Instagram Perangi Online Bullying Lewat Dua Tool Baru

Bullying tidak mengenal tempat. Di sekolah, di tempat kerja, bahkan di media sosial pun selalu ada orang-orang dengan perilaku yang menjurus ke bullying. Tidak sedikit kasus serius yang diakibatkan oleh bullying, dan ini juga berlaku untuk online bullying di media sosial.

Sebagai salah satu media sosial dengan jumlah pengguna terbesar, Instagram merupakan panggung yang sangat pas bagi para pelaku online bullying. Untungnya pihak Instagram sendiri tidak mau tinggal diam. Mereka berkomitmen untuk membantu memberikan perlawanan terhadap online bullying dengan bekal kecanggihan AI alias kecerdasan buatan.

Eksperimen mereka terhadap AI melahirkan dua macam tool baru untuk melawan bullying. Yang pertama adalah fitur bernama Restrict, yang dirancang untuk melindungi pengguna dari interaksi-interaksi yang tidak diinginkan, yang sering kali berujung pada bullying.

Instagram Restrict feature

Restrict pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk membatasi gerak-gerik para pelaku bullying. Jadi setelah Anda me-Restrict seseorang, komentar yang datang dari orang tersebut hanya akan bisa dilihat oleh dia sendiri. Orang yang di-Restrict ini juga tidak dapat melihat kapan Anda terakhir aktif di Instagram atau apakah Anda sudah membaca DM (Direct Message) darinya.

Restrict sejatinya bisa dilihat sebagai alternatif yang tidak berisiko dari fitur Block, Unfollow dan Report. Tiga fitur itu sebenarnya sudah bisa membatasi perilaku bullying, akan tetapi sering kali malah semakin memperburuk keadaan, terutama apabila korban berinteraksi dengan pelaku di kehidupan nyata. Itulah mengapa banyak pengguna yang cenderung enggan memanfaatkan ketiga fitur tersebut meski kerap menjadi korban bullying.

Instagram undo comment

Tool yang kedua adalah implementasi AI untuk memperingatkan pengguna saat mereka hendak memberikan komentar yang bersifat ofensif. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar, fitur ini bakal memastikan kembali kepada pengguna sebelum komentarnya diunggah, sebab AI telah mendeteksi bahwa komentarnya mirip dengan komentar-komentar lain yang telah dilaporkan.

Secara teori, intervensi semacam ini bakal memberi pengguna kesempatan untuk mempertimbangkan kembali sekaligus mengurungkan niat mereka berkomentar dengan nada yang negatif. Berdasarkan pengujian awal Instagram, fitur ini terbukti dapat mendorong sejumlah orang untuk mengganti komentarnya dengan yang bersifat tidak terlalu menyinggung.

Harapannya tentu saja fitur ini dapat mencegah seseorang memanfaatkan fitur Restrict itu tadi. Instagram pada dasarnya ingin mendorong interaksi yang positif di antara para penggunanya, dan itu sangat penting mengingat mayoritas pengguna Instagram adalah kalangan muda-mudi.

Sumber: Instagram. Gambar header: Pexels.

Yuna & Co: Analisis Prediktif Menjadi Model Bisnis Menjanjikan dari Pemanfaatan AI

Yuna & Co merupakan aplikasi fashion matchmaking berbasis preferensi pengguna dan juga pertama di Indonesia. Aplikasi ini mengandalkan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk memperoleh data tentang preferensi gaya pakaian pengguna.

Memasuki tahun keduanya, Yuna & Co telah melayani kebutuhan styling sebanyak 3000 pengguna wanita. Bagi perusahaan, angka tersebut merupakan pencapaian baik dengan dukungan 21 karyawan. Itu sudah termasuk beberapa personal stylist yang membantu kurasi pakaian pengguna.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Founder dan CEO Yuna & Co Winzendy Tedja bicara tentang pesatnya perkembangan e-commerce di Indonesia yang mendorong perusahaan untuk dapat memberikan layanan fashion yang lebih personal kepada konsumen.

Sebagaimana kita tahu, e-commerce merupakan lokomotif industri digital di Indonesia. Riset Google Temasek memprediksi nilai transaksi e-commerce di Indonesia berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV) bakal mencapai $53 miliar atau sekitar Rp 758 miliar di 2025.

Pria yang karib disapa Zendy ini berujar bahwa konsumen saat ini sudah jauh lebih matang. Konsumen dianggap sudah lebih paham apa yang mereka inginkan dibandingkan beberapa tahun silam saat industri e-commerce terbilang masih baru.

Akan tetapi, maraknya pemain e-commerce atau marketplace saat ini dinilai memberikan terlalu banyak pilihan kepada konsumen. Menurutnya, pemain di bisnis ini harus dapat memberikan yang lebih personal kepada setiap konsumen mereka.

“Sekarang konsumen sudah mulai terbiasa dan percaya untuk bertransaksi online. Malah konsumen punya begitu banyak pilihan setiap harinya. Bahkan terlalu banyak pilihan kadang bikin mereka bingung. Makanya, sudah saatnya kita bisa memberikan elemen personal untuk setiap konsumen,” jelasnya.

Bicara peran AI terhadap kepuasan pelanggan, Yuna & Co belum memiliki standar atau pengukuran tertentu. Akan tetapi, perusahaan tetap berpatok pada kepuasan konsumen sebagai Key Perfomance Indicator (KPI) utama.

“Bicara peran AI terhadap kepuasan pelanggan, sebetulnya teknologi AI kami masih dalam tahap pembelajaran. Tapi kami tidak akan berhenti berevolusi,” ungkapnya.

Kolaborasi dan bisnis analisis prediktif

Saat ini, Yuna & Co masih mengandalkan transaksi penjualan Matchbox sebagai model bisnis utamanya. Matchbox merupakan paket berisi satu set pakaian yang dipilih stylist Yuna & Co berdasarkan kebutuhan/selera/kepribadian dan ukuran tubuh pengguna.

Sebetulnya, perusahaan berminat untuk menerapkan sistem berlangganan (subscription). Apalagi, tingkat ketertarikan konsumen dinilai sangat tinggi terhadap produk ini. Akan tetapi, perusahaan ingin fokus terhadap penambahan pengguna baru, kolaborasi brand, dan edukasi pasar di tahun ini.

Untuk memperkuat bisnisnya di masa depan, Zendy melihat analisis prediktif sebagai model bisnis menjanjikan yang dapat menghasilkan pendapatan baru. Dengan mengandalkan data yang dimilikinya, analisis prediktif menjadi use case yang sangat memungkinkan dari pemanfaatan teknologi AI.

Selain itu, analisis prediktif juga dapat diimplementasikan untuk kebutuhan yang lebih luas, misalnya menurunkan jumlah inventory, meningkatkan kepuasan pelanggan, menurunkan item return yang menjadi biaya besar bagi perusahaan maupun konsumen.

“Analisis prediktif itu tidak hanya digunakan perusahaan kami, tetapi juga dapat menguntungkan ekosistem secara keseluruhan. Dengan data ini, kami harap dapat menguntungkan dan mengedukasi pemain industri besar, seperti UKM di industri tekstil,” jelas Zendy.

Application Information Will Show Up Here

Mengupas Upaya Gringgo Menyediakan Solusi Pengelolaan Sampah Berbekal AI

Ada banyak hal yang bangsa Indonesia bisa banggakan: keragaman budaya, kekayaan alam, hingga potensi sumber daya manusia. Namun ada sejumlah perkecualian. Harus kita akui, masih sedikit dari penduduk Indonesia yang betul-betul peduli terhadap lingkungan. Di bulan Agustus kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan bahwa kita adalah negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.

Laporan majalah Science di tahun 2015 menyebutkan ada 3,2 juta ton limbah plastik dihasilkan di kawasan indonesia tiap tahunnya dan 1,29 juta ton dibuang ke laut. Kondisi ini mendorong beberapa orang dan perusahaan untuk mengambil langkah konkret demi meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan sampah. Yayasan Gringgo Indonesia ialah salah satu nama yang menonjol berkat gagasan inovatifnya dan keberhasilan mereka terpilih mendapatkan bantuan Google di program AI Impact Challenge.

Gringgo 1

Gringgo merupakan satu dari 20 organisasi/startup non-profit di bidang sosial yang jadi penerima hibah Google.org dengan total dana senilai US$ 25 juta. Untuk memahami besarnya pencapaian mereka, perlu Anda tahu bahwa ada 2.600 pelamar Google AI Impact Challenge yang datang dari 12 negara dan Gringgo merupakan satu-satunya startup yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.

Di luar dukungan dalam bentuk uang, Gringgo memperoleh bantuan kredit dan konsultasi dari Google Cloud, pelatihan dari pakar AI Google, serta berkesempatan mengikuti program mentoring selama enam bulan dari para ahli di Google Launchpad Accelerator. Di presentasinya, CTO Gringgo Febriadi Pratama menceritakan singkat pengalaman mereka mengikuti pertemuan selama lima hari bersama 19 penerima hibah di kota San Francisco.

Gringgo 8

 

Kompleksnya masalah limbah di Indonesia

Di sambutannya, Novrizal Tahar selaku Direktur Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa demi menyelamat-kan Indonesia dari bahaya laten timbunan sampah, pola pikir kita sudah mesti diubah. ‘Membuang sampah pada tempatnya’ bukan lagi jalan keluar yang bisa diandalkan. Masing-masing orang kini harus sadar dan mulai mengidentifikasi limbah yang mereka hasilkan serta menyortir jenis sampah sebelum membuangnya.

Gringgo 4

Tentu saja, prakteknya tidak sesederhana itu. Ada hanyak hal dan situasi yang membuat penanggulangan sampah bertambah pelik. Pertama, kedala datang dari keadaan sosial. Biasanya, masyarakat sangat meremehkan kesejahteraan para petugas pembersih dan pemulung. Pemasukan mereka juga sangat kecil, lalu mayoritas pengumpul sampah datang dari sektor usaha informal tanpa ada sama sekali sistem pendukung yang terintegrasi serta memadai.

Selain itu, sampah berdampak pada faktor ekonomi. Gringgo sebagai organisasi asal Bali melihat langsung bagaimana kotoran-kotoran yang terbawa arus dapat memenuhi pantai. Kondisi ini tentu saja memengaruhi turisme karena pemerintah daerah kadang terpaksa menutup area pantai buat melakukan pembersihan. Kemudian, sampah juga sangat memengaruhi sektor perikanan dan mencemari biota.

Gringgo 2

 

Memulai dari skala kecil

Gagasan di belakang penciptaan Gringgo dicetus pada tahun 2014, waktu itu mengusung tajuk Cash for Trash. Tim punya misi untuk memberi terobosan serta menciptakan dampak positif bagi lingkungan dengan cara membangun solusi perputaran ekonomi yang memprioritaskan masyarakat, planet dan kesehatan. Ketika Gringgo Indonesia Foundation resmi berdiri di 2017, proyek mereka dimulai di desa Sanur Kaja, Denpasar.

CTO Gringgo Febriadi Pratama di presentasinya.

Di tahun 2017, Denpasar memiliki populasi kurang lebih 898 ribu jiwa, dan diisi oleh 43 desa. Dalam setahun, penduduknya menghasilkan sekitar 700 ribu ton sampah, tetapi hanya 333.955 ton yang terkumpul secara benar. Waktu itu, wilayah operasi para pemungut sampah belum merata dan sering kali saling tumpang tindih. Dengan bertambahnya partisipan program, cakupan jadi lebih luas dan peluang satu pekerja kebersihan masuk ke area operasi rekannya jadi lebih kecil.

Berkat sistem garapan Gringgo, Febriadi bilang bahwa para pekerja kebersihan bisa mendapat pemasukan dua hingga tiga kali dari biasanya. Volume sampah yang terkumpul juga bertambah banyak sampai tiga kali lipat, mencapai 350-meter kubik per bulan, dan memperlihatkan kenaikan dari 9- jadi 12-ton tiap bulan. Sistem juga efektif dalam pengumpulan limbah plastik, dari yang tadinya cuma 400kg melesat jadi 5-ton per bulan.

Gringgo 3

Solusi dari Gringgo diharapkan pula mendorong partisipan untuk fokus mengumpulkan jenis sampah yang tidak begitu umum, namun sebetulnya punya nilai tinggi. Satu contohnya adalah popok bekas. Ada material di dalamnya yang bisa didaur ulang dan tak semua orang tahu. Gringgo mencoba agar detail nilai dari limbah ini lebih terekspos, dan para petugas kebersihan juga lebih tahu ke mana mereka harus menyalurkannya.

Gringgo tentu saja punya rencana untuk memperluas jangkauan operasi ke wilayah luar Denpasar. Meski begitu, mereka juga telah menetapkan kriteria: daerah-daerah itu mesti punya karakteristik demografi mirip Denpasar, dengan jumlah penduduk antara 800 ribu sampai 2 juta jiwa.

 

Solusi dari Gringgo

Teknologi pengenalan gambar berbasis kecerdasan buatan merupakan tulang punggung dari platform Gringgo. Tapi untuk bisa beroperasi secara maksimal, ada banyak hal harus terpenuhi. Mungkin Anda sudah tahu mengenai kemitraan Gringgo bersama Datanest, sebuah platform DSaaS penyedia visualisasi data, kecerdasan buatan, prediksi machine learning, serta actionability. Gringgo juga harus lebih dulu mengumpulkan ratusan ribu gambar agar sistem dapat melakukan identifikasi dan mempelajari pola.

Gringgo 9

Saat tersedia luas nanti, solusi Gringgo diharapkan mampu bekerja secara simpel. Pengguna – baik pihak pengumpul sampah atau organisasi/perusahaan – dapat memasukkan foto, video, info GPS, metadata hingga hasil survei. Setelah proses pembersihan dilakukan, engine kecerdasan buatan, machine learning dan platform labelling akan menentukan langkah yang bisa dilakukan selanjutnya. Nantinya, UI akan menampilkan nama barang serta menghitung perkiraan nilai dari semuanya.

Menjawab pertanyaan saya soal di perangkat apa rencananya Gringgo akan mengimplementasikan sistem ini, Febriadi Pratama menjelaskan bahwa timnya masih melangsungkan pengujian di sejumlah hardware berbeda dan belum mengambil keputusan (tim tengah mempertimbangkan smartphone atau kamera. Yang jelas, seluruh data diolah di cloud, jadi prosesnya hampir tidak membebani device. Febriadi juga bilang pengembangan platform saat ini berada di tahap alpha.

Live Transcribe dan Upaya Google Memberikan Kemudahan Akses Bagi Kaum Difabel

Tak perlu melihat terlalu jauh untuk mengetahui bagaimana hak penyandang disabilitas masih sering diabaikan. Meski banyak pihak – termasuk pemerintah – terus berupaya membangun beragam infrastruktur pendukung, harus diakui bahwa Indonesia saat ini belum menjadi tempat paling bersabahat bagi kaum difabel. Terlebih lagi, kita bahkan belum mempunyai sistem pendataan yang akurat.

Hal terpenting yang dibutuhkan orang-orang dengan keterbatasan fisik adalah kemudahan akses, dan kita tahu, tema ini sudah lama menjadi perhatian Google. Menyediakan aksesibilitas merupakan salah satu misi sang raksasa internet (satu lagi ialah mengorganisir seluruh informasi di Bumi), dan implementasinya dapat dilakukan oleh perangkat universal yang dimiliki hampir semua orang, yaitu smartphone ber-platform Android.

Dari perspektif Google, disabilitas bukan hanya memengaruhi hidup para penderita, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, dan pada akhirnya khalayak secara luas. Itu berarti, membuat hidup kaum difabel lebih mudah akan berdampak positif bagi masyarakat umum. Dalam presentasi teleconference hari Selasa kemarin, product manager Google AI Research Group Sagar Savla menggunakan analogi menarik:

Di beberapa negara, juga Indonesia, trotoar kini didesainn landai dan tidak lagi ‘patah’ seperti anak tangga. Awalnya, kondisi ini dibuat agar mereka yang berkursi roda bisa mudah melintas. Namun keadaan seperti ini ternyata memberikan efek positif bagi orang biasa, misalnya para ibu yang harus membawa bayi di stroller, lalu para turis jadi lebih nyaman saat membawa koper beroda mereka. Inilah namanya efek curb cut.

Transcribe 3

 

Yang Google lakukan…

Ada begitu banyak tipe keterbatasan, dan Google sudah memberikan beragam solusi lewat fitur-fitur semisal Select to Speak, TalkBack dan BrailleBack bagi mereka yang kesulitan melihat; serta Switch Access, Voice Access dan menu Accessibility buat penderita cacat fisik. Kali ini, perusahaan bermaksud menawarkan jalan keluar untuk pengidap gangguan pendengaran dan orang-orang yang sulit berbicara normal.

Transcribe 2

Mengacu pada data WHO, Sagar Savla menyampaikan bahwa saat ini penderita tunarungu dan tunawicara mencapai 446 juta jiwa. Jika angka tersebut diibaratkan sebagai penduduk negara, maka populasinya berada di urutan ketiga setelah Tiongkok dan India. Totalnya kurang lebih 1,7 kali lebih besar dari penduduk di Indonesia. WHO turut memperkirakan, jumlah pengidap gangguan berbicara dan mendengar akan melonjak jadi 900 juta jiwa di tahun 2055.

Perlu Anda ketahui bahwa sebagian penderita jenis disabilitas ini bukan karena bawaan lahir, tetapi akibat menurunnya fungsi tubuh dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut menyerang sekitar sepertiga manusia berusia 65 sampai 74 tahun. Mereka ini biasanya lebih kesulitan beradaptasi dengan kondisinya dibanding penyandang cacat sejak lahir/kecil karena tidak mudah mempelajari bahasa isyarat secara tiba-tiba. Nenek dari Savla ialah salah satu individu yang menghadapi masalah ini.

Transcribe 1

 

Live Transcribe

Keadaan inilah yang memotivasi Google untuk mengembangkan Live Transcribe, yakni sebuah layanan aksesibilitas khusus para penderita gangguan pendengaran permanen. Disajikan berupa app, Live Transcribe mampu mendengar ucapan lalu menuliskan semuanya di layar smartphone secara real-time. Anda dapat berinteraksi dengan langsung menuliskan respons di sana. Namun di balik kesederhanaannya itu tersimpan teknologi speech recognition mutakhir.

Sagar Savla menjelaskan bagaimana sistem automatic speech recognition di Live Transcribe bersandar pada kecerdasan buatan dan kapabilitas machine learning dalam mendeteksi model akustik, cara pengucapan dan bahasa – termasuk suara, fonem dan huruf. Teknologi di sana memungkinkan Live Transcribe membedakan kata ‘your‘ dan ‘you’re‘ atau ‘too‘ dan ‘two‘ walaupun Anda terbiasa mengucapkannya secara serupa berdasarkan konteks kalimat.

Transcribe 5

Live Transcribe ditopang oleh sistem pengenal suara recurrent neural network berbasis cloud yang terus-menerus mempelajari ucapa orang serta menerapkan auto-correct langsung melintasi tujuh kata. Aplikasi juga sanggup mengklasifikasi 570 tipe bunyi-bunyian, misalnya suara gonggongan anjing atau tangisan bayi. Anda dipersilakan untuk memilih 70 bahasa dan dialek, termasuk bahasa Jawa dan Sunda, serta ada fitur dua bahasa – agar kita tak perlu repot mengubahnya secara manual.

Reproduksi suara dalam teks memang dipengaruhi oleh kualitas mic, dan Live Transcribe siap mendukung mic eksternal baik yang ada di headset kabel, Bluetooth maupun varian USB. Selain itu, pengguna dapat mengaktifkan sistem sinyal haptic feedback, buat memberikan notifikasi jika seseorang memulai atau melanjutkan pembicaraan.

Transcribe 7

App Live Transcribe bisa ditemukan langsung di Google Pixel 3, tetapi semua orang sudah dipersilakan untuk mengunduh versi beta-nya di Google Play. Setelah terinstal, yang perlu Anda lakukan hanyalah menentukan bahasa (serta bahasa sekunder) dan mulai menggunakannya. Di dalam app, Anda akan menemukan lingkaran kecil di pojok kanan atas. Itu adalah indikator input suara vokal versus bunyi-bunyian eksternal.

Dari pengalaman saya menggunakannya, transkripsi yang dilakukan aplikasi ini memang belum akurat 100 persen, boleh jadi disebabkan oleh pengucapan yang kurang fasih atau rendahnya mutu microphone di smartphone entry-level milik saya. Target Google saat ini adalah terus mengulik kemampuan app untuk fokus ke satu pembicara – satu fenomena di kehidupan manusia yang dikenal dengan istilah efek cocktail party.

Transcribe 4

Ingat soal efek curb cut yang sempat saya bahas di awal artikel? Kapabilitas unik Live Transcribe sebetulnya membuka peluang pemakaian di ranah lain. Ambil contohnya saya sebagai jurnalis. Dengan app ini, saya dapat memperoleh kutipan langsung secara tertulis berbekal ucapan narasumber. Untuk sekarang, Live Transcribe memang belum mempunyai fungsi menyimpan teks (dan saya ragu Google akan membubuhkannya melihat dari tujuan awal dibuatnya aplikasi ini), tapi saya bisa saja mengakalinya dengan fitur screenshot.

Sagar Savla menceritakan sedikit kisah unik di belakang pengembangan aksesibilitas bagi penyandang cacat yang dilakukan Google. Jauh sebelum Live Transcribe digarap, pertama-tama mereka harus menentukan perangkat tempat dibangunnya sistem tersebut. Tim sempat mempertimbangkan komputer personal, tablet, hingga unit proyektor mini (dengan pengoperasian yang sangat canggung). Akhirnya, smartphone dipilih karena menurut Google, device ini paling praktis, ringkas dan adopsinya paling merata.

Transcribe 6

Dan buat melengkapi Live Transcribe, Google juga telah meluncurkan Sound Amplifier yang berguna untuk mendongkrak output speaker. Fitur ini bertugas menyaring noise dan memperkuat suara, dengan maksud agar proses mendengar percakapan lebih jadi nyaman dan natural. Sedikit berbeda dari Live Transcribe yang dapat dibuka layaknya app, fungsi Sound Amplifier bersembunyi di menu Accessibility. Seperti TalkBack, Anda perlu mengaktifkannya secara manual.

Live Transcribe mendukung seluruh smartphone Android versi 5 (Lollipop) hingga versi terbaru. App memerlukan internet agar bisa bekerja.

LG Pamerkan Deretan Produk Hiburan dan Perabotan Rumah Berteknologi AI dan IoT

Internet of things pernah menjadi topik utama dalam pameran IT terbesar di Indonesia. Namun belakangan, istilah ini jadi jarang disebutkan – entah apakah karena publik sudah paham atau mereka malah belum melihat adanya fungsi praktis yang bisa membantu aktivitas sehari-hari. Tapi kondisi ini tidak mengurungkan niatan satu perusahaan elektronik untuk membawa produk-produk mutakhirnya ke nusantara.

Dalam acara konferensi pers minggu ini, LG memamerkan sederetan produk hiburan dan perabotan rumah tangga baru yang mengusung teknologi ThinQ dan didukung oleh internet of things serta kecerdasan buatan. Kombinasi semuanya memungkinkan perangkat-perangkat tersebut saling terhubung serta memungkinkan pengguna untuk mengaksesnya dari manapun ia berada berbekal smartphone dan koneksi internet.

Sang produsen Korea Selatan memperkenalkan teknologi ThinQ pada tahun 2017. Istiliah yang juga merupakan modifikasi dari kalimat think of you ini sengaja diramu agar interaksi manusia dan perangkat jadi lebih intuitif serta natural. Menurut LG, ThinQ siap menjadi jawaban atas gaya hidup konsumen dengan mobilitas tinggi.

LG 5

 

Mengenai ThinQ dan internet of things

Penerapan ThinQ sedikit berbeda-beda di tiap produk. Misalnya untuk televisi, ThinQ dapat mengingkatkan kualitas visual dan audio. Lalu buat perabotan elektronik di rumah, solusi LG  ini bisa menghemat waktu dan konsumsi energi, serta memastikan perangkat bekerja dengan lebih ramah lingkungan. Aspek-aspek lain yang turut terbantu dengan kehadiran ekosistem IoT ThinQ meliputi keamanan, kesehatan, hingga pengawasan dan kendali.

LG 1

Head of marketing LG Electronics Jay Jang menjelaskan bahwa teknologi-teknologi mutakhir di sana diyakini bisa memperpanjang umur produk. Jang bukan hanya membahas soal daya tahan pemakaian, tetapi kesiapan perangkat mendukung fitur anyar yang akan hadir di masa depan. Dengan begini, produk LG yang Anda miliki akan selalu relevan.

LG 8

Dalam diskusi singkat, PR senior supervisor Dhita Ayuningtyas mengakui memang masih banyak orang awam belum mampu memahami sepenuhnya kepraktisan yang disajikan ThinQ. Supaya mudah membayangkan, ia membuat sebuah pengandaian sederhana: saat Anda pulang bekerja, jalanan macet dan udara sedang begitu panas. Anda ingin segera menikmati kesejukkan di dalam rumah. Beberapa menit sebelum tiba, Anda bisa menggunakan aplikasi mobile untuk menyalakan AC, sehingga ketika sampai, rumah sudah dingin.

LG 16

Aplikasi SmartThinQ bukan hanya memberikan smartphone Anda kemampuan mengendalikan perabotan rumah dari jauh (selama perangkat tersambung ke Wi-Fi), namun mempersilakan pula pengguna buat melakukan proses diagnosis kesehatan serta mencari tahu konsumsi daya dari mesin cuci atau kulkas. App bahkan bisa memberikan notifikasi jika pencucian telah selesai.

LG 4

Sejauh ini, ThinQ yang dibahas oleh LG masih berada di ruang lingkup aplikasi dan internet of things. Lalu di mana letak penerapan kecerdasan buatannya?

LG 10

 

AI dan prosesor Alpha 9 Gen-2

Sejak beberapa tahun silam, LG telah mengembangkaan prosesor sendiri dengan tujuan untuk menyempurnakan penyajian visual di televisi mereka. Dan di CES 2019 Januari kemarin, perusahaan mengungkap ‘prosesor pintar’ Alpha 9 generasi kedua. Dibenamkan pada produk-produk baru andalan seperti OLED TV W9 dan NanoCell TV SM90, prosesor memungkinkan televisi beradaptasi terhadap konten yang sedang dihidangkan.

LG 11

Ketika AI Picture aktif, televisi akan secara otomatis bekerja memodifikasi output, misalnya memuluskan area-area dengan gradasi, serta menonjolkan tekstur dan detail. Kecerdasan buatan juga mampu menyesuaikan kecerahan gambar saat kondisi di sekitarnya terlalu terang atau gelap. Menariknya, televisi tidak sekadar menaik-turunkan brightness, namun tetap bisa menjaga kepekatan warna-warna gelap, memastikan gambar tetap tajam serta cerah.

LG 12

Prosesor Alpha 9 Gen-2 juga mampu menganalisis sumber audio bergantung dari jenisnya. Contohnya: televisi secara cerdas memperjelas suara vokal ketika Anda sedang menonton berita; meningkatkan efek bass sewaktu memutar film; dan selanjutnya, sistem segera mendongkrak frekuensi suara rendah dan tinggi saat tengah menghidangkan pertunjukan musik. Selain itu, ‘AI Sound’ di sana kabarnya bisa meng-upgrade output stereo menjadi surround sound 5.1.

LG 14

Tidak semua produk baru LG ditopang oleh teknologi ThinQ, hanya beberapa varian high-end. Selain dua model TV yang saya sebutkan di atas, dukungan ThinQ dapat Anda temukan di mesin cuci TwinWash, kulkas InstaView Door-in-Door, mesin cuci F2720SVTV dan T2735NTWV, serta sejumlah penyejuk udara Dual Inverter.

LG 13

 

Perabot rumah pintar di Indonesia?

Menjawab pertanyaan saya soal pandangan LG tentang kesiapan masyarakat Indonesia menerima penawaran-penawaran mutakhir ini, Jay Jang menyampaikan bahwa LG selalu berupaya menghadirkan teknologi canggih terlebih dulu walaupun mereka tahu infrastruktur masih belum siap. Perangkat-perangkat high-end tersebut sudah dapat beroperasi optimal, dan akan bisa bekerja lebih maksimal lagi saat segala fasilitas penopangnya tersedia.

LG 7

Sang head of marketing juga tak khawatir mengenai respons konsumen lokal terhadap barang-barang ber-AI dan IoT itu. Menurutnya, penduduk kita adalah individu-individu yang paling cepat beradaptasi dan mengikuti tren teknologi. Ambil contohnya sosial media. Jauh sebelum penduduk Korea Selatan familier dengan Facebook dan Instagram, kita telah lebih dulu menggunakannya. Jay Jang optimis, produk-produk anyar LG ini akan diterima dengan baik oleh khalayak.

LG 3

Tokopedia-UI Berkolaborasi, Percepat Adopsi Teknologi Lewat Pusat Pengembangan AI

Indonesia masih berada di fase awal jika bicara implementasi teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Namun, bukan berarti ekosistemnya saat ini masih nol.

Sudah banyak pelaku industri di bidang AI. Sejumlah perusahaan juga sudah mulai mengadopsi teknologi ini untuk peningkatan layanan. Menurut riset IDC, adopsi AI telah mencapai 14 persen di Indonesia, itupun untuk pebisnis.

Kemarin kolaborasi terjadi antara Tokopedia dan Universitas Indonesia (UI) untuk mengakselerasi adopsi AI di Tanah Air. Kolaborasi ini menghasilkan AI Center of Excellence yang diresmikan langsung, Kamis (28/3) di Fakultas Ilmu Komputer UI.

AI Center of Excellence menjadi pusat pengembangan AI yang menggunakan teknologi super-komputer deep learning dari NVIDIA, yakni NVIDIA® DGX-1. Pusat ini akan mempertemukan para peneliti dan akademisi dalam merancang solusi untuk menyelesaikan beragam masalah.

“Teknologi AI menjadi jalan untuk rujukan akademisi di internasional. Maka itu, kami bekerja sama dengan mitra industri, Tokopedia, supaya ke depan kami dapat menghasilkan solusi AI yang teoritas dan aplikatif,” tutur Rektor UI Muhammad Anis di acara peluncuran.

Pada kesempatan sama Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan bahwa bentuk kerja sama semacam ini dapat direalisasikan secara masif untuk pengembangan riset di masa depan.

Tidak hanya UI, kerja sama dapat berlaku untuk semua perguruan tinggi. Sebelumnya sudah ada kerja sama untuk pusat pengembangan AI dan cloud computing di Indonesia, hasil kerja sama Bukalapak dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Dulu riset itu hasilnya hanya dicetak dan ditinggal di perpustakan. Saya pikir ini semua perlu diaplikasikan ke industri. Makanya, nanti riset seharusnya on-demand dan market driven,” ucapnya.

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menyebutkan bahwa kolaborasi ini bisa terjadi karena Indonesia sangat minim terhadap talenta di bidang teknologi dan teknologi lebih lanjut (advanced).

“Kolaborasi perlu dari akademisi, praktisi, sehingga bisa mencari jalan keluar. Kami pun mostly gunakan investasi untuk sumber daya manusia. Nantinya AI bakal jadi nadi perubahan teknologi di masa depan, tidak hanya untuk sektor tertentu, tetapi untuk semua.”

Pengembangan AI untuk mendorong pemerataan ekonomi

William menekankan pentingnya teknologi dalam memudahkan pengguna saat bertransaksi di platform jual-belinya. Hingga Januari 2019, transaksi di Tokopedia telah terjadi di 93 persen kecamatan di seluruh Indonesia.

Kehadiran teknologi AI diharapkan menjadi salah satu moda untuk mendorong pemerataan ekonomi yang selama ini menjadi mimpi besar Tokopedia. Saat ini, ungkap William, pihaknya tengah melakukan riset untuk pengembangan merchant on-demand.

“Kami terus lakukan riset AI untuk prediksi demand pada merchant dengan membangun smart warehouse. Nantinya, setiap pebisnis dapat melayani ke semua provinsi dengan mengikuti di mana pasarnya tanpa harus membangun warehouse. Makanya, ke depan tren urbanisasi tak perlu dilakukan,” jelas William dalam sambutannya.

Tokopedia juga mengembangkan AI yang dikemas dalam sebuah fitur yang sederhana di dalam platform-nya. Fitur ini diperagakan langsung saat Demo Session usai peluncuran resmi AI Center of Excellence.

Head of Research Scientist Tokopedia Irvan Bastian Arief mengungkapkan, fitur “Image Search” dirancang sedemikian rupa agar dapat langsung dipakai dengan mudah oleh seluruh penggunanya.

“Fitur ini sudah tersedia di aplikasi pada bagian kolom pencarian. Pengguna bisa langsung mencari produk yang diinginkannya tanpa perlu menuliskan teks, hanya dengan gambar,” ujar Irvan.

Fitur ini sendiri juga dengan dirancang dengan sejumlah variabel, salah satunya memperhitungkan lokasi penjual produk yang dicari pembeli dengan lokasi pembeli dari hasil pencarian.

Selain itu, Demo Session juga menampilkan Vehicle Recognition dan Emotion Recognition yang merupakan hasil pengembangan riset akademisi di UI.

Application Information Will Show Up Here

Tren Pemanfaatan AI Makin Marak, Microsoft Luncurkan AI Business School

Tahun demi tahun, peran artificial intelligence (AI) dalam dunia profesional terus bertambah besar. Bantuan kecerdasan buatan ini juga tidak harus ditempatkan di ranah teknis saja, bahkan divisi keuangan pun juga bisa terbantu secara signifikan berdasarkan pengakuan Amy Hood yang menjabat sebagai Chief Financial Officer (CFO) Microsoft.

Melihat maraknya tren pemanfaatan AI di dunia bisnis, Microsoft pun meluncurkan AI Business School, yang sejatinya merupakan kumpulan studi kasus beserta video-video panduan untuk membantu para eksekutif perusahaan merancang dan mengimplementasikan strategi berbasis AI pada tempatnya bekerja.

Konten-konten pembelajaran yang tersedia bakal berfokus pada empat area utama: strategi, kultur, dasar teknologi, dan AI yang bertanggung jawab. Microsoft juga bakal menyediakan tool untuk keperluan spesifik, seperti misalnya untuk mengevaluasi tingkat kematangan AI, sehingga pada akhirnya perusahaan bisa lebih memahami apa saja yang kurang demi mewujudkan implementasi AI yang maksimal.

Kepada VentureBeat, perwakilan Microsoft menjelaskan bahwa material pembelajarannya banyak diambil dari pengalaman Microsoft sendiri dalam menerapkan AI secara internal, serta hasil diskusi selama tiga tahun bersama konsumen Microsoft yang juga mengimplementasikan AI pada perusahaannya masing-masing.

Ini bukan pertama kalinya Microsoft menghadirkan yang pada dasarnya merupakan kursus online untuk hal-hal berbau AI. Tahun lalu, mereka sudah lebih dulu meluncurkan AI School, serta yang dikhususkan untuk kalangan developer. AI Business School ini pada dasarnya menerapkan formula yang sama, tapi dengan target yang lebih spesifik.

Ke depannya, selain memperbarui material pembelajaran, Microsoft juga akan menghadirkan konten-konten yang spesifik terhadap vertikal-vertikal industri tertentu.

Sumber: VentureBeat.

Aplikasi Spectre Bantu Pengguna iPhone Ciptakan Foto Long Exposure Tanpa Ribet

Seperti yang kita tahu, perkembangan kamera smartphone tidak akan sepesat ini tanpa kemajuan di bidang computational photography. Bokeh artifisial pada hasil jepretan smartphone kita baru menggambarkan sebagian kecil dari potensi computational photography yang sebenarnya, sebab masih ada banyak yang bisa dieksplorasi.

Hal itu telah dibuktikan oleh Spectre, aplikasi kamera baru untuk iPhone yang digarap oleh tim yang sama yang mengerjakan aplikasi Halide. Spectre dirancang untuk membantu para pengguna iPhone menyalurkan hobi fotografi long exposure-nya tanpa harus melibatkan tripod maupun alat bantu lainnya, melainkan hanya dengan keterlibatan AI.

Teknik yang diterapkan Spectre cukup unik. Pada kamera biasa, foto long exposure dihasilkan dengan menyetel shutter speed dalam kecepatan selambat mungkin. Spectre tidak demikian, ia akan menjepret ratusan foto yang berbeda secara beruntun dalam beberapa detik, sebelum akhirnya disunting dan disatukan menjadi format live photo.

Spectre Camera

Dilihat dari sudut pandang yang praktis, ada banyak yang bisa dilakukan oleh Spectre. Yang pertama, Spectre bisa menghapuskan keramaian dari suatu foto, ideal untuk mengabadikan lokasi yang populer di kalangan para turis.

Yang kedua, Spectre mampu mendeteksi scene secara otomatis. Jadi ketika Anda memotret di malam hari, Spectre akan mengaktifkan mode untuk mengambil foto jejak cahaya (light trails), foto pemandangan kota, maupun foto light painting.

Saat memotret air terjun, maupun lokasi-lokasi lain di mana air menjadi sorotan utama, Spectre juga bakal secara otomatis menyulap airnya menjadi blur sampai akhirnya kelihatan mulus.

Salah satu hasil foto yang dihasilkan aplikasi Spectre / Chroma Noir
Salah satu hasil foto yang dihasilkan aplikasi Spectre / Chroma Noir

Secara teknis, Spectre bisa digunakan untuk mengambil foto dengan durasi exposure hingga 9 detik. 9 detik adalah waktu yang lama, untuk itu Spectre juga dibekali fitur stabilization berbasis AI, sehingga hasil akhirnya tetap akan kelihatan mulus.

Buat yang tertarik mencoba, Spectre saat ini sudah bisa diunduh lewat App Store dengan harga perkenalan sebesar Rp 29 ribu. Perangkat paling tua yang kompatibel adalah iPhone 6, akan tetapi Anda butuh minimal iPhone 8 untuk bisa menikmati semua fitur berbasis AI-nya.

Sumber: SlashGear.

Obstacle Tower Adalah Game yang Dirancang Khusus untuk Melatih Keterampilan AI

Peneliti artificial intelligence (AI) sudah lama tahu kalau video game dapat menjadi salah satu medium yang sangat efektif untuk melatih dan menyempurnakan kreasi mereka. Salah satu contohnya adalah game Grand Theft Auto V yang dimanfaatkan untuk melatih AI yang dipakai pada mobil kemudi otomatis.

Peran GTA V sebagai ‘arena berlatih’ buat AI sama sekali tidak disengaja. Kebetulan saja game tersebut mampu menyimulasikan pengalaman berkendara yang cukup realistis. Namun sekarang ada satu video game yang dari awal benar-benar dirancang untuk keperluan melatih AI.

Namanya Obstacle Tower, dan ia merupakan hasil karya Unity, perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan game engine. Obstacle Tower tidak dibuat untuk bisa kita mainkan, dan fungsinya murni untuk mengukur keterampilan AI.

Obstacle Tower

Secara teknis, Obstacle Tower merupakan game puzzle platformer. Ia memiliki 100 level yang harus diselesaikan, dan tiap-tiap levelnya dihasilkan secara prosedural, yang berarti selalu ada perubahan setiap kali AI mencoba menyelesaikannya.

Tingkat kesulitannya pun juga ikut berubah-ubah secara tidak terprediksi. Unity sendiri berharap Obstacle Tower dapat menjadi semacam medium benchmark baru untuk mengevaluasi sistem artificial intelligence.

Guna menarik perhatian banyak pengembang AI, Unity pun mengadakan kontes berhadiah total $100.000 bagi yang berhasil menyelesaikan tantangan dalam game ini. Selain berebut hadiah, para peneliti AI sejatinya juga dapat saling membandingkan progress AI buatannya masing-masing dalam misi menamatkan Obstacle Tower.

Kepada The Verge, perwakilan Unity bilang bahwa sejumlah pemain manusia berhasil memainkan game ini sampai di sekitar level 15, menunjukkan betapa sulitnya game ini bahkan untuk kita yang superior perihal bakat problem solving ketimbang mesin. Rencananya, Obstacle Tower bakal dijadikan open-source sehingga para peneliti AI dapat memodifikasinya secara leluasa mengikuti kebutuhannya masing-masing.

Sumber: The Verge.

Airbus Ingin Kecerdasan Buatan Bisa Menggantikan Pilot Pesawat di Masa Depan

Sejak idenya diajukan beberapa tahun silam, konsep mobil tanpa pengemudi terus digodok terlepas dari sejumlah rintangan dan insiden. Driverless car kembali mendapatkan sorotan di CES 2019 awal Januari kemarin, dan perkembangannya berpotensi jadi lebih pesat dengan kehadiran 5G. Konektivitas seluler generasi baru ini dipercaya dapat membuat pengalaman berkendara lebih aman dan nyaman.

Namun apa jadinya jika teknologi otonom diimplementasikan pada jenis transportasi umum yang mampu menampung lebih banyak penumpang dan mengangkut mereka melewati jarak lebih jauh? Di konferensi Digital Life and Design yang dilangsungkan di kota Munich hari Minggu kemarin, Grazia Vittadini selaku chief technology officer Airbus mengungkapkan harapannya pada Bloomberg agar kecerdasan buatan bisa bertambah pintar lagi sehingga pesawat terbang komersial tak lagi membutuhkan pilot.

Di ranah penerbangan, sistem autopilot memang bukan sesuatu yang baru. Namun sepenuhnya mengandalkan artificial intelligence bisa merevolusi industri ini, terutama jika teknologinya sudah benar-benar aman dan konsumen dengan lapang dada mau menerimanya. Sebagai langkah awal, Vittadini menyampaikan bahwa kehadiran AI canggih di pesawat dapat membebaskan pilot dari rutinitas membosankan.

Mayoritas pesawat terbang komersial saat ini dioperasikan oleh dua pilot. Matangnya kecerdasan buatan memungkinkan perusahaan maskapai mengganti seorang pilot dengan komputer, sehingga prosedur penerbangan jadi lebih efisien.

Bagi maskapai, eksistensi dari dukungan kecerdasan buatan tentu saja sangat berdampak pada ongkos operasional. Berdasarkan laporan dari bank investasi UBS di tahun 2017, industri aviasi mengeluarkan modal lebih dari US$ 30 miliar per tahun untuk menghidupi pilot-pilot mereka. AI juga berpeluang meningkatkan efisiensi pemakaian mesin dan menghemat konsumsi bahan bakar.

Pesawat-pesawat bersistem otonom juga memberikan jawaban atas masalah kurangnya suplai pilot. Ada banyak maskapai merasakan sulitnya merekrut penerbang baru, sedangkan pilot-pilot mereka sendiri mulai menua. Beberapa perusahaan kadang menginginkan penerbang bekas anggota militer, padahal secara keseluruhan, ada penurunan minat terhadap dunia aviasi.

Teknologi penerbangan otonom sebetulnya sudah lama dimanfaatkan di ranah militer, dan berkat kehadiran drone fotografi/videografi, secara teknis ia telah tersedia buat publik. Yang sulit adalah jika skalanya diperbesar ke segmen transportasi umum. Pertama, kecerdasan buatan untuk pesawat terbang harus melewati banyak sekali proses uji coba dan sertifikasi. Kedua, maskapai harus bisa meyakinkan calon penumpangnya bahwa pesawat tanpa pilot tetaplah aman.

Dari hasil survei UBS, hanya 17 persen dari total 8.000 responden yang berkenan naik ke pesawat tanpa pilot.

Via Digital Trends.