J&T Express Dikabarkan Segera IPO di Hong Kong Tengah Tahun Ini

Perusahaan logistik J&T Express dikabarkan berencana untuk melantai atau initial public offering (IPO) di Hong Kong pada kuartal kedua tahun ini. Perusahaan berencana mengincar dana segar antara $1 miliar sampai $2 miliar (antara Rp15,1 triliun-Rp30,3 triliun).

Belum ada konfirmasi yang diberikan J&T Express terkait rumor tersebut. Pemberitaan pertama kali berhembus dari sumber Reuters pada pekan lalu (17/2).

Sumber Reuters yang mengetahui kabar tersebut menyebutkan, sebenarnya J&T Express berencana untuk IPO pada tahun lalu, namun ditunda karena kondisi pasar yang tidak menentu.

Bila aksi korporasi ini terlaksana, diprediksi IPO ini akan jadi yang terbesar di Hong Kong pada 2023. Sepanjang 2021-2022, nilai penjualan saham IPO turun 74% menjadi $7,4 miliar di 2022 dari $28,17 miliar di 2021. Faktor pemicunya, menurut Refinitv, dikarenakan perlambatan global di pasar modal sebagai akibat dari kenaikan suku bunga, inflasi tinggi, dan ketegangan geopolitik yang berkelanjutan.

“J&T Express yang diluncurkan untuk melayani pasar e-commerce booming Asia Tenggara ini mengincar valuasi $20 miliar, berhasil dicapai dalam putaran pendanaan privat terakhirnya pada November 2021,” mengutip dari Reuters.

Dengan mengacu dari valuasi tersebut, perusahaan sedang mempertimbangkan untuk menjual 5% hingga 10% dari sahamnya, yang akan membuat IPO bernilai antara $1 miliar-$2 miliar, kata sumber tersebut.

Sebelumnya, perusahaan disebutkan telah menyandang status decacorn pada November 2021 pasca-memperoleh pendanaan sebesar $2,5 miliar. Pendanaan ini melambungkan valuasi perusahaan ke angka $20 miliar. Investor yang berpartisipasi dalam putaran tersebut adalah Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Capital China dan investor lainnya dari Tiongkok.

Perusahaan sendiri sebenarnya didirikan di Indonesia pada 2015 oleh Robin Lee dan Jet Lee. Kini sudah beroperasi di 13 negara, termasuk Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, Singapura, Tiongkok, Arab Saudi, UEA, Meksiko, Brasil, dan Mesir. Lima negara terakhir dirambah perusahaan pada tahun lalu.

Menurut situs perusahaan, di Indonesia saja, perusahaan telah memiliki 100 gateway center dengan peralatan profesional, lebih dari 4 ribu titik operasi dan 30 ribu SDM terlatih, dan ribuan armada untuk mendukung layanan messenger antar kota, antar provinsi dan lintas pulau.

Tren IPO di Hong Kong

Menurut Refinitiv, Hong Kong adalah pasar IPO terbesar ketiga di dunia pada tahun lalu. Di kota tersebut telah melantaikan 90 perusahaan, mengumpulkan HK$104,57 miliar. Sebelumnya, saham teknologi dan biotek mendominasi dalam daftar IPO, tapi digeser oleh industri yang lebih tradisional, seperti ritel dan consumer goods, sektor bahan dan jasa baru.

Kota ini juga mendapat dorongan dari profilnya yang berkembang sebagai alternatif “pelabuhan aman” bagi Amerika Serikat yang telah menjadi badai untuk saham dari perusahaan Tiongkok selama dua tahun terakhir. Sebanyak 11 perusahaan Tiongkok yang sudah IPO di Amerika Serikat, melakukan dual listing di Hong Kong. Beberapa namanya adalah Nio Inc, KE Holdings, Tencent Music, dan lainnya.

Mengutip dari Seeking Alpha, berbagai lembaga akuntan global menaruh optimismenya yang tinggi terhadap kondisi pasar saham global yang membaik akan berpengaruh secara positif pada antusiasme IPO di Hong Kong.

Sejumlah insentif dari regulator setempat disiapkan sebagai booster, di antaranya “dual tranche, dual counter” yang memungkinkan perdagangan di sekuritas berdenominasi dolar Yuan dan Hong Kong. Langkah ini diharapkan akan menarik lebih banyak stok mata uang ganda untuk dicantumkan di bursa saham Hong Kong.

Selain itu, berencana untuk memodifikasi aturan listing untuk menurunkan ambang batas (thresholds) untuk lima industri teknologi mutakhir, termasuk IT, perangkat keras, advanced material, energi baru, dan konservasi energi dan perlindungan lingkungan. Aturan baru ini ditargetkan dapat diterapkan pada kuartal tahun ini setelah periode konsultasi berakhir pada Desember 2022.

Application Information Will Show Up Here

Strategi Borzo Perkuat Layanan Pengiriman Instan di Indonesia

Persaingan industri logistik last-mile di Indonesia begitu ketat, terlihat dari melimpahnya para pemain yang bermain di segmen ini. Sebut saja ada JNE, Tiki, SiCepat, J&T, Ninja Express, AnterAja, GoSend, GrabExpress, Pos Indonesia, pemain e-commerce juga memiliki armada last-mile sendiri, seperti Blibli, Lazada, Zalora, dan Shopee, dan masih banyak lagi. MrSpeedy termasuk ke dalam bagian ini.

Startup yang beroperasi di Indonesia sejak September 2017 ini, kini resmi rebranding menjadi “Borzo Indonesia” setelah perusahaan induknya Dostavista mengantongi pendanaan seri C senilai $35 juta pada Agustus 2021. Borzo menjadi merek tunggal yang digunakan untuk menyeragamkan bisnis induk yang tersebar di 10 negara.

Sebelumnya, perusahaan tersebut menggunakan merek yang berbeda di masing-masing negara, misalnya, Dostavista (Mexico dan Rusia), Click Entregas (Brazil), WeFast (India), Quickers (Korea Selatan), dan Tanzhida (Tiongkok).

Saat dihubungi DailySocial.id, Country Manager Borzo Indonesia Devi Siska menuturkan dengan perubahan merek dagang baru, memberi amunisi baru bagi perusahaan untuk memperkuat fokusnya di pengiriman same day ke lebih banyak kota dengan estimasi pengiriman empat jam. “Sebelumnya, Borzo bergerak di instant delivery yaitu satu jam sampai [tujuan]. Selebihnya, setelah rebranding tidak terlalu banyak yang berubah, hanya segi nama saja yang dibuat lebih global,” tutur dia.

Target pengguna Borzo adalah pemilik bisnis baik itu skala individu, UMKM, dan social commerce yang membutuhkan pengiriman dengan harga mulai dari Rp8 ribu untuk pengiriman instan di 4 km pertama di Jabodetabek dan Rp6 ribu untuk pengiriman same day. Perusahaan juga terhubung secara API dengan Shopify, WooCommerce, dan Openchart.

Cakupan areanya tersebar di lebih dari 45 kota, tidak hanya di kota utama, tapi juga sudah merambah ke kota lapis dua dan tiga di sekitar Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan-Sulawesi.

“Perluasan layanan Borzo di Pulau Jawa sangat pesat karena hampir semua kota-kota besar sudah ter-cover layanan Borzo. Bali dan Madura pada pertengahan tahun ini sudah dibuka dan mengalami perkembangan yang bagus. Sumatera menjadi pulau kedua yang memiliki persebaran terbesar Borzo. Di pulau sekitar Sumatera, juga menjadi target pengiriman Borzo, seperti Batam dan Pekanbaru.”

Devi melanjutkan, pada tahun depan perusahaan akan lebih gencar masuk ke lebih dari 40 kota baru agar semakin banyak pemilik usaha yang dapat menggunakan solusi pengiriman instan dan same day.

Sayangnya dia enggan memaparkan lebih lanjut terkait pertumbuhan bisnis secara keseluruhan perusahaan, termasuk jumlah armada yang kini telah bergabung dengan Borzo. Hanya dijelaskan, bahwa armada aktif Borzo yang terus mengambil pesanan konsumen berada di kisaran 10 ribu kurir. Perusahaan sendiri mengandalkan armada roda dua dan roda empat dalam mengirim pesanan ke konsumen, dan beroperasi 24 jam dalam seminggu.

Sebagai perusahaan teknologi, diklaim Borzo menyediakan aplikasi untuk pengguna bisnis yang sudah ditenagai dengan algoritma pemilihan kurir dengan rating tertinggi, dan terdekat dari posisi konsumen, sehingga durasi pengiriman akan jauh lebih cepat. “Nilai yang kami tawarkan dengan harga yang kompetitif dan bisa dengan integrasi API untuk proses pengiriman yang lebih mudah.”

Pemesanan layanan Borzo sejauh ini tersedia dengan tiga metode, melalui situs, aplikasi, dan langsung menghubungi customer service. Konsumen juga dapat memilih jadwal pengiriman sesuai kebutuhan dan ke berbagai alamat dalam sekali pemesanan untuk menghemat ongkos kirim. Setelah kurir mengambil pesanan, konsumen juga dapat melacak proses pengiriman melalui situs dan aplikasi. Pun begitu pesanan terkirim, akan ada notifikasi SMS yang otomatis dikirimkan.

Dalam perluasan layanan pengiriman instan, baru-baru ini perusahaan merilis fitur Buyout yang memungkinkan konsumen untuk membeli barang dengan jasa kirim instan di Borzo. Mekanismenya, kurir akan membelikan di toko/mal/warung barang sesuai dengan alamat, nama barang, dan harga yang dicantumkan di pesanan.

Maksimal pesanan untuk memanfaatkan fitur ini adalah Rp300 ribu, harga yang dibayarkan sesuai dengan struk pembelanjaan, dan pembayaran dilakukan dalam bentuk tunai (untuk barang yang dibeli), sementara untuk ongkos kirim dengan pembayaran top up. Layanan ini bisa diakses melalui aplikasi dan situs.

Demand pengiriman dari service Buyout terus meningkat, terutama di region selain Jabodetabek yang memerlukan dana talangan terlebih dulu dari kurir untuk membeli kebutuhan pengguna Borzo.”

Tantangan di logistik last-mile

Meski pemain last-mile di Indonesia terkesan sudah sesak, namun sejatinya segmen ini masih memiliki pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan karena ini merupakan satu indikator penting dalam memastikan loyalitas pelanggan. Dalam sebuah riset disebutkan, sebanyak 56% pembeli tidak akan membeli dari suatu merek lagi jika mereka tidak puas dengan layanan pengiriman.

Beberapa permasalahannya adalah tingginya biaya pengiriman, disebutkan pengiriman last-mile itu menyumbang lebih dari 53% dari total biaya pengiriman. Selain itu, last mile delivery juga memakan biaya hingga 41% dari total biaya supply chain. Belum lagi, jika dikenakan dengan biaya tak terduga seperti biaya untuk pengembalian barang (return shipping) atau keterlambatan pengiriman barang karena salah alamat dan barang rusak.

Salah satu alasan utamanya adalah kurangnya infrastruktur untuk mengirimkan produk tepat waktu; penentuan rute yang tidak efisien; visibilitas yang kurang transparan; status gagal dan keterlambatan pengiriman; dan, kejadian tak terduga.

Oleh karenanya, dibutuhkan solusi-solusi dalam memecahkan permasalahan tersebut, yakni optimasi rute; pelacakan barang dan kurir secara real-time; alokasi kiriman secara otomatis ke kendaraan yang tepat; dan bukti pengiriman secara digital.

Kesempatan tersebut menjadi ranah yang digarap para pemain startup logistik yang fokus menyediakan solusi SaaS berbentuk integrasi API, tidak hanya untuk last mile tapi juga mencakup first mile. Beberapa pemainnya, ada MileApp, Kargo, Luwjistik, Waresix, McEasy, dan masih banyak lagi.

Questioning J&T Express Extremely High Valuation Target

The local logistics company J&T Express (J&T) is making another headlines with plans to raise over $1 billion (more than Rp. 14.5 trillion) funding from Tencent and other investors with a pre-money valuation of $20 billion, citing The Information.

Previously, CB Insights said in April that J&T had acquired unicorn status with a valuation of $7.8 billion, through the funding worth more than $2 billion from a series of investors. The investors are PE China Hillhouse Capital, Boyu Capital, and Sequoia Capital China.

When local media asked for a response, J&T’s CEO Robin Lo did not confirm nor deny the unicorn’s status.

Referring to the CB Insight version of the valuation, it means that J&T’s valuation has grown over two times within four months. DailySocial has published a piece questioning J&T’s unicorn status.

Chairman of the Indonesian Logistics Association (ALI) Mahendra Rianto doubts this status, as compared to its closest competitor, JNE is also estimated to have become a unicorn.

Flexible valuation

Without putting aside the rumors above, the key word is that irrational valuations are something that is interesting to discuss.

Quoting from PracticalEcommerce, it is said that the valuation in private companies is speculative. Even the calculation is not as objective as imagined.

There are some considered factors, such as team expertise, product, assets, business model, market share, competitor performance, and others. There are also VCs with its own formula to find pre-value money from a business.

Therefore, calculating the startup valuation combines elements of art and science. If it’s to be compared with NFT, it is fine as both have something in common. Equally irrational. It will still be validated as long as someone buys it, regardless of the number.

However, there are eight methods of calculating valuation in general, such as The Berkus Method, Comparable Transactions Method, Scorecard Valuation Method, and so on.

It used to be commonplace for startups to raise equity funding for no more than three funding rounds and were acquired or went public within five years of operation. However, it’s not uncommon for startups to receive six rounds of funding and remain closed for more than 10 years.

As a startup grows into a mature business, both revenue and expenses, it is exposed to a different economic environment. Challenges arise — more competitor, saturated markets, acquiring customers. VCs, who profit when their startups exit, have shown great patience.

As long as it is a private company, it means that there is no obligation to notify the public of financial statements.

As startups matured, competitors emerged, and each company had to spend more on marketing and customer acquisition. The biggest need requires startups to get more money. This metric is rarely highlighted and gives a one-sided picture of the actual state of the company.

“All the hype ended, however, when the company filed to become a public entity,” PracticalEcommerce wrote.

Union Square Ventures’ Co-Founder, Fred Wilson wrote on his blog, “… valuations in the private market, especially in the late stages, can sometimes be irrational. Valuation in the public, of course after the stock has been trading for a long time and the lock-off period is over, is much more rational.”

This is clearly seen in the performance of Uber and Lyft on the stock market. When Uber went public in May 2019, its stock was valued at $45 per share at a valuation of $75.5 billion. The stock has been wildly move since then, peaking at $46 per share on June 28, 2019, then dropping to a low of $26 per share in November 2019. Currently, at September 2, 2021, $41.09 per share with a market cap of $76.59 billion.

When Lyft went public in March 2019 at a price of $72 per share with a valuation of $24 billion. Lyft’s stock price was even wilder. Now, on September 2, 2021, at $48.96 per share with a market cap of $16.41 billion, far from its initial offering price.

Fight a “different” war

In Southeast Asia, J&T has available in seven countries, before finally arrived in China in March 2020. Long before that, the founder, Robin Lo has very strong background with Chinese entrepreneurs backing.

In China, the logistics market is very bloody. There are five big players there, S&F Express, Yunda, ZTO, YTO, STO, and HT Express. In order to gain traction, J&T’s use an extreme strategy, with subsidized shipping and low prices tending to damage the market.

The relationship between Robin and Jet Lee (CEO of J&T China) in building J&T Indonesia is quite strong, considering that Jet Lee is Oppo’s former official. According to the KrAsia report, J&T’s business runs quite well thanks to the support of Oppo’s parent, BKK Electronics. It’s not only Oppo, but also other smartphone brands, Vivo, Realme, and OnePlus.

BKK’s founder, Duan Yongping played a role in J&T’s relationship with Pinduoduo as he was also a mentor to Pinduoduo’s founder, Colin Huang. Together with Pinduoduo, J&T was able to recored a daily order volume of more than 20 million packages in China alone. During the 618 Shopping Festival – the second largest annual shopping event, J&T Express’ daily package volume at that time exceeded 30 million packages.

However, with all of the backing, it is not enough to boost J&T’s strong dominance because compared to its peers, such as ZTO with 94 sorting centers and 30 thousand shipping outlets that are able to reach 99% of China’s territory. On the other hand, J&T is yet to reach rural and remote areas.

Not to focus only in China, J&T continues to create new sources of growth by shifting its attention to the Middle East and Latin America. It will focus on three densely populated countries – Egypt, Brazil and Mexico – and two countries with higher per capita incomes: the UAE and Saudi Arabia. These countries have huge population, with nearly 500 million people in total.

J&T’s growth in Indonesia

Just like China, the last-mile logistics companies in Indonesia is very crowded. Robin Loo claims the company can send up to 2.5 million packages per day thanks to its partnerships with various marketplace platforms.

J&T’s competitors largely rely on a similar strategy. For regular and one-day delivery (next day), buyers can choose delivery services from SiCepat, JNE, AnterAja, Ninja Express, to Shopee Express provided by Shopee. This is not counting Grab Express and GoSend which provide instant delivery.

These shipping options are available on every marketplace. All sellers are given free to choose the one in the coverage. Conditions are fairly reasonable whether not all logistics services are available and can be chosen by the buyer. Moreover, at Shopee, the majority of deliveries are controlled by Shopee Express.

In order to compete, J&T recently developed a cargo service for the delivery of packages with a large weight and volume with an SLA estimated delivery of 1-3 days. Premium delivery services are also increasingly being expanded in scope. not only in Greater Jakarta, but also in Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, and Jambi.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mempertanyakan Valuasi Luar Biasa yang Dikejar J&T Express

Perusahaan logistik lokal J&T Express (J&T) kembali menghebohkan pemberitaan dengan rencana penggalangan pendanaan lebih dari $1 miliar (lebih dari Rp14,5 triliun) dari Tencent dan investor lainnya dengan valuasi pre-money sebesar $20 miliar, mengutip pemberitaan The Information.

Sebelumnya, pada April ini, CB Insights menyebut J&T telah menyandang status unicorn dengan valuasi $7,8 miliar, melalui pendanaan yang mereka peroleh senilai lebih dari $2 miliar dari sejumlah investor. Investor tersebut adalah PE China Hillhouse Capital, Boyu Capital, dan Sequoia Capital China.

Ketika dimintai tanggapannya oleh media lokal, CEO J&T Robin Lo tidak membenarkan atau membantah soal status unicorn ini.

Bila mengacu dari angka valuasi versi CB Insight, artinya dalam waktu empat bulan, valuasi J&T telah melambung lebih dari dua kali lipat. DailySocial pernah membuat tulisan yang mempertanyakan status unicorn J&T.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menyangsikan status tersebut, sebab bila disandingkan dengan peers terdekatnya, JNE diperkirakan juga sudah menjadi unicorn.

Valuasi “suka-suka”

Tanpa mengesampingkan rumor di atas, kata kuncinya adalah valuasi irasional kembali menarik untuk dibahas.

Mengutip dari PracticalEcommerce, mereka menyebutkan bahwa valuasi di perusahaan privat itu bersifat spekulatif. Bahkan penghitungannya tidak seobyektif yang dibayangkan.

Ada yang memperhitungkan faktor-faktor, seperti keahlian tim, produk, aset, model bisnis, total pasar yang dapat ditangani, kinerja pesaing, dan lainnya. Ada juga VC yang sudah memiliki formula sendiri untuk menemukan pre-value money dari sebuah bisnis.

Jadi bisa dikatakan menghitung valuasi sebuah startup itu menggabungkan unsur seni dan sains. Bila menyejajarkan valuasi dengan NFT, bukanlah suatu larangan karena keduanya punya kesamaan. Sama-sama irasional. Tetap bakal tervalidasi selama ada yang beli, berapapun angkanya.

Di luar itu, umumnya dikenal delapan metode penghitungan valuasi, misalnya The Berkus Method, Comparable Transactions Method, Scorecard Valuation Method, dan lain sebagainya.

Dulu dianggap lumrah ketika startup menggalang pendanaan ekuitas tidak lebih dari tiga putaran pendanaan dan diakuisisi atau menjadi publik dalam waktu lima tahun sejak memulai bisnis. Tapi sekarang bukan hal yang aneh bagi startup untuk menerima enam putaran pendanaan dan tetap tertutup selama lebih dari 10 tahun.

Ketika startup tumbuh menjadi bisnis yang matang, baik pendapatan maupun pengeluaran yang tumbuh, memaparkannya pada lingkungan ekonomi yang berbeda. Lebih banyak tantangan muncul — persaingan tambahan, pasar yang jenuh, memperoleh pelanggan. VC, yang mendapat untung ketika startup mereka exit, telah menunjukkan kesabaran yang luar biasa.

Selama menjadi perusahaan privat, artinya tidak ada kewajiban untuk memberitahu laporan keuangan kepada publik.

Saat startup matang, memancing pesaing bermunculan, dan setiap perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak pemasaran dan akuisisi pelanggan. Kebutuhan terbesar inilah yang membuat startup butuh lebih banyak uang. Metriks inilah yang jarang tersorot dan memunculkan gambaran sepihak tentang keadaan perusahaan yang sebenarnya.

“Semua hype berakhir, bagaimanapun, ketika perusahaan mengajukan untuk menjadi entitas publik,” tulis PracticalEcommerce.

Co-Founder Union Square Ventures Fred Wilson menulis di blognya, “…penilaian di pasar swasta, khususnya di late stage, terkadang bisa irasional. Valuasi di publik, tentu saja setelah saham diperdagangkan untuk waktu yang cukup lama dan masa lock-off selesai, jauh lebih rasional.”

Hal ini terlihat jelas dalam kinerja Uber dan Lyft di bursa saham. Saat Uber go-public di Mei 2019, sahamnya dihargai $45 per lembar dengan valuasi $75,5 miliar. Pergerakan sahamnya liar sejak saat ini, pernah ada di posisi puncak $46 per saham pada 28 Juni 2019, lalu jatuh ke level terendah $26 per saham pada November 2019. Kini 2 September 2021, $41,09 per lembar dengan market cap $76,59 miliar.

Sedangkan Lyft go-public pada Maret 2019 dengan harga $72 per lembar saham dengan valuasi $24 miliar. Harga saham Lyft jauh lebih liar lagi. Kini 2 September 2021 berada di harga $48,96 per saham dengan market cap $16,41 miliar, jauh dari harga penawaran awal.

Perang yang “berbeda”

Di Asia Tenggara, J&T telah hadir di tujuh negara, sebelum akhirnya mendarat di Tiongkok pada Maret 2020. Jauh sebelum itu, latar belakang pendirinya Robin Lo sangat kuat dengan backing dari para pengusaha Tiongkok.

Di Tiongkok sendiri pasar logistiknya sudah sangat “berdarah-darah”. Ada lima pemain besar di sana, yakni S&F Express, Yunda, ZTO, YTO, STO, dan HT Express. Untuk menarik traksi, taktik yang dipakai J&T terbilang ekstrem, dengan memberikan subsidi ongkos kirim dan harga yang rendah cenderung merusak pasar.

Relasi Robin dan Jet Lee (CEO J&T Tiongkok) dalam membangun J&T Indonesia sudah cukup kuat, mengingat Jet Lee adalah mantan petinggi Oppo. Menurut laporan KrAsia, bisnis J&T cukup tertopang berkat bantuan induk Oppo, yakni BKK Electronics. Di situ tak hanya menaungi Oppo, juga brand smartphone lainnya, ialah Vivo, Realme, dan OnePlus.

Founder BKK Duan Yongping turut berperan dalam hubungan J&T dengan Pinduoduo karena ia turut menjadi mentor untuk founder Pinduoduo Colin Huang. Bersama Pinduoduo, J&T mampu mencetak volume pesanan harian lebih dari 20 juta paket di Tiongkok saja. Selama Festival Belanja 618 -event belanja tahunan terbesar kedua, volume paket harian J&T Express pada saat tersebut melebihi 30 juta paket.

Namun, dengan backing itu semua, belum mampu membuat dominasi J&T kuat karena dibandingkan dengan peers-nnya, seperti ZTO yang telah memiliki 94 pusat sorting dan 30 ribu outlet pengiriman yang mampu menjangkau 99% wilayah Tiongkok. Di sisi lain, J&T masih kurang menjangkau wilayah rural dan remote.

Sekadar tak ingin fokus di Tiongkok saja, J&T terus menciptakan sumber pertumbuhan baru dengan mengalihkan perhatiannya ke Timur Tengah dan Amerika Latin. Mereka akan fokus pada tiga negara berpenduduk padat – Mesir, Brasil, dan Meksiko – dan dua negara dengan pendapatan per kapita lebih tinggi: UEA dan Arab Saudi. Populasi negara-negara ini sangat besar, dengan total hampir 500 juta orang.

Perkembangan J&T di Indonesia

Sama seperti Tiongkok, kondisi perusahaan logistik last-mile di Indonesia sudah begitu ramai. Robin Loo mengklaim perusahaan bisa mengirimkan hingga 2,5 juta paket per hari berkat kemitraannya dengan berbagai platform marketplace.

Para pesaing J&T secara mayoritas mengandalkan strategi yang serupa. Untuk pengiriman reguler dan satu hari sampai (next day), pembeli dapat memilih layanan pengiriman dari SiCepat, JNE, AnterAja, Ninja Express, hingga Shopee Express yang disediakan Shopee. Ini belum menghitung Grab Express dan GoSend yang menyediakan pengiriman instan.

Seluruh opsi pengiriman ini tersedia di seluruh marketplace. Setiap penjual diberi kebebasan untuk memilih mana saja yang dapat dijangkau oleh mereka. Kondisi terbilang wajar jika tidak semua layanan logistik tersedia dan dapat dipilih pembeli. Terlebih, bila belanja di Shopee, mayoritas pengiriman dikuasai Shopee Express.

Agar tidak kalah bersaing, belakangan J&T mengembangkan layanan kargo untuk pengiriman paket dengan berat dan vokume yang besar dengan SLA estimasi pengiriman 1-3 hari. Layanan pengiriman premium juga semakin diperluas cakupannya. tak hanya di Jabodetabek, tetapi juga bisa dinikmati di Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Jambi.

Anjelo Perkenalkan Diri sebagai Platform Agregator Logistik

Anjelo hadir sebagai startup agregator logistik di tengah perkembangan pesat layanan e-commerce di Indonesia. Platform yang dikembangkan memberikan kemudahan kepada pengguna untuk membandingkan harga, durasi pengiriman, serta memesan jasa pengambilan paket.

Jenis layanan logistik yang ditawarkan meliputi last mile delivery, kargo via udara maupun laut, layanan kepabeanan, hingga pergudangan.

“Kami melihat saat ini para pelaku bisnis maupun masyarakat memiliki banyak sekali pilihan jasa pengiriman tetapi, mereka tidak tahu apakah pilihan tersebut sudah tepat atau belum. Karena untuk bisa membandingkan beberapa jasa pengiriman memakan banyak waktu. Dengan adanya Anjelo mereka bisa membandingkan harga maupun durasi waktu dari beberapa jasa pengiriman dengan sekaligus dan hanya dalam satu platform,” jelas Co-Founder Anjelo Oky Kurniawan.

Untuk penggunaan, konsumen cukup mendaftar dan memesan kurir logistik yang sesuai melalui situs. Saat ini belum tersedia aplikasi untuk Android maupun iOS, kendati akan diluncurkan di waktu mendatang. Selanjutnya proses penjemputan barang akan dilakukan oleh mitra logistik yang sudah dipilih pengguna. Kiriman dapat dilacak melalui laman Anjelo.

Oky menambahkan, startup besutannya ini juga memberikan berbagai macam pilihan layanan logistik sehingga dapat menjangkau segmen business to business (B2B) maupun customer to customer (C2C). Anjelo dengan fitur yang dimilikinya berharap bisa memberikan efisiensi waktu dan menekan biaya operasional melalui pemilihan jasa logistik yang tepat.

Sebelumnya juga sudah ada beberapa startup serupa. Salah satunya Shipper. Pasca lulus dari program akselerasi Y Combinator mereka bukukan pendanaan tahap awal hingga 70,3 miliar Rupiah.

Dengan model yang lebih terintegrasi dengan platformnya, Bukalapak juga luncurkan BukaSend. Mengagregasi layanan dari mitra logistik yang telah tergabung ke perusahaan untuk memudahkan konsumen melakukan pengiriman dan pemesanan kurir.

ASSA Rent Perkenalkan Unit Usaha Logistik “Last Mile” Anteraja

ASSA Rent (PT Adi Sarana Armada) memperkenalkan unit usaha teranyarnya yang bergerak di bidang logistik last mile Anteraja Peresmian perusahaan sudah dilakukan sejak Februari 2019 dan sebulan kemudian soft launch dengan pilot project layanan di Tokopedia.

CEO ASSA Prodjo Sunarjanto menerangkan, perusahaan sudah didirikan sejak Agustus 2018 berbentuk perusahaan patungan bersama layanan logistik asal Tiongkok SF Express dan PT Semangat Bambu Runcing yang sahamnya dimiliki oleh salah satu pemegang saham di layanan e-commerce terbesar di Indonesia. ASSA menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 55%, SF Express 20%, dan Semangat Bambu Runcing 25%.

Prodjo menegaskan Tokopedia tidak bergabung sebagai pemegang saham di Anteraja, sekaligus mengoreksi pemberitaan DealStreetAsia yang menyebutkan Tokopedia memiliiki saham 25% di Anteraja. PT Semangat Bambu Runcing disebut sebagai investasi pribadi co-founder sebuah perusahaan e-commerce ternama.

Kepada DailySocial, VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak menyampaikan perusahaan tidak berkomentar atas rumor pasar terkait pendirian Anteraja ini.

Tahun ini Tokopedia bakal lebih fokus mengembangkan IaaS (Infrastructure-as-a-Platform), bermitra dengan sejumlah pemain smart warehouse dan logistik.

Anteraja nantinya bukan cuma untuk serving Tokopedia saja, tapi open juga untuk melayani [e-commerce] yang lain dan online retail trading,” terang Prodjo kepada DailySocial.

Menurutnya, pertimbangan ASSA untuk ikut terjun ke layanan logistik karena perdagangan ritel dunia sudah berubah menjadi ekonomi digital. Layanan e-commerce dan perdagangan via sosial media meningkat secara eksponensial. Hal itu perlu didukung oleh pengantaran last mile, pick up, dan fulfillment yang harus mengikuti perkembangan teknologi.

Perseroan ikut mengambil peluang tersebut karena sudah didukung oleh cabang, divisi logistik transporter dan pelanggan yang sudah tersebar secara nasional. Anteraja bisa memanfaatkan seluruh jaringan tersebut.

“Teknologinya memanfaatkan keunggulan SF Express yang telah berpengalaman dan proven sebagai perusahaan teknologi yang berkaitan dengan logistik dan last mile. Mereka sudah one step ahead dari pemain lainnya yang memanfaatkan algoritma untuk menentukan density market.”

SF Express disebutkan mampu mengelola sumber daya kurir dengan teknologi dan pemetaan, sehingga utilisasi dan routing menjadi efisien dan efektif untuk mengantisipasi dinamika pergerakan pasar. Dukungan tersebut diharapkan bisa membuat Anteraja lebih cepat memperdalam penetrasi pasarnya di Indonesia. Terlebih pemain last mile sudah ramai hadir dengan segala solusi yang ditawarkan.

Menurut situsnya, Anteraja memiliki layanan regular dan next day. Untuk pengiriman regular, barang akan sampai dalam kurun waktu 1-2 hari. Sedangkan untuk next day lebih cepat, hanya 1 hari. Ada dua moda kendaraan yang tersedia, roda empat dan roda dua.

Sementara ini, Anteraja baru tersedia di Tokopedia. Ketika konsumen memilih Anteraja, kurir akan mengambil pesanan tersebut dari merchant, lalu mengantarkan ke gudang untuk proses internal. Berikutnya baru diantarkan oleh kurir ke end user. Cakupan layanan baru menjangkau seluruh Jakarta.

Sebelas Bulan Beroperasi, Iruna Fokus pada Improvisasi Teknologi

Di Indonesia, industri logistik masih sangat relevan untuk dieksplorasi. Potensinya sangat kuat, menyokong proses bisnis untuk industri lain –baik digital seperti e-commerce maupun bisnis ritel konvensional. Keyakinan ini yang menjadikan beberapa pemain baik lokal maupun internasional terus mencoba berinovasi menawarkan pendekatan baru.

Salah satunya Iruna. CEO Yan Hendry Jauwena menyampaikan bahwa saat ini masih ada gap yang cukup signifikan dalam kaitannya dengan adopsi teknologi, khususnya ketika berbicara dukungan industri logistik untuk e-commerce. Hal tersebut karena adopsi teknologi di lini logistik tidak sekencang proses bisnis lain yang didukungnya.

Berbicara tentang inovasi teknologi, baru-baru ini Iruna memperkenalkan sebuah sistem baru yang diberi nama “Moving Hub System”. Diterapkan untuk mengoptimalkan pengaturan rute transportasi logistik untuk efisiensi pengantaran barang.

“Sistem tersebut memanfaatkan armada van kami yang ada saat ini sebagai moving hub untuk exchange point bagi riders kami setelah melakukan pick up sebelum melakukan delivery,” jelas Hendry.

Moving Hub System di wilayah Jabodetabek ini didesain untuk menggantikan pola Hub and Spoke pada kurir yang ada pada umumnya. Alasan Iruna tidak menggunakan Hub and Spoke karena untuk tujuan efisiensi biaya dan kecepatan pengiriman.

Perjalanan pengembangan produk selama 11 bulan beroperasi

Salah satu produk yang telah diselesaikan oleh Iruna adalah Iruna Power Seller, yakni sebuah aplikasi mobile yang didesain untuk menjadi dasbor bisnis bagi pelanggan. Mencakup sistem pelayanan end-to-end dari Iruna, mulai dari layanan channel management, fulfillment center, dan last mile delivery. Semua dapat dipantau melalui satu aplikasi tunggal tersebut.

Screen Shot 2017-10-31 at 11.43.19 AM

Selain itu ada juga teknologi LEANBOX Technology, yang terdiri dari tiga sistem utama, yakni Warehouse Management System, Transport Management System, dan Rider Application yang dilengkapi dengan e-signature dan visual receiver image capturing function. Untuk pembaruan teknologi dari Iruna, rata-rata baru diterapkan untuk operasional bisnis yang ada di Jakarta dan Surabaya.

[Baca juga: Rencana Ekspansi Lalamove dan Tuntutan Industri Logistik di Indonesia]

“Saat ini Iruna sudah melayani pelanggan baik e-commerce platform seperti Tokopedia, Blibli, Sale Stock dll. Selain itu Iruna juga mengakomodasi pengiriman untuk toko online, penjual di Instagram dan korporasi. Rata-rata ada 15 ribu order per minggu didominasi wilayah Jabodetabek dan kota besar di Indonesia, kiriman Iruna terjauh sudah mencapai Labuan Bajo,” ujar Hendry.

Saat ini salah satu agenda lain Iruna ialah menjalin kerja sama strategis dengan beberapa pemain logistik seperti JNE, Lion Parcel, ESL, Atri Express  dan beberapa lainnya untuk memperkuat layanan last mile delivery.

Tengah mempersiapkan ekspansi dan pendanaan

Ekspansi akan menjadi agenda utama di tahun 2018, dan Iruna memiliki pendekatan unik, yakni memulai dengan mematangkan operasional dari sisi teknologi. Hal ini dilakukan mengingat ekspansi yang akan digalakkan adalah model kemitraan strategis.

Hendry menjelaskan, “Ekspansi yang akan diusung adalah model partnership dengan berbagai pihak, termasuk para pemain logistik tanah air yang juga merupakan anggota dari asosiasi terkait untuk pemenuhan kebutuhan fleet dan warehouse. Iruna nantinya akan lebih memberdayakan kekuatan teknologinya sehingga tetap menjadi perusahaan light asset tetapi sarat di sisi tech development khususnya di area logistics operational for collaboration.”

[Baca juga: Platform e-Logistik Iruna Resmi Beroperasi, Siap Gelontorkan Investasi Awal 260 Miliar Rupiah]

Untuk akselerasi bisnis, Hendry menceritakan bahwa saat ini pihaknya telah diskusi dengan beberapa pemodal ventura dan investor untuk pendanaan lanjutan. Namun sayangnya saat ini informasi tersebut belum bisa dibagikan lebih detail.

Application Information Will Show Up Here