi Bluetooth yang amat terbatas kapasitas transfer datanya. Marshall sendiri menjanjikan karakter suara yang seimbang, dengan intensitas bass yang tidak berlebihan.

Marshall Mid Bluetooth saat ini sudah dipasarkan seharga $199. Tidak, Anda tidak harus berprofesi sebagai gitasi dan memiliki amplifier besutan Marshall untuk bisa membelinya.

Sumber: Digital Trends dan Marshall Headphones.

Headphone Modular Aiaiai TMA-2 Kini Bisa Dijadikan Wireless

Masih ingat dengan Aiaiai TMA–2, headphone modular yang menawarkan sebanyak 360 kombinasi? Dari ratusan kombinasi tersebut, rupanya opsi wireless tidak masuk dalam hitungan. Tapi ini bukan masalah besar, sebab desain TMA–2 yang modular memungkinkan Aiaiai untuk semudah meluncurkan modul Bluetooth dan menyulapnya menjadi wireless.

Modul Bluetooth tersebut datang dalam wujud headband H05, dirancang khusus untuk TMA–2. Bentuknya tidak jauh berbeda dari headband standar TMA–2, hanya saja tebalnya sedikit bertambah karena harus mengemas baterai berkapasitas sekitar 16 jam pemakaian serta semua komponen yang diperlukan untuk menyajikan konektivitas nirkabel.

Di dalamnya juga bernaung chipset Bluetooth 4.2 yang telah mendukung codec aptX-HD untuk kualitas suara yang lebih baik, serta mikrofon omnidirectional sehingga TMA–2 juga bisa difungsikan sebagai headset. Tersedia pula sederet tombol untuk mengontrol jalannya musik dan menerima panggilan telepon, serta port USB-C untuk charging.

Konsumen yang sudah terlanjur membeli Aiaiai TMA-2 hanya perlu membeli H05 Smart Headband, tak usah beli headphone baru / Aiaiai
Konsumen yang sudah terlanjur membeli Aiaiai TMA-2 hanya perlu membeli H05 Smart Headband, tak usah beli headphone baru / Aiaiai

Pengguna TMA–2 sama sekali tidak perlu membedah headphone-nya secara menyuluruh. H05 menyambung ke earcup via sepasang jack di kiri dan kanannya. Ia pun juga bisa dipasangi kabel seandainya baterainya tiba-tiba habis.

Apa yang dilakukan Aiaiai ini sejatinya sangat berbeda dibanding produsen headphone lain. Umumnya, pabrikan akan meluncurkan versi wireless dari headphone andalannya. Alhasil, kita sebagai konsumen harus benar-benar membeli headphone baru demi kenyamanan yang ditawarkan versi wireless-nya.

Kasusnya berbeda di sini. Konsumen yang sebelumnya sudah terlanjur membeli Aiaiai TMA–2 hanya perlu menjadi backer di Kickstarter dan menyiapkan dana ekstra sebesar $90 untuk mendapatkan H05 Smart Headband dan mengubah headphone kesayangannya menjadi wireless. Yang belum, satu paket TMA–2 beserta H05 Smart Headband bisa didapat seharga $185 selama masa early bird ini.