Mencermati Besarnya Peluang Industri Healthtech di Indonesia

Di hari pertama acara Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018) dihadirkan narasumber dari Indonesia hingga Australia yang membahas topik seperti healthtech, smart city hingga cyber security.

Salah satu topik menarik yang menjadi perhatian adalah perkembangan healthtech di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut dihadirkan CEO Klikdokter Andreas Setiawan Santoso, Founder dan Managing Director Spokle Elisabeth Yunarko, dan CEO Medico Grace Tahir.

Kurangnya informasi dan adopsi teknologi layanan kesehatan

Masih rendahnya edukasi masyarakat umum soal healthtech dan kurangnya adopsi dari praktisi kesehatan hingga dokter memahami teknologi kesehatan, merupakan salah satu alasan mengapa teknologi kesehatan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain.

Menurut Andreas, hal tersebut yang menjadi tantangan sekaligus menjadi peluang bagi startup yang menyasar di sektor kesehatan teknologi.

“Seperti Klikdokter misalnya, guna memberikan informasi kesehatan yang baik untuk masyarakat umum, kami membina hubungan baik dengan dokter-dokter muda yang ternyata cukup antusias terhadap perkembangan teknologi,” kata Andreas.

Sementara itu Grace, yang saat ini masih fokus mengembangkan startup baru Medico, mencermati peranan pemerintah untuk memanfaatkan data dan teknologi bisa mempercepat pertumbuhan layanan kesehatan di Indonesia. Hal tersebut bisa membantu teknologi kesehatan menciptakan inovasi baru, didukung dengan regulator terkait.

“Di Medico sendiri kami mengedepankan kultur perusahaan innovation driven, sehingga jika ada tim kami memiliki ide yang menarik langsung dibuat dan dilemparkan ke pasar. Intinya adalah terus lakukan uji coba,” kata Grace.

Bersaing dengan layanan transportasi online dan e-commerce

Di Indonesia sendiri saat ini teknologi yang sudah sangat familiar digunakan oleh masyarakat adalah layanan transportasi on-demand  hingga e-commerce. Layanan teknologi kesehatan masih sangat rendah perkembangannya. Namun demikian menurut Grace Tahir, hal tersebut tidak membuat potensi dan peluang industri tersebut menurun, justru dengan segala kekurangan yang ada, layanan teknologi kesehatan masih memiliki peluang besar untuk bisnis.

“Pada akhirnya saya melihat dalam hal healthtech tujuan akhir adalah membantu orang mendapatkan layanan kesehatan sekaligus mengumpulkan pendapatan dari bisnis tersebut. Peluang itu masih terbuka lebar di healthtech,” kata Grace.

Disinggung apakah teknologi sudah cukup ampuh “mengganggu” layanan kesehatan konvensional dan apakah pihak rumah sakit sudah siap menghadapi perubahan teknologi yang ada, menurut Andreas, bukan hanya teknologi yang menjadi prioritas, namun juga edukasi dan informasi yang tepat kepada pengguna.

“Harus dipastikan apakah orang tersebut sudah terbiasa menggunakan aplikasi, dan mengerti teknologi yang diterapkan,” kata Andreas.

Andreas menambahkan lokasi juga masih mempengaruhi layanan kesehatan yang bisa didapatkan masyarakat. Misalnya bagi mereka yang tinggal di Papua, belum tentu bisa mendapatkan layanan kesehatan layaknya masyarakat yang tinggal di pulau Jawa.

“Di situlah teknologi harusnya bisa menjembatani antara pengguna di wilayah yang jauh agar bisa mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik memanfaatkan teknologi,” kata Andreas.

Pentingnya kolaborasi dan networking di Indonesia

Hal menarik lainnya yang disampaikan Grace dan Andreas di hadapan entrepreneur dan perwakilan pemerintah Australia adalah jika ingin membangun bisnis di Indonesia, perbanyak networking dan bertemu dengan orang yang tepat mempengaruhi jalannya bisnis. Hal tersebut diharapkan bisa membantu entrepreneur Australia yang berencana untuk menghadirkan startup healthtech atau lainnya di Indonesia.

“Lakukan networking seluas mungkin dan jangan lupa untuk menemukan partner yang tepat sebelum bisnis diluncurkan di Indonesia,” kata Andreas.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018) 

Manfaatkan Artificial Intelligence dan Machine Learning, CekMata.com Bantu Masyarakat Deteksi Katarak

Permasalahan seputar kesehatan di Indonesia masih sangat banyak. Salah satunya ialah tingginya angka kebutaan yang diakibatkan oleh mata katarak, ditambah jumlah dokter mata yang tidak sebanding dengan sebaran penduduk di seluruh penjuru Indonesia. WHO menyatakan bahwa pada 2020 setiap menitnya akan ada 1 orang di Indonesia buta karena katarak. Ini bisa terjadi pada siapa saja. Namun di tangan seorang inovator keterbatasan tersebut justru melahirkan sebuah pemikiran cemerlang, salah satunya yang dilakukan oleh para founder CekMata.com.

CekMata.com merupakan sebuah platform berbasis web yang memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk membantu masyarakat mendeteksi dini kemungkinan katarak di matanya. Prosesnya cukup sederhana, pengguna hanya cukup mengunjungi situs lalu mengunggah foto matanya secara close-up. Dari pigmen yang ada, sistem akan melakukan deteksi membedakan mata normal dan katarak. Kemudian jika ditemukan adanya katarak, sistem akan mengarahkan pengguna ke dokter mata atau rumah sakit terdekat.

Secara lebih detail, Co-Founder dan CEO CekMata.com Caesar Lagaliggo Givani menceritakan bagaimana AI dan ML berperan dalam proses deteksi tersebut.

“Menggunakan teknologi AI dan ML, CekMata.com dapat membedakan secara dini apakah mata seseorang terkena katarak atau tidak hanya dengan melakukan foto. Hal ini menjadi mungkin karena sama halnya seperti saat mengajari anak kecil membedakan zebra dengan kuda, kami mengajari CekMata.com bagaimana membedakan mata normal dan katarak. Kalau mengajari anak kecil bagaimana membedakan zebra dengan kuda, orang tua biasanya memberi gambar kuda dan di sebelahnya memberi gambar zebra. Semakin banyak gambar yang diberikan lama kelamaan anak itu semakin pintar, bahkan dapat membedakan mana zebra mana kuda meskipun posisi zebra atau kuda tersebut sedang tidur, berdiri, sembunyi di pohon, dll. Mekanisme seperti itulah yang kami tiru. Ribuan gambar kami ajarkan sehingga CekMata.com dapat menjadi sangat pintar untuk membedakan antara mata normal dan katarak.”

Caesar menyampaikan, digital health adalah masa depan yang pasti, cepat atau lambat penggunaannya akan semakin masif di kalangan masyarakat. Peran serta inovator digital sangat diperlukan, karena ada begitu banyak masalah di berbagai tingkatan pelayanan kesehatan di Indonesia yang perlu diselesaikan dengan cara yang efisien, teknologi harusnya dapat berperan banyak di situ. Ia pun meyakinkan, bahwa tenaga kesehatan seperti dokter tidak akan dirugikan dengan inovasi digital, justru sebaliknya akan banyak manfaat yang diberikan.

“Ada begitu banyak masalah kesehatan di Indonesia yang menunggu digital health untuk mengatasinya, dan tenaga kesehatan seperti dokter tidak akan dirugikan dengan ini, malah sangat diuntungkan. Sebagai contoh, dengan CekMata.com akan semakin banyak pasien katarak akan kami arahkan ke para dokter spesialis mata untuk ditangani. Pasien terselamatkan, para dokter dan penyedia layanan kesehatan lainnya pun dapat menjalankan perannya dengan semakin optimal,” lanjut Caesar yang juga berprofesi sebagai seorang dokter.

Tim pengembang CekMata.com / TheNextDev 2017
Tim pengembang CekMata.com / TheNextDev 2017

Beberapa waktu lalu CekMata.com juga berhasil memenangkan ajang kompetisi inovasi digital TheNextDev 2017. Tanggal 11-20 Februari 2018 nanti, mereka akan berangkat ke Silicon Valley untuk menjalani beberapa acara intensif untuk mengakselerasi bisnisnya melalui Startup Grind’s Global Conference dan Silicon Valley Immersion Program. Startup asal Surabaya tersebut diinisiasi oleh tiga orang co-founder, yakni Caesar Givani (CEO), Sylvester Albert Samadhi (CTO), Ivan Sinarso (CMO). Caesar bukan dokter spesialis mata, melainkan dokter residen spesialis penyakit dalam. Albert ialah seorang programmer (Machine Learning Specialist), dan Ivan adalah seorang serial entrepreneur.

“Bidang medis ialah hidup saya, dan saya tertarik dengan apa pun di bidang medis yang memerlukan pemecahan atau solusi segera. Karena setiap orang berhak untuk bisa merasakan kesehatan yang merupakan anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada kita,” sambung Caesar.

Tahun 2018 diharapkan menjadi debut awal yang mengesankan bagi CekMata.com. Ditargetkan tahun ini akurasi plaftorm tersebut terus meningkat, sehingga dapat mendeteksi katarak secara dini dengan lebih baik (akurasi di atas 95%). Selain itu Caesar dan timnya juga berharap adanya peningkatan jumlah pengguna yang signifikan di tahun ini, salah satunya dengan memperluas kerja sama dengan lebih banyak pihak yang berkecimpung di dalam kesehatan mata. Saat ini juga sedang dikembangkan platform konsultasi dokter mata secara online sehingga pengguna yang berada di daerah yang jauh dari dokter mata tetap mendapatkan pelayanan terbaik.

DokterSiaga Releases Chatbot for Easier Searching on Medical Facility

Innovate and facilitate simple solution are important element for startup. It is acknowledged by DokterSiaga, one of the medtech startup in Indonesia. In early 2018, DokterSiaga introduces chatbot service to help user in getting information regarding hospital or any health facilities.

DokterSiaga chatbot can be accessed through Facebook Messenger platform. DokterSiaga chatbot will also be available on other popular instant messaging platforms such as LINE and Telegram.

“Chatbot is made as natural as possible using NLP (Natural Language Processing) technology to make it sounds as we talked to human. We avoid any certain code or symbol-based responses,” DokterSiaga’s chatbot developer, Luri Darmawan, explained.

DokterSiaga chatbot will read any keyword, such as “rumah sakit”, “RS”, and cities or any locations typed by users. Chatbot will then reply with list of hospitals. The information provided consists of hospital names, addresses, and Google Maps location to ease the navigation.

This innovation is actually full of challenges. Beside educating users, chatbot should be able to give complete information faster than any search engines.

The chatbot is also expected to be used by hospitals, clinics, public health centers or doctors who wants to automate and improve patients services.

The chatbot also collects frequently asked questions (FAQs) made by patients, such as “how can I get the disease”, “what are the factors that possibly made me experience the disease”, and other similar questions. According to DokterSiaga, doctor should focus on the treatment, while education process will be taken over by chatbot.

“The chatbot is expected to provide useful service for public to get information regarding hospital or clinic location easier and faster when in need and nobody is around to be asked or contacted,” Fatah Iskandar Akbar, DokterSiaga’s Founder, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DokterSiaga Luncurkan Chatbot, Mudahkan Cari Lokasi Fasilitas Kesehatan

Terus berinovasi dan terus memudahkan solusi yang memudahkan adalah hal penting yang harus dimiliki oleh startup. Hal tersebut dihayati DokterSiaga, salah satu startup di bidang kesehatan asal Indonesia. Di awal tahun 2018 ini DokterSiaga mengenalkan layanan chatbot yang berfungsi memudahkan pengguna mendapatkan informasi mengenai rumah sakit atau fasilitas kesehatan.

Chatbot DokterSiaga saat ini bisa diakses melalui percakapan dengan akun DokterSiaga di platform Facebook Messenger. Tidak berhenti sampai di situ, chatbot DokterSiaga juga akan disediakan di platform pesan instan populer lainnya, seperti LINE dan Telegram.

“Chatbot ini dibuat senatural mungkin dan dibuat dengan menggunakan teknologi NLP (Natural Language Processing) sehingga layaknya kita berbicara dengan manusia. Jadi kami hindari respon yang bersifat kode atau simbol-simbol tertentu,” terang pengembang chatbot DokterSiaga Luri Darmawan.

Chatbot DokterSiaga akan bekerja membaca kata-kata kunci seperti “rumah sakit”,”RS”, dan juga kota atau lokasi yang diketikkan pengguna. Selanjutnya chatbot akan membalas dengan daftar rumah sakit yang ditemukan. Informasi yang diberikan meliputi nama rumah sakit, alamat, hingga lokasi Google Maps untuk memudahkan navigasi ke rumah sakit yang dituju.

Inovasi yang diharap bisa membawa perubahan ini memiliki banyak tantangan. Selain mengedukasi pengguna, layanan chatbot ini harus bisa memberikan informasi yang lebih lengkap dan cepat dibandingkan mesin pencari.

Menurut informasi yang diterima, selain untuk mencari rumah sakit dan fasilitas kesehatan, chatbot ini diharapkan ke depannya bisa dimanfaatkan rumah sakit, klinik, puskesmas, hingga dokter-dokter yang ingin mengotomasi dan meningkatkan layanan untuk pasiennya.

Chatbot ini juga menghimpun pertanyaan yang sering terlontar dari pasien seperti “kenapa saya terkena penyakit”, “apa saja faktor yang dapat membuat saya mengalami penyakit tersebut”, dan pertanyaan sejenis. Menurut DokterSiaga, idealnya pada saat pemeriksaan dokter berfokus kepada pengobatan, sementara proses edukasi kesehatan pasien dapat diambil alih chatbot.

“Seiring dengan pertumbuhan pengguna DokterSiaga yang mencapai 79,4% di tahun 2017 makan kehadiran chatbot ini diharapkan dapat memberikan layanan yang bermanfaat bagi masyarakat agar lebih mudah dan cepat untuk mendapatkan informasi mengenai lokasi rumah sakit, klinik atau pun puskesmas saat mereka membutuhkan walaupun di tengah amalan di saat kita sulit mendapatkan bantuan dari keluarga atau orang-orang di sekeliling kita,” terang Founder DokterSiaga Fatah Iskandar Akbar.

Grace Tahir: Healthtech Akan Menjadi Bidang Digital Atraktif

Selain dikenal sebagai angel investor –yang juga tergabung dalam ANGIN—Grace Tahir merupakan Co-Founder dan CEO Medico, sebuah pengembang layanan manajemen klinik dokter/kesehatan berbasis SaaS (Software as a Services). Medico sendiri bukan karya pertama Grace di bidang teknologi kesehatan (healthtech), karena sebelumnya ia juga mendirikan Dokter.id, sebuah kanal online untuk konsultasi kesehatan.

Yang menjadi menarik di sini, sektor kesehatan menjadi fokus dalam pengembangan produk digital. Lantas bagaimana Grace melihat healthtech di Indonesia ke depan? Menurut pengamatannya dengan 30 tahun berpengalaman di industri kesehatan, saat ini industri healhtech secara keseluruhan terus meningkat. Banyak hal yang masih perlu dipelajari, akan tetapi kebutuhan dari sisi pangsa pasar sudah jelas ada.

Healthcare industry secara keseluruhan terus meningkat, expenditure untuk healthcare pun terus meningkat, maka tidaklah heran jika healthtech akan menjadi salah satu bidang digital yang attractive,” ujar Grace kepada DailySocial.

Untuk membuat healthtech bisa menjadi “the next fintech/e-commerce”, menurut Grace komponen utamanya pada produk yang dikembangkan itu sendiri.

“Kuncinya adalah product apa yang sebenarnya diperlukan. Banyak healthtech companies yang mengeluarkan produk tetapi tidak banyak adoption rate, maka itu a deep and better understanding atas industri ini adalah kunci. Demand is there but it is a demand for the right product,” lanjut Grace.

Menurut data yang pernah dikumpulkan Medico, per tahun 2016 belanja sistem teknologi informasi layanan kesehatan mencapai $2 miliar dan diproyeksikan akan berkembang menjadi lebih dari $6 miliar di tahun 2019. Dari sisi pangsa pasar, layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan apotek kini mencapai hampir 30 ribu unit dan diperkirakan bakal terus naik 10-13% dalam 4 tahun ke depan

Kabar terkini layanan Medico

Layanan yang disajikan dalam apliaksi Medico / Medico
Layanan yang disajikan dalam apliaksi Medico / Medico

Belum lama ini Medico mengumumkan kemitraan strategis bersama BPJS. Yakni berupa integrasi sistem Medico dengan aplikasi P-Care BPJS. Tujuannya untuk memudahkan klinik atau rumah sakit yang mengimplementasikan Medico dalam memonitor pencapaian indikator seperti Angka Kontak dan Rasio Peserta Prolanis Rutin.

“Ini adalah salah satu tujuan utama Medico yaitu untuk meningkatkan efisiensi sehingga dokter, perawat, tenaga medis dan manajemen lebih dapat berfokus untuk pelayanan ke pasien,” imbuh Grace.

Sejak mulai beroperasi pada tahun 2016 lalu dengan dukungan pendanaan dari East Ventures, saat ini Medico telah membukukan tingkat pertumbuhan bulanan mencapai lebih dari 30 persen. Dalam meraih capaian tersebut Grace pun menyebutkan beberapa tantangan, terutama dalam kaitannya dengan penyesuaian layanan.

“Secara garis besar, isu yang kami hadapi bukanlah isu, melainkan suatu challenge untuk memperbaiki diri. Kami banyak mendengar permintaan dokter dan providers agar sistem kami user friendly tapi di waktu yang sama lengkap fiturnya. Maka itu proses development kami di awal lebih extended,” ujar Grace.

Untuk agenda di tahun 2018, Medico berencana merilis sistem manajemen untuk rumah sakit. Saat ini sudah ada beberapa kontrak dengan rumah sakit lokal untuk implementasi sistem tersebut. Beberapa kerja sama juga sudah mulai digagas, termasuk dengan perusahaan dari luar negeri. Tahun depan, akan menjadi agenda yang cukup menarik untuk pengembangan bisnis dan produk Medico, sekaligus menguatkan debutnya bersama ekosistem healhtech di Indonesia.

Hadirkan Fitur “Booking” Kamar Rawat Inap, Aplikasi Medicaboo Siap Ekspansi Menyeluruh ke Sumatra dan Jawa

Bertujuan membantu pengguna mendapatkan kamar rawat inap lebih cepat dan mudah dengan memanfaatkan pemesanan secara online, platform Medicaboo didirikan. Kepada DailySocial, Co-founder dan CTO Medicaboo Farly Nur Dewantara mengungkapkan, ide pendirian Medicaboo salah satunya berawal dari pengalaman pribadi Farly. Ketika adik ipar sedang sakit demam berdarah, ia kesulitan untuk menemukan rumah sakit dan harus antri untuk mendapatkan kamar rawat inap.

“Adik ipar saya yang kondisinya sangat lemah harus rela antri berkali-kali untuk berpindah rumah sakit, menunggu lama konsultasi, dan konfirmasi kamar rawat inap. Alhamdulillah, setelah perjalanan yang melelahkan adik ipar saya mendapatkan kamar di RS yang ketiga mereka datangi.”

Melihat masih minimnya ketersediaan dan buruknya pengalaman yang dialami, Farly dan Co-Founder lainnya, Drg. Suci Nuralitha, M.kes., Dr. Amru Sofian SpOG (K). Onk. MWALS, dan Atikah Chairunissa, memutuskan membuat sebuah platform yang bisa membantu pengguna dengan cepat menemukan kamar rawat inap, sebelum tiba di rumah sakit tersebut.

“Membuat startup adalah salah satu dream saya sejak kuliah dan kesempatan seperti ini jarang muncul dua kali. Setelah berdiskusi dengan istri, saya membulatkan tekad untuk keluar dari perusahaan asing (tempat kerja saya sebelumnya) dan maju membuat startup sendiri bersama keluarga. Saat ini belum ada platform yang dapat memenuhi kebutuhan itu dengan baik, karena itu Medicaboo hadir untuk membantu masyarakat,” kata Farly.

Melakukan ekspansi ke seluruh Sumatra dan Jawa

Meskipun masih terbilang baru, Medicaboo yang berbasis di Pekanbaru, Riau, menyebutkan telah memiliki sekitar 408 rumah sakit dan 2050 dokter yang terdaftar. Selain ingin menjadi platform penghubung antara pengguna, dokter dan rumah sakit, Medicaboo ingin menjadi media yang memudahkan pengguna mendapatkan dengan cepat informasi hingga ketentuan saat melakukan reservasi kamar rawat inap.

“Kami ingin masyarakat tidak perlu lagi merasakan kesulitan dalam mencari informasi dokter, layanan kesehatan dan dapat melakukan pemesanan kesehatan secara online,” kata Farly.

Meskipun memiliki kesamaan dengan startup lokal di bidang kesehatan yang sudah hadir saat ini, namun Farly mengklaim terdapat keunggulan yang ditawarkan platform-nya

“Medicaboo menyediakan fitur booking kamar rawat inap rumah sakit. Anda bisa melihat informasi kamar mulai dari deskripsi kamar rawat inap, fasilitasnya, gambar kamar, ketersediaan hingga pemesanan online kamar rawat inap mudah dari aplikasi mobile versi android Medicaboo,” kata Farly.

Masih menjalankan bisnisnya secara bootstrapping, Medicaboo memiliki sejumlah target, di antaranya adalah menjadi one-stop-health platform, memperluas wilayah layanan, meningkatkan kualitas, dan meluncurkan fitur-fitur terbaru tahun 2018 mendatang.

“Setelah Pekanbaru, Riau, Medicaboo juga berencana untuk melakukan ekspansi menyeluruh ke Sumatra dan Jawa,” tutup Farly.

Application Information Will Show Up Here

Solusi YesDok Coba Berikan Kemudahan Berkonsultasi Kesehatan

Kesenjangan rasio jumlah dokter dan pasien menjadi perhatian khusus Irwan Hartanto dan kawan-kawan. Mereka menghadirkan YesDok untuk membantu memasangkan pasien dengan dokter yang tepat. Pasien sebelumnya dihadapkan dengan pertanyaan terkait gejala dan kondisi medis yang dialami. Setelahnya, pasien bisa berkonsultasi dengan dokter mengenai keluhan atau gejala yang dialami. Jika diperlukan para dokter bisa merekomendasikan obat yang bisa dibeli tanpa resep dokter dan memberitahu pasien mengenai petunjuk penggunaan dan dosis yang sesuai.

Solusi YesDok diperkenalkan sebagai aplikasi telemedicine on-demand yang memungkinkan setiap pasien di Indonesia terhubung langsung dengan dokter umum berlisensi untuk melakukan konsultasi medis melalui telepon, SMS, atau panggilan video.

Sebagai pembeda dari aplikasi lainnya, platform YesDok dirancang untuk memudahkan dokter dalam membagikan gambar dan instruksi selama konsultasi. Saat berinteraksi dengan pasien dokter diharuskan untuk berinteraksi dengan pengguna melalui laptop atau desktop dan tidak melalui ponsel mereka. Ini demi kualitas saran  yang diberikan.

Untuk bisa membuat komunikasi yang baik dan pengalaman pengguna yang baik, YesDok juga memberikan pelatihan khusus dalam bidang komunikasi konsultasi kepada dokter yang menjadi mitranya untuk memastikan adanya interaksi yang mulus dan profesional antara dokter dan pasien.

Dokter yang tergabung menjadi mitra YesDok diminta menggunakan terminologi standar internasional ketika berkonsultasi, dalam hal ini Klasifikasi Statistik Internasional tentang Penyakit dan Masalah Kesehatan Terkait atau yang sering dikenal dengan sebutan ICD10 dalam industri medis. Irwan menjelaskan bahwa pihaknya berupaya untuk mengubah budaya dalam hal perawatan medis di Indonesia.

“Kami ingin mengubah budaya dalam hal perawatan medis di Indonesia. Biasanya, dokter meminta pasien datang ke kantor mereka, karena memiliki kewajiban untuk ikut menjaga kesuksesan finansial dari rumah sakit. Sangat mudah bagi oknum tertentu untuk memberikan resep obat dan perawatan yang mahal, bahkan ketika pasien tidak benar-benar membutuhkannya. Melalui YesDok, pasien umumnya tidak bisa bertemu langsung dengan dokter di rumah sakit, sehingga tidak ada insentif bagi dokter untuk menyarankan perawatan kesehatan yang tidak dibutuhkan pasien. Yang terjadi kemudian adalah interaksi yang bisa dikatakan lebih tulus dan murni, karena tidak ada kepentingan lain dari para dokter selain untuk menolong pasiennya,” terang Irwan.

Irwan percaya bahwa ada 80% dari kebanyakan masalah kesehatan bisa diberikan penanganan pertama melalui konsultasi dengan dokter dan pemeriksaan bisa dilakukan hanya ketika benar-benar diperlukan.

“YesDok menawarkan solusi unik untuk membantu masyarakat Indonesia menghemat waktu dan uang dengan mengurangi kunjungan langsung ke dokter, karena mereka dapat dengan mudah mendapatkan saran medis terkait kondisi kesehatan mereka melalui konsultasi online,” ujarnya.

YesDok sudah beroperasi sejak 16 Oktober 2017. YesDok menetapkan biaya per 10 menit konsultasi dengan dokter dan pengguna bisa mengisi kembali nominal kredit mereka ketika ingin melakukan konsultasi lebih lanjut.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Kejora Ventures, H-Cube Resmikan Komunitas Healthtech di Indonesia

Dalam beberapa kesempatan, para investor dan pelaku startup kerap menyebutkan bahwa healthtech, industri teknologi kesehatan, bakal menjadi salah satu sektor menjanjikan yang bisa dikembangkan startup. Masih minimnya kemudahan dan fleksibilitas dari layanan kesehatan konvensional di tanah air, memberikan celah kepada pengembang hingga pelaku startup untuk menghasilkan layanan berbasis digital di bidang kesehatan.

Untuk mendukung lebih banyak pelaku startup dan ekosistem berkembang lebih cepat, H-Cube coworking space yang secara khusus menargetkan startup di kategori kesehatan, gaya hidup dan life science, bersama dengan Kejora Ventures telah menyetujui Nota Kesepahaman (MoU) untuk kemajuan healthtech di Indonesia.

Fokus utama dari kerja sama ini adalah membentuk komunitas Healthtech 1.0. Acara peresmian tersebut turut dihadiri Dr Ivan Rizal Sini, SpOG (Komisaris BMHS), Sebastian Togelang (Founding Partner Kejora Ventures), Dr Bimantoro (Founder Prosehat), Christina (Founder Medis Online Indonesia), dan Alva Erwin (Big Data Expert).

Kepada DailySocial, Community Manager H-Cube Herman Sutiono mengungkapkan komunitas ini bisa menjadi wadah yang tepat untuk pelaku startup yang serius untuk menciptakan inovasi di bidang kesehatan sekaligus menjadikan healthtech sebagai sektor startup yang memiliki potensi cerah di masa mendatang.

Healthtech  community adalah komunitas yang di harapkan di penuhi oleh seluruh penggiat startup kesehatan, baik yang sudah mendapatkan pendanaan atau masih melakukan bisnis secara boostrapping untuk saat ini.”

Menggandeng Kejora Ventures

Masuknya Kejora Ventures mendukung komunitas healthtech diharapkan bisa menambah dukungan serta perluasan informasi untuk merangkul lebih banyak talenta muda yang memiliki ketrampilan dan produk yang relevan dengan dunia kesehatan.

“Saya harap ini adalah permulaan dari bangkitnya healthtech di Indonesia. Kita menggabungkan ide-ide, pikiran serta tenaga,” tambah Sebastian.

Sebagai langkah awal, komunitas healthtech bakal menggelar berbagai kegiatan yang terintegrasi. Hal ini untuk mempermudah para pelaku startup mendapatkan informasi, bertemu dengan pihak terkait yang relevan, dan membuka lebih banyak kesempatan talenta muda melakukan eksplorasi terhadap layanan kesehatan di Indonesia.

Startup Kesehatan Farmaku Layani Konsumen Secara Online dan Offline

Obat-obatan adalah salah satu barang yang sensitif dalam transaksi online. Statusnya yang berkaitan dengan kesehatan dan penyalahgunaannya membuatnya menjadi salah satu barang yang harus diperhatikan betul kualitasnya. Salah satu yang mencoba untuk menghadirkan layanan e-commerce di segmen ini adalah Farmaku.

Farmaku mencoba menghadirkan kebijakan-kebijakan yang mengatur kualitas layanannya. Melalui pelarangan penjualan obat keras tanpa disertai resep dokter Farmaku berusaha meminimalkan penyalahgunaan obat keras. Farmaku juga tidak melayani penjualan obat golongan Opiat, Hipnotik, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.

Salah satu poin penting layanan e-commerce yang menjual obat ada pada bagaimana mereka memenuhi regulasi. Tantangan Farmaku yang baru beroperasi pada Februari 2017 ini tak hanya soal persaingan, tetapi juga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Menurut mereka, kualitas layanan dan perlindungan konsumen menjadi sangat penting.

Sebagai bentuk komitmen kepada penggunanya, Farmaku hanya menjual obat yang telah mengantongi izin resmi dari BPOM dan juga menghadirkan toko fisik sebagai syarat legalitas. Bangunan fisik Apotek Farmaku sendiri bisa dijumpai di Ruko Paramount 7CS Blok DF2 No. 18, Curug Sangereng, Kelapa Dua, Tangerang.

Digital Marketing Manager PT. Solusi Sarana Sehat (pengelola Farmaku) Argo Tri Utomo kepada DailySocial menjelaskan dalam rangka menjamin kualitas dan kepuasan pelanggan pihaknya sudah menyiapkan apoteker yang siap untuk melayani pemesanan secara online. Jika terjadi pemesanan obat yang mencurigakan dan tidak sesuai dengan etika kedokteran dan kesehatan, apoteker Farmaku berhak membatalkan dan tidak melanjutkan transaksi dengan pelanggan tersebut.

“[Kami memiliki] 3000 produk kesehatan, terdiri di antaranya adalah obat jenis OTC (bebas jual), obat Ethical (wajib melampirkan resep dokter). Kami sudah menyediakan fitur upload resep dokter untuk pelanggan. Suplemen kesehatan dan kecantikan, produk perawatan kecantikan, produk ibu dan anak juga ikut serta melengkapi produk yang terdapat di Farmaku.com,” terang Argo.

Menurut Argo, pihaknya tengah dalam proses menjalin kerja sama dengan klinik dan rumah sakit. Jika berjalan sesuai rencana, di akhir tahun 2017 ini mereka sudah menjalin kerja sama dengan rumah sakit, klinik, bahkan membuka cabang untuk toko fisik.

Dihadapkan dengan persaingan

Farmaku masuk ke persaingan layanan apotek online dengan status pendatang baru. Layanan mereka yang belum genap berusia satu tahun mengharuskan Farmaku bekerja keras untuk mengenalkan layanan dan membangun kepercayaan pelanggan.

Di segmen yang sama, layanan seperti Go-Med, GoApotik, atau K24Klik sudah lebih dulu ada dengan kelebihan masing-masing.

Menanggapi persaingan ini, Arga menyebutkan pihaknya optimis dengan bisa bersaing. Farmaku, dari penjelasan Arga, juga menyediakan layanan konsultasi langsung dengan dokter di hari-hari tertentu. Hal ini yang coba dipublikasikan secara maksimal untuk meningkatkan tingkat kepercayaan pelanggan.

Dari segi pengiriman saat ini Farmaku masih mempercayakan jasa pengiriman logistik seperti JNE. Untuk alternatifnya Farmaku berencana menggandeng ojek online.

“[Proses] pengirimannya sama, kami kirim dari office center kita untuk saat ini. Namun, jika sudah ada cabang lain dibuka, maka akan dikirimkan di cabang terdekat sesuai alamat customer,” sebut Arga.

 

Maksimalkan Perlindungan Kesehatan Nasabah, HaloDoc Jadi Mitra Asuransi Cigna

Startup teknologi kesehatan HaloDoc mengumumkan peresmian kerja sama dengan Asuransi Cigna Indonesia, sebagai salah satu upaya memperluas akses kesehatan nasabah lewat penggunaan teknologi.

Untuk nasabah Cigna, baik existing maupun baru, akan mendapatkan layanan khusus dari HaloDoc berupa telekonsultasi gratis dengan seluruh dokter sebanyak 10 kali dan voucher diskon pembelian obat lewat aplikasi HaloDoc. Nasabah yang bisa menikmati layanan tersebut haruslah memiliki salah satu produk asuransi Cigna manfaat tambahan berupa santunan rawat inap. Terhitung, saat ini Cigna memiliki sekitar 1 juta polis aktif di seluruh Indonesia.

“HaloDoc itu fokus ke telekonsultasi, sehingga membantu nasabah kami untuk lebih cepat dapat layanan, mudah dan simpel. Apalagi bagi yang tinggal di Jakarta. Kami pilih HaloDoc [sebagai mitra] karena mereka fokus ke layanan kesehatan, tidak seperti lainnya yang banyak produknya namun tidak spesifik. Ke depannya akan ada fitur lainnya untuk meningkatkan layanan kami ke nasabah lewat HaloDoc,” terang Direktur Cigna Indonesia Herlin Sutanto, Kamis (13/7).

CEO HaloDoc Jonathan Sudharta mengatakan kerja sama dengan Asuransi Cigna adalah perusahaan asuransi ketiga yang sudah digandeng perusahaan. Sebelumnya, HaloDoc sudah menjadi mitra nasabah Asuransi Allianz dan Adira Insurance. Dalam tahun ini, HaloDoc berencana untuk menggaet hingga 10 perusahaan asuransi lainnya.

“Pada akhirnya, kami melihat ada kepentingan yang sama dengan perusahaan asuransi. Kami ingin memudahkan akses kesehatan untuk nasabah asuransi, sebagai salah satu pengguna kami. Perusahaan asuransi juga harus selalu cari cara untuk menyamankan nasabahnya. Di situ timbul kepentingan yang sama karena satu sama lain karena saling melengkapi.”

Saat ini, HaloDoc mengklaim telah memiliki lebih dari 20 ribu dokter dari berbagai spesialisasi untuk berkonsultasi via chat, voice call, dan video call. HaloDoc juga bermitra dengan lebih dari 1.000 apotek untuk layanan pesan antar kebutuhan medis, berlokasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Balikpapan, hingga Denpasar.

Baru-baru ini, HaloDoc resmikan peningkatan kualitas aplikasinya dengan menghadirkan versi 2.0. Dengan peningkatan ini, pemesanan obat tidak lagi bisa dilakukan lewat aplikasi Go-Jek, melainkan akan dibawa ke aplikasi HaloDoc.

Dari pemisahan ini, HaloDoc menjanjikan proses integrasi akan lebih cepat. Untuk konfirmasi proses pemesanan akan muncul notifikasinya setelah 30 detik dan konsumen akan menerima pesanan pada 30 menit kemudian oleh mitra Go-Jek.

Application Information Will Show Up Here