Northstar Group Secures First Round of Its Fifth Fund, Targeting 12.5 Trillion Rupiah

The private equity company, Northstar Group has just announced the first round of Northstart Equity Partner V Limited fund (Northstar V). The fifth fund is to focused on the early-stage to growth-stage startups in Indonesia and Southeast Asia.

The first round has represented one third of Northstar V target at US$800 million or equivalent to 12.5 trillion Rupiah, following the two previous flagship funds. In this first round of Northstar V, Northstar Group has raised over US$2 million managed funds.

Some investors come from sovereign wealth funds, insurance companies, institutional investors, family offices, and other high-net-worth individuals.

“As a regional investment company, we set three investment lines for Northstar V, namely financial services, consumers, and digital economy; based on an analysis of insight market data and our experience in tagging along the company’s portfolio,” Head of Corporate Affairs Northstar Group Hiro Whardana told DailySocial.

Furthermore, he mentioned the representation plans, “At the planning stage, we are yet to define specific percentages for each investment line. The selection of funds will be based on our analysis regarding the balance of potential return and investment risk.”

As previously mentioned, Northstar portfolios are quite diverse. In terms of digital landscape, they also invest in some startups, including Gojek, Zenius Education, and three Vietnam-based startups named UPgen, Tiki.vn, and Topika.

“Specifically for the early-growth stage startup, we are currently focusing on the existing portfolio, however, there is always a possibility to explore more deals,” he added.

Northstar Group was founded in 2003 by Patrick Walujo and Glenn Sugita. In 2006, Northstar Group raised its first funding, Northstar Equity Partners (NEP) Limited for US$ 110 million. Followed by NEP II (US$ 285 million) in 2008, NEP III in 2011 (US$ 820 million), and NEP IV in 2014 (US$ 810 million). The company is backed by 27 professional teams in Singapore and Indonesia.

“The Indonesian market, and Southeast Asia in general, offer attractive medium and long-term investment opportunities supported by continuous rapid growth. It is driven by favorable demographic factors, increased consumption and economic standards of the citizen, and literature in education and digitalization,” Northstar Group’s Co-Founder & Managing Partner Patrick Walujo said.

Glenn Sugita, Northstar Group Co-Founder & Managing Partner added, “In this uncertain situation, we want to be the capital provider and partner of choice for business owners in managing challenges and maximizing opportunities in the future. We will continue to bring not only capital to our portfolio companies but also the expertise and experience we have gained in various sectors and business cycles.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Northstar Group Bukukan Tahap Pertama “Fund” Kelimanya, Targetkan Dana 12,5 Triliun Rupiah

Perusahaan private equity Northstar Group baru-baru ini mengumumkan telah merampungkan tahap pertama pendanaan Northstar Equity Partner V Limited (Northstar V). Fund kelima ini akan difokuskan untuk berinvestasi di perusahaan tahap early stage dan growth yang berada di Indonesia dan Asia Tenggara.

Tahap pertama pendanaan ini merepresentasikan sekitar sepertiga dari total target Northstar V sebesar US$800 juta atau setara 12,5 triliun Rupiah, serupa dengan dua flagship funds Northstar sebelumnya. Dengan perampungan tahap pertama Northstar V, Northstar Group kini memiliki lebih dari US$2 miliar dana kelolaan.

Beberapa investor yang turut mendukung termasuk dari kalangan sovereign wealth funds, perusahaan asuransi, investor institusional, family offices, serta investor high net worth individual.

“Sebagai perusahaan investasi regional, kami menetapkan tiga tema investasi untuk Northstar V, yakni financial services, consumers, dan digital economy; berdasarkan analisa dari insight data market dan pengalaman kami mendampingi portfolio company,” ujar Head of Corporate Affairs Northstar Group Hiro Whardana kepada DailySocial.

Lebih lanjut Hiro menjelaskan mengenai rencana pengucuran dana tersebut, “Pada tahap perencanaan, kami tidak secara spesifik mendefinisikan persentase untuk masing-masing tema investasi tersebut. Penentuan penggunaan dana  akan didasari oleh analisa kami mengenai keseimbangan potensi return dan risk investasi.”

Seperti diketahui, sebelumnya cakupan portofolio Northstar cukup beragam. Di lanskap digital, mereka berinvestasi kepada beberapa startup termasuk Gojek, Zenius Education, dan tiga startup asal Vietnam yakni UPgen, Tiki.vn, serta  Topica.

“Specific untuk early growth stage startup, saat ini kami masih akan lebih fokus pada portfolio yang ada, tapi tidak menutup kemungkinan untuk tetap melakukan eksplorasi deal yang ada,” lebih lanjut Hiro menjelaskan.

Northstar Group didirikan tahun 2003 oleh Patrick Walujo dan Glenn Sugita. Pada tahun 2006, Northstar Group menghimpun pendanaan pertamanya yaitu Northstar Equity Partners (NEP) Limited sebesar US$110 juta. Diikuti berturut-turut oleh NEP II (US$285 juta) pada 2008, NEP III di 2011 (US$820 juta) dan NEP IV di 2014 (US$810 juta). Perusahaan didukung 27 tim profesional di Singapura dan Indonesia.

“Pasar Indonesia, dan Asia Tenggara pada umumnya, menawarkan peluang investasi jangka menengah dan panjang yang menarik dengan didukung oleh kelanjutan pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan ini akan dipacu oleh faktor demografis yang menguntungkan, peningkatan konsumsi dan standar ekonomi masyarakat, serta kemajuan edukasi dan digitalisasi”, sambut Co-Founder & Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo.

Glenn Sugita, Co-Founder & Managing Partner Northstar Group menambahkan, “Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, kami ingin menjadi penyedia permodalan dan mitra pilihan bagi pemilik bisnis dalam mengelola tantangan serta memaksimalkan kesempatan di masa depan. Kami akan terus menghadirkan tidak hanya kapital untuk perusahaan portofolio kami, melainkan juga keahlian dan pengalaman yang kami dapatkan di berbagai sektor dan siklus bisnis.”

Passpod Sets Up “Joint Venture” with Weepay to Penetrate the Philippines Market

Passpod announces joint venture with Philippines’ payment company, Weepay. Partnership is Passpod’s strategic step to penetrate the country’s market.

Still, under the brand Passpod, and to run business in May 2019, this service should reach Philippines outbound traveler potentially reached 4.3 million trips by 2021 according to Mastercard’s Future of Outbound Travel in Asia Pacific report (2016-2021).

This is the second regional expansion step for the mobile Wi-Fi devices developer after receiving fresh funding through IPO. Previously, the CEO, Hiro Whardana confirms that they’ve opened an office in Singapore. Passpod also plans to expand to five countries this year.

“We’re very pleased to welcome this joint venture as a collaboration with Weepay which already popular in Philippines’ payment industry. It’ll facilitate Passpod to penetrate Philippines’ outbound travelers market which number keeps having significant increase year by year,” he added.

Philippines is the most interesting market for many Indonesian startups because of the similarity. Previously, Gojek has acquired Philippines’ payment startup, Coins.ph, although the on demand service operation were stuck by the current transportation authority.

Regarding Philippines’ selection as the target expansion, Whardana said, “The internet use for data is high, even higher than Indonesia. In addition, the awareness to travel abroad is also quite high.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Garap Pasar Filipina, Passpod Buat “Joint Venture” Bareng Weepay

Passpod (mengumumkan pembentukan joint venture dengan perusahaan pembayaran Filipina Weepay. Kemitraan untuk menjadi langkah strategis Passpod memasuki pasar negara tersebut.

Tetap mengusung brand Passpod dan bakal beroperasi bulan Mei 2019, diharapkan layanan ini dapat menjangkau outbound traveler Filipina yang potensinya disebut mencapai 4,3 juta perjalanan di tahun 2021 menurut laporan Mastercard’s Future of Outbound Travel in Asia Pacific (2016-2021).

Ini adalah langkah ekspansi regional kedua penyedia perangkat mobile Wi-Fi ini pasca perolehan dana segar melalui IPO. Sebelumnya CEO Hiro Whardana mengonfirmasi bahwa mereka telah membuka kantor di Singapura. Passpod sendiri berencana ekspansi ke lima negara tahun ini.

“Kami sangat senang menyambut kerja sama dalam bentuk joint venture dengan Weepay yang namanya sudah sangat populer di Filipina dalam bidang jasa pembayaran. Hal ini akan memudahkan Passpod untuk menggarap potensi pasar outbound traveler di Filipina yang jumlahnya terus mengalami pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun,” ujar Hiro.

Filipina termasuk menjadi negara tujuan ekspansi banyak startup Indonesia karena kemiripan pasarnya. Sebelumnya Gojek juga telah mengakuisisi startup pembayaran Filipina Coins.ph, meskipun operasional layanan on-demand-nya masih terganjal otoritas transportasi setempat.

Tentang pemilihan Filipina sebagai negara tujuan ekspansi, Hiro menyebutkan, “Penggunaan internet untuk kebutuhan data juga tinggi, bahkan lebih tinggi dari Indonesia. Selain itu, awareness mereka untuk bepergian ke luar negeri juga cukup tinggi.”

Application Information Will Show Up Here

Passpod Belum Melancarkan Akuisisi Terhadap Startup Rencana Perjalanan Asal Singapura Packdat

Menurut pemberitaan DealStreetAsia (paywall), salah satu perusahaan Indonesia yang sudah IPO, Passpod, telah mengakuisisi startup rencana perjalanan asal Singapura, Packdat. Tidak (belum) ada konfirmasi resmi dari pihak yang bersangkutan.

Ketika mengunjungi situs Packdat, kita akan disambut dengan pengumuman tegas pada latar belakang kuning berkilau dari kedua perusahaan. Sementara itu, menurut CEO Passpod, Hiro Whardana, mereka belum melancarkan akuisisi dan kedua perusahaan sedang terlibat kerjasama strategis untuk menempatkan fitur itinerari Packdat dalam platform Passpod.

Passpod berawal dari sebuah penyedia layanan Wi-Fi portabel lalu berkembang menjadi solusi menyeluruh bagi kebutuhan perjalanan. Perusahaan ini mulai melantai di bursa efek pada akhir Oktober 2018. Menggunakan dana segar dari IPO, Passpod merencanakan ekspansi ke lima negara di Asia Tenggara tahun ini.

Sebagai perusahaan yang sudah IPO, Passpod (ticker: YELO) bertanggung jawab untuk melaporkan hal-hal terkait merger dan akuisisi. Sampai saat ini, belum ada informasi, penyangkalan atau pengumuman resmi yang disampaikan melalui situs BEI.


Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Kristin Siagian as

Not Yet, Passpod Hasn’t Acquired Singapore’s Trip Planning Startup Packdat

According to DealStreetAsia (paywall)’s headline, Indonesia’s public-listed company Passpod has acquired Singapore’s trip planning startup Packdat. The confirmation is negative–not yet at least.

If we visit Packdat site, we will be greeted with bold announcement on bright shiny yellow background from the two companies. However, according to CEO Passpod Hiro Whardana, no official acquisition has been in place and both companies are currently engaged in strategic partnership to put Packdat’s itinerary feature inside Passpod platform.

Passpod was started as mobile Wi-Fi provider and has been growing into one-stop solution for travelling needs. It’s listed in IDX by the end of Oct 2018. With fresh money from the IPO, the company plans to expand to five Southeast Asia countries this year.

As a public-listed company, Passpod (ticker: YELO) is obliged to inform public for any M&A situation. So far no official information, whether to deny or acknowledge this situation, is presented in IDX site.

Application Information Will Show Up Here

4 Hal yang Perlu Diketahui tentang Startup IPO

Tak hanya melalui pemodal ventura, startup dapat mencari pendanaan baru melalui cara “konvensional” yang sudah banyak dipraktikkan korporasi, yakni dengan melakukan initial public offering (IPO). Kabarnya, Bursa Efek Indonesia memberi sejumlah kemudahan bagi startup yang ingin go-public.

Namun bagi Passpod, startup penyedia bisnis sewa WiFi portabel yang baru-baru ini melantai di bursa saham, hal ini tentu tidaklah mudah. Startup yang kini menyandang kode emiten “YELO” ini menilai ada keuntungan dan juga tantangan yang dihadapi untuk mencapainya.

Untuk mengetahui selengkapnya, simak cerita dan pengalaman yang dibagikan oleh Hiro Whardana, CEO Passpod, di sesi #SelasaStartup kali ini.

Alasan IPO dan besaran funding yang ingin dikumpulkan

Alasan utama yang mendorong Passpod melakukan IPO adalah pihaknya butuh pendanaan baru untuk menambah lebih banyak perangkat modem. Keputusan ini diambil setelah perusahaan berkali-kali mencoba menutupi biaya tersebut, mulai dari modal sendiri hingga biaya operasional (opex).

Dalam proses melakukan IPO, Hiro mengamati bahwa dana yang ingin dikumpulkan terbilang setara dengan pendanaan seri A. Karena hal itu pula, proses due dilligence terbilang lebih ketat ketimbang pendanaan setara seeds.

Menurut Hiro, jika melihat nilai pendanaan yang ingin dikumpulkan besar, startup perlu lebih rinci dalam menyiapkan berbagai hal berkaitan dengan bisnis perusahaan, seperti model bisnis dan risk management.

“Untuk raise funding sebesar itu, perusahaan harus punya size [pasar] tertentu,” ujarnya.

Rencana bisnis dan keuntungan menjadi perusahaan publik

Mengambil langkah untuk menjadi perusahaan publik tentu tidak mudah. Selain perlu persiapan matang, melakukan IPO membutuhkan biaya besar untuk menyewa notaris, akuntan publik, pengacara dan semua yang terlibat di dalamnya. Hiro sendiri menuturkan pihaknya merogoh kocek hampir 3 miliar Rupiah untuk itu semua, meskipun pembayarannya dapat diatur pencairannya.

Namun  penting untuk tidak terfokus pada IPO, melainkan rencana bisnis perusahaan di masa mendatang.

“Bukan IPO yang direncanakan, tetapi funding yang ingin dikumpulkan, untuk kapan dan berapa,” paparnya.

Ia juga mengungkap beberapa keuntungan menjadi startup yang go-public. Beberapa inovasi yang dilakukan memiliki limitasi regulasi dengan menjadi perusahaan publik. Misalnya, status perusahaan tetap tercatat sebagai perusahaan dalam negeri meskipun saham dibeli dari investor luar negeri.

“Ini menandakan ada kontrol kredibilitas, berarti kami sudah dicap sebagai perusahaan transparan. Justru ini mempermudah kami kalau ekspansi ke luar negeri.”

Kendali perusahaan paling utama

Ia mengungkap menjadi perusahaan publik memberinya opsi kuat untuk tetap memiliki kendali terhadap perusahaannya sendiri.

“Menurut saya, yang terpenting bagi startup [yang IPO] bukan jumlah sahamnya. Itu tetap penting, saham memang akan terdelusi, tetapi kita tetap punya kontrol terhadap perusahaan,” tuturnya.

Ia mencontohkan pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg yang tetap memiliki kontrol terhadap perusahaan meskipun tak lagi memiliki saham mayoritas di Facebook.

“Mungkin kami juga kurang sabar cari venture capital, [karena kalau VC] semua ingin kontrol. Justru kalau kami ingin kontrol untuk mengembangkan Passpod. Pasarnya masih besar, bayangkan dari 7 juta traveler, yang terkover penyewaan modem baru 200 ribu,” ungkap Hiro.

Kolaborasi Startup Tetap Diperlukan

Salah satu perubahan yang cukup signifikan ketika telah menjadi perusahaan publik adalah laporan keuangan. Perlu diketahui, perusahaan yang melantai di bursa diawasi oleh Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Segala aktivitas harus memiliki pertanggungjawaban lewat laporan keuangan.

Dengan budaya startup yang senang melakukan eksplorasi dan inovasi, menurut Hiro, hal ini tentu tidak bisa lagi dilakukan sembarangan.

“Ketika kami meluncurkan sesuatu, pasti itu akan reflektif ke laporan buku mendatang. Orang tidak bisa lagi main-lempar-jelek-buang,” tuturnya.

Agar tidak membatasi perusahaan dalam bereksplorasi dan mengembangkan inovasi, kolaborasi dengan startup lain perlu dilakukan. Dengan demikian, bisnis dan inovasi tetap bisa jalan beriringan.

“Yang menjadi tantangannya adalah gimana bisa scale up, tapi tetap agile. Nah, strategi agar tetap bisa agile dengan kolaborasi. Di Passpod, kami ada budget R&D yang digunakan untuk kerja sama dengan startup.”

Passpod Resmi IPO, Siap Ekspansi ke Lima Negara Tahun Depan

PT Yeloo Integra Datanet Tbk. (Passpod) resmi tercatat sebagai perusahaan terbuka di BEI dengan kode emiten YELO. Perseroan menjadi startup binaan IDX Incubator pertama yang melantai sejak masuk pada Februari 2018.

Passpod melepas saham baru sebanyak 130 juta lembar atau setara 34,21% dari modal yang ditempatkan. Harga penawaran saham dibuka Rp375, sehingga perseroan akan meraup dana segar sebesar Rp48,75 miliar.

Perseroan menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek dan Jasa Utama Capital dan Erdikha Elit Sekuritas sebagai penjamin emisi efek.

Dari dana segar tersebut, sekitar 70% bakal didigunakan untuk membangun pusat riset dan pengembangan (R&D) aplikasi (termasuk penambahan fitur), sisanya untuk pengembangan bisnis dan tambahan modal kerja. Perseroan akan melancarkan rencana ekspansi bisnisnya ke berbagai lokasi, termasuk dalam negeri maupun luar negeri.

Untuk rencana di dalam negeri, Direktur Utama Passpod Hiro Whardana menuturkan, perseroan akan merambah ke Bali pada kuartal pertama 2019. Selama ini perseroan baru hadir di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.

Untuk ke luar negeri, perseroan akan merambah setidaknya ke lima negara, yakni Malaysia, Singapura, Vietnam, Myanmar, dan Korea Selatan. Langkah ini menyasar turis mancanegara yang hendak bepergian ke Indonesia.

Ada beberapa kemitraan yang akan dipakai perseroan saat ekspansi ke luar negeri, yaitu kemitraan dengan perusahaan lokal, ada yang bentuk perusahaan patungan (JV), atau benar-benar hanya sebagai reseller.

Menurut Hiro, perseroan akan mencocokkan kembali model seperti apa yang paling cepat untuk dukung pertumbuhan perseroan. Contohnya apabila mengembangkan bisnis ke Myanmar atau Korea Selatan, butuh orang lokal untuk menerjemahkan produk Passpod sesuai bahasa masing-masing.

“Kemungkinan kehadiran Passpod di Bali akan lebih cepat dari rencana ekspansi ke luar negeri. Namun kami targetkan, ekspansi ke luar negeri setidaknya akan direalisasikan pada paruh pertama 2019. Mungkin yang pertama kami masuki itu, Malaysia dan Singapura,” terangnya, Senin (29/10).

Direktur Operasional dan Keuangan Passpod Wewy Suwanto menambahkan perseroan saat ini sudah dapat digunakan di 70 negara menyasar outbound traveller. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang, jangkauan itu sudah mencakup turis luar negeri yang ingin berwisata ke Indonesia (inbound traveller).

Untuk mendukung hal itu, perseroan telah mendapatkan sertifikasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari Kementerian Perindustrian dan sertifikasi Postel A&B dari Kominfo.

“Dengan izin ini, Passpod akan lebih leluasa untuk menggarap pasar inbound maupun outbound yang potensi pertumbuhannya masih sangat besar di masa mendatang,” ujar Wewy.

Proyeksi keuangan

Dari seluruh rencana yang akan dilakukan, Hiro memproyeksikan pada 2022 mendatang perseroan dapat membukukan pendapatan sebesar Rp165 miliiar dengan laba bersih Rp15,3 miliar. Proyeksi pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) sebesar 109,99% dari laba bersih.

“Dari berbagai pilar strategi tersebut, di tahun 2022 Passpod akan menjadi ekosistem on-demand berbasis aplikasi yang menawarkan berbagai kebutuhan yang relevan bagi traveller selama perjalanan,” kata Hiro.

Hingga April 2018, perseroan sudah mengantongi laba bersih periode berjalan sebesar Rp475 juta. Angka ini diklaim meningkat drastis dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp26,5 juta.

Application Information Will Show Up Here

Segera IPO, Passpod Bidik Dana Segar Hingga 48 Miliar Rupiah

Passpod, penyedia jasa rental modem wifi dan travel assistance, berencana akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir bulan ini. Perusahaan akan melepas sebanyak-banyaknya 130 juta lembar saham baru atau setara 34,21% dari total modal dan 78 juta waran seri I.

Direktur Utama Passpod Hiro Whardana mengatakan, perusahaan menggunakan buku keuangan April 2018 untuk aksi korporasi ini. 130 juta lembar saham ini ditawarkan dengan harga antara Rp250 sampai Rp375 per lembarnya. Diharapkan Passpod akan mendapatkan dana segar sekitar Rp32,5 miliar sampai Rp48,75 miliar.

Sinarmas Sekuritas dalam hal ini akan bertindak sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek penawaran umum perdana saham ini.

“Melalui jumlah di atas kami menargetkan dana terkumpul sekitar Rp40 miliar. Setelah dikurangi biaya-biaya emisi, dana ini rencananya akan kami alokasikan untuk pengembangan bisnis, research and development (R&D) aplikasi, dan modal kerja dalam bentuk penambahan unit modem serta power bank,” ucapnya, Rabu (3/10).

Perusahaan mengalokasikan dana IPO sebesar 68,10% untuk pengadaan billing management system dan perangkat SIM bank. Kemudian 3,69% untuk R&D aplikasi penambahan fitur dan sisanya sebanyak 28,21% untuk modal kerja pembelian modem dan power bank.

“Kami harapkan Passpod sudah bisa listing di BEI pada tanggal 27 Oktober atau 29 Oktober 2018. Kami sudah mendapatkan pernyataan pra efektif dari OJK pada hari ini.”

Perusahaan juga akan merilis sebanyak-banyaknya 78 juta waran seri I dengan harga pelaksanaan Rp500 sampai Rp750 per saham sebagai insentif dengan perbandingan 5 saham baru berhak memperoleh 3 waran.

“Dana pelaksanaan waran seri I seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja, terutama pengembangan usaha ke negara lain.”

Per April 2018, Passpod telah mencetak laba sebesar Rp475 miliar. Total pendapatan (revenue) mencapai Rp4,2 miliar. Ditargetkan pada akhir tahun ini revenue dapat tembus di angka Rp27 miliar, sementara laba sebesar Rp3,3 miliar.

Digitaraya, seperti diumumkan sebelumnya, mengungkapkan komitmennya sebagai investor strategis di Passpod. Dari prospektus yang diumumkan Passpod, Digitaraya (dengan badan hukum PT Digital Indonesia Raya) telah menandatangi perjanjian pembelian obligasi wajib konversi (Mandatory Convertible Bond/MCB) pada 23 Februari 2018 dengan nilai Rp7,5 miliar.

Jatuh tempo atas obligasi ini adalah 12 bulan sejak tanggal penerbitan. Nantinya dalam penawaran umum berlangsung, MCB akan ini akan dikonversi menjadi saham perseroan dengan menggunakan harga penawaran. Bisa jadi harganya sama atau lebih tinggi.

Saat ini struktur kepemilikan saham di Passpod terdiri atas PT Agung Inova Teknologi Indonesia (69,5%) dan PT Prima Jaringan Distribusi (30,5%).

Rencana bisnis pasca IPO

Aksi IPO ini, sambung Hiro, akan jadi amunisi perusahaan dalam melancarkan ekspansinya. Ambisi yang ingin disasar adalah menjadi ekosistem on demand berbasis aplikasi yang menawarkan berbagai kebutuhan yang relevan selama perjalanan pada 2020 mendatang.

Untuk mencapai target tersebut, perusahaan akan melakukan berbagai inisiasi bisnis mulai dari layanan tiket event, supporting services, chatbot, location based offers, tiket atraksi, itinerary builder, travel insurance, sampai travel accessories e-commerce. Wilayah pemasaran pun akan semakin meluas hingga ke skala regional, dari posisi saat ini yang baru melayani Jabodetabek, Medan, Bandung, dan Surabaya.

Menurut Hiro, ada beberapa negara di Asia Tenggara yang akan dibidik, termasuk Vietnam, Myanmar, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura. Meskipun demikian, yang pasti segera disinggahi baru satu negara pada Q1 2019.

“Sekarang kami masih cari tahu lebih lanjut di beberapa negara karena aturannya kan beda-beda di tiap negara. Kami ingin IPO karena untuk permudah proses due dilligence-nya. Misalnya di Myanmar dan Malaysia yang butuh partner lokal, ada juga di negara lain yang lebih mudah.”

Bersama Digitaraya, Passpod akan mendirikan pusat R&D yang berlokasi di Menara Kibar, Jakarta, untuk mengeksplorasi inovasi baru. Perusahaan juga akan membuka berbagai potensi kerja sama dengan startup-startup yang ada di bawah Digitaraya.

Passpod memiliki tiga segmen usaha, yaitu bidang travel services, AI & big data, dan global connectivity. Melalui segmen global connectivity, sepanjang tahun lalu pengguna Passpod tembus di angka 100 ribu orang dengan total sewa 32.420 hari. Menggunakan teknologi virtual SIM, modem Passpod mampu memberikan jaringan internet 4G yang bisa diakses ke lebih dari 70 negara di seluruh dunia.

Application Information Will Show Up Here

Digitaraya Prepares to be Passpod’s Strategic Investor during IPO

PT Yeloo Integra Datanet (Passpod) announces its plan to enter Indonesia’s Stock Exchange (BEI) by the end of this year. Digitaraya has declared its commitment to support this IPO. The accelerator company, created by Kibar and Google Developer Launchpad, is ready to be Passpod’s standby buyer.

Passpod is a startup engaged in portable modem rental for tourists, particularly locals who travel abroad. This company is under IDX Incubator’s initial batch which claims to have 58,500 customers per June 2018. Passpod is said to provide 4G access to 68 destinations (outbound).

“The enthusiasm of strategic investors is a form of external validation for Passpod business model. We positioned ourselves as travel assistance during tourists stay abroad, from the internet connection, event tickets, attraction, and others through the app. It is valued as one aspect for strategic investors in making the decision to allocate investment to Passpod,” Hiro Whardana, Passpod’s CEO, said.

Yansen Kamto, Kibar’s Chief Executive, said the investment consideration to invest in Passpod is based on a potential business model and market size. The trend of traveling abroad is growing every year.

Whardana ensured, with some shares allocated to certain investors, it’s still proportionally allocated to the retails. “There’s no need to worry for retail investors because the opportunity is still open for Passpod shares,” he said.

In this IPO, Passpod targets to raise a IDR 40 billion fresh money. Later, 70% of the funding will be used for research and development. One of the plans is to develop technology to facilitate customer’s connectivity in more destinations. The rest 30% will be used for business capital.

Currently, Passpod has relied on imported modem devices, however, it has obtained the government-based certification and standard to produce its own devices.

“Through a fairly long process, in May 2018, we obtained and became the only company with TKDN and Postel (Post and Telecommunication) A/B certification,” he explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here