Survei DailySocial dan Populix: Investasi Reksa Dana Terpopuler di Indonesia

OJK melaporkan indeks literasi keuangan dan indeks inklusi keuangan di Indonesia mengalami kenaikan di tahun 2019. Kini nilainya mencapai 38,03% untuk indeks literasi keuangan, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%.

Inklusi keuangan maksudnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan jumlah pengguna jasa keuangan, sementara literasi berarti cara pengelolaan uang yang dimiliki. Keduanya saling berhubungan. Seseorang dengan literasi keuangan yang baik umumnya tahu cara memanfaatkan uang semaksimal mungkin.

Sementara itu, investasi adalah bentuk pengelolaan dana agar memberikan hasil yang maksimal. Ia termasuk bagian dari literasi keuangan. Berkat perkembangan teknologi digital yang pesat di industri finansial, beragam inovasi diciptakan agar semakin mempermudah orang untuk mulai berinvestasi. Implementasi digital berperan dalam mempercepat proses literasi dan inklusi keuangan.

Selama lima tahun terakhir, inovasi aplikasi investasi online semakin kencang bertebaran. Untuk melihat lebih jauh awareness orang Indonesia terhadap aplikasi investasi termasuk saat pandemi, DailySocial melakukan survei bersama Populix.

Survei dilaksanakan pada akhir Juni terhadap 209 responden, yang terdiri dari 131 laki-laki dan 78 perempuan. Domisilinya tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dan sejumlah kota lainnya. Seluruh responden ini kompak menjawab bahwa mereka semua telah memanfaatkan platform atau aplikasi digital untuk berinvestasi.

Dijabarkan lebih jauh, pilihan tertinggi untuk jenis investasi yang mereka pilih adalah reksa dana (67%) dan emas (62,7%). Persentase antara responden laki-laki dan perempuan yang memilih kedua jenis investasi ini tidak terpaut jauh.

Jenis investasi lainnya yang dipilih responden secara berurutan adalah saham (44,5%), P2P lending (16,3%), dan obligasi (11,5%). Mengenai pertimbangan memilih jenis investasi tersebut, responden kompak menjawab bahwa ini sudah sesuai dengan profil risiko (48,8%), baru belajar (24,4%), rekomendasi teman (10,4%), dan paling familiar (8,1%).

Aplikasi investasi terpopuler

Kami turut menanyakan aplikasi apa yang digunakan untuk permudah responden dalam berinvestasi. Satu per satu jenis investasi kami tanyakan untuk melihat bagaimana antusiasme responden.

Untuk investasi emas, pilihan tertinggi responden jatuh kepada Tokopedia Emas (43,5%). Berikutnya adalah Pegadaian (14,5%), BukaEmas milik Bukalapak (12,2%), dan Bareksa dan Tamasia (5,3%). Sementara untuk investasi reksa dana, pilihan terbanyak responden adalah Bibit (32,9%), Ajaib (26,4%), Tokopedia (19,3%), BukaReksa (11,4%), dan Xdana (3,6%).

Aplikasi p2p lending yang banyak dipilih responden adalah KoinWorks (44,1%), Akseleran (14,7%), Amartha dan Asetku (11,8%). Sementara untuk platform equity crowdfunding, pilihan responden tertinggi adalah Santara (50%) dan Crowddana (35,7%).

Untuk aplikasi investasi saham, pilihan tertinggi jatuh pada Stockbit (30,1%) dan MOST Mobile Mandiri (22,6%). Berikutnya aplikasi investasi properti yang mendapat pilihan tertinggi adalah PropertiLord (40,9%) dan LandX (27,3%).

Terakhir, untuk aplikasi pembelian obligasi yang dirilis pemerintah, seperti rangkaian seri ORI dan SBR, responden memilih membeli dari aplikasi mitra bank (54,2%) dan aplikasi mitra fintech (45,8%).

Survei Awareness Penggunaan Platform Digital Untuk Investasi / DailySocial
Survei Awareness Penggunaan Platform Digital Untuk Investasi / DailySocial

Profil pengguna

Pertanyaan berikutnya ke responden adalah pertimbangan saat memilih platform untuk berinvestasi. Jawaban tertingginya adalah sudah terdaftar di OJK (86,6%), banyak fitur yang memudahkan (57,9%), dan tampilan simpel / mudah (49,8%).

Responden mengaku aplikasi ini sudah dipakai antara 3-12 bulan (43,1%), antara 1-3 bulan (26,8%), dan lebih dari 12 bulan (23,9%).

Terkait kebiasaan berinvestasi, responden mengaku bahwa mereka mengalokasikan 1%-10% dari pendapatannya untuk berinvestasi (43,5%), 10%-20% dari pendapatan (35,9%), dan tergantung dari sisa dana di rekening (11%).

Mayoritas responden mengatakan bahwa mereka paham tiap investasi yang diambil sudah disesuaikan dengan tujuannya (63,6%). Meskipun demikian, ada juga yang mengatakan belum tahu tujuan karena masih coba-coba (36,4%). Tujuan investasi lain dari responden adalah untuk membeli rumah (36,8%) dan biaya pendidikan anak (19,5%).

Dalam mendapatkan informasi seputar investasi, responden mengaku mengandalkan sumber yang didapat dari media sosial (52,2%), aplikasi rekomendasi investasi (19,6%), dan kanal berita online (11%).

Kami turut menanyakan rekomendasi jenis investasi dari responden kepada investor yang baru terjun ke dunia investasi. Jawaban terbanyak adalah emas (43,5%) dan reksa dana (33,5%). Alasan mereka adalah jenis ini punya nominal dan risiko rendah (59,3%) dan punya imbal hasil menarik (19,1%).

Pengaruh pandemi

Pandemi yang berlangsung sejak Maret turut menjadi poin yang kami telaah lebih lanjut, apakah ada perubahan cara berinvestasi. Untuk itu kami menanyakan apakah responden melakukan rebalancing investasi.

Persentase perbandingan jawaban yang diberikan cukup tipis, antara mengurangi investasi (36,8%) dan meningkatkan investasi (34%). Alasan mereka rebalancing adalah risiko yang lebih aman sesuai kondisi terkini (40,8%), harga (saham) yang sedang murah (32,4%), dan prospek cerah di masa depan (19,7%).

Untuk mereka yang meningkatkan investasi, persentase dana yang disiapkan naik antara 1%-5% (46,5%), antara 5%-10% (32,4%), dan di atas 10% (21,1%). Jenis investasi yang ingin mereka tingkatkan adalah emas (33,8%), saham (31%), dan reksa dana (28,2%).

Untuk yang mengurangi investasi, persentase dana yang siap dialihkan antara 1%-5% (42,9%), antara 5%-10% (37,7%), dan di atas 10% (19,5%).


Disclosure: Artikel ini didukung oleh platform market research Populix.

Raiz Invest Aims for Millennials with “Easy Investment” Strategy

Few months after being introduced, PT Raiz Invest Indonesia officially launched their micro-investment service in Indonesia. A web-based platform to tighten its position in the market, including a partnership with PT CIMB Niaga Tbk as a payment option.

Raiz Invest‘s CEO, Melinda Wiria said, their company always aims for millennials, considering the great potential, one-third of the total population or equivalent to 80 million people.

“Millennials have barriers to invest. Aside from the perplexing process, it costs much. We’re here to assist for easy investment and fast track. We can invest without changing lifestyle.”

Currently, Raiz Invest offers three services, Recurring Investment or investment using auto-debit installment, Lump Sum or direct investment at a certain value, and Round-up or investment collected from the transaction change.

In terms of Round-up, every transaction amount will be rounded up to Rp10,000 and collected as an investment, directed to Raiz app.

Raiz Invest’s CMO Fahmi Arya said the collaboration wouldn’t stop at CIMB Niaga. He currently exploring partnerships with two e-money providers.

“Currently the cross-bank transfer still run conventionally or cost an additional fee. Using CIMB Niaga, the small-amount transaction, for example, Rp10,000 won’t be charged. This is what we meant by online investment should be built within a closed ecosystem,” Arya said.

In addition, he also said the company plans to develop a community portal to connect investors with related parties in the investment industry. It’s to accelerate financial inclusion for investors and newcomers.

Raiz Invest, previously Acorns, is an Australian-based fintech company. Post IPO last year, they expand the business to Indonesia. The company aims for 40 thousand users by the end of this year.

Fintech should support first-time investors

Head of Indonesian Investment Advisory Association (IAA), Ari Adil said the fintech era is very important for the rise of some first-time investors in Indonesia. They’re said to be a part of Indonesian Mutual Fund Dealer Association (MFDA).

“In Indonesia, the financial index is the lowest. It’s different with Banking’s high index. It explains that investment literacy rate is very low in Indonesia. Therefore, fintech is very important for user acquisition,” he said on the same occasion.

OJK’s Head of Investment Management Policies Development, Solihin Betas also mentioned the investor rate is increasing since the rise of online investment for the past few years.

“Previously [before online investment], we aim for 5 million investors but failed. Nowadays, the number is increasing, at least 300 thousand new investors appear every day,” he said.

Betas added, to date Indonesian central securities depository (CSD) listed 1,8 million investors in Indonesia. Based on the current achievement, the 2 million-investors target should be achieved by the end of this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Raiz Invest Bidik Pasar Milenial dengan Strategi “Investasi Receh”

Setelah diperkenalkan beberapa bulan lalu, PT Raiz Invest Indonesia resmi meluncurkan aplikasi investasi mikronya di Indonesia. Berbasis web, platform tersebut dihadirkan untuk memperkuat posisinya di pasar, termasuk dengan menggandeng PT CIMB Niaga Tbk sebagai mitra pembayaran.

CEO Raiz Invest Melinda Wiria mengungkapkan, sejak awal perusahaan membidik segmen milenial yang pasarnya dinilai sangat potensial, yakni sepertiga dari total populasi atau sekitar 80 juta jiwa.

“Ada barrier mengapa milenial belum mau investasi. Selain proses rumit, investasinya dalam jumlah besar. Kami hadir untuk mengajarkan investasi dalam jumlah receh dan proses cepat. Kita bisa investasi mudah tanpa mengubah gaya hidup,” tuturnya di peluncuran aplikasi Raiz Invest di Jakarta.

Saat ini, Raiz Invest menawarkan tiga portfolio layanan, yakni Recurring Investment atau investasi dengan metode cicilan lewat auto debet, Lump Sum Investment atau investasi langsung dalam jumlah tertentu, dan Round-up atau investasi yang dikumpulkan dari setiap selisih nilai transaksi.

Terkait Round-up, setiap transaksi pembelian yang dilakukan pengguna akan dibulatkan. Pembulatan ini akan dikumpulkan hingga mencapai Rp10.000, kemudian akan dimasukkan sebagai investasi, dan langsung terhubung ke aplikasi Raiz.

CMO Raiz Invest Fahmi Arya mengungkap bahwa kemitraannya tidak akan berhenti pada CIMB Niaga saja. Fahmi menyebut sedang menjajaki kerja sama dengan dua penyedia e-money.

“Selama ini transfer antar-bank masih konvensional atau dikenakan biaya. Dengan CIMB Niaga, pembelian dalam jumlah kecil, misalnya Rp10.000, tidak dikenakan biaya. Ini yang kita kejar bahwa bisnis investasi online perlu dibangun dengan ekosistem tertutup,” ujar Fahmi.

Selain itu, lanjut Fahmi, perusahaan juga berencana untuk mengembangkan portal komunitas untuk mempertemukan investor dengan pihak-pihak yang terlibat dalam industri investasi. Tujuannya tak lain untuk mendorong inklusi keuangan bagi investor dan pemula.

Raiz Invest, sebelumnya Acorns, merupakan perusahaan fintech asal Australia. Pasca-IPO pada tahun lalu, perusahaan memperluas pasarnya hingga ke Indonesia. Perusahaan membidik 40 ribu pengguna hingga akhir tahun ini.

Fintech berperan dongkrak investor pemula

Ketua Asosiasi Penasihat Investasi Indonesia (APII) Ari Adil mengungkap bahwa keberadaan perusahaan fintech sangat berperan mendongkrak jumlah investor pemula di Indonesia. Diketahui, APII juga menjadi bagian dari Asosiasi Penjual Reksa Dana Indonesia (APRDI).

“Di Indonesia, indeks keuangan itu paling kecil. Berbeda dengan indeks perbankan yang tertinggi. Artinya, literasi soal investasi di Indonesia sangat rendah. Makanya, fintech sangat berperan dalam menjangkau masyarakat,” paparnya pada kesempatan sama.

Sementara Kepala Bag. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Investasi OJK Solihin Betas juga mengakui bahwa perkembangan investor mulai meningkat sejak kemunculan pemain investasi online dalam beberapa tahun belakangan.

“Dulu [sebelum ada pelaku investasi online], kami bidik 5 juta investor baru, tapi gagal. Sekarang jumlahnya meningkat, setidaknya setiap hari ada 300 ribu investor baru,” ungkapnya.

Solihin menambahkan, hingga saat ini data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sudah ada 1,8 juta investor di Indonesia. Dengan pencapaian saat ini, ujarnya, target 2 juta investor di akhir tahun bisa terealisasi.

Sediakan Fitur Tanda Tangan Digital dari PrivyID, Mandiri Sekuritas Bidik 30 Ribu Nasabah Baru

Mandiri Sekuritas, anak usaha dari Bank Mandiri Group, menargetkan penambahan nasabah ritel hingga 30 ribu orang dari kalangan milenial sepanjang tahun ini, lewat pengembangan fitur platform Most (Mandiri Sekuritas Online Trading). Perusahaan bekerja sama dengan PrivyID untuk fitur tanda tangan digital (Most DigiSign).

Saat ini total nasabah Mandiri Sekuritas sebanyak 100 ribu orang, sekitar 50% di antaranya berasal dari kalangan milenial.

Managing Director Mandiri Sekuritas Lisana Irianiwati menjelaskan, kehadiran fitur ini akan mempercepat durasi pembukaan rekening efek dan rekening nasabah menjadi satu hari saja lewat situs Most. Sebelum Most hadir di 2016, proses ini memakan waktu hingga 14 hari karena harus datang langsung ke cabang. Saat Most hadir di 2016, prosesnya dipersingkat jadi 3-7 hari.

Lamanya durasi ini membuat tingginya tingkat drop rate sekitar 48%. Artinya, banyak calon nasabah yang enggan menyelesaikan proses pendaftaran karena terlalu ribet. Mereka harus tetap mencantumkan tanda tangan basah yang dikirimkan ke kantor cabang atau menunggu dihubungi tim Mandiri Sekuritas untuk proses verifikasi.

“Sekarang, dengan Most DigiSign, proses pengisian rekening efek dan nasabah hanya 30 menit. Tanda tangan dilakukan secara digital dan proses verifikasinya langsung. Diharapkan drop rate-nya bisa turun sampai 10%,” terang Lisana, Senin (1/4).

Secara peraturan, tanda tangan digital ini telah mendapat arahan langsung dari OJK yang secara langsung menerbitkan Surat Edarat (SE) OJK tentang Pedoman Pembukaan Rekening Efek Nasabah dan Rekening Dana Nasabah Secara Elektronik Melalui Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Perantara Perdagangan Efek. SE ini baru diterbitkan pada pekan lalu, (28/3).

“Kami siap dengan Privy.id karena dia itu masuk sebagai salah satu portofolionya Mandiri Capital Indonesia, makanya kita langsung pakai. Kami jadi perusahaan efek pertama yang pakai teknologi ini, yang lain itu masih e-signature artinya nasabah harus foto tanda tangan mereka atau tanda tangan langsung dari layar handphone.”

Kini, untuk mendaftar sebagai nasabah di Mandiri Sekuritas, cukup dengan mengakses situs Most baik lewat desktop maupun mobile. Setelah mengisi form digital, nasabah akan dibawa ke halaman yang berisi dua jenis dokumen yang perlu ditandatangani secara digital.

Teknologi yang dihadirkan Privy.id adalah asymmetric cryptography yang diklaim memberikan keamanan kepada nasabah yang akan menginvestasikan asetnya di pasar modal. Tanda tangan digital ini memiliki fungsi dan kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional.

Perusahaan akan membawa fitur ini lebih dalam untuk pembukaan rekening efek syariah dan ditanamkan ke aplikasi sehingga nasabah dapat lebih mudah mendaftarkan diri. Lisana menyebut rencana ini paling lambat akan direalisasikan pada akhir tahun ini.

“Targetnya jumlah nasabah ritel kami bisa tumbuh 20%-30% pada tahun ini setelah adanya fitur Most DigiSign,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Raiz Invest Mudahkan Investasi Reksa Dana dari Sisa Uang Belanja

Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai Juli 2018 jumlah investor reksa dana di Indonesia baru mencapai 820 ribu orang. Minimnya angka ini sekaligus menjadi peluang untuk digarap pemain fintech, salah satunya adalah Raiz Invest.

Raiz Invest, sebelumnya bernama Acorns, adalah perusahaan fintech dari Australia, sudah hadir sejak Februari 2016. Kemudian berganti nama jadi Raiz Invest pada April 2018. Ekspansi ke Indonesia adalah bagian dari rencana perusahaan pasca IPO di bursa Australia tahun lalu.

CEO Raiz Invest George Lucas mengatakan kehadiran perusahaan dalam rangka ekspansi ke luar Australia. Indonesia dipilih menjadi negara pertama yang disasar karena banyak faktor pendukungnya, selain kondisi geografisnya yang berdekatan.

Indonesia adalah pasar yang bagus untuk mengembangkan ekonomi. Raiz ingin membantu masyarakat Indonesia yang ingin belajar tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan lewat smartphone.

“Di Australia, Raiz telah menjadi game changer khususnya bagi kaum milennial dalam menciptakan kebiasaan berinvestasi. Aplikasi Raiz cocok untuk siapapun yang belum memahami investasi atau tidak tahu bagaimana caranya untuk berinvestasi,” katanya, Rabu (6/3).

Tim lokal Raiz disebutkan ada lima orang. Sepenuhnya sistem Raiz di sini akan mengikuti negara asalnya yang menganut open system dan terhubung antar satu pihak dengan API.

Model bisnis Raiz Invest

CMO Raiz Invest Indonesia Fahmi Arya menjelaskan, seluruh transaksi di Raiz nantinya akan berbasis aplikasi. Raiz bekerja dengan mengumpulkan uang pengguna yang diambil dari selisih pembelanjaan. Dana tersebut diambil dari kartu debit atau dompet elektronik yang mereka sambungkan ke aplikasi Raiz.

Nantinya setiap pengguna belanja dengan metode pembayaran tersebut, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas untuk setiap transaksi kelipatan Rp5 ribu ke atas. Ketika pembulatan mencapai Rp10 ribu, maka dana tersebut akan diinvestasikan secara otomatis ke produk reksa dana.

Ambil contoh, apabila pengguna belanja sebesar Rp23 ribu, akan dibulatkan menjadi Rp25 ribu sehingga dana yang diambil untuk membeli produk reksa dana adalah Rp2 ribu. Fitur ini disebut cicilan investasi (recurring investment).

Fahmi memastikan dana tidak akan langsung dibelikan satu unit reksa dana apabila belum sampai Rp10 ribu, melainkan baru sekadar dicatatkan saja. Fitur lainnya adalah pembelian secara seketika (lump sum).

Tersedia tiga jenis produk reksa dana yang sudah disesuaikan dengan profil risiko, yakni agresif (reksa dana saham), moderat (reksa dana pendapatan tetap), dan konservatif (reksa dana pasar uang).

Raiz sedang mempersiapkan diri dengan satu bank yang memiliki mobile banking dan dua pemain e-wallet. Apabila tidak ada aral melintang, aplikasinya direncanakan meluncur paling lambat kuartal III/2019.

“Kami ingin pas meluncur nanti aplikasinya sudah benar-benar siap agar pengguna tidak kecewa karena semua transaksi dalam aplikasi ini pakai API, jadinya serba otomatis tidak ada yang manual,” kata Fahmi.

Selain menjadi aplikasi investasi, ke depannya pengguna dapat menjadikan Raiz sebagai media untuk memantau tingkat belanjanya sehingga dapat dievaluasi lebih jauh. Antar pengguna bisa saling berdiskusi mengenai pilihan investasi, atau kebiasaannya itu sudah lebih baik atau belum.

Rencana jangka panjang

Fahmi melanjutkan fokus Raiz Invest adalah menjangkau orang-orang yang belum pernah belum pernah berinvestasi ke reksa dana. Setelah aplikasi dirilis, ditargetkan nilai transaksi (AUM) dapat tembus Rp400 juta setiap harinya sampai akhir tahun ini.

Perkiraan ini diambil dari target pengguna Raiz sebanyak 40 ribu orang. Sedangkan dana yang terkumpul per harinya dari satu pengguna diperkirakan sebesar Rp10 ribu. Secara jangka panjang, Raiz menargetkan dapat menjangkau 400 ribu pengguna pada 2020.

“Bisnis model kami bukan di-drive oleh penerimaan AUM karena minimal investasi di Raiz itu Rp10 ribu saja. Jadi kami bidik target pengguna sebanyak-banyaknya.”

Sembari menunggu aplikasi dirilis, Raiz menyediakan pendaftaran e-mail untuk siapapun yang ingin mendapat info terbaru dari perusahaan. Raiz telah mengantongi izin usaha sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari OJK per 10 Desember 2018.

Di Australia saja, Raiz melayani 30 juta transaksi dengan nilai per transaksi AUD $1. Hingga Januari 2019, aplikasinya sudah diunduh lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175 ribu pengguna aktif, 75% diantaranya adalah milenial.

 

Tokopedia and Pegadaian Officially Launches “Tokopedia Emas” for Selling Gold

Tokopedia introduces partnership with Pegadaian by launching “Tokopedia Emas” feature. It gives opportunity for users to buy and sell gold online, replacing the previous partnership with Orori.

Starts from 500 rupiah, users can invest in gold commodity. There are some membership levels based on the transaction requirements, Gold Club, Gold Prime, and Gold Prestige.

“Our partnership with Tokopedia is due to the same vision and mission to facilitate public to invest in gold bar through saving account,” PT Pegadaian’s Director of Marketing & Product Development, Harianto Widodo.

Tokopedia’s Co-Founder & Vice Chairman, Leontinus Alpha Edison added, “As we, a state-owned company, see Pegadaian as very relevant to be Tokopedia’s partner. It starts with gold saving, later, there might be some new features to introduce.”

Monitored by OJK

The system used in Tokopedia Emas product is under OJK (Financial Service Authority). Pegadaian ensures all products are insured. The transaction process is quite easy. Customers should only add a total purchased gold in grams or rupiah, and make payment as shopping in Tokopedia.

“We’re currently provide direct pick-up for customers who want to print their savings into physical form [gold bar] in all Pegadaian branches. In mid 2019, we’re planning to form partnership with third party logistics for home delivery,” he said.

Tokopedia and Pegadaian claim the disbursement to be real-time. It’s the leading ability of Tokopedia Emas. In addition, customers can also print their savings into jewelry. In terms of certificate, they can have it through Pegadaian.

Having established less than a month, Tokopedia Emas is claimed to have total customers with significant increase up to three times.

“Through partnership with Tokopedia, Pegadaian is expected to acquire more millennials which already registered in Tokopedia,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia dan Pegadaian Resmikan Fitur Jual Beli Emas “Tokopedia Emas”

Tokopedia meresmikan kerja samanya dengan Pegadaian dengan meluncurkan fitur jual-beli emas “Tokopedia Emas”. Fitur ini memberikan kesempatan kepada pengguna melakukan transaksi jual-beli emas secara online, menggantikan kemitraan sebelumnya dengan Orori.

Dimulai dari 500 Rupiah sebagai investasi awal, pengguna bisa berinvestasi di produk komoditas emas. Ada beberapa level membership untuk para pengguna sesuai dengan kebutuhan transaksi emas yang dilakukan, yaitu Gold Club, Gold Prime dan Gold Prestige.

“Tujuan kami bekerja sama dengan Tokopedia adalah karena adanya kesamaan visi dan misi yaitu mempermudah masyarakat berinvestasi emas dalam bentuk tabungan,” kata Direktur Pemasaran & Pengembangan Produk PT Pegadaian Harianto Widodo.

Co-founder & Vice Chairman Tokopedia Leontinus Alpha Edison menambahkan, “Kami melihat sebagai perusahaan BUMN, Pegadaian sudah sangat relevan untuk menjadi mitra Tokopedia. Awalnya bisa dimulai dengan tabungan emas, ke depannya bukan tidak mungkin fitur menarik lainnya akan kami kembangkan.”

Diawasi OJK

Sistem yang digunakan dalam produk Tokopedia Emas berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pegadaian memastikan semua produk sudah diasuransikan. Proses transaksi disebut relatif mudah. Nasabah cukup mengisi jumlah emas yang dibeli dalam bentuk satuan gram atau Rupiah dan melakukan pembayaran seperti halnya berbelanja di aplikasi Tokopedia.

“Saat ini kami baru menyediakan pengambilan langsung untuk nasabah yang ingin mencetak tabungan mereka dalam bentuk fisik [batangan emas] di semua cabang Pegadaian. Namun pertengahan tahun 2019 nanti kami berencana untuk menjalin kemitraan dengan logistik pihak ketiga untuk pengantaran ke rumah nasabah,” kata Harianto.

Proses pencairan tersebut diklaim Pegadaian dan Tokopedia bisa dilakukan secara real time. Hal tersebut yang menjadi unggulan Tokopedia Emas. Selain emas batangan, nasabah ke depannya bisa mencetak tabungan dalam bentuk perhiasan. Untuk sertifikatnya sendiri, nasabah bisa mendapatkannya langsung di cabang Pegadaian.

Meskipun baru berjalan kurang dari satu bulan, Tokopedia Emas diklaim telah memiliki jumlah pengguna atau nasabah yang signifikan dengan kenaikan hingga tiga kali lipat.

“Melalui kerja sama dengan Tokopedia diharapkan Pegadaian bisa menarik lebih banyak nasabah baru dari kalangan milenial yang saat ini sudah banyak bergabung dengan Tokopedia,” kata Harianto.

Application Information Will Show Up Here