Go-Jek’s Fintech Acquisition is Still Bank Indonesia’s Pending Approval

Bank Indonesia (BI), Indonesia’s central bank, is yet to give an approval for Go-Jek’s acquisition for two fintech companies, Midtrans and Kartuku, as they have not submit the licencing process to Central Bank. Go-Jek alone has announced the acquisition to public last week.

In order to be approved, Go-Jek has officially submitted its acquisition plan as standard procedure today (12/18). BI requires Go-Jek to report its acquisition plan of Midtrans and Kartuku, considering both companies are engage in central bank supervisory area. The other acquired company, Mapan, is under OJK’s supervision.

“As per today, Go-Jek already announced the acquisition. It has been delivered to us. They are finishing the document according to our standard. BI will doing research later before giving the approval.” said Pungki Wibowo, BI’s Payment System Policy and Supervision Department Director on Monday (12/18).

According to Wibowo, to provide an approval, central bank always consider various aspects such as maintaining national efficiency, public affair, industrial growth and fair businesses.

BI will also dig deeper in broader perspective by applying consolidated supervision whether the company is a part of business group.

The entire assessment process will begin within 45 working days after the document’s approval. BI is yet to confirm the time of acquisition licensing process will be completed.

Wibowo evaluates, Go-Jek is cooperative enough to report directly as being mentioned by BI through the press release last weekend (12/16), a day after Go-Jek announced the acquisition. Go-Jek showed good ethics by immediately working on the document and other requirements regarding the approval.

One of the company acquired has already reported to BI before the acquisition.

On the other hand, Midtrans and Kartuku are yet to obtain license as Payment System Service Provider (PJSP). Both are claimed to process the license as PJSP for payment gateway, in accordance with PTP PBI regulation issued by BI last year.

“Because the services are effective far before PTP PBI regulation active, so that they get transition period to apply for the license before May 9, 2017. They have filed before the due date and still on process,” Wibowo concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Belum Direstui Bank Indonesia, Go-Jek Ajukan Proses Izin Akuisisi Perusahaan Fintech

Bank Indonesia mengungkapkan belum memberi restu terhadap aksi akuisisi Go-Jek untuk dua perusahaan fintech Midtrans dan Kartuku, lantaran belum mengajukan proses perizinan ke bank sentral. Go-Jek sendiri telah mengumumkan aksi ini pekan lalu ke publik.

Agar dapat restu, pihak Go-Jek telah secara resmi mengajukan rencana akuisisinya sesuai prosedur pada hari ini, (18/12). BI hanya meminta Go-Jek untuk melaporkan rencana akuisisinya terhadap Midtrans dan Kartuku, mengingat kedua perusahaan ini bergerak di ranah pengawasan bank sentral. Sementara Mapan ada di ranah OJK.

“Per hari ini, mereka sudah sampaikan bahwa mereka akan mengakuisisi. Ini sudah disampaikan ke kami. Mereka sedang melengkapi dokumen sesuai dengan apa yang kami inginkan. Berikutnya BI akan lakukan penelitian lanjutan sebelum izin diberikan,” terang Direktur Departemen Pengawasan dan Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo, Senin (18/12).

Menurut Pungky, dalam memberikan persetujuan, bank sentral selalu mempertimbangkan berbagai aspek seperti menjaga efisiensi nasional, menjaga kepentingan publik, menja pertumbuhan industri, dan menjaga persaingan usaha yang sehat.

BI juga akan melakukan pendalaman dalam sudut pandang yang lebih luas dengan menerapkan consolidated supervision apabila perusahaan tersebut bagian dari suatu grup usaha.

Seluruh proses penilian tersebut, akan dimulai dalam kurun waktu 45 hari kerja sejak dokumen dinyatakan lengkap. Sehingga, BI belum bisa memastikan kapan proses perizinan akuisisi akan selesai.

Pungky menilai, Go-Jek cukup kooperatif dengan langsung melapor ke bank sentral saat disinggung BI lewat siaran pers yang disebar pada akhir pekan lalu (16/12), sehari setelah pengumuman dari Go-Jek. Go-Jek menunjukkan itikad baik dengan berusaha melengkapi dokumen dan persyaratan lainnya untuk memperoleh izin akuisisi.

Salah satu dari dua perusahaan yang akan diakuisisi Go-Jek juga sudah melaporkan ke BI sebelum akuisisi diumumkan.

Di sisi lain, Midtrans dan Kartuku belum mengantongi izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Keduanya diungkapkan sedang memproses sebagai PJSP untuk izin payment gateway, sesuai dengan aturan PBI PTP yang dikeluarkan BI pada akhir tahun lalu.

“Karena mereka sudah beroperasi jauh sebelum aturan PBI PTP baru keluar, jadi mendapat masa transisi untuk mengajukan permohonan izin sebelum 9 Mei 2017. Mereka sudah mengajukan sebelum batas tersebut dan sekarang masih proses,” tutup Pungky.

GO-JEK Konfirmasi Akuisisi Terhadap Midtrans, Kartuku, dan Mapan

Hari ini GO-JEK memfinalisasi akuisisi tidak hanya satu, tidak juga dua, tetapi tiga startup fintech sekaligus. Mereka adalah Midtrans, Kartuku, dan Mapan dengan nilai yang tak disebutkan. Pasca akuisisi, ketiga perusahaan akan secara independen dikonsolidasi di bawah GO-JEK Group. Setiap CEO perusahaan akan melanjutkan peranannya sekarang, tetapi juga akan memegang posisi manajemen senior di GO-JEK Group. Secara garis besar, langkah ini akan membantu GO-JEK menyediakan ekosistem pembayaran inklusif untuk institusi finansial, korporasi, UKM, dan juga masyarakat yang sudah mengenal jasa perbankan atau belum.

Rumor tentang cerita akuisisi ini telah terdengar setidaknya selama tiga bulan terakhir. Sebelumnya saya berargumen akuisisi untuk Midtrans dan Kartuku bakal membantu GO-PAY, sistem pembayaran GO-JEK, untuk memiliki dukungan kuat dari payment gateway online dan offline. Penambahan Mapan, sebelumnya kita kenal dengan nama Ruma, bakal membantu GO-JEK untuk visi dealnya, mendorong inklusi finansial ke masyarakat yang lebih luas di Indonesia.

Secara bersama-sama, perusahaan-perusahaan ini telah memproses transaksi finansial sebesar 67,5 triliun Rupiah (sekitar $5 miliar) per tahunnya, melalui kartu kredit, debit, maupun dompet elektronik.

“Kini, saatnya GO-JEK melangkah maju memasuki babak baru. Melalui akuisisi ini, GO-JEK akan berkolaborasi dengan tiga perusahaan fintech nasional terdepan di Indonesia yang memiliki visi dan etos kerja yang sama dengan kami. Inisiatif ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat pondasi dan langkah kami di industri fintech Indonesia,” ujar Founder dan CEO GOJEK-Group Nadiem Makarim dalam pernyataannya.

Ia melanjutkan, “Kami sangat antusias menyambut Kartuku, Midtrans, dan Mapan ke dalam keluarga besar GO-JEK. Kami sudah bekerjasama dan mengikuti perkembangan mereka selama beberapa tahun terakhir dan sangat menantikan kolaborasi lebih lanjut untuk mewujudkan misi yang sama mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui semangat inklusi keuangan. Hal ini sejalan dengan aspirasi Pemerintah Republik Indonesia untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara di tahun 2020.”

CEO Mapan Aldi Haryopratomo akan memegang posisi baru di dalam GO-JEK Group untuk memimpin GO-PAY, CEO Midtrans Ryu Suliawan akan memimpin platform merchant Group, sedangkan CEO Kartuku Thomas Husted akan menjadi Group CFO yang baru.

Inklusi finansial sebagai pendorong

Sistem pembayaran memegang peranan penting bagi perusahaan digital saat ini untuk menambah konsumen baru, apalagi dengan kenyataan bahwa kepemilikan kartu kredit hanya kurang dari 4% dari total populasi. GO-PAY bukanlah satu-satunya pemain di segmen ini, tetapi ia merupakan salah satu metode pembayaran terpopuler di antara konsumen digital karena kemudahan yang ditawarkan untuk pembayaran non-tunai di sarana transportasi, pengantaran makanan, pengantaran paket, dan segmen lainnya di bawah kelolaan GO-JEK.

Presiden GO-JEK Group Andre Soelistyo mengatakan, “Tahun 2018 akan menjadi tahun di mana GO-PAY akan berkembang di luar ekosistem GO-JEK, menyediakan layanan pembayaran yang aman, nyaman, mudah, dan terpercaya baik secara offline maupun online.”

“Akuisisi ini akan mengakselerasi penetrasi dan jangkauan GO-PAY ke ranah pembayaran offline melalui Kartuku, ranah pembayaran online melalui Midtrans, serta meningkatkan inklusi finansial bagi masyarakat unbanked melalui Mapan. Kolaborasi antara perusahaan fintech nasional di dalam GO- JEK Group ini akan mendorong percepatan inklusi finansial untuk jutaan orang Indonesia serta meningkatkan produktivitas ekonomi di seluruh penjuru negeri.”

“Setelah akuisisi ini, tim manajemen dan seluruh karyawan dari masing-masing perusahaan akan beroperasi sebagaimana sebelumnya, namun dapat mengambil manfaat sinergi sebagai bagian dari GO-JEK Group,” ujarnya.

Akhir bulan lalu GO-JEK baru saja meluncurkan GO-BILLS. Konsumen bisa menggunakan GO-PAY untuk membayar tagihan, awalnya untuk tagihan listrik dan BPJS Kesehatan.

Di bulan Agustus, GO-JEK juga telah mengakuisisi Loket, sebuah platform analitik dan manajemen event, yang kini mengelola GO-TIX, platform tiket dan hiburan GO-JEK. Langkah strategis ini membantu Loket berinovasi secara agresif di segmen event.

GO-JEK mengungkapkan saat ini pihaknya melayani 15 juta pengguna aktif mingguan dengan 900 ribu pengemudi di seluruh Indonesia, lebih dari 125 ribu merchant, dan lebih dari 100 juta transaksi yang diproses di dalam platform per bulannya.

GO-JEK disebutkan tahun depan akan berekspansi ke Filipina.

Secara independen mengejar visi

Walaupun sekarang berada di bawah GO-JEK Group, Ryu dan Aldi mengkonfirmasi kepada DailySocial bahwa setiap perusahaan akan terus mengejar visinya secara independen. Go-Pay, menurut mereka, akan membantu mereka untuk melayani konsumennya secara lebih baik dan mengakselerasi setiap misi mereka.

Ryu juga mengatakan bahwa Prism, dan juga produk lain yang berada di bawah kelolaan Midtrans, akan terus melayani pasar e-commerce. “Kami tetap berkomitmen membantu mengakselerasi e-commerce di Indonesia,” ungkapnya.

Aldi menambahkan, Mapan akan terus dikembangkan untuk membantu lebih banyak keluarga Indonesia mendapatkan peluang menikmati layanan finansial berbasis komunitas. Sebagai bagian GO-JEK Group, Mapan dapat mengakselerasi inklusi finansial ke masyarakat unbanked, terutama mereka yang hidup di daerah-daerah pedesaan yang GO-JEK sendiri belum sepenuhnya tersedia.

GO-PAY akan memiliki peranan penting pasca akuisisi, tetapi metode pembayaran lainnya akan tetap didukung oleh Mapan dan Midtrans. Hal ini akan membantu masyarakat untuk tetap memiliki berbagai pilihan pembayaran yang mudah dan nyaman.

“Sebagai negara mobile first, kami percaya pembayaran digital akan semakin banyak masyarakat yang dapat dijangkau, baik di kota maupun yang ada di pelosok desa. Ini adalah upaya GO-JEK Group untuk mendukung dan mengakselerasi program pemerintah terkait inklusi keuangan dan juga ekonomi digital.”

Application Information Will Show Up Here

GO-JEK Confirms the Acquisitions of Midtrans, Kartuku, and Mapan

Today GO-JEK has finalized the acquisitions of not one, not two, but three fintech startups. They are Midtrans, Kartuku, and Mapan (PT Ruma) with no amount disclosed. Post acquisition, the three companies will be consolidated independently under GO-JEK Group. Each company’s CEO to resume on their current position, but will also hold senior management position within GO-JEK Group. In the big picture, this move will allow GO-JEK to provide inclusive payment ecosystem for financial institutions, enterprise, SMEs, and also banked and unbanked customers.

Rumor about these stories has been around for at least past three months. Previously I argued that the acquisition for Midtrans and Kartuku will help GO-PAY, GO-JEK’s payment system, to have strong support from both online and offline payment gateway. The addition of Mapan, previously also known as Ruma, will enable GO-JEK, in its ideal vision, to push financial inclusion to a larger group of society in Indonesia.

Altogether, those companies have processed more than 67,5 trillion Rupiah (around $5 billion) of financial transaction annually, through credit card, debit card, and digital wallet.

“We are now taking GO-JEK to the next stage. Through the acquisitions announced today, we will be working hand in hand with three likeminded companies who share our vision and ethos. This marks a significant development in our position at the heart of Indonesia’s vibrant fintech industry,” GO-JEK Group’s Founder and CEO Nadiem Makarim said in a statement.

He continued, “We are very excited to welcome Kartuku, Midtrans, and Mapan into the GO-JEK family. We have collaborated with them and followed their progress for a number of years and are looking forward to working together on a shared mission to stimulate economic growth and improve lives through increased financial inclusion in Indonesia. This is in line with the Indonesian government’s aspiration for the country to become the largest digital economy in Southeast Asia by 2020.”

Mapan’s CEO Aldi Haryopratomo will be taking new role inside GO-JEK Group to lead GO-PAY, Midtrans’ CEO Ryu Suliawan will lead Group’s merchant platform, and Kartuku’s CEO Thomas Husted will also be Group’ new CFO.

Financial inclusion as the driving force

Payment system plays vital point for digital companies nowadays to acquire new customer, given credit card ownership in Indonesia is around less than 4% if compared to total population. While GO-PAY is not the only player in this segment, it’s one of the most popular payment method among digital customers due to ease of cashless transaction for transportation, food delivery, package delivery, and some other segments under GO-JEK’s management.

GO-JEK Group’s President Andre Soelistyo said, “2018 will be the year that GO-PAY moves beyond the GO-JEK ecosystem, providing convenient, secure and reliable payments both offline and online.”

“The acquisitions will immediately accelerate the acceptance and market leadership of GO-PAY in the offline space through Kartuku as well as the online space through Midtrans, while also increasing financial inclusion for the unbanked through Mapan. This approach to finance, implemented by leading home-grown Indonesian technology businesses within GO-JEK Group, will accelerate financial inclusion for millions of Indonesians and stimulate economic productivity throughout the country.”

“When the acquisitions are finalised, the management teams and employees will continue to operate as before, but will benefit from synergies as part of the Group,” he said.

Recently GO-JEK has just launched GO-BILLS, where customers can use GO-PAY to pay for bill payments, initially for electricity and BPJS Kesehatan. The latter is national health insurance system.

On August, GO-JEK has acquired Loket, an event management and analytics platform, that in turn now manage GO-TIX, GO-JEK’s own ticket and entertainment platform. It’s a strategical move that enable Loket to innovate aggressively in event segment.

GO-JEK revealed its platform now serves 15 million weekly active users with 900,000 drivers all over the country, more than 125,000 merchants, and over 100 million transactions processed through its platform per month.

It also plans to expand to the Philippines next year.

Independently pursuing respective visions

While now serve under GO-JEK Group, Suliawan and Haryopratomo confirm to DailySocial that each of the companies will continue to pursue their respective visions. Go-Pay, according to them, will allow to better serve their user base and accelerate each of their missions.

Suliawan also said that Prism, as well as the other products of Midtrans, will continue to serve the online commerce market. “We remained committed in helping accelerate online commerce in indonesia,” he said.

Haryopratomo added, Mapan will continue to be developed to help more Indonesian families to have opportunity to enjoy community based financial services. As part of GO-JEK Group, Mapan can accelerate financial inclusion to unbanked society, especially those who live in the remote area where GO-JEK is not widely available.

GO-PAY will play major role post acquisition, but other payment methods will still be supported by Mapan and Midtrans. It will help customers to enjoy variety of payments that are comfortable and enjoyable for them.

“As mobile first country, we believe digital payment will be widely adopted by society, both who live in the cities and rural area. It is part of GO-JEK Group’s effort, as a local company, to support and accelerate government program on financial inclusion and digital economy.”

Application Information Will Show Up Here

Predicting The Logic Behind Go-Jek’s Acquisition Rumor on Two Payment Services

Go-Jek, Indonesian unicorn startup, became the headline of the acquisition-related rumors of two payment services (for some reason the name would not be mentioned in this article). Perhaps most people still wonder why two payment services (also why two, not just one) are subjected to the acquisition of an on-demand service departing from an easy-booking service.

It can’t be confirmed that the rumors were true, because we did not get an official confirmation. Nevertheless, some reliable sources has mentioned that there are indications to that, even an agreement might already occurred.

It’s time for Go-Pay to “shine”

Speaking about payment can’t be parted from Go-Pay as Go-Jek payment service. Go-Pay is a phenomenon that becomes part of user’s everyday life and as it has been sounded by Co-Founder and CEO of Nadiem Makarim, Go-Pay is ready to get out of the Go-Jek ecosystem and purely becomes digital payment tools.

In order to get out of its own ecosystem, Go-Pay needs “vehicles” to speed up its adoption across platforms. There are not many B2B payment gateway platforms that dominate the Indonesian market and with Doku being  acquired by EMTEK, only one online payment platform becomes a serious candidate as Go-Pay partner. Looking at the sites, they have already offered Go-Pay as a supported payment tool.

If one platform has been acquired, is it necessary to acquire another payment company? We must notice the strengths and weaknesses of each payment company and Go-Jek’s ambition with Go-Pay.

One is strong enough with online payment services, but has no presence in offline payment services (primarily related with EDC). The other is strong in offline payment services and has an extensive network with thousands of leading retailers.

If Go-Jek acquires both, they will create new synergy to encourage enormous use of Go-Pay. Not only for online transactions, but also offline transactions. Imagine shopping at local grocery store or fancy outlets in the mall using Go-Pay.

QR Code technology has become the “bridge” between the two worlds (offline and online), as already indicated in China which became the mecca of Indonesian startup development. It will simply integrate Go-Pay with QR Code and voila Go-Pay can be WeChat Pay or Alipay of Indonesia.

Synergy to win the payment platform game

There is a different sentiment felt when a local synergy do a head-to-head fighting at the same level with global player. Go-Jek currently leads Indonesian market against Grab and Uber in on-demand market and competition between the three already extends to the payment platform.

Grab took Kudo and Lippo Group, while Uber is in partnership with Tokopedia. Go-Jek certainly can not just sit still. The acquisition of these two payment platforms will strengthen Go-Jek’s position in digital payment area. Dominate the payment system, as we have seen in China, and it will not be difficult to make a profit.

Still, is there any confusion among crowd on how Go-Jek retaining the income?


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Menerka Logika Di Balik Rumor Akuisisi Go-Jek Terhadap Dua Layanan Pembayaran

Dua kali Go-Jek, startup unicorn Indonesia, menjadi headline terkait rumor akuisisi terhadap dua layanan pembayaran (karena alasan tertentu keduanya tidak kami sebutkan namanya di artikel ini). Mungkin banyak kalangan awam yang bertanya-tanya mengapa dua layanan pembayaran (juga kenapa dua, tidak cuma satu) menjadi sasaran akuisisi sebuah layanan on-demand yang berangkat dari kemudahan pemesanan layanan ojek.

Kami tidak bisa mengatakan bahwa rumor itu benar, karena kami tidak mendapatkan konfirmasi resmi. Meskipun demikian beberapa sumber terpercaya memang menyebutkan bahwa ada indikasi ke arah sana ataupun bahkan kesepakatan sudah terjadi.

Momen utama Go-Pay untuk “tampil”

Menyebutkan soal pembayaran tidak bisa lepas dari Go-Pay sebagai layanan pembayaran Go-Jek. Go-Pay adalah fenomena yang menjadi bagian keseharian konsumen Go-Jek dan seperti yang telah beberapa kali digaungkan Co-Founder dan CEO Nadiem Makarim, Go-Pay sudah siap untuk keluar dari ekosistem Go-Jek dan murni menjadi alat pembayaran digital.

Untuk keluar dari ekosistemnya sendiri, Go-Pay butuh “kendaraan” untuk mempercepat adopsinya di berbagai platform. Bisa dibilang tidak banyak platform payment gateway B2B yang menguasai pasar Indonesia dan dengan Doku telah diakuisisi EMTEK, platform pembayaran online yang satu lagi menjadi kandidat serius sebagai mitra Go-Pay. Pun kalau kita melihat ke situsnya, mereka sudah menggandeng Go-Pay sebagai alat pembayaran yang didukung.

Jika satu platform sudah diakuisisi, kenapa harus mengakusisi sebuah perusahaan pembayaran lagi? Tentu saja kita harus melihat di mana kekuatan dan kelemahan masing-masing perusahaan pembayaran dan bagaimana ambisi Go-Jek dengan Go-Pay-nya.

[Baca juga:  Survei layanan on-demand di Indonesia tahun 2017]

Yang satu kuat dengan layanan pembayaran online, tetapi tidak memiliki kehadiran di layanan pembayaran offline (EDC yang menjadi poin pembayaran berbasis kartu). Yang satunya lagi kuat di layanan pembayaran offline dan memiliki jaringan luas dengan ribuan ritel terkemuka.

Jika Go-Jek benar mengakuisisi keduanya, mereka akan menciptakan sinergi baru untuk mendorong pemanfaatan Go-Pay yang luar biasa. Tak cuma untuk transaksi online, tetapi juga transaksi offline. Bayangkan kalau kita berbelanja di toko kelontong atau gerai-gerai mewah di mall menggunakan Go-Pay.

Teknologi QR Code sudah jamak menjadi “jembatan” antara dua dunia (offline dan online) ini, sebagaimana sudah ditunjukkan di Tiongkok yang menjadi kiblat perkembangan startup Indonesia. Tinggal mengintegrasikan Go-Pay dengan QR Code dan voila Go-Pay bisa menjadi WeChat Pay atau Alipay-nya Indonesia.

Sinergi untuk pemenangan platform pembayaran

Ada sentimen tersendiri yang dirasakan ketika sebuah sinergi lokal bertarung head-to-head di level yang sama dengan pemain global. Go-Jek saat ini memimpin di pasar Indonesia melawan Grab dan Uber di pasar on-demand dan kini persaingan antara ketiganya sudah meluas ke platform pembayaran.

Grab menggandeng Kudo dan Lippo Group, sementara Uber kini menjalin kemitraan dengan Tokopedia. Go-Jek tentu saja tidak bisa tinggal diam. Akuisisi terhadap dua platform pembayaran tersebut bakal mengukuhkan posisi Go-Jek di percaturan pembayaran digital. Jika sudah mendominasi sistem pembayaran, sebagaimana kita lihat di Tiongkok, tidak sulit untuk menangguk keuntungan.

Kini, masih ada yang bingung bagaimana Go-Jek mencari pendapatan?

[Baca juga:  Survei layanan on-demand di Indonesia tahun 2017]

Application Information Will Show Up Here

Indosat Ooredoo Jalin Kemitraan dengan Kartuku untuk Inovasi Pembayaran Non Tunai

Satu lagi inovasi layanan pembayaran non tunai yang hadir Indonesia. Adalah Indosat Ooredoo dan Dompetku yang menjalin kerja sama dengan Kartuku untuk menyediakan solusi pembayaran non tunai. Kerja sama ini merupakan bagian dari komitmen Indosat Ooredoo untuk memberikan value lebih bagi pelanggan mereka.

Kerja sama ini nantinya akan meliputi pengembangan bisnis Dompetku sehingga seluruh pelanggan Dompetku dapat melakukan transaksi di lebih dari 29.000 mesin Electric Data Capture (EDC) milik Kartuku. Selain itu Indosat Ooredoo juga akan menyediakan layanan konektivitas mesin EDC guna melayani transaksi pembayaran non tunai di berbagai merchant, bundling smartphone plus proteksi dengan paket PRO Freedom Bundling dan paket komunikasi bisnis PRO Freedom untuk para karyawan Kartuku, MPLS dan Dedicated Internet Access untuk menghubungkan operasional bisnis Kartuku di Seluruh Indonesia.

Menanggapi kerja samanya dengan Kartuku CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli mengungkapkan bahwa jalinan kerja sama ini merupakan bagian dari upaya Indosat Ooredoo untuk mengeksplorasi sumber pendapatan baru, mengoptimalkan efisiensi biaya dan memberikan pengalaman pembayaran non tunai yang lebih baik bagi pelanggannya.

“Dompetku yang merupakan salah satu market leader dalam pasar uang elektronik dengan Kartuku yang merupakan pemain utama dalam penyediaan layanan pembayaran non tunai, akan menjadi suatu kekuatan sinergi untuk mengembangkan bisnis uang elektronik di Indonesia. Dengan kerja sama ini, selain kemudahan, keamanan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi keuangan, semakin banyaknya pilihan metode transaksi bagi pelanggan menjadikan persaingan bisnis di pasar uang elektronik akan semakin menarik,” pungkas Alex.

Sementara itu Presiden Direktur PT Multi Adiprakarsa Manungal Thomas K. Husted mengungkapkan:

“Kerja sama ini sesuai dengan visi Kartuku untuk menjadi pilihan utama di Indonesia sebagai pihak penyedia solusi pemrosesan pembayaran non tunai yang inovatif, terlengkap, menyeluruh dan dilengkapi dengan layanan ahli profesional dan keamanan yang kuat. Kami juga berharap untuk dapat mengakselerasi pertumbuhan transaksi non tunai menuju Cashless Society di Indonesia.”

Sebagai informasi Kartuku merupakan salah satu produk dari PT Multi Adiprakarsa Manunggal, sebuah perusahaan Third Party Processor (TPP) dan Payment Service Provider (PSP) yang menyediakan solusi pembayaran non tunai dan memungkinkan pengguna melakukan proses transaksi lebih efisien dan lebih aman.

Kartuku sudah menjadi pemain di ranah pembayaran elektronik sejak 2001 silam. Selama kurang lebih lima belas tahun beroperasi Kartuku telah mengukuhkan diri sebagai salah satu layanan penyedia pembayaran profesional yang mencakup 638 kota dan telah digunakan di berbagai institusi dan perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Strategi Layanan Pembayaran Cashlez Raih Perhatian Pasar Indonesia

Semakin maraknya perusahaan startup yang bergerak di bidang financial technology (fintech) menjadikan para pemain baru harus melakukan diferensiasi bisnis guna mendapatkan perhatian dari pasar di Tanah Air. Begitupula yang dilakukan PT Cashlez Worldwide Indonesia (Cashlez). Perusahaan fokus mengembangkan dongle mPOS (mobile point of sales) hingga versi terbaru 3.0 yang sudah mengakomodasi penggunaan PIN untuk otorisasi kartu debit dan kredit.

Teddy Setiawan Tee, pendiri dan CEO Cashlez, menjelaskan bahwa Cashlez sendiri baru berdiri pada tahun lalu. Meski masih muda, perusahaan yakin Cashlez dapat menarik perhatian publik. Pasalnya, ada perbedaan yang cukup kontras dengan kompetitor, yakni dari segi bluetooth untuk menyambungkan antara dongle dengan smartphone.

“Asal pengguna sudah mengunduh Cashlez dalam smartphone mereka dan memiliki bluetooth, transaksi pasti berhasil karena dibalik proses yang ringkas itu sudah ada keamanan berlapis, sehingga aman dari cyber crime, merchant pun demikian,” ujarnya saat mengunjungi kantor DailySocial, Selasa (19/7).

Untuk kenyamanan pengguna, perusahaan kini juga menyediakan fitur tambahan yang sudah di tanamkan dalam aplikasi. Yakni, e-receipt, photo description, dan calculator.

Dia melanjutkan, dengan adanya fitur e-receipt, merchant dapat secara langsung menerima tanda terima transaksi secara real time, sekaligus tersimpan secara online ke dalam server Cashlez. Fitur tersebut juga dilengkapi dengan lokasi transaksi terjadi dengan memanfaatkan geo-location information dari smartphone merchant.

Pengguna juga langsung menerima e-receipt yang akan dikirimkan lewat email dan pesan singkat. Fitur lainnya adalah calculator yang dapat memudahkan merchant saat melakukan kalkulasi.

Terakhir, fitur photo description memudahkan merchant saat mengirimkan foto barang atau tanda terima yang telah dibeli oleh konsumen. “Intinya kami terus melakukan inovasi agar dapat menyesuaikan kebutuhan masyarakat Indonesia.”

Produk Cashlez saat ini memiliki irisan dengan Moka POS dan Kartuku. Berbeda dengan Kesles yang bernama mirip, Cashlez tidak menyediakan fasilitas wallet. Ke depannya Cashlez tengah menyiapkan perangkat POS agar UKM yang menggunakannya mendapatkan nilai lebih,

Gencar sosialiasasi

Teddy melanjutkan, tahun ini perusahaan bakal gencar menggaet merchant usaha kecil dan menengah (UKM) sebagai sasaran utama mitra. Terhitung saat ini kurang dari 50 UKM yang sudah menggunakan dongle Cashlez yang berlokasi di sekitar ibukota.

Teddy menargetkan, pada Agustus 2016 sampai akhir tahun ini pihaknya dapat menggandeng sekitar 2.000 UKM dengan fokus lokasi di sekitar Pulau Jawa dan Bali. “Mulai bulan depan [Agustus] kami sudah mulai sosialisasi sekaligus edukasi ke calon mitra UKM.”

Untuk menarik pengguna baru Cashlez, pihaknya memberikan free trial kepada para merchant selama tiga bulan. Apabila ingin menyewanya, merchant akan dikenakan sekitar Rp100.000 per dongle setiap bulannya.

Selain itu, menggandeng mitra UKM, pihaknya juga akan giat menggandeng mitra dari industri perbankan dan industri lainnya yang berkaitan. Saat ini, sudah ada dua bank yang bergabung, yakni PT Bank Mandiri Tbk (Persero) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero). Tak lama lagi, Cashlez juga bakal tersedia sebagai salah satu pelayanan di PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI).

Menurutnya, dengan menggandeng banyak mitra dari perbankan secara langsung turut membantu merealisasikan gerakan nasional non tunai (cashless society) yang dicanangkan pemerintah.

“Perkembangan teknologi terus bergerak, sekarang ini pengguna kartu kredit dan debit sudah banyak. Namun, belum banyak merchant terutama UKM yang menyediakan pembayaran secara online. Padahal potensi jumlah UKM terus bertambah. Nah, kami masuk sebagai third party menjembatani itu semua,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Kartuku Dukung McDonald’s Indonesia Hadirkan Sistem Pembayaran Online

Beberapa Produk Kartuku Diimplementasikan di Sistem Pembayaran McD / Shutterstock

Kerja sama antara MasterCard bersama McDonald’s Indonesia telah merealisasikan sebuah sistem pembayaran online yang dijuluki dengan Online McDelivery Cashless Promo. Sistem pembayaran online ini akan melayani operasi penjualan 158 gerai McDonald’s (selanjutnya disebut McD) di Indonesia. Kehadiran sistem pembayaran online tersebut juga didukung oleh platform dari Kartuku.

Continue reading Kartuku Dukung McDonald’s Indonesia Hadirkan Sistem Pembayaran Online

Kartuku Berdayakan UKM sebagai “Payment Point”

Niki Luhur Berdayakan UKM / DailySocial

Di Indonesia, tak banyak perusahaan yang bergerak di bidang industri teknologi yang berusaha membangun sistem dan kapabilitasnya sendiri. Kartuku adalah salah satu pengecualian. Sebagai perusahaan teknologi yang berfokus pada bidang  finansial, Kartuku membangun solusi pembayaran elektronik end-to-end yang berbasis cloud sendiri. Mereka menyediakan solusi pembayaran untuk bermacam-macam industri di Indonesia, seperti ritel, e-commerce, hingga pasar Usaha Kecil Menengah (UKM).

Continue reading Kartuku Berdayakan UKM sebagai “Payment Point”