BRI, Tencent, dan Hi Cloud Jalin Kerja Sama untuk Inovasi Layanan Perbankan

Tencent Cloud baru-baru ini mengumumkan kerja sama dengan BRI dan Hi Cloud Indonesia melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Kolaborasi ini bertujuan untuk membawa inovasi pada layanan perbankan BRI, terutama dalam peningkatan pengalaman layanan pelanggan dan transaksi.

Tencent Cloud berkomitmen untuk menciptakan solusi inovatif yang menyelesaikan masalah nyata dan memungkinkan transformasi digital untuk industri cerdas. Hal ini dilakukan dengan menyediakan produk dan layanan cloud yang aman dan berkualitas tinggi, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti cloud computing, big data analytic, hingga cyber security.

SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung menyatakan, “Kami senang dapat bermitra dengan BRI, karena kami memiliki visi bersama dalam memimpin inovasi perbankan di Indonesia. Kolaborasi ini akan memanfaatkan keahlian kami yang luas dalam bekerja dengan bank dan lembaga keuangan di seluruh dunia, memberdayakan BRI dengan akses ke solusi berkualitas tinggi dan andal.”

Kepala Divisi Pengembangan & Operasional Perbankan Digital BRI Kaspar Situmorang, juga menyampaikan, “BRI berkomitmen untuk mendorong inovasi sesuai dengan visi kami untuk menjadi grup perbankan paling bernilai di Asia Tenggara dan juara inklusi keuangan pada tahun 2025. Sebagai bagian dari pendekatan strategis BRI, kami bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perbankan ritel kami dengan menjelajahi berbagai teknologi.”

Proyek ini diharapkan dapat memperkuat posisi BRI sebagai pemimpin inovasi teknologi dalam industri perbankan Indonesia, dengan menyediakan solusi yang lebih nyaman, inklusif, efisien, dan aman bagi para pelanggan.

Kerja sama ini menandai komitmen BRI untuk tetap menjadi pelopor inovasi dalam layanan perbankan di Indonesia, menggabungkan keahlian teknologi Tencent Cloud dengan keahlian lokal dan kemampuan adopsi pasar BRI.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Bank Raya: Kami Ingin Dorong Pekerja “Gig Economy” Naik Kelas

Dalam wawancara eksklusif DailySocial, Direktur Utama Kaspar Situmorang cukup banyak menyoroti manajemen aset dan liabilitas sebagai manifestasi untuk bertransformasi melayani pekerja gig economy atau pekerja informal. Ia punya misi jangka panjang, yakni menaikkelaskan pelaku gig economy, baik itu pemilik warung makan, pedagang, atau pekerja salon.

Kaspar, yang sebelumnya menjabat EVP Digital Banking BRI, berupaya memanfaatkan kekuatan ekosistem milik induk usaha untuk mencapai misi tersebut.

Bagaimana strategi dan pengembangan produk usai berganti identitas menjadi Bank Raya?

Bagaimana proses transformasi Bank Agro ke Bank Raya?

Jawab: Transformasi ini berawal dari buah pikiran Sunarso, Direktur Utama BRI, untuk melakukan transformasi digital BRIvolution. Goal-nya adalah go smaller, go faster, go shorter, dan go cheaper. Melayani sebanyak mungkin dengan biaya sekecil mungkin.

Ada dua objek transformasi [BRI Agro], yakni digital dan work culture. Kedua hal ini telah dirancang Pak Sunarso sejak 2017, di mana saat itu eksekusinya dilakukan bersama Pak Indra Utoyo sebagai Direktur Operasi dan Teknologi Informasi dan Digital Center of Excellence (DCE). Kami siapkan SDM, teknologi, dan data. Pak Sunarso tanya apakah kita sudah siap, karena saat itu kompetitor sudah mulai jalan. Karena Pak Indra Utoyo bilang sudah siap, keputusan diambil pada April 2021 untuk pivot Agro menjadi bank digital BRI.

Identitas Agro berganti menjadi Raya pada April 2021. Fokusnya menjadi digital attacker Grup BRI agar dapat mengamplifikasi layanan perbankan digital secara maksimal. Pembukaan [rekening], pinjaman dilakukan secara digital. Tidak ada manusia di tengah-tengah.

Bagaimana transisi leadership Anda dari BRI ke Bank Raya?

J: Saya banyak belajar kepemimpinan dari Pak Sunarso dan Pak Indra Utoyo. Mereka mengajarkan leadership itu harus by example, memiliki framework, dan kerangka berpikir. Jadi tidak mengarang. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi pada pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Tanpa ketiganya tidak bisa. Jadi, kita harus bisa fit karakter dan model kepemimpinan sesuai perusahaan dan ekosistemnya. Saya merasa fit dengan ekosistem karena belajar dari mereka.

Pak Sunarso juga menciptakan ruang kepemimpinan bagi generasi muda yang bekerja di Grup BRI di anak-anak usaha, baik itu Raya, Pegadaian, atau PNM. Mereka ditempatkan di sana untuk mengasah problem solving, strategic thinking, maupun eksekusi.

Bagaimana framework transformasi Raya?

J: BRI punya framework transformasi digital yang fokus pada pilar eksploitasi dan eksplorasi. Di sisi eksplorasi, bank digital adalah outcome sebagai potensi bisnis dan revenue stream baru bagi Grup BRI. Dengan begitu kami tidak didisrupsi. BRI juga mengirimkan beberapa puluh orang dari divisi Digital Center of Excellence (DCE) ke Raya, termasuk saya, untuk membangun produk, IT, basis data, dan keamanan lebih cepat.

Setelah Bank Raya berdiri, kami menyederhanakan framework ke dalam tiga pilar; digital, digitize, dan revamp. Pilar digital fokus pada pengembangan produk keuangan, tabungan atau pinjaman, secara end-to-end. Pilar digitize fokus pada business process karena sebelumnya masih terbilang toxic. Kami perbaiki semua agar model bisnis digital ini dapat berjalan lancar. Banyak proses di perbankan yang harus didigitasi agar bisa align dengan pilar pertama.

Pilar revamp adalah menata kembali business legacy. Bank Raya bukan barang baru yang [setelah transformasi] lalu siap lari. Sebelumnya Agro bermain di sektor sawit. Kemudian, kami hentikan kredit korporasi dan tata ulang. Ada beberapa cabang ditutup, ada juga yang dialihfungsikan supaya biaya lebih optimal. Utamanya, supaya [transformasi] pada aspek people dan work culture bisa maksimal.

Aspek keuangan itu adalah outcome, tapi di bawahnya ada customer, business process, dan people. Kalau sudah di-retrain, rescale, mereka bisa melayani customer, karena ini adalah bisnis jasa.

Mengapa mengincar pasar gig economy?

J: Visi-misi Raya adalah menjadi house of fintech dan home for gig economy. Mengapa? Dengan memiliki manajemen aset dan liabilitas yang lebih baik, gig economy akan semakin bertumbuh. Data BPS di 2020 menunjukkan bahwa ada sekitar 46 juta pekerja informal tanpa slip gaji. Proyeksinya bertambah menjadi 74 juta pada 2024. Ini menjadi hipotesis kami melayani pekerja gig economy.

Untuk memahami perbankan, kita harus belajar pohon ilmunya, yakni manajemen aset dan liabilitas. Apapun banknya, baik itu bank digital, bank hybrid, atau bank syariah, semua akan fokus pada kedua hal itu.

Dulu Agro memiliki dana dan simpanan dalam jangka pendek, tetapi kreditnya jangka panjang. Kredit korporasi punya tenor 5-10 tahun. Namun, sumber pendanaan berjangka pendek semua, 3 bulan. Ini sulit. Makanya, kami transformasi Raya dengan mengubah manajemen aset dan liabilitasnya. Pinjaman jangka panjang diubah menjadi harian dengan sumber pendanaan bulanan.

Kami survei untuk validasi masalah. Pekerja ini butuh kasbon dengan kredit pendek-pendek. Pembayaran dipotong ketika gajian. Jadi, [kebutuhan] kredit harian dan sumber dana bulanan match dengan pasar pekerja gig economy yang kami bidik melalui produk tabungan dan pinjaman digital kami. Ini hal menarik yang terjadi di era kita. Tanpa validasi pasar, kebutuhan, dan user experience, mengembangkan sesuatu tidak akan ada fokusnya.

Lalu, mengapa house of fintech? Sewaktu menjadi EVP di BRI, kami mendapat amanah untuk membangun BRI Ventures dengan modal awal Rp1,5 triliun. Kami mulai investasi di startup tahap awal hingga unicorn karena kami lihat disrupsi akan datang dari non-bank. Jadi kami harus menyelami cara berpikir.

Dari sini kami melihat bagaimana Raya bermetamorfosis menjadi platform. Apapun layanan di Raya, itu harus bisa bermetamorfosis menjadi platform yang kami sebut Raya API. Kami percaya melalui open API, kami dapat mengintegrasikan ekosistem. Raya bekerja sama dengan BRI, itulah cara kami merajut ekosistem.

Bagaimana memanfaatkan ekosistem milik BRI?

J: Kami belajar dari WeBank dan KakaoBank, yang sudah profit, bahwa ekosistem merupakan kunci keberhasilan. Tanpa itu, tidak mungkin main di bank digital. Kalau menjadi bank hybrid, cost of acquisition tinggi dan customer lifetime tidak lama. Jadi, ekosistem adalah harga mati. Makanya, BRI mengamanahkan ekosistem BRILink agar dapat dikelola Raya, baik dari sisi manajemen aset maupun liabilitas.

Selain itu, bank, khususnya bank digital, jika ingin survive harus memiliki strategi yang spesifik pada manajemen aset dan liabilitas. Dari sudut pandang bankir, bank tanpa kedua hal ini pasti gagal. Prinsip ini kami terapkan di internal untuk menciptakan keunggulan produk. Saya melihat banyak bank di Indonesia yang [menawarkan] pinjaman dengan tenor tahunan, tetapi sumber pendanaan jangka pendek. Belum ada yang harian seperti kami.

Kami diberi amanah oleh BRI untuk menyelesaikan isu likuiditas yang dialami agen BRILink melalui pinjaman PINANG. Mereka punya uang kas banyak, tetapi saldo BRILink sedikit. Jadi, sulit untuk bertransaksi karena tidak ada saldo. Ketika mau setor uang, bank sudah keburu tutup. Makanya, dana talangan ini dapat dipakai untuk kebutuhan cepat. Kira-kira ada sekitar setengah juta agen BRILink di Indonesia.

Bank Raya sudah menyalurkan hampir setengah triliun disbursement ke 12.000 agen BRILink. Target kami dapat mengakuisisi 50.000 agen BRILink. Integrasinya sudah seamless sehingga agen BRILink tidak perlu ganti aplikasi karena PINANG sudah embed di dalam aplikasinya. Model transformasi manajemen aset dan liabilitas ini diterjemahkan ke dalam bentuk API dan web view dengan BRILink sebagai salah satu mitra kami.

Bagaimana profil pengguna Bank Raya? Fitur apa saja yang akan disiapkan?

J: Kami melihat profil pengguna tabungan Raya sudah melek digital. Pada 2020 ada banyak lay off pekerja karena pandemi. Menurut data BPS, mereka yang terkena lay off memanfaatkan banyak aplikasi di smartphone untuk mencari penghasilan. Misalnya, ojek online atau berjualan online. Artinya, pekerja gig economy ini adalah pekerja produktif yang memanfaatkan smartphone.

Gig economy sangat luas sekali. Kami membagi target pasar kami ke dalam tiga kategori, yakni F&B, retail, dan jasa. Dari ketiga sektor ini, kami coba garap fitur sesuai kebutuhan mereka. Semoga bisa kami rilis tahun ini. Kami belum bisa share banyak, tetapi fitur ini berkaitan dengan payroll. Kami ingin bantu pekerja gig supaya naik kelas. Sayang kalau mereka tidak bisa ajukan kredit motor atau KPR hanya karena tidak ada slip gaji. Ini yang bakal mentransformasikan pasar gig economy di Indonesia.

Raya juga bersinergi dengan aplikasi BRImo untuk pembukaan rekening. Kami mendapat izin yang memampukan pengguna memiliki simpanan yang di-embed di aplikasi BRImo. Jadi, customer tidak perlu keluar dari ekosistem BRI. Inilah mengapa kami diminta menjadi digital attacker BRI sehingga dapat leverage kekuatan sendiri.

Kami juga sinergi untuk tarik/setor tunai di seluruh ATM milik BRI tanpa kartu yang [meluncur] Agustus nanti. Transaksinya hanya menggunakan aplikasi dan memakai token. Raya akan kami arahkan untuk cardless dan cashless dengan pembayaran menggunakan QRIS. Selain itu, kami berencana masuk ke produk pinjaman dengan BRI secara cardless. Kami tidak mengajukan izin sebagai issuer sehingga kami pakai [lisensi] BRI sebagai issuer.

Semua ini menjadi pintu masuk ke BRI. Apabila basis pengguna tabungan Raya sudah terbentuk, mereka bisa naik kelas ke pinjaman di atas Rp1 miliar misalnya. Ini akan kami refer ke BRI.

Bagaimana Anda melihat kompetisi bank digital saat ini?

J: Setiap bank memiliki keunggulan dan ekosistem masing-masing. PR kami adalah bagaimana mentransformasi manajamen aset dan liabilitas dengan disipilin pada eksekusinya. Kata kunci keberhasilannya adalah mereka yang paling disiplin, paling cepat, dan paling konsisten dalam menciptakan keunggulan yang berkesinambungan. Dalam perbankan ini artinya cost of acquisition paling rendah dengan customer lifetime value paling tinggi.

Termasuk juga bagaimana media dapat mengedukasi pasar bahwa bank digital tidak hanya bicara soal valuasi, tetapi menciptakan nilai tambah dari ekosistem yang diamanahkan kepada kami.

Application Information Will Show Up Here

Bank Raya Luncurkan Pembukaan Rekening Online Melalui Aplikasi BRImo

PT Bank Raya Indonesia Tbk (IDX: AGRO) mengumumkan sinergi dengan induk usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (IDX: BBRI) untuk mengintegrasikan layanan digital saving. Melalui sinergi ini, calon nasabah Raya dapat membuka rekening baru pada aplikasi BRImo.

Dalam acara peresmiannya, Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto mengungkap bahwa ini menjadi langkah tahap awal dari transformasi digital di lingkup BRI Group yang mengacu pada cetak biru BRIVolution 2.0. “Kami terus berupaya menghadirkan layanan keuangan holistik bagi nasabah,” tutur Amam.

Sementara, Direktur Utama Bank Raya Kaspar Situmorang mengatakan bahwa sinergi ini memampukan Bank Raya untuk menuju posisinya sebagai end-to-end digital provider dan mengakselerasi pertumbuhan jumlah nasabahnya dengan cepat.

“Sejak hari pertama Bank Raya berdiri, transformasi aset dan liabilitas yang dilakukan BRI juga kami terapkan di sini. Maka itu, produk yang kami kembangkan disesuaikan dengan pasar yang kami serve, yakni pekerja gig economy,” ungkap Kaspar.

Aplikasi Raya meluncur sejak Februari 2022 dan mengantongi sebanyak 713 ribu pengguna per Juni 2022. Perusahaan membidik satu juta pengguna aplikasi Raya pada tahun ini. Sementara itu, BRImo telah dipakai 18,3 juta pengguna, di mana sinergi ini diharapkan dapat menggeser 2 juta pengguna ke aplikasi Raya.

Fitur digital saving Raya telah tersedia pada aplikasi BRimo sejak 31 Mei 2022 dan diklaim telah menghasilkan 1.008 rekening baru. Pembukaan rekening Raya juga sudah menggunakan teknologi e-KYC, bebas biaya administrasi, dan tidak ada minimal saldo.

Sebelum ini, induk usahanya BRI juga menggandeng sejumlah platform digital untuk mengintegrasikan pembukaan rekening online. BRI tercatat sudah menggaet aplikasi yang memiliki ekosistem dan basis pengguna besar, seperti Grab dan Tokopedia (BRI Ceria). Namun, strategi frond-end channel ini juga sudah banyak dilakukan oleh sejumlah bank, seperti CIMB Niaga, Mandiri, dan Permata Bank.

Pekerja informal

Sebagai informasi, Bank Raya sebelumnya bernama Bank Agro yang rebranding sejak September 2021. Berbeda dengan induk usaha yang bermain pada segmen mikro dan ultra mikro, Bank Raya membidik segmen pekerja informal atau gig worker.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pelaku gig economy pada 2020 mencapai 46,4 juta orang. Sementara, survei internal BRI Agro memproyeksikan gig worker mencapai 74,8 juta pekerja dalam lima tahun ke depan dengan memperhitungkan akselerasi digital di Indonesia.

Menurut survei, proyeksi pertumbuhan ini dipicu oleh pandemi Covid-19 (27% YoY) dan penurunan jumlah karyawan full time (8,84% YoY). Adapun, Bank Raya mengincar 10% atau 6-7 juta pekerja informal dari total proyeksi tersebut.

Bank Raya telah mengelola Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp10,15 triliun pada kuartal I 2022 dengan Rasio CASA 45,20% terhadap DPK. Transformasinya menjadi bank digital diharapkan dapat mendongkrak porsi CASA secara bertahap.

BRI Agro Ganti Nama Jadi Bank Raya, Incar 7 Juta Nasabah “Gig Economy”

PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (BRI Agro) resmi berganti nama menjadi PT Bank Raya Indonesia Tbk (Bank Raya) yang disetujui lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Senin (27/9). Sebagai langkah transformasi menjadi bank digital, Bank Raya akan membidik target pasar pekerja informal atau gig economy di 2022.

Dihubungi secara terpisah DailySocial.id, Direktur Utama Kaspar Situmorang mengatakan Bank Raya akan fokus melayani segmen pasar yang terbiasa memakai smartphone dan layanan perbankan digital untuk memaksimalkan pendapatannya (underbanked). Sementara, BRI akan fokus melayani nasabah ultra mikro (unbanked).

“Kami menargetkan nasabah sebanyak 10% atau sekitar 6-7 juta pekerja dari total proyeksi 74 juta pekerja gig dalam lima tahun ke depan. Beberapa contoh pekerja gig economy yang kami incar, misalnya agen perbankan (laku pandai), merchant e-commerce, logistik, dan merchant F&B,” ungkap Kaspar.

Saat ini, proses transformasi digital Bank Raya tengah berjalan, baik pada bisnis model baru maupun pembenahan bisnis existing. Transformasi ini akan berfokus pada tiga pilar utama, yaitu (1) mengembangkan produk digital lending dan saving secara end-to-end, (2) mendigitalkan pengembangan bisnis secara online-to-offline (O2O), dan (3) melakukan revamp dengan menata bisnis existing, mengoptimalkan efisiensi proses bisnis, serta memperkuat pengembangan SDM.

“Pengembangan produk kami akan menggunakan pendekatan customer experience berbasis B2B2C. Untuk digital saving dan digital lending, kami membuat produk yang dapat dipakai di platform partner dengan mudah dan aman. Kami harap bisa melakukan penetrasi pasar dengan biaya akuisisi pelanggan yang paling rendah dan customer lifetime value yang paling tinggi lewat produk berbasis B2B2C ini,” papar Kaspar dalam pesan singkat.

Selain menyetujui pergantian identitas baru, BRI Agro berencana menerbitkan 2.150.000.000 lembar saham dengan nilai Rp100 per saham melalui skema PMHMETD atau 9,96% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dana ini akan dipakai untuk memperkuat fondasi keuangan demi mengembangkan model bisnis baru, membangun infrastruktur keuangan digital bagi sektor gig economy, dan mengakselerasi proses transformasi yang sedang berjalan.

Karena fokus menata kembali portofolio bisnisnya menuju digital, BRI Agro memperkirakan kinerja keuangannya mengalami perlambatan. Perusahaan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi hal tersebut hingga akhir 2021. Pihaknya menargetkan transisi ke digital ini dapat rampung di 2022.

Berdasarkan Laporan Tahunan 2020, BRI Agro awalnya didirikan untuk fokus melayani sektor agribisnis di Indonesia. Sebesar 50%-70% portofolio kredit BRI Agro disalurkan ke sektor on farm maupun off farm. Namun, sebagai digital attacker dari induk usaha BRI Group, perusahaan mulai melakukan transformasi digital dengan masuk ke segmen konsumer, ritel, dan ultra-mikro.

BRI Agro meluncurkan platform Pinjam Tenang (PINANG) yang merupakan pinjaman berbasis aplikasi pertama di Indonesia yang dimiliki oleh bank. Aplikasi PINANG menawarkan proses pendaftaran dan verifikasi digital, digital scoring, dan tanda tangan digital. Pada 2020, PINANG telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp70,6 miliar kepada 18.069 debitur.

Selain itu, BRI Agro juga bekerja sama dengan platform P2P Modal Rakyat untuk menyalurkan pinjaman ke segmen ultra mikro. Sinergi ini telah disepakati melalui penandatanganan MoU pada Desember 2020.

Pasar gig economy

BRI Agro kembali menambah deretan perbankan yang bertransformasi menjadi bank digital lewat rebranding. Jika beberapa bank digital baru mengincar segmen digital savvy dan kalangan milenial, BRI Agro mengambil strategi berbeda dengan masuk ke segmen gig economy.

Sektor gig economy umumnya identik dengan pekerja atau karyawan kontrak jangka pendek atau pekerja lepas (freelancer). Pelaku gig economy juga kerap diasosiasikan sebagai  yang punya lingkungan kerja dan jam kerja yang fleksibel sehingga berpotensi dieksploitasi.

Berdasarkan data internal BRI Agro, pekerja gig economy diproyeksikan mencapai 74,81 juta di 2025 dengan memperhitungkan perkembangan shifting digital. Menurutnya, jumlah pekerja gig economy di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, utamanya dipicu dari dampak pandemi Covid-19, yaitu sebesar 27,07% (YoY). Sementara, jumlah karyawan full time turun 8,84% (YoY).

Nama Asal Transformasi Tahun Pergantian
Bank Artos Bank Jago 2020
Bank Yudha Bhakti Bank Neo Commerce 2020
Bank Kesejahteraan Ekonomi Seabank 2021
Bank Harda Allo Bank 2021
Bank Bukopin Bank KB Bukopin 2021
Bank Net Syariah Bank Aladin Syariah 2021
BRI Agro Bank Raya 2021

Dalam konteks pekerja gig Indonesia, World Bank mengatakan bahwa pekerja gig digital kini menjadi batu loncatan besar di sektor tenaga kerja bagi kalangan anak muda. Ini menjadi satu peluang besar bagi pelaku digital, tetapi dengan catatan untuk sektor tertentu, baik dari sisi geografis maupun jenis pekerjaan.

Application Information Will Show Up Here

Pembaruan Kemampuan, Chatbot Bank BRI “Sabrina” Bisa Diakses dengan Perintah Suara

Bank Rakyat Indonesia mengumumkan peningkatan kemampuan chatbot Sabrina yang kini bisa diakses dengan perintah suara dari sebelumnya hanya berbasis teks. Peningkatan teknologi ini diharapkan dapat mempercepat nasabah dalam mencari informasi seputar produk atau layanan BRI serta melakukan transaksi seperti memesan tiket bioskop.

“Yang ingin kami sampaikan hari ini adalah tentang bagaimana Sabrina akan ada juga via voice, jadi sangat mempercepat layanan pencarian informasi tentang BRI, info promonya, bantuan, dan lainnya,” ucap EVP Digital Center of Excellence BRI Kaspar Situmorang seperti dikutip dari DetikInet.

Sabrina bisa diakses lewat Facebook Messenger dan aplikasi Telegram. Cukup klik tombol “like” dan “follow” akun Bank BRI atau input @BANKBRI_ID_BOT. Ke depannya, BRI akan menghadirkan Sabrina di aplikasi WhatsApp yang rencananya direalisasikan pada akhir April 2018.

“Sekitar tanggal 20 Januari lalu kita sudah launching Sabrina di Messenger. Nanti April ini akan tersedia juga di platform lain yakni WhatsApp.”

Sabrina juga telah ditanamkan dalam situs korporat Bank BRI versi terbaru. Selain itu, melakukan sejumlah perubahan lainnya meliputi tampilan antar muka, aksesibilitas terhadap berbagai fitur, dan kontekstualitas konten. Dari pembaruan ini, diharapkan akan semakin memudahkan nasabah dalam mendapatkan layanan perseroan.

“Dengan adanya integrasi dengan Sabrina di situs korporat, nasabah dapat langsung berinteraksi secara aktif dan mendapatkan pelayanan secara langsung layaknya datang ke kantor Bank BRI,” ucap Corporate Secretary Bank BRI Bambang Tribaroto secara terpisah dalam keterangan resminya.

Dalam menghadirkan Sabrina, Bank BRI menggandeng perusahaan pengembang AI Kata.ai sebagai mitra teknologinya.

Rilis Indonesia Mall

Tampilan muka Indonesia Mall di Blanja / Bank BRI
Tampilan muka Indonesia Mall di Blanja / Bank BRI

Selain merilis pembaruan kemampuan Sabrina, Bank BRI juga menghadirkan platform e-commerce Indonesia Mall hasil kerja sama antara perusahaan dengan perusahaan e-commerce, seperti Blanja, Bukalapak, dan Lazada. Platform ini menjadi senjata Bank BRI dalam mendorong UKM untuk go online, sekaligus meningkatkan jangkauan penjualan produk UKM binaan perseroan.

Lewat Indonesia Mall, mitra binaan cukup mengunggah produk mereka sekali dan produk akan terpajang secara otomatis di situs e-commerce. Tercatat saat ini sudah ada 150 mitra UKM terpilih yang menampilkan produknya di sana.

“Kami akan terus menjalin lebih banyak kerja sama dengan para pemain e-commerce besar agar semakin meningkatkan exposure produk UKM lokal binaan BRI,” pungkas Bambang.

Kata.ai Perkenalkan Kehadiran Chatbot untuk BRI dan Alfamart

Kata.ai hari ini mengumumkan kehadiran dua platform chatbot yang bakal membantu BRI dan Alfamart berkomunikasi dengan konsumennya. Sabrina adalah nama yang disematkan untuk chatbot layanan pelanggan BRI, sementara Shalma akan berinteraksi untuk meningkatkan pelanggan berbelanja konsumen Alfamart.

Kehadiran Sabrina dan Shalma adalah milestone baru Kata.ai dalam menggaet klien-klien korporasi. Sebelumnya Veronika sudah hadir untuk konsumen Telkomsel dan Jemma untuk Unilever. Kata.ai memiliki spesialisasi membangun chatbot yang secara natural dapat berinteraksi dalam bahasa Indonesia.

Co-Founder dan CEO Kata.ai Irzan Raditya dalam rilisnya mengatakan, “Kami yakin apa yang bisa kami capai melalui kemitraan dengan BRI dan Alfamart adalah langkah menuju demokratisasi AI sebagai suatu perangkat yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia.”

Kata.ai adalah salah satu startup yang bakal mengikuti SXSW 2018 di Texas, Amerika Serikat, sebagai bagian dari program Bekraf.

Sabrina tersedia di platform Facebook Messenger dan Telegram, sementara Shalma di LINE. Meskipun demikian tidak menutup ke depannya baik Sabrina maupun Shalma bakal tersedia di platform yang lain.

Menggunakan Sabrina, konsumen dapat menanyakan lokasi BRI terdekat dan menyampaikan keluhannya. Shalma sendiri diterapkan dengan tujuan yang berbeda, yaitu memberikan sarana komunikasi dan interaksi yang memberikan personalisasi kebutuhan konsumen Alfamart.

Kaspar Situmorang, EVP Digital Centre of Excellence BRI, dalam rilisnya tentang peluncuran Sabrina menyebutkan, “Menjawab tantangan digital di dalam dunia finansial, salah satu yang menjadi faktor penting adalah membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah. Sabrina memberikan kesempatan kepada kami untuk melayani dengan lebih baik dan juga sekaligus menjadi tempat untuk mendengarkan suara dari nasabah.”

Sabrina adalah chatbot ketiga yang diterapkan perbankan di Indonesia. Sebelumnya BCA sudah mengimplementasikan VIRA, sementara BNI mengeluarkan Cinta.

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial, Kaspar mengatakan, kehadiran chatbot dapat menjadi strategi perseroan dalam meningkatkan engagement dengan nasabah, sekaligus upaya menjaring nasabah baru. Saat ini BRI memiliki 52 juta nasabah tersebar di seluruh Indonesia, sementara pengguna internet banking dan SMS banking mencapai 16 juta nasabah.

Sementara Linda Valentin, General Manager Marketing Alfamart, tentang kehadiran Shalma, berkomentar, “Alfamart mencoba melihat dari kacamata konsumen, di mana informasi promo yang sesuai dengan kebutuhan konsumen akan lebih bermanfaat dan memiliki redemption rate yang lebih tinggi. Saat ini Alfamart melakukan [penerapan] big data analytics atas data member untuk memberikan pendekatan yang lebih customized bagi seluruh member-nya. Dan dengan inovasi terbaru ini, Shalma diharapkan mampu menjadi channel komunikasi dan pelayanan terbaru Alfamart.”

BRI Soon to Introduce Chatbot For Customer

Bank Rakyat Indonesia (BRI) will launch chatbot platform as a company’s solution to be in-sync with technology development. To implement the technology, BRI partnered up with Kata.ai as the developer.

The chatbot presence is expected to serve BRI customer in accessing banking services at all cost by smartphone.

“We will launch BRI chatbot in the 122th anniversary, on December 16th, 2017,” said Kaspar Situmorang, BRI’s Vice Precident in panel discussion held by Kata.ai on Tuesday (12/12).

To DailySocial, Situmorang explained the new chatbot is temporarily serve only standard features such as transaction check, info and promos, and so on. It can also be accessed only through Facebook Messenger platform. Company will probably take the chatbot into WhatsApp by next year.

For Situmorang, chatbot is one of company’s strategy to increase engagement with customers, also a move to attract new customers. Currently, BRI has 52 million customers across Indonesia, meanwhile the internet banking and SMS banking users reach up to 16 millions.

Chatbot application in banking

BRI will be the third bank to apply chatbot technology in Indonesia, after BCA’s Vira and BNI’s Cinta (the latter is partnering with Bang Joni).

BCA applies chatbot to provide the latest information and promotion, as well as banking transaction of balance check, account mutation, info credit card and administration. Vira comes in three platform, Facebook Messenger, Line and Kaskus chat.

For Cinta, BNI customers will be able to conduct banking activities through chat on Facebook Messenger and Twitter’s Direct Message. Cinta also comes in BNI’s mobile banking feature as Chat Now option.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Segera Hadirkan Layanan Chatbot untuk Nasabah

Bank Rakyat Indonesia (BRI) akan mengeluarkan platform chatbot sebagai salah satu solusi perseroan agar terus selaras dengan perkembangan teknologi. Untuk mengimplementasi teknologi ini, BRI menggandeng Kata.ai sebagai pihak pengembangnya.

Kehadiran chatbot diharapkan dapat melayani nasabah BRI untuk mengakses layanan perbankan kapan pun dan di mana pun lewat smartphone mereka.

“Kami akan resmikan chatbot BRI pada hari ulang tahun kami yang ke-122, akan jatuh pada 16 Desember 2017,” terang Executive Vice President BRI Kaspar Situmorang di sela-sela diskusi panel yang diadakan Kata.ai, Selasa (12/12).

Secara terpisah, kepada DailySocial, Kaspar menerangkan untuk sementara chatbot baru bisa melayani fitur standar perbankan, seperti cek transaksi, info dan promo, dan lainnya. Chatbot ini juga baru bisa diakses lewat platform messaging Facebook Messenger. Kemungkinan perseroan akan membawa chatbot ini ke WhatsApp pada tahun depan.

Menurutnya, kehadiran chatbot dapat menjadi strategi perseroan dalam meningkatkan engagement dengan nasabah, sekaligus upaya menjaring nasabah baru. Saat ini BRI memiliki 52 juta nasabah tersebar di seluruh Indonesia, sementara pengguna internet banking dan SMS banking mencapai 16 juta nasabah.

Penerapan chatbot di perbankan

BRI akan menjadi bank ketiga yang mengimplementasi teknologi chatbot di Indonesia, setelah BCA dengan Vira dan BNI dengan Cinta (bekerja sama dengan Bang Joni).

BCA menghadirkan chatbot untuk memberikan informasi dan promosi terkini, juga transaksi perbankan mulai dari cek saldo, cek mutasi rekening, info kartu kredit, dan administrasi. Vira hadir di tiga platform messaging, yaitu Facebook Messenger, Line, dan Kaskus Chat.

Sementara untuk Cinta, nasabah BNI dapat melakukan kegiatan perbankan lewat percakapan via Facebook Messenger dan Direct Message di Twitter. Chatbot Cinta juga dihadirkan dalam mobile banking BNI dengan opsi Chat Now.