Bukalapak Persiapkan IPO Paling Lambat 2026

Bukalapak, salah satu marketplace terbesar di Indonesia, tengah mempersiapkan rencana melantai (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) paling lambat 10 tahun dari sekarang atau sebelum 2026. Selain itu, dalam kurun waktu tersebut diharapkan dapat merangkul hingga 30 juta pelapak (penjual). Jumlah tersebut lebih dari separuh jumlah pengusaha UKM yang tercatat dalam Kementerian Koperasi dan UKM RI sebesar 57,9 juta pada 2015.

Seperti diberitakan sebelumnya, BEI mendorong Bukalapak untuk menjadi salah satu pelopor startup lokal yang melakukan IPO di Tanah Air bersama-sama dengan Kaskus. Namun, pada saat itu kabar tersebut disangkal oleh Achmad Zaky, CEO Bukalapak.

[Baca juga: Bukalapak dan Kaskus Klarifikasi Rumor IPO (UPDATED)]

“Dalam kurun 10 tahun mendatang, kami menargetkan sudah melantai di BEI. IPO itu adalah alat, jangan dijadikan tujuan, sebab kami akan pakai alat apa saja untuk membuat UKM Indonesia jadi lebih maju,” ujar M Fajrin Rasyid, Co-founder dan CFO Bukalapak, saat ditemui DailySocial di kantornya, Senin (29/8).

Mengenai target pelapak, lanjutnya, dari data Kemenkop tidak seluruhnya UKM bisa feasible untuk dijadikan sebagai usaha online. Maka dari itu, pihaknya menaruh patokan sekitar 25 juta sampai 30 juta di antaranya memiliki potensi bisa bergabung menjadi penjual di Bukalapak.

“Kami prediksi dari total pengusaha UKM yang terdata oleh Kemenkop sekitar 25 juta sampai 30 juta di antaranya menjadi target kami untuk bisa bergabung menjadi penjual di Bukalapak.”

Bukalapak sendiri tahun ini menargetkan jumlah pelapak yang bergabung mencapai angka 2 juta, pencapaian hingga Agustus 2016 sudah melebihi 1 juta pelapak. Dalam jangka menengah, Bukalapak juga menargetkan pada 2020 jumlah pelapak bisa menyentuh angka 10 juta.

Menurutnya, strategi yang dipakai Bukalapak untuk menggaet lebih banyak pelapak dengan aktif mengadakan roadshow ke kota-kota di Indonesia, kopi darat dengan pelapak existing dan calon pelapak, dan terus memperbaharui fitur forum diskusi yang sudah disediakan Bukalapak. Strategi pendekatan lainnya, lanjutnya, masih dalam perencanaan perusahaan sambil mengikuti perkembangan konsumen Indonesia.

Sebab, perlu diketahui, belum tentu strategi yang dilakukan Bukalapak pada saat ini bisa diaplikasikan pada masa depannya. “Kami akan terus menyesuaikan strategi sesuai dengan perkembangan konsumen dan perekonomian Indonesia itu sendiri agar bisa tetap tepat sasaran. Sekaligus, membuat kami jadi lebih aware agar tetap bisa bersaing dengan markeplace lainnya.”

Fajrin juga mengungkapkan, dalam beberapa tahun pihaknya berambisi ingin membawa produk UKM Indonesia ke ranah pasar internasional. Namun hingga kini, rencana tersebut masih dalam tahap kajian internal perusahaan. Mengingat banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, misalnya meningkatkan tingkat edukasi penjual dan pembeli, perbaikan sistem logistik, dan sebagainya.

Edukasi menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar Bukalapak. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum memahami konsep marketplace dan perbedaaannya dengan e-commerce atau iklan baris online. Selain itu, masih banyak penjual yang masih menjadikan media sosial sebagai basis utama penjualan online mereka.

Akan tetapi, bila dibandingkan kondisinya dari tahun-tahun sebelumnya sekarang ini sudah lebih baik. Pasalnya, tingkat penetrasi masyarakat Indonesia terhadap internet sudah berangsung meningkat, belum lagi ditambah harga smartphone dan paket data yang semakin terjangkau sehingga akses internet semakin mudah didapat.

“Visi misi kami hingga 10 tahun mendatang adalah menjadi partner utama seluruh UKM di Indonesia, dengan merangkul sebanyak-banyaknya pengusaha. Kemudian, Bukalapak bisa menjadi brand yang melekat dari benak setiap orang ketika ingin berjualan dan membeli suatu produk. Sama halnya dengan YouTube yang pertama kali muncul di benak orang-orang saat ingin menonton video online.”

Terus perbaiki bisnis

Bukalapak, sambung Fajrin, juga terus memperbaiki bisnis guna mendapatkan pengguna lebih banyak lagi. Bukalapak sudah tersedia dalam platform desktop, Android, dan iOS. Dia mengklaim, rating Bukalapak dalam aplikasi mobile termasuk salah satu aplikasi dengan rating tertinggi di antara marketplace lainnya.

Rating menjadi salah satu patokan utama yang diambil Bukalapak dalam peningkatan kualitas bisnis untuk konsumennya. Kendati demikian, hal ini tidak membuat Bukalapak tidak menjadi bias karena lebih mengutamakan aplikasi mobile ketimbang desktop.

Menurutnya, mengutamakan seluruh channel marketing bisa membuat Bukalapak terus menjaga kualitas pelayanannya. Dia mengungkapkan, ada suatu tren yang diperkirakan bakal terjadi di masa mendatang, ketika konsumen akan kembali ke penggunaan desktop daripada mengunduh aplikasi di smartphone-nya.

“Meski itu hanya suatu riset, tapi kami menganggapnya kemungkinan saja bisa terjadi. Pasalnya ada kemungkinan konsumen akan lebih selektif dalam mengunduh aplikasi dalam smartphone karena bisa jadi ingin menghemat storage dan ingin merasakan experience terlebih dahulu dengan mengakses lewat desktop. Apabila ada manfaatnya, baru mereka akan mengunduhnya. Hal inilah yang membuat kami tetap ingin memajukan seluruh channel yang dimiliki.”

Selain itu, Bukalapak juga akan tetap rutin menjaga keamanan data pelanggan dan perusahaan dengan menggandeng perusahaan internet security dan hacker secara berkala. Hal ini agar potensi kejahatan online bisa diminimalisir Bukalapak sekaligus menjaga kenyamanan konsumen saat bertransaksi.

Dari sisi logistik, Bukalapak ingin terus menambah rekanan kerja sama dengan perusahaan logistik agar lama waktu pengiriman bisa lebih singkat dengan biaya yang lebih terjangkau.

Application Information Will Show Up Here

Lagi, OJK dan BEI Dikabarkan Akan Bantu Startup yang Ingin Melakukan IPO

Bahasan stratup dan IPO belum juga kunjung usai. Sebagai perusahaan sepak terjang startup diharapkan berakhir di bursa saham. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah dua pihak yang getol membahas rencana IPO untuk startup. Bahkan keduanya dikabarkan tengah menyiapkan aturan yang bisa memudahkan startup untuk bisa melantai di bursa saham melalui IPO. Bahkan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, seperti diberitakan Detik menyebutkan salah satu syarat perusahaan untuk bisa melakukan IPO adalah perusahaan tersebut harus memperoleh keuntungan di tahun keduanya.

Go public itu syaratnya cuma 2, legal administrasi clean sama punya mimpi ke depan. Nah, persoalannya di startup di mereka sendiri, mereka kadang-kadang pikir, ah yang penting punya modal, begitu jadi program kita belum bisa mengkapitalisasi program itu menjadi modal. Nah, ini kita lagi bicara dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) itu dasar utamanya. Tapi di kita sendiri sudah bisa pada dasarnya, dengan syarat tahun keduanya untung,” jelas Tito.

Masih dari sumber yang sama, Tito menyebutkan saat ini sah ada beberapa startup yang tertarik untuk melakukan go public atau IPO. Selanjutnya untuk membantu memudahkan startup yang ingin melakukan IPO BEI bersama dengan bank Mandiri akan membuat sebuah program untuk statup untuk bisa listing atau mencatatkan sahamnya di BEI dengan cara mendidik startup tersebut.

Kurang lebih dalam waktu satu hingga satu setengah bulan ke depan akan dibuka sebuah tempat sebagai inkubator startup berlokasi di Plaza Bapindo.

“Inkubator sudah mulai bicara kita akan bikin bersama Bank Mandiri di gedung Bapindo. Insya Allah akan dibuka dalam waktu 1-1,5 bulan ini. Semua startup boleh buka di situ, lalu nanti dikenalkan dengan accounting, lawyer, ajarin bikin cara projection. Kita akan kenalkan dengan calon-calon investor pemulanya,” papar Tito.

Sebelumnya kabar mengenai OJK dan BEI akan membantu dan memudahkan startup agar bisa melantai di bursa saham juga sudah terdengar. Tepatnya dua bulan lalu OJK dan BEI mengungkapkan siap memfasilitasi startup yang berkeinginan untuk melakukan IPO.

IPO bagi startup bukan sebuah hal yang mutlak membawa keuntungan. Ada pro dan kontra yang mengikuti setiap keputusan untuk melakukan IPO. Ada juga pertimbangan mengenai keuntungan dan tantangan dalam melakukan IPO. Patut ditunggu, jika pemerintah dalam hal ini BEI dan OJK sudah membuka kesempatan untuk IPO, siapa kiranya startup yang siap melantai di bursa saham Indonesia.

Pro dan Kontra Startup Melakukan IPO

Perusahaan besar yang telah menjalankan bisnisnya dengan prima dan mendapatkan profit yang stabil pada akhirnya akan dihadapkan pada pilihan untuk Go Public atau kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat. Langkah tersebut sebelumnya telah diambil oleh perusahaan teknologi raksasa seperti Google (GOOGL) dan Apple ( AAPL) yang telah mendaftarkan perusahaan mereka di indeks pasar saham NASDAQ.

Sebelum Anda berencana untuk melakukan initial public offering (IPO), atau penawaran saham perdana, ada baiknya untuk mencermati apa saja langkah tepat yang harus diambil, keuntungan serta kekurangan jika penawaran umum perdana saham dilakukan.

Cara melakukan IPO

Dibutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang untuk memulai penawaran umum saham perdana sebuah perusahaan, diantaranya adalah mengumpulkan secara detil informasi juga data yang dibutuhkan untuk kemudian dilengkapi bersama dengan formulir dan berkas yang terkait. Setelah itu Anda pun wajib untuk mengikuti rangkaian kegiatan wawancara dari pihak bank hingga pihak terkait lainnya yang akan menentukan berapa nilai yang tepat untuk perusahaan.

Manfaat IPO

Pasca Go Public dilakukan, perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang besar, mulai dari pertumbuhan yang bisa mencapai 20% dan tentunya berpotensi untuk mendatangkan banyak uang pemasukan setiap tahunnya. Perusahaan publik dapat menggunakan penawaran saham sekunder untuk mengumpulkan uang tanpa harus meminjam. Hal ini lebih mudah untuk mendapatkan dana dan pinjaman dari sumber-sumber swasta.

Penghargaan saham yang ada dapat digunakan untuk menarik perhatian dan mempertahankan karyawan yang inti. Secara langsung perusahaan pun akan mendapatkan prestise dan performa yang lebih jika telah melakukan IPO. Go public juga dapat memberikan keuntungan besar bagi pengusaha, pemodal ventura dan mitra bisnis lainnya, setelah bertahun-tahun membangun usaha yang sukses.

Kerugian IPO

IPO melibatkan komitmen waktu yang sangat besar yang berpotensi mengalihkan perhatian pemilik bisnis dari prioritas strategis lainnya. Namun yang lebih penting untuk dicermati adalah melakukan go public membutuhkan biaya yang besar jumlahnya.

Biaya dan komitmen waktu juga harus dilakukan secara berkelanjutan setelah perusahaan sudah resmi terdaftar di pasar bursa saham. Anda juga diwajibkan memberikan laporan keuangan secara berkala yang diumumkan secara publik. Untuk itu Anda sebagai pemilik perusahaan dan jajaran manajemen lainnya wajib untuk memperhatikan setiap langkah yang diambil usai penawaran perdana saham dilakukan.

Pos Logistik Indonesia dan Rencana Akuisisi Tiga Startup Teknologi

Pos Logistik Indonesia, anak perusahaan Pos Indonesia, berencana untuk mengakusisi tiga startup teknologi di bidang enterprise solution, mobile application, dan big data analytics tahun ini. Langkah ini diambil sebagai bagian dari transformasi digital yang dilakukan dalam tubuh Pos Logistik Indonesia. Bila semua berjalan sesuai rencana, Initial Public Offering (IPO) di tahun 2020 menjadi target berikutnya yang ingin dicapai.

Rencana akuisisi tiga startup teknologi Pos Logistik Indonesia

CEO Pos Logistik Indonesia Yan Hendry Jauwena mengatakan, “Kami di Pos Logistik akan melakukan transformasi digital dengan investasi di tech startup company [lewat akuisisi] untuk memperkuat posisi Pos Logistik agar siap melayani konsumen-konsumen yang dimiliki, khususnya di area e-commerce logistics service.”

Yan melanjutkan lebih jauh bahwa alasannya memilih startup di sektor enterprise solution yaitu agar platform bekerja perusahaan berada di atas teknologi yang dapat memberikan efesiensi dari sisi proses kerja. Dengan kata lain, tidak dilakukan secara manual lagi.

“Memang ada solusi enterprise yang ditawarkan dari sistem provider merek ternama yang banyak di pakai oleh perusahaan besar, tetapi kami memilih jalan ini karena ingin dapat menyesuaikan sendiri sistem kami di waktu mendatang untuk bisa adaptasi dengan market lebih cepat. Untuk itu, kami memutuskan melakukannya sendiri dengan jalan berinvestasi di dalam perusahaan jenis ini,” tegas Yan.

Sementara itu dipilihnya startup di sektor mobile application didasari pada kebutuhan konsumen untuk kemudahan layanan. Yan menjelaskan bahwa Pos Indonesia grup sendiri melihat ada kebutuhan konsumen yang bisa dijawab dengan aplikasi, seperti order management for logistics and transport, payment, ataupun integrasi dengan produk lain yang bisa memberikan solusi yang lebih baik nantinya.

Terakhir, startup di sektor big data dipilih karena Yan percaya inforamsi berbasis data yang kuat bisa mendorong bisnis di grup Pos Indonesia atau Pos Logistik Indonesia ke arah yang lebih baik.

Yang mengatakan, “Simply kami tahu di era big data saat ini, dan waktu mendatang, kami perlu informasi yang berbais data yang kuat untuk men-drive bisnis di grup kami di Pos Indonesia maupun Pos Logistik. Untuk itu kami siapkan [rencana akusisi di startup big data] agar setiap keputusan bisnis bisa di ambil berdasarkan informasi yang bermodalkan data yang tajam untuk strategi yang akan di lakukan di waktu mendatang.”

Saat ini, proses akusisi tiga startup tersebut masih dalam tahap due diligence. Bila sesuai rencana, Pos Logistik akan mengumumkan akusisi di kuartal ketiga tahun ini. Pos Logistik Indonesia sendiri akan memiliki 90 persen saham di masing-masing tiga startups tersebut.

Transformasi digital Pos Logistik Indonesia dan rencana IPO di 2020

Satu hal yang perlu diketahui, rencana akuisisi startup teknologi yang akan dilancarakan Pos Logistik Indonesia ini tidak akan mengambil startup yang masih baru atau fresh from the oven. Salah satu alasannya adalah regulasi perusahaan yang membatasi sebagai bagian dari institusi BUMN.

Di samping itu, tujuan utama dari transformasi digital Pos logistik Indonesia sendiri adalah untuk membangun keunggulan layanan berbasis teknologi yang bisa mengangkat portofolio perusahaan hingga bisa mengajukan IPO di tahun 2020. Selain akuisisi, langkah transformasi digital dalam tubuh perusahaan juga dimulai dari hal yang kecil seperti mengubah perilaku dalam menggunakan teknologi. Contohnya dalam menggunakan email.

“Sederhananya, kami sangat tahu kondisi kami dan tahu mau ke mana kami bawa transformasi digital dan teknologi di tubuh korporasi kami. Untuk itu kami mulai dengan yang kecil, you have to walk before you can run,” kata Yan.

Pos Logistik juga memiliki divisi ICT (Information Commucation Technology) sendiri saat ini yang digawangi oleh orang-orang terbaik dalam bidang IT logistics dan e-commerce. Divisi  IT yang sebelumnya difungsikan sebagai support ini pun kini berada di bawah divisi operation yang dipimpin oleh COO Pos Logistik Indonesia Syaiful Rachman.

Yan mengatakan, “Divisi teknologi sudah ada sejak Pos Logistik berdiri, tetapi pada awalnya tidak berada di bawah operation karena difungsikan sebagai support. Sekarang kami menaruhnya di bawah operation karena fungsinya […] jadi strategic dan jadi ada competitive advantage-nya. Kami [bisa] scale up timnya dengan orang infrastuktur IT sendiri, sistem integrasi sendiri, dan software development sendiri.”

“Dampaknya, ICT team kami akan segera merevolusi cara kami bekerja di waktu mendatang yang akan mendatangkan banyak keunggulan yang bisa memberikan solusi kepada custumers, khususnya juga di bidang e-commerce logistics,” tandas Yan.

Keuntungan dan Tantangan IPO untuk Startup

Beberapa waktu lalu topik startup Indonesia menjajaki IPO (Initial Public Offering) sempat mencuat ke permukaan. Pihak-pihak terkait seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan juga OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sempat diberitakan mendukung startup-startup top Indonesia untuk melakukan IPO dengan mengeluarkan insentif dan beberapa regulasi lainnya yang mendukung. Tapi sebenarnya seberapa perlukah IPO bagi startup ?

IPO seperti banyak hal lainnya menyimpan dua sisi kemungkinan. Sisi menguntungkan dan sisi lain yang berkebalikan. Semua ini harus dipertimbangkan matang-matang sebelum startup memutuskan untuk IPO. IPO atau sering disebut “go-public” memungkinkan eksposur bisnis yang lebih tinggi. Ini berarti perusahaan bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan brand equity yang mampu membantu proses pemasaran, termasuk prestise dan juga kredibilitas perusahaan atau dengan kata lain lebih terkenal. Publikasi yang didapatkan tidak jarang juga berujung pada didapatkannya kelompok pengguna baru.

Dari sisi modal IPO juga dinilai menjadi salah satu jalan yang tepat untuk mendapatkan modal. Menjual lembaran-lembaran saham ke ranah publik bisa meningkatkan modal yang bisa bermanfaat bagi perusahaan, termasuk menutup hutang-hutang yang ada.

Memecah kepemilikan saham dengan menjualnya ke ranah publik artinya juga mengurangi risiko kepemilikan. Kepemilikan perusahaan mulai dibagi untuk sekelompok pemegang saham, sementara persentase keuntungan masih didapat. Strategi IPO juga biasanya sering dilakukan sebagai salah satu exit strategy.

Di sisi lain IPO juga memiliki risiko yang cukup tinggi. Untuk perusahaan-perusahaan konvensional profitabilitas dan track record sangat diperlukan sebelum melakukan IPO. Di era internet profit dan track record ini yang menjadi boomerang. Untuk perusahaan digital profit dan track record menjadi sesuatu yang abu-abu. Ini yang harus diperhitungkan matang-matang. Tekanan dan harapan pertumbuhan perusahaan setelah melakukan IPO tentu berbeda dengan sebelumnya. Perusahaan akan dituntut lebih cepat mendapatkan pertumbuhan.

Kecuali bagi mereka yang melakukan IPO sebagai exit strategy. Mereka akan mendapatkan modal yang cukup besar dari penjualan kepada publik untuk kemudian membagikan risiko (kegagalan) kepada sekelompok pemegang saham.

Bukalapak dan Kaskus Klarifikasi Rumor IPO (UPDATED)

Pekan lalu beredar kabar bahwa Bukalapak dan Kaskus tengah dalam pembicaraan dengan Bursa Efek Indonesia untuk melakukan IPO. Menurut Direktur Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, Bukalapak dan Kaskus sudah melakukan penjajakan untuk melakukan IPO dan diklaim masih ada beberapa hambatan dalam hal kesiapan legal dan administrasi. Belakangan, baik pihak Bukalapak maupun Kaskus membantah pihaknya akan mendaftarkan diri secara publik dalam waktu dekat.

CEO Bukalapak Achmad Zaky kepada DailySocial mengungkapkan bahwa pihaknya belum ada rencana sama sekali untuk IPO dan berita yang beredar tidaklah benar. Justru pihak BEI yang mengundang Bukalapak untuk untuk IPO.

“Tidak ada omongan sama sekali soal BL [Bukalapak] ingin IPO. Cuma ketemu Pak Tito Kepala BEI (Bursa Efek Indonesia) dan beliau yang ngajak untuk IPO,” ujar Zaky.

Hal yang sama juga diklarifikasi pihak Kaskus. Direktur GDP Venture (investor Kaskus) Martin Hartono mengungkapkan bahwa Kaskus tidak akan melakukan IPO dalam waktu dekat. Sebelumnya Co-Founder Kaskus Andrew Darwis mengungkapkan keinginan Kaskus untuk IPO dalam jangka waktu beberapa tahun lagi.

Sejauh ini belum ada startup yang benar-benar memasang target atau setidaknya melakukan IPO dalam beberapa tahun ke depan. Hanya Bhinneka dalam pembicaraan mengenai target dan rencananya di tahun 2016 kepada Dailysocial mengungkapkan rencananya untuk bisa menjadi salah satu startup yang melakukan IPO setidaknya sekitar dua tahun mendatang.

Satu-satunya kisah keterbukaan startup Indonesia sejauh ini adalah KinerjaPay, sebuah platform e-commerce, yang terdaftar di bursa OTC Amerika Serikat.

Menurut venture capitalist Aileen Lee, bagi startup, termasuk yang sudah berstatus unicorn, kondisi privat cenderung lebih nyaman karena tidak perlu melaporkan kondisi keuangan secara publik, tidak perlu berhadapan dengan investor aktivis (tidak banyak di Indonesia, tetapi banyak di negara-negara maju), bisa fokus ke strategi jangka panjang, dan tidak perlu mengungkapkan strategi bisnisnya ke publik.

Update: Co-Founder Kaskus Andrew Darwis menanggapi isu IPO menjawab, “Semua startup / pemain di industri .com itu pasti punya mimpi untuk bisa IPO / masuk bursa saham. Kita (Kaskus) udah pernah ada pembahasan IPO tapi sampe sekarang belum ada rencana untuk IPO. Jadi pemberitaan di MetroTV itu kurang akurat karena saat itu kita diundang untuk Pembukaan Pasar Modal dan bukan untuk pembicaraan IPO.”

Kaskus dan Bukalapak Mulai Jajaki IPO di BEI

Berita mengenai IPO perusahaan-perusahaan startup di Indonesia mulai berhembus beberapa bulan terakhir. Beberapa startup yang dipandang sebagai pemain top masuk daftar yang dikabarkan segera melantai di bursa saham Indonesia. Nama-nama tersebut antara lain Tokopedia, Bhinneka, Go-Jek, Bukalapak dan Kaskus. Dua nama terakhir bahkan sudah mulai mengadakan pembicaraan dengan Bursa Efek Indonesia untuk rencana IPO ini.

Seperti diberitakan Kontan Direktur Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengungkapkan bahwa ada beberapa startup di bidang teknologi informasi yang sudah membuka pembicaraan runtun melakukan IPO seperti Bukalapak dan Kaskus. Namun sayangnya masih ada beberapa hambatan dalam hal kesiapan legal dan administrasi.

“Kaskus dan Bukalapak.com sudah ngobrol sebenarnya. Proses 4-5 bulan bisa selesai untuk mengurus IPO asal mereka commit,” ujar Tito.

Sebelumnya juga kabar mengenai Kaskus ingin melakukan IPO sudah beredar di awal bulan ini. Dalam sebuah wawancara dengan Metro TV CTO Kaskus Andrew Darwis mengungkapkan bahwa Kaskus akan segera IPO dalam beberapa tahun lagi. Jika kembali merujuk pernyataan Tito, sangat dimungkinkan mereka sedang menyiapkan beberapa dokumen dan administrasi yang menjadi hambatan.

Menyoal IPO yang akan dilakukan oleh startup-startup Indonesia memang sedang menjadi sorotan beberapa pihak, terutama pihak Bursa Efek Indonesia dan OJK. Dalam pemberitaan sebelumnya Bursa Efek Indonesia memiliki rencana untuk memfasilitasi startup yang ingin melakukan IPO namun startup terlebih dulu harus mendapatkan pembinaan dari OJK.

Tak hanya OJK dan Bursa Efek Indonesia, dukungan agar startup segera melakukan IPO juga datang dari KADIN (Kamar Dagang dan Industri). Bahkan bersama dengan Bursa Efek Indonesia KADIN akan membangun sebuah inkubator yang mempersiapkan IPO untuk startup-startup Indonesia.

Salah satu efek menjadi perusahaan publik adalah keterbukaan informasi, termasuk informasi laporan keuangan. Sejumlah startup teknologi di Amerika Serikat nilai sahamnya stagnan, atau bahkan jatuh, karena kondisi keuangan yang masih merugi. Apakah startup teknologi di Indonesia sudah siap buka-bukaan?

OJK Siap Lakukan Pembinaan untuk Startup yang Akan Melakukan IPO

Rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) memfasilitasi startup IPO atau melakukan penawaran saham perdana nampaknya mulai terbuka lebar. Namun, startup yang dinilai memiliki kualifikasi untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) harus mendapatkan pembinaan terlebih dahulu melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, BEI dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) juga telah mendirikan inkubator untuk mempersiapkan startup melakukan atau IPO.

“Waktu mereka dibina itu mungkin akan butuh waktu setahun [atau] dua tahun, sampai mereka siap secara permodalan dan governance. Mereka harus siap dua-duanya,” kata Anggota Dewan Komisioner selaku Kepala Eksekutif Pengawas Poser Modal OJK Nurhaida seperti dilansir dari Okezone.

Secara khusus fokus utama dari OJK adalah hanya melakukan pembinaan kepada startup secara intens. Dengan demikian, ketika waktunya tiba startup siap untuk melakukan IPO.

“UKM yang bisa IPO hampir kita fokuskan kepada startup company karena nanti itu yang akan coba dibina dari segi governance-nya dan dari segi laporan keuangannya,” kata Nurhaida.

Saat ini diperkirakan sudah ada beberapa startup yang sudah siap untuk melakukan penawaran saham perdana. Salah satunya adalah Bhinneka.

Dalam kesempatan acara perayaan ulang tahunnya, Bhinneka memberikan pernyataan berminat melakukan IPO dalam waktu dua tahun ke depan pasca perolehan pendanaan 300 miliar Rupiah dari Ideosource.

Dengan pembinaan yang dilakukan oleh OJK, setidaknya bisa memberikan peluang kepada startup di Indonesia untuk tampil dan memvalidasi bisnis model sebagai perusahaan rintisan. Dalam hal ini BEI juga bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengawasi dan memfasilitasi keseluruhan proses tersebut.

BEI dan Kadin Akan Bangun Inkubator untuk Mempersiapkan IPO Startup

Naik daunnya industri digital kreatif di Indonesia telah berhasil menarik perhatian Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kamar Dagang dan Industi (Kadin) Indonesia untuk mendorong para pelakunya segera masuk ke pasar modal. Hal ini ditindaklanjuti lewat kerja sama yang terjalin antara BEI dan Kadin untuk mendirikan inkubator di Jakarta dan Bali. Tujuannya adalah mempersiapkan para pelaku startup untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) di bursa saham.

Dikutip dari Dealstreetasia, Direktur BEI Tito Sulistio mengatakan:

“Kami bersama-sama dengan Kadin akan menyiapkan inkubator untuk memelihara startup. Kami akan memfasilitasi mereka untuk mendapatkan dukungan dari pengacara, akuntan, dana modal ventura dan konsultan untuk membantu mereka mencari dana melalui IPO, bank atau modal ventura.”

Diungkapkan Tito bahwa kedua belah pihak juga telah mencapai kesepakatan untuk membangun inkubator di kota Jakarta dan Bali pada bulan Juli nanti.

Langkah ini diambil dengan latar belakang peraturan yang sedang dipersiapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait IPO untuk UKM dan startup. Dalam peraturan yang bisa jadi dasar hukum UKM dan startup tersebut disebutkan bahwa mereka bisa menghasilkan dana hingga setinggi Rp 1 triliun dari IPO. Tapi pihak regulator juga masih mengevaluasi norma IPO untuk startup yang diharapkan bisa diimplementasikan pada akhir tahun ini.

Disamping rencana pembangunan inkubator, BEI dan Kadin juga kini sedang dalam pembicaraan untuk membentuk board khusus bagi UKM dan startup. Ide tersebut masih berkaitan dengan peraturan yang berlaku saat ini, yaitu hanya UKM dengan aset bersih minimal Rp 5 miliar yang memenuhi syarat untuk memperdagangkan saham di BEI.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang UMKM, Koperasi, dan Industri Kreatif Sandiaga Uno juga mengharapkan bahwa 10 dari 50 UKM yang teridentifikasi sudah bisa masuk pasar modal dala satu hingga dua tahun mendatang. Nama-nama pemain e-commerce seperti Bhineka, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak adalah pemain e-commerce yang disebut Sandiaga sudah siap untuk IPO.

“Kita akan mendapatkan keuntungan jika 5-10 UKM di sektor teknologi dan e-commerce akan pergi untuk IPO. Perusahaan seperti Bukalapak, Tokopedia, Traveloka, dan Bhineka harusnya sudah siap untuk IPO,” tandas Sandiaga.

Bantu UKM dan Startup Dapatkan Investasi, OJK Buat Regulasi Khusus di Pasar Modal

OJK mencatat, dari data yang dimiliki saat ini, masih ada sekitar 54 juta UKM yang kesulitan mendapatkan pendanaan dari bank. Regulasi yang ada mengharuskan UKM dan startup untuk memenuhi persyaratan ketat yang dikeluarkan oleh BI dan OJK jika ingin meminjam dana yang besar untuk pengembangan usaha. Hal tersebut cukup memberatkan UKM dan startup, yang pada akhirnya lebih memilih untuk mendapatkan investasi dari angel investor hingga ventura kapital asing.

Menjawab kendala tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Nurhaida menegaskan secara eksplisit, selaku regulator OJK ingin mendorong perkembangan UKM dan juga startup. Dalam 5 tahun terakhir OJK mencatat UKM dan startup merupakan kelompok industri yang turut mendukung ekonomi nasional. Banyak UKM yang berkembang namun masih belum memiliki akses pendanaan dari Bank.

“Kami usahakan bagaimana UKM mendapat jalan keluar, maka kami pertimbangkan masuk ke pasar modal. Akan tetapi tidak gampang untuk masuk bursa karena harus ada syarat modal minimum, underwriter yang merupakan biaya bagi mereka. UKM di satu sisi berpotensi berkembang tetapi terlalu kecil untuk masuk papan reguler,” ujarnya Nurhaida kepada Bareksa.

Nantinya OJK akan melakukan pengkajian UKM dan startup yang ingin mengembangkan usahanya melalui saham perdana (IPO) di lantai bursa. OJK dan pihak terkait juga akan memastikan membuat aturan khusus dan juga memisahkannya dari yang sudah ada saat ini untuk menjamin likuiditas saham bagi investor.

Melibatkan angel investor bantu UKM dan startup

Salah satu kendala yang saat ini tengah dijajaki solusinya oleh OJK adalah terkait dengan papan utama dan papan pengembangan. Papan utama untuk perusahaan yang memiliki minimal aset Rp 100 miliar, sementara itu papan pengembangan untuk para emiten yang belum dapat memenuhi persyaratan utama namun memiliki potensi untuk berkembang, dengan nilai aset minimal Rp 5 miliar.

Yang menjadi kendala saat ini untuk UKM dan startup adalah kedua bidang usaha tersebut belum tentu dapat memenuhi syarat untuk menawarkan saham di bursa dan belum layak tercatat di papan pengembangan. Hal itu juga akan menjadi pertimbangan para investor yang akan melakukan perdagangan di bursa.

Mengakali kendala tersebut OJK bersama BEI berencana untuk memasukan UKM dan startup ke papan pengembangan khusus, dengan memanfaatkan angel investor yang diharapkan dapat mendukungan perkembangan usaha UKM dan startup layak masuk ke pasar modal.

“Kalau perdagangan tidak likuid, saham mereka tidak menarik. Maka, kami harus mempersiapkan selengkap mungkin, termasuk siapa yang akan membantu perdagangan sekunder di bursa. Bila masuk di papan tetapi tidak ada perdagangan kan sayang,” kata Nurhaida.

Akan disiapkan sistem pembentuk pasar (market maker) yang akan memastikan saham lebih mudah diperdagangkan atau likuid. Rencana ini merupakan bagian program OJK tahun 2016.