Platform Edtech Dibimbing Tawarkan Program Bootcamp Persiapan Karier di Bidang Teknologi

Meluncur tahun 2020 lalu, startup edtech “Dibimbing” telah mengantongi pendanaan tahap awal dari Init-6. Ini menjadi startup edtech ketiga yang diumumkan mendapatkan pendanaan dari perusahaan modal ventura milik mantan eksekutif Bukalapak tersebut setelah Educa dan Codemi.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Dibimbing Zaky Muhammad Syah menyebutkan, setelah mendapatkan dana hibah dari Universitas Indonesia, mereka memang tidak terlalu agresif melakukan penggalangan dana. Telah mendapatkan profit sejak hari pertama, mereka lebih fokus untuk mengembangkan bisnis dan menambah lebih banyak siswa.

Tahun ini dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas cakupan layanan, penawaran dari Init-6 sebagai investor mereka terima. Tentunya setelah melihat adanya kesamaan visi dan misi dengan pemodal ventura tersebut.

“Saya melihat Init-6 memiliki misi yang sama dengan kami yaitu menyalurkan tenaga kerja baru yang makin banyak diminta oleh industri digital saat ini. Masih belum adanya kesamaan kurikulum di kampus dengan permintaan dari industri digital, menjadikan kurangnya talenta digital yang relevan dan berkualitas saat ini di Indonesia,” kata Zaky.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk merekrut talenta di jajaran senior level. Selain itu mereka juga ingin mengembangkan Learning Management System (LMS) yang lebih user friendly dan personal kepada para siswa. Dengan sistem pembelajaran yang lebih terstruktur, diharapkan bisa meningkatkan kualitas dari lulusan.

Dikatakan juga, saat ini sebanyak 80% dari lulusan Dibimbing diterima oleh perusahaan sebagai tenaga kerja baru. Targetnya dengan penguatan yang dilakukan, bisa meningkatkan persentase tersebut menjadi 100%.

“Saat ini sudah ada 450 perusahaan yang telah bermitra dengan Dibimbing untuk menyerap lulusan kami menjadi pegawai mereka. Harapannya tahun 2023 mendatang bisa memiliki sekitar 300 ribu siswa baru. Saat ini ada sekitar 30 ribu siswa dari program pendidikan Dibimbing,” kata Zaky.

Program pendidikan yang ditawarkan oleh Dibimbing di antaranya adalah, data science, digital marketing, UI/UX, business intelligent, SEO, product management, web development, dan lainnya.

Masih fokus di B2C

Meskipun meluncur sebagai platform edtech, namun dengan pilihan program pendidikan yang ada, Dibimbing juga ingin menjadi platform penyalur tenaga kerja digital, yang saat ini makin banyak dibutuhkan oleh industri digital. Untuk itu mereka berkonsentrasi betul terhadap kualitas pengajaran.

Salah satu hal yang juga sangat diperhatikan adalah terkait perekrutan mentor. Mereka menghadirkan mentor pilihan yang diambil dari pelaku industri.

“Proses kurasi yang kita lakukan diawali dengan mengundang mereka menjadi mentor untuk kelas gratis. Nantinya, setelah melewati evaluasi, akan kami tawarkan kontrak selama satu tahun dan seterusnya,” kata CPO Dibimbing Alim Anggono.

Dari sisi demografi, tercatat sekitar 70% siswa Dibimbing berusia 23-29 tahun. Bukan hanya fresh graduate, banyak juga yang sudah bekerja dan kemudian memutuskan untuk berpindah haluan karier di bidang teknologi. Akhir-akhir ini Dibimbing juga juga melihat lonjakan siswa baru yang merupakan korban layoff dari startup hingga perusahaan teknologi di Indonesia.

“Dengan pilihan kelas yang ditawarkan, mulai dari video learning dan kelas bootcamp, kami mengenakan biaya Rp6 juta kepada siswa selama lima bulan dan kesempatan untuk disalurkan sebagai pegawai di perusahaan yang telah menjalin kerja sama dengan kami,” kata Zaky.

Meskipun belum menyasar segmen B2B secara khusus, namun melalui program bootcamp khusus, perusahaan yang ingin merekrut beberapa pegawai untuk mengisi beberapa jabatan bisa memanfaatkan program ini. Dibimbing juga menyediakan pilihan pengajaran kepada pegawai yang telah direkrut oleh perusahaan tersebut secara mandiri.

“Hingga saat ini strategi monetisasi Dibimbing adalah mengenakan biaya kepada siswa (B2C). Belum ada rencana bagi kami untuk lebih serius menyasar segmen B2B dalam waktu dekat,” kata Zaky

Bukan hanya ingin mencetak lulusan baru yang dicari oleh perusahaan lokal, Dibimbing juga memiliki rencana untuk menghasilkan lulusan terbaik untuk kemudian mereka salurkan kepada perusahaan di luar negeri. Hal ini kemudian menjadi tujuan mereka, setelah mendapat kabar bahwa ada beberapa siswa mereka yang telah diterima oleh perusahaan asing.

“Fakta tersebut menjadi peluang yang baik bagi kami untuk kemudian menjadi tujuan baru Dibimbing. Dilihat dari adanya kesamaan teori, yang membedakan hanyalah dari sisi use case saja,” kata Zaky.

Konsep bootcamp diterima cukup baik di pasar Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan traksi yang cukup mengesankan dari startup pengembang layanan bootcamp. Selain Dibimbing, juga ada beberapa penyedia bootcamp yang telah mendapatkan dukungan dari investor. Terbaru ada Binar Academy, Skilvul, MySkill, Hacktiv8, dan lain-lain. Sebagian dari mereka juga menyalurkan lulusannya ke mitra startup atau perusahaan yang membutuhkan

Aigis Kantongi Pendanaan dari Y Combinator, Init-6, dan Sejumlah Investor Lain

Platform penyedia tunjangan kesehatan pegawai untuk perusahaan Aigis telah mengantongi pendanaan dalam initial round dari sejumlah investor senilai $1 juta atau setara 14,5 miliar Rupiah. Dua investor yang turut terlibat adalah Y Combinator dan Init-6.

Adapun lain yang ikut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini adalah Goodwater Capital dan beberapa investor individu seperti Siu Rui (Co-Founder Carousell), JJ Chai (Co-Founder Rainforest), Robin Tan (Co-Founder Hangry), dan Greysia Polii (atlet Indonesia).

Masuknya YC dalam putaran pendanaan tersebut lantaran Aigis berhasil masuk program akselerator global tersebut di cohort W22 (YC W22) ini.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Aigis Reinhart Hermanus menyebutkan, investasi ini merupakan gabungan beberapa initial round. Tidak ada lead investor untuk putaran kali ini, karena semua deals dilakukan secara mandiri. Demikian juga dengan waktu dan terms yang ada. Namun dirinya menyebutkan Y Combinator dan Init-6 merupakan investor yang memberikan kontribusi paling besar untuk putaran pendanaan kali ini.

Masih fokus kepada wilayah Jabodetabek, rencananya dana segar tersebut akan digunakan oleh perusahaan untuk membangun versi awal produk dan mengakuisisi pelanggan. Fokus perusahaan saat ini lebih kepada eksekusi, belum ada rencana khusus untuk menggalang dana lanjutan dalam waktu dekat.

Menurut Venture Partner init-6 Rexi Christopher, Aigis dapat menjadi quick win solution untuk mendukung perusahaan memberikan manfaat kesehatan terbaik bagi pegawai dengan cara yang lebih sederhana dan lebih terjangkau. Mereka percaya bahwa solusi yang ditawarkan oleh Aigis dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan keterlibatan dan retensi pegawai, serta mengurangi biaya.

“Terlepas dari ukuran sektornya, asuransi dan tunjangan pekerjaan secara umum masih sangat sulit untuk dilakukan dengan baik. Kami percaya Aigis dapat memberikan pengalaman yang jauh lebih baik bagi perusahaan dan pegawai,” kata Partner Init-6 Nugroho Herucahyono.

Fokus kepada UMKM dan startup

Aigis didirikan oleh Reinhart Hermanus, Philip Moniaga, dan Sebastian Yaphy. Mereka melihat akses ke layanan kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap orang, dan mereka masih melihat bahwa pengalaman asuransi kesehatan di Indonesia masih jauh dari ideal.

“Asuransi kesehatan bagi perusahaan adalah wajib di Indonesia, dan dengan fakta bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mendapatkan manfaat kesehatan dari tempat bekerja (melalui BPJS, asuransi swasta, atau manfaat kesehatan yang didanai sendiri), kami memulai perjalanan kami dengan membantu perusahaan memberikan kesehatan terbaik manfaat bagi karyawan mereka,” kata Reinhart.

Perusahaan-perusahaan Indonesia masih kurang terlayani oleh startup insurtech yang ada, dan sebagian besar fokus mereka lebih kepada menjual asuransi umum kepada individu. Aigis kemudian mencoba mengambil pendekatan yang berbeda, di mana lebih fokus pada penyediaan layanan kesehatan lengkap untuk perusahaan daripada berfokus pada distribusi atau menjadi pasar asuransi.

“Kami menyediakan program kesehatan dengan tim dokter yang berdedikasi (dokter umum, konselor mental, ahli gizi, pelatih kebugaran, dan banyak lagi) yang dapat diakses dengan mudah oleh anggota kami. Kami juga membantu klaim asuransi dan memberikan manajemen penggantian untuk membuat proses lebih sederhana dan lebih cepat.”

Application Information Will Show Up Here

Monit.id Hadirkan Layanan Kartu Kredit Virtual untuk Bisnis

Masih sulitnya perusahaan baru dengan skala mikro-medium untuk mendapatkan persetujuan kartu kredit perusahaan dari bank, menjadi salah satu alasan platform fintech Monit.id hadir. Secara khusus mereka adalah perangkat lunak pembayaran untuk bisnis. Monit.id resmi aktif beroperasi awal tahun 2022 ini.

Melalui Monit.id, bisnis bisa mengelola keuangan mereka seperti bill payment, reimbursement, atau disbursement melalui bank transfer. Mereka juga menangani kebutuhan kartu kredit virtual untuk menangani berbagai jenis pembayaran.

“Kami ingin menawarkan cara baru untuk perusahaan ketika mengelola pembayaran untuk layanan digital menggunakan virtual kartu kredit. Apakah itu untuk keperluan tools seperti SaaS, server, hingga kampanye iklan di media sosial, semua bisa diatur dengan mudah melalui Monit.id,” kata Co-founder Monit.id Rizki Aditya.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Persoalan penggunaan kartu kredit perusahaan yang kebanyakan masih mengandalkan kepemilikan si pendiri atau pimpinan perusahaan, menjadi satu-satunya solusi yang diterapkan oleh perusahaan saat ini ketika akan melakukan pembayaran layanan digital. Melalui Monit.id kini mereka bisa melakukan kontrol terhadap kartu, bisa menentukan limit kartu kredit, bisa mengunci merchant yang ingin digunakan dan akan menolak pembayaran yang tidak didaftarkan.

Monit.id juga memiliki visibilitas yang diklaim belum disediakan oleh bank konvensional pada umumnya. Karena billing statement biasanya akan diberikan pada akhir bulan oleh bank, sementara di Monit.id jika ada transaksi mereka bisa melihat transaksi tersebut secara langsung memanfaatkan dasbor dan notifikasi.

Saat ini Monit.id bertindak sebagai sistem integrator. Di Bank Indonesia terdapat lisensi sebagai platform yang menghubungkan kepada institusi finansial.

“Untuk strategi monetisasi saat ini masih transactional base, jadi jika kartu tersebut digunakan klien, kami akan mendapatkan interchange fee dari bank partner. Tapi mungkin ke depannya semakin banyak instrumen finansial yang disediakan tentu monetisasinya akan bertambah. Misalnya bisa melalui commision fee, interest fee dan lainnya,” kata Rizki.

Saat ini Monit.id telah menjalin kemitraan strategis denga bank CIMB Niaga dan bank UOB. Meskipun saat ini fokus menyasar kepada B2B namun melihat peluang yang ada, Monit.id tidak menutup kemungkinan untuk memberikan layanan kepada segmen B2C.

“Saat ini Monit.id menyasar layanan e-commerce dan perusahaan teknologi. Kebanyakan dari mereka memerlukan kartu kredit untuk melakukan pembayaran berlangganan server, cloud, hingga tools SaaS untuk tim engineer mereka hingga kampanye pemasaran melalui media sosial,” kata Rizki.

Pendanaan awal

Awal tahun 2022 Monit.id telah berhasil mengantongi pendanaan awal dari Init 6, 1982 Ventures, dan satu venture capital yang enggan disebutkan identitasnya. Tidak disebutkan berapa nilai investasi yang diterima, namun perusahaan ingin memanfaatkan dana segar tersebut untuk mengakuisisi lebih banyak klien dan menambah tim. Monit.id juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan tahun ini.

“Kita melihat masih punya ruang bagi platform seperti Monit.id untuk tumbuh jika dilihat dari transaksi kartu kredit dan kartu debit saat ini sekitar $500 miliar. Dari situ kita bisa menyentuh 10% saja bisa menguntungkan. Bisa jadi potensi tersebut yang menjadikan investor tertarik untuk berinvestasi kepada Monit.id,” kata Rizki.

Menurut Managing Partner Init 6 Achmad Zaky, melihat kembali pengalaman dirinya membangun Bukalapak dulu, cukup frustrasi dalam mengelola pengeluaran, terutama pengeluaran digital. Sebagian besar pembayaran untuk pengeluaran digital memerlukan kartu kredit dan sangat sulit bagi perusahaan untuk mengajukan kartu kredit perusahaan ke bank.

“Dari pengalaman tersebut, kami yakin banyak perusahaan, khususnya UKM menghadapi masalah yang sama dan oleh karena itu Monit.id dapat membantu mereka untuk menjadi lebih produktif dan efisien dengan menyediakan sistem manajemen pengeluaran semua dalam satu termasuk kartu kredit perusahaan untuk pembayaran,” kata Zaky.

Ditambahkan olehnya seperti semua investasi yang telah diberikan, pendiri startup memainkan peran besar dalam keputusan yang diambil. Dalam hal ini Init 6 menyukai cara para pendiri Monit.id mengeksekusi dan membangun produk. Init 6 juga kagum pada bagaimana mereka mengganggu status quo dengan menyederhanakan proses aplikasi kartu kredit perusahaan yang terkenal ketidaknyamanan bagi perusahaan.

“Mereka telah mendapatkan kemitraan strategis dengan dua penyedia kartu kredit global dan dua bank regional. Kemitraan ini sangat penting bagi Monit.id untuk memperkuat posisi mereka di pasar dan memberikan solusi terbaik bagi klien. Kami percaya bahwa Monit dapat menjadi pengubah permainan di sektor teknologi finansial B2B,” kata Zaky.

Init-6 Invests in the “Showwcase” Community Platform fo Developers

After channeling investment in local cloud service provider IDCloudHost, in early 2022, Init-6 announced another funding to Showwcase.

Showwcase is a US based startup that specifically provides a professional network designed to connect developers, build communities, and discover new opportunities. Due to the increasing number of developers today, making platforms like Showwcase is considered very relevant.

This is a seed round funding and the value is undisclosed. In total, Init-6 has currently invested in 15 portfolios. Most of them are startups from Indonesia. Showwcase, in fact, has plans to expand in Indonesia.

Init-6’s Partner, Nugroho Herucahyono revealed to DailySocial that they invested in Showwcase because of the lack digital talents. There is an imbalance between supply and demand for tech talents.

“One of the problems that we observe is the lack of solutions that can accommodate the needs of tech talent to connect, share knowledge, showcase technology skills, and find opportunities in the technology community. Seeing that problem, we believe Showwcase can be the answer to represent the needs of technology talent in the market. We believe that the Showwcase platform can bridge the supply and demand gap for technology talent.”

Launched in 2020, Init-6 was founded with focus on investing in early-stage startups. Init-6 made its first investment into the edtech platform Eduka. Throughout 2022, they plan to invest in more startups in Indonesia.

Platfotm for developers

The increasing number of training platforms, such as coding classes and coding bootcamps, has generate more developers in Indonesia. However, there are not many platforms that provide opportunities for them to create networks and broaden their insights. In the future, Showwcase wants to be a forum for developers in Indonesia to establish online connection.

A local platform that prior to offer a similar concept was Dicoding. Since the beginning, Dicoding has utilized its website platform to reach developers and potential developers in Indonesia. There are several activities that can be followed through the website, ranging from developer competitions, developer events, and learning channels with programming topics.

Another platform that offers a similar concept is Kotakode. the platform also functions as a channel for Q&A for programmers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Init-6 Berikan Pendanaan Kepada Platform Komunitas Developer “Showwcase”

Setelah sebelumnya berinvestasi di penyedia layanan cloud lokal IDCloudHost, awal tahun 2022 ini Init-6 kembali mengumumkan pendanaan kepada Showwcase.

Showwcase adalah startup asal Amerika Serikat yang secara khusus menghadirkan jaringan profesional yang dibangun untuk developer agar saling terhubung, membangun komunitas, dan menemukan peluang baru. Karena semakin banyak jumlah developer yang hadir secara online saat ini, menjadikan platform seperti Showwcase dinilai sangat relevan untuk mereka.

Putaran pendanaan kali ini adalah pendanaan tahap awal yang diterima oleh Showwcase. Tidak disebutkan lebih lanjut nilai investasi yang diberikan. Secara total saat ini Init-6 telah memiliki sekitar 15 portofolio. Sebagian besar adalah startup asal Indonesia. Saat ini Showwcase memiliki rencana untuk melakukan ekspansi di Indonesia.

Kepada DailySocial.id, Partner of Init-6 Nugroho Herucahyono mengungkapkan alasan mereka memberikan pendanaan kepada Showwcase adalah masih sedikitnya talenta digital saat ini. Ada ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan untuk talenta teknologi.

“Salah satu masalah yang kami amati adalah kurangnya solusi yang dapat mengakomodasi kebutuhan talenta teknologi untuk terhubung, berbagi pengetahuan, menunjukkan keterampilan teknologi, dan menemukan peluang di komunitas teknologi. Melihat masalah itu, kami yakin Showwcase bisa menjadi jawaban untuk mewakili kebutuhan talenta teknologi di pasar. Kami yakin bahwa platform Showwcase dapat menjembatani kesenjangan penawaran dan permintaan untuk talenta teknologi.”

Diluncurkan pada tahun 2020 lalu Init-6 didirikan dengan fokus mereka yaitu berinvestasi ke startup tahap awal. Init-6 memberikan investasi perdananya ke platform edtech Eduka. Rencananya sepanjang tahun 2022 ini, akan ada lagi rencana investasi Init-6 untuk startup di Indonesia.

Pertumbuhan platform untuk developer

Makin bertambahnya platform pelatihan seperti coding class hingga coding bootcamp, telah melahirkan developer baru di Indonesia. Namun demikian belum banyak platform yang memberikan peluang untuk mereka membuka jaringan dan memperluas wawasan. Showwcase ke depannya ingin menjadi wadah bagi para developer di Indonesia untuk menjalin relasi secara online.

Platform lokal yang sebelumnya juga menawarkan konsep serupa adalah Dicoding. Sejak awal, Dicoding memanfaatkan platform website yang dimiliki untuk menjangkau pengembang dan calon pengembang di Indonesia. Ada beberapa kegiatan yang bisa diikuti melalui web Dicoding, mulai dari kompetisi developer, acara developer, hingga kanal pembelajaran dengan topik pemrograman.

Platform lain yang menawarkan konsep serupa adalah Kotakode. Kotakode juga berfungsi sebagai kanal tanya jawab dan diskusi para programmer.

Init-6 Pours 72 Billion Rupiah Seed Funding to IDCloudHost

A Venture Capital founded by Bukalapak’s co-founder Achmad Zaky, Init-6, has just announced its latest investment of $5 million or around Rp72 billion to IDCloudHost, a local cloud service provider and data center.

In a virtual media presentation, Zaky revealed that IDCloudHost is his 11th portfolio after the venture capital was founded in April 2020.

“Since founded a year ago, we have observed around three thousand [startup] companies in Indonesia. We invested in IDCloudHost as we saw the cloud market grows rapidly. The products they offer are suitable for expanding into the Southeast Asian market,” he said.

Moreover, SME digitalization has increased rapidly during the Covid-19 pandemic, therefore, it is the right momentum for the cloud business. IDCloudHost is also targeting the SME market which is the pillar of the Indonesian economy.

On a general note, Init-6 was founded after Zaky resigned from his position as CEO of Bukalapak. Apart from Zaky, Bukalapak’s Co-Founder Nugroho Herucahyono also joined as a Partner at Init-6 after leaving his position as CTO. Init-6 is aiming for investment in the early stage, with Eduka edtech platform as its first portfolio.

Expand to Southeast Asia

This is IDCloudHost’s first funding during its five years of operation. Previously, companies relied on bootstrapping to grow their business.

IDCloudHost’s CEO, Alfian Pamungkas Sakawiguna revealed, this funding will be used for market expansion to Southeast Asia this year. With this target, his team is targeting one million users of its service next year.

Currently, IDCloudHost has served around 100 thousand customers, 350 thousand requests, and planted 5 data centers in Indonesia.

“We will continue to increase data center capacity in line with our expansion to Southeast Asia. We already have a data center in Singapore. In the future, we hope there will be an increase of up to ten times as much for SMEs using the cloud,” he said.

The local cloud computing-based web hosting market is quite competitive. Apart from IDCloudHost, there are dozens of other providers, for example in the micro-medium segment there are Niagahoster, IDWebHost, Masterweb, Exabytes, and so on. Meanwhile, in the upper-medium segment, there are players such as Biznet Gio, Telkom Sigma, and others.

Nevertheless, there are global players starting to mature businesses and build data centers in Indonesia, such as Amazon Web Services, Alibaba Cloud, and Microsoft Azure. In addition to the reliability and affordability, the value proposition of each service provider should be a priority in business strategy to be able to attract wider market interest.

Init-6 investment target in 2021

Furthermore, Zaky revealed that his team will continue to add new portfolios with a bottom-up approach this year. There is no specific target, but Init-6 remains committed to entering some business verticals, such as cloud, edtech, and fintech.

“Last year, we targeted [closing] 20 portfolios, but reached only ten. In fact, the investment cannot be forced, it may be because the pandemic started last year. This year, there could be more as we are getting more agnostic. There are many interesting sectors, fintech for example. Even though we are yet to score a portfolio, I think the future is good.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Init-6 Beri Pendanaan Awal 72 Miliar Rupiah ke IDCloudHost

Perusahaan investasi yang didirikan Co-founder Bukalapak Achmad Zaky, Init-6, baru saja mengumumkan pendanaan terbarunya sebesar $5 juta atau sekitar Rp72 miliar kepada IDCloudHost, penyedia layanan cloud dan data center lokal.

Dalam paparan virtual kepada media, Zaky mengungkap bahwa IDCloudHost merupakan portofolionya ke-11 setelah perusahaan modal ventura tersebut berdiri pada April 2020.

“Sejak berdiri setahun lalu, kami telah mengobservasi sebanyak tiga ribu perusahaan [startup] di Indonesia. Kami berinvestasi di IDCloudHost karena melihat pasar cloud tengah berkembang pesat. Produk yang mereka tawarkan juga cocok untuk diperluas ke pasar Asia Tenggara,” ujarnya.

Terlebih, digitalisasi UKM meningkat pesat selama masa pandemi Covid-19 sehingga saat ini menjadi momentum tepat untuk mendorong penggunaan cloud. IDCloudHost juga membidik segmen pasar UKM yang saat ini masih menjadi penopang perekonomian di Indonesia.

Sekadar informasi, Init-6 berdiri usai Zaky mundur dari posisinya sebagai CEO Bukalapak. Selain Zaky, Co-Founder Bukalapak Nugroho Herucahyono juga bergabung menjadi Partner di Init-6 setelah melepaskan posisinya sebagai CTO. Init-6 membidik investasi di early stage, di mana platform edtech Eduka menjadi portofolio pertamanya.

Ekspansi ke Asia Tenggara

Ini merupakan pendanaan pertama yang diperoleh IDCloudHost selama lima tahun berdiri. Sebelumnya, perusahaan mengandalkan bootstrapping untuk mengembangkan bisnis.

CEO IDCloudHost Alfian Pamungkas Sakawiguna mengungkap, pendanaan ini akan digunakan untuk ekspansi pasar ke Asia Tenggara pada tahun ini. Dengan target tersebut, pihaknya membidik sebanyak satu juta pengguna layanannya di tahun depan.

Saat ini, IDCloudHost telah melayani sebanyak 100 ribu pelanggan, 350 ribu permintaan, serta memiliki 5 data center di Indonesia.

“Kami akan terus meningkatkan kapasitas data center sejalan dengan ekspansi kami ke Asia Tenggara. Kami sudah ada data center di Singapura. Ke depan, kami harap ada peningkatan hingga sepuluh kali lipat UKM yang menggunakan cloud,” ucapnya.

Pasar web hosting berbasis komputasi awan di lokal memang cukup riuh kompetisinya. Selain IDCloudHost ada puluhan provider lain, misalnya di segmen mikro-medium ada Niagahoster, IDWebHost, Masterweb, Exabytes dan lain sebagainya. Sementara di segmen medium-atas ada pemain seperti Biznet Gio, Telkom Sigma, dan lainnya.

Belum lagi adanya pemain luar yang mulai matangkan bisnis dan bangun data center di Indonesia, seperti Amazon Web Services, Alibaba Cloud, dan Microsoft Azure. Selain tingkat keandalan dan keterjangkauan, value proposition dari setiap penyedia layanan patut menjadi prioritas dalam strategi bisnis untuk dapat menarik minat pasar secara lebih luas.

Target investasi Init-6 di 2021

Lebih lanjut, Zaki mengungkap bahwa pihaknya akan terus menambah portofolio baru di tahun ini dengan pendekatan bottom up. Tidak ada target spesifik yang diincar, tetapi Init-6 tetap berkomitmen untuk masuk ke sejumlah vertikal bisnis, seperti cloud, edtech, dan fintech.

“Tahun lalu kami target [closing] 20 portofolio, tapi cuma tercapai sepuluh. Jadi memang target investasi tidak bisa dipaksa, mungkin juga karena tahun lalu mulai pandemi. Tahun ini bisa lebih bisa lebih banyak lagi karena kami lebih agnostik. Ada banyak sektor menarik, fintech misalnya. Meski belum ada portofolio di situ, saya rasa masa depannya bagus.”

Achmad Zaky: to Achieve Something Big, One Must Dare to Dream Big

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

Some people say entrepreneurship is like investing. It is often said that to be a successful investor, you have to think like a business owner. Technically it makes sense. Achmad Zaky is one of the inspirational stories of entrepreneurs who left his previous growth company to build a new venture in the tech investment landscape.

As a Founder & former CEO of Bukalapak, Zaky becomes one of the pioneers in the local e-commerce industry. Through his hard work, he managed to build an e-commerce site in 2010. After a decade of building and nurturing Bukalapak, he resigned as chief executive officer (CEO) of Bukalapak effective January 6, 2020. However, he is still an active advisor to the Board of Commissioners in the unicorn.

Zaky started Bukalapak with his hometown schoolmate, Nugroho Herucahyono. Before establishing Bukalapak, Zaky and Nugroho already had a company called Suitmedia. Being friends and partners for the past 20 years, they decided to set up another venture in the form of a VC fund, called init 6, currently deploying funds from their personal pockets, to invest in early-stage startups in Indonesia.

This is a profiling session with Achmad Zaky sharing his experience building ventures and insights on the tech startup and investment ecosystem in Indonesia.

After a decade of building and nurturing Bukalapak in the e-commerce vertical, you’ve recently entered the tech investment scene with Init 6. How does the VC life been treating you lately?

It is marvelous. I mean, in Bukalapak, we’re kind of single-minded. It’s all about e-commerce until the very technical aspect. In the VC industry, it is more horizontal, with all the industry potentials. Also, this industry is quite challenging, that is actually part of the reason I shifted from the e-commerce sector, to seek more challenges. It’s also been ten years and Bukalapak has grown this big, mature, and independent. In a parable way, I consider Bukalapak as my big-grown child, and in order to grow the ecosystem, I need to create a new venture. Not easy, but I’m refreshed now.

Init-6 team member
Achmad Zaky and Eduka’s team member. Eduka is Init 6’s first investment portfolio

Back in those days of Bukalapak, how do you feel about leaving your first-big-venture? How is it different from managing a company and VC?

It’s very difficult. I think this is what my parents feel as they sent me to college. However, when I see the Indonesian ecosystem, it’s clear that we need a more mature ecosystem. In order to reach that stage, there may have required more unicorns. With the existing ones, hopefully, the alumni including the founders can make another success story. It is for the sake of the young generation because they also need a role model.

Again, in the e-commerce area, it’s quite single-minded. Every day I go day by day move vertically to learn e-commerce to the technical aspect because I’m the founder. As an investor, it’s different to some degree. I savor the e-commerce sector very well, my ability expert on a specific industry. However, as investors, it’ll definitely not going to be just about one sector. I learned a lot for a while now, regarding the fintech sector, cloud computing, SaaS, as we recently invest in

In this tech investment landscape, I need to gain extensive insight from the industry.  Therefore, in terms of knowledge, it will not be as deep as when I was in e-commerce, but it’s absolutely fine. As an investor, I’m not expected to be Mr. Know-it-all. We have Founders who we believe have expertise in their field and we’ll take a perspective where they may lack, such as experience and network.

When you first started building this new venture, is it the same feeling like your first time in Bukalapak? Please do share a bit about the journey.

It all started with a dream. Nugroho and I have been friends since high school through university, it has been almost 20 years. Along the journey, we realized that we have a shared dream about how Indonesia can have lots of tech companies. As we noticed that the global war is all about technology, and Indonesia should drive the industry. The young generation must be able to compete in the future industry.

Zaky in his childhood figure
Zaky in his childhood figure

The world is now dominated by tech companies, while Indonesia still lacks those ventures. Also, we’re not to be complacent with all the achievements in Bukalapak by challenging ourselves. Can we create more unicorn in the next ten years? Then it becomes our personal challenge. If we can only create one unicorn in the last 10 years, hopefully, we can create more in the next span of ten years.

As good as it impacts the industry, it also affects the country positively. Especially with many young generations are motivated in being a player rather than just the end consumers. It is also our dream to cater to global demands with more Indonesian products. I’m not saying this is an easy task, it will be hard indeed, that is why we’re very thrilled. The biggest challenge is in front of us, to solve as many problems at a time. The way quite varies, it can be through another startup venture, but instead of doing something we’ve done previously, we tried to contribute to the same amount by supporting founders.

Zaky 2

init 6 is relatively new in the tech investment landscape. What is actually drives you to invest and what the key qualities you look for in a startup? What kind of VC do you want init-6 to be?

We are industry agnostic. In fact, we’ve been invested in 6 companies, and two of those are edtech. We seek for every industry, particularly in the most problematic area. Edtech is one of them but not the only one. This sector is lucrative and quite sexy for startups to disrupt and solve many problems.

In addition, when we invest in one, we’ll look for a founder with the capability and clean track record. Another extra point when the founder can grow the company with only a small amount of money. That’s the kind of founder we look for as if we’re looking at ourselves in the mirror.

However, as an expert, as I am in e-commerce sector, in my hypotheses, the sector has no longer become a problematic space. There are several unicorns that have done quite a good job of solving the problem. Except, when there is a sub-sector with quite an issue and sexy enough, we’ll consider to tap in.

Also, we’re kind of a typical executor investor. In other words, investors with more execution capability. It’s not the same as a venture builder, but we’re more than willing to help founders scale-up through collaboration and technical assistance. Indeed, exit becomes one of the goals, as it would also grow the ecosystem. That is also our goal for this venture. I think those are the key qualities we look for since we always want to keep things simple.

This is not an ideal situation for everyone. How Covid-19 affect your company and its portfolio? Given the situation that the venture debuts at the beginning of a crisis.

In fact, we saw this as an opportunity, when we first started at the time of the pandemic. The crisis becomes a natural screening, of what kind of startups worth invested and whatnot. Honestly, one of the reasons we launched this fund is due to pandemic Covid-19. We invest in early-stage startups to build a new way of life after Covid-19. We invest in great founders. We love technical founders with the passion to solve big problems. We understand their challenges and we are not afraid of getting our hands dirty in helping them.

The pandemic accelerates the digital era. People can’t go anywhere, even school must be held online, and digital becomes one and the most reliable tool. In terms of the founder, it is expected that founder quality will be improved, as the pandemic becomes a test. I called this venture a Covid University. Later, the Covid graduates will be very good in quality and mental. This is what we also encourage our portfolios. They are beyond ready to face this crisis with a number of anticipations. We believe this mental quality remains even after Covid-19, therefore, the company can achieve growth at all times.

Zaky 4

I noticed a few startup founders who eventually becoming an investor or create a VC fund. Do you consider this as some kind of level-up or do you have other insight?

The thing is, it is very important for ex-founder or those contributed to the development of the Indonesian tech startup landscape to stay active in the ecosystem.  We should perceive to grow our tech industry. There are many ways, which I personally decided in the form of a fund to back founders. Others might have their own channels, as long as they didn’t leave the ecosystem.

Some people can be very disappointed that they want to just stop and look for another industry, it is unfortunate for the ecosystem as if losing a small part of the brain. This is also what we’re trying to plant in the Indonesian culture. In Silicon Valley where the ecosystem has been mature, failure is common. In fact, people/founders who fail will have a better accumulation of knowledge. It is because they did what they’ve done and gained a lesson for the next venture.

In Indonesia, it is only natural to blame the founders. I think that’s the mindset/scene that our country needs to develop. There have to be more success stories from people who experience failure. That failure is not always a bad thing. Also, we, as founders also aware of the fact.

When the news spread of you leaving Bukalapak, there’s this plan about a foundation. What encourages you to do so? And how is it the foundation nowadays?

I mentioned supporting the young generation and create a foundation. In terms of supporting the young generation, it is through init 6. Moreover, Achmad Zaky Foundation is also quite active in supporting the education sector, such as building a school, providing scholarships. Honestly, this is partly because both my parents are teachers. They grant me a mandate to support Indonesia’s education sector, not limited to basic education, but also entrepreneurship skills and so on.

As an entrepreneur and investor, what can you say about the tech startup and investment landscape in Indonesia? In terms of founders, challenges, and projection.

There are two key factors, it is the seed and the environment. These are cross each other’s path, not in a black and white form. When we want to grow the seed, the land must be fertile, if we are to nurture, it’s the environment. There are people who are born with the gift of entrepreneurship, but I believe the success comes from above.

We, through our fund, will try to nurture as many startups with a little we have.  I’ve done my research, there are some countries with fertile land to grow startups. Indonesia indeed a leading environment in Southeast Asia, but not in the global competition. The indicator varies, from the high rate of a startup per capita, high exit rate compares to the less fertile land, also the numbers of startup employees. In the investment scene, when the exit rate is high, investors will be attracted, it will create more founders. This is quite a chicken and egg situation. Indonesia still a long way to go, and it starts with the investor and founders.

The cycle usually takes a decade, soon there will probably more exit news. I’ve been observing that Indonesia has quite a low exit rate with other countries in the same league, such as Israel and Berlin. In terms of the ecosystem, we have loads of homework. However, if we can be a leading market in Southeast Asia, why not upgrading the standard into a more global market. If we are to achieve big, we must dare to dream big.

It’s been over a decade you’ve been actively contributed to the ecosystem. During your journey, what is the most important lesson learned in the Indonesian tech industry?

To be honest, there are a lot of lessons learned. I’m here to speak as a startup founder because it’s still too early as an investor. As a founder, perseverance and experiment may be the most important practice I’ve learned in the startup industry. As a founder, we should never easily satisfied and always create innovations. Improve your standard growth by growth, and do not ever give up experimenting. I think that is also what has brought Bukalapak this far, innovation first.

The startup ecosystem is dynamic, it can be attached to a big space hypothetically, but uncertain. It’s not as simple as corporate launching a product. The market might not be ready, it requires an experiment and strong will. The startup is to bridge dreams with reality.

Startup Edutech B2B Codemi Terima Pendanaan Tahap Awal dari Init-6

Startup edutech B2B Codemi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Init-6. Codemi menjadi portofolio startup edutech kedua setelah Eduka yang dibidik oleh perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky tersebut.

“Kami selalu antusias dengan bidang edukasi dan pengembangan SDM. Pasca Covid-19, setiap perusahaan harus memikirkan ulang dan mengubah paradigma pengembangan SDM mereka agar bisa survive dan berkembang,” kata Zaky dalam keterangan resmi, Rabu (7/10).

Ia tertarik pada Codemi karena mereka mengerti kebutuhan perusahaan dan mampu memberikan solusi yang sangat membantu pengembangan SDM perusahaan, terutama di era pandemi.

Dalam pengumuman pendanaan ini sekaligus disampaikan Zaky telah ditunjuk menjadi komisaris di Codemi.

Fokuskan pengembangan produk

Founder & CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan, dana segar ini akan dimanfaatkan untuk berinovasi mengembangkan produk baru dan meningkatkan struktur keamanan. Ia ingin produk Codemi lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar, terutama pada masa di mana training dan pengembangan SDM sulit dilaksanakan secara konvensional.

“Layanan Codemi yang berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk tetap mengadakan training secara online di tengah PSBB, selain lebih memudahkan karena bisa diakses secara berulang dan memungkinkan penghematan anggaran pelatihan,” tutur Zaki.

Pada saat yang bersamaan, Codemi mengumumkan tiga fitur baru untuk korporasi, yakni instructor led learning, collaborative learning, dan on the job learning. Instructor led learning adalah fitur yang memungkinkan karyawan atau mitra didampingi oleh instruktur dalam penyampaian materi, baik online maupun tatap muka secara langsung.

Sementara, collaborative learning memungkinkan karyawan mendapat kesempatan untuk bisa belajar, sehingga timbul diskusi antar pegawai dan menciptakan sesi coaching, mentoring, atau konseling. Terakhir, on the job training akan memberikan pengalaman baru buat karyawan untuk mempraktikkan materi training yang didapat secara langsung.

Zaki menuturkan ketiga fitur di dalam learning management system ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas korporasi dan menambahkan produk pelatihan pengembangan SDM dari Codemi yang lain. Sejumlah mitra korporasi Codemi datang dari berbagai sektor, di antaranya Frisian Flag, Manulife, Ranch Market, dan OK Bank.

“Tidak hanya kemudahan aksesibilitas, layanan training Codemi juga disertai dengan fitur gamifikasi agar para peserta training lebih termotivasi dalam mengikuti pelatihan dan terdapat sistem untuk memonitor perkembangan dari masing-masing karyawan yang mengikuti pelatihan sehingga perusahaan dapat mengukur efektivitas pelatihan,” tandasnya.

Pemain edtech lama

Codemi sudah didirikan sejak tahun 2013, awalnya mereka mengusung konsep “online open course”. Kemudian di tahun 2015 mengubah haluan bisnis menjadi LMS untuk membantu bisnis adakan pelatihan untuk karyawannya. Mereka juga sempat rilis beberapa layanan sekunder, salah satunya Pitakonan, fasilitasi masyarakat dengan fitur tanya-jawab seputar kewirausahaan.

Tahun 2018, bisnis Codemi makin moncer. Kala itu Zaki mengatakan startupnya capai profitabilitas. Tidak berhenti di sana, Codemi juga lakukan penggalangan dana untuk matangkan rencana ekspansi regional.

[Weekly Updates] Bukalapak’s Co-Founders Start Investing into Startups; Funding News From Qoala; and More

Two Bukalapak Co-Founders have initiated Init-6, a new venture capital in town. Its first investment is a seed funding for Eduka, an edtech company. Moreover, Qoala has bagged a $13.5 million Series A funding from a group of investors led by Centauri Fund, a new fund from MDI Ventures and Kookmin Bank Korea.

In other news, Stoqo is the latest startup to close its operation due to current situation. While Moka, recently acquired by Gojek, is committed to remain independent entity and embracing other platforms, including Gojek’s competitors.

Achmad Zaky’s New Investment Firm Init-6, Debuts with Seed Funding for Eduka

Bukalapak’s Co-founder and Founding Partner Init-6, Achmad Zaky announced the new investment firm focused on investment to early-stage startups. Bukalapak’s Co-founder, Nugroho Herucahyono also participated as Partner after resigned as the CTO. Init-6 debuts with its first investment to the edtech platform Eduka.

Init-6 will focus on investing in early-stage startups without specific sector preferences

Qoala Bags 209 Billion Rupiah in Series A Funding

Qoala, an insurtech platform founded by Harshet Lunani and Tommy Martin, has secured Series A funding worth of $13.5 million or around 209 billion Rupiah. The current round is led by Centauri Fund.

Several new investors are also participated, including Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, and Mirae Asset Sekuritas.

The company is to use fresh money to invest further in technology, HR and brands to support the company’s strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies. Qoala targets to employ 300 talents by the year 2021.

Stoqo’s Shutdown and Survival Strategy for B2B Commerce

Following the pandemic situation, Stoqo, a B2B commerce platform that provided fresh supplies for restaurant, has announced an operational shutdown. The company received Series A funding from Monk’s Hill Partners and Accel Partners India at the end of December 2018.

PHRI’s Deputy Chairman for the Restaurant Emil Arifin estimates that the culinary business in Indonesia has loss around Rp2.5 trillion per month with 200,000 people losing their jobs.

Moka Remains an Open Platform Post Gojek Acquisition

Following recent acquisition by Gojek, Moka will continue to operate as an independent entity with the Gojek merchant ecosystem’s integration. The ecosystem consists of GoBiz (the super app that houses GoFood), GoPay, and other services such as Midtrans and Spots.

Moka will remain an open platform and are very open to continuing collaboration with all partners. The company allows merchants to receive payments from variety of digital wallets, such as GoPay, Ovo, Dana, and others.