Induk Kredivo Dikabarkan Galang Pendanaan Seri D Lebih dari 2,5 Triliun Rupiah

Induk pengembang layanan paylater Kredivo, FinAccel, dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri D. Menurut sumber, saat ini total dana sekitar $140 juta atau setara 2,5 triliun Rupiah telah terkumpul dari sejumlah investor termasuk Mirae Asset, Square Peg, Jungle Ventures, Openspace Ventures, dan beberapa nama lainnya.

Dengan pendanaan ini, diperkirakan valuasi FinAccel telah menyentuh $1,6 miliar. Pendanaan ekuitas terakhir yang diumumkan FinAccel adalah seri C pada akhir 2019, membukukan dana $90 juta dari MDI Ventures, Square Peg, Telkomsel Mitra Inovasi, dan investor lainnya.

Setelah itu mereka lebih banyak menerima pendanaan debt dan loan channeling untuk meningkatkan kemampuan layanan lending yang dimiliki. Salah satu yang terbesar adalah pinjaman 1,4 triliun Rupiah dari Victory Park Capital. Mereka juga mendapat komitmen joint financing dari DBS Indonesia senilai 2 triliun Rupiah pada tahun 2021 lalu.

Di Indonesia, FinAccel mengoperasikan dua unit bisnis utama, yakni paylater lewat Kredivo dan fintech cashloan lewat Kredifazz. Berdasarkan keterbukaan yang diinformasikan, per Agustus 2022 Kredifazz telah menyalurkan pinjaman 31,51 triliun Rupiah dengan pemberi peminjam di kisaran 4,23 juta akun dan peminjam aktif 1,6 juta akun.

Adapun aplikasi Kredivo saat ini sudah diunduh puluhan juta kali di Google Playstore. Layanannya juga telah terintegrasi di lebih dari 50 layanan marketplace dan e-commerce populer di Indonesia.

Potensi paylater masih besar

Menurut data yang dihimpun DSInnovate dalam “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, adopsi layanan paylater di Indonesia terus meningkat dari 2021-2028 dengan CAGR 27,4%. Di tahun 2021, kapitalisasi pasar yang berhasil dibukukan bisnis ini telah mencapai $1,5 miliar. Tingkat awareness layanan paylater juga sudah sangat baik, dari survei yang dilakukan 95% responden mengatakan telah memahami bagaimana mekanisme kerjanya.

Kredivo berhasil menjadi unicorn pertama dari segmen paylater di Indonesia. Kendati demikian, kini ia tengah bersaing dengan sejumlah platform lain mulai dari Akulaku, Gopaylater, Indodana, SPaylater, dan lain sebagainya.

Di tengah persaingan pasar ini, masing-masing mencoba menghadirkan proposisi nilai yang kuat. Beberapa pemain mengandalkan basis pengguna di platformnya — misalnya SPaylater untuk pengguna Shopee dan Gopaylater untuk pengguna Tokopedia/Gojek.

Adapun Atome memilih konsep O2O, mereka mengoptimalkan kehadiran untuk melayani pembayaran di ritel offline. Saat ini 60%+ total transaksi Atome berasal dari ritel offline. Meskipun demikian, Kredivo pun juga mulai melakukan penetrasi di ranah offline. Terbaru Kredivo menggandeng jaringan ritel Ramayana.

Application Information Will Show Up Here

Centauri Fund Terima Tambahan Dana 123 Miliar Rupiah dari K-Growth

Dana kelolaan Telkom dan KB Financial Group “Centauri Fund” baru saja menerima suntikan dana dari sovereign wealth fund (badan pengelola dana investasi milik negara) asal Korea Selatan “K-Growth” sebesar KRW10 miliar atau setara 123 miliar Rupiah. K-Growth sendiri merupakan perusahaan investasi multi manajer (fund-of-funds) yang berfokus pada modal ventura dan ekuitas swasta

Sebagai bagian dari MDI Ventures, Centauri menargetkan vertikal bisnis yang tidak jauh berbeda. Namun nilai uniknya fund tersebut akan fokus ke pendanaan pra-seri A dan seri B. Sedangkan MDI Ventures fokus di seri B ke atas. Fund tersebut diluncurkan pada bulan Desember 2019, dengan target penggalangan hingga 150 juta dolar.

Kemitraan antara K-Growth dan Centauri Fund merupakan satu lagi tonggak pencapaian. Meski pandemi, kepercayaan dalam berinvestasi di bidang teknologi dan minat atas kolaborasi lintas batas tetap terbilang tinggi. Dengan kehadiran yang aktif baik di Indonesia maupun di Korea Selatan, Centauri Fund menduduki posisi yang tepat untuk memanfaatkan dan menyerbuki silang ekosistem teknologi di kedua negara.

Kenneth Li, yang merupakan mitra pengelola dari MDI Singapura menambahkan, “Dengan bergabungnya K-Growth, MDI berharap Centauri Fund dapat membantu kami mencari berbagai inovasi yang akan dibawa ke Indonesia, yang nantinya dijembatani oleh MDI untuk mendukung inisiatif Telkom dan BUMN.”

Portfolio Centauri Fund

Sejak diluncurkan, Centauri Fund telah melakukan empat investasi terkemuka di kawasan Asia Tenggara. Pada bulan April 2020, pendanaan tersebut memimpin putaran pembiayaan seri A untuk platform insurtech Qoala, yang ditutup pada angka $13,5 juta. Kemudian, bersama Wavemaker Partners, sebuah perusahaan modal ventura lainnya, Centauri Fund juga melakukan dukungan kepada WEBUY, startup social commerce yang berbasis di Singapura di bulan Oktober 2020.

Kesepakatan terbaru dari Centauri Fund meliputi investasi tahap awal pada startup logistik lokal Paxel pada bulan April 2021. Centauri Fund juga berpartisipasi dalam putaran pendanaan seri C pada perusahaan fintech agregator Cermati, kesepakatan ini dipimpin oleh MDI Ventures.

Di bulan Januari, pendanaan ini juga mendukung RUN System, sebuah platform SaaS penyedia solusi ERP yang berbasis di Yogyakarta. Saat ini, RUN System berencana untuk mengembangkan bisnisnya dan mencari dana melalui penawaran umum perdana (IPO) di Papan Akselerasi.

Mitra Centauri Fund Steven Hong mengungkapkan, “Pendanaan kami bertindak sebagai alat kerja di ekosistem yang lebih besar. Manajer-manajer yang ada di Centauri dapat berinvestasi mulai dari tahap awal dan terus berpartisipasi di tahapan-tahapan selanjutnya, saat perusahaan mencapai tahap pertumbuhan dan seterusnya,”

Ia turut menambahkan bahwa dengan dukungan dua konglomerat terkemuka, pendanaan ini memberikan nilai strategis bagi para startup dengan cara menghubungkan mereka pada Telkom Group dan KB Financial Group untuk skala bisnis dan kemitraan yang besar. Hal ini disebut sebagai bagian dari inisiatif perusahaan menciptakan nilai untuk portfolio juga laba investasi yang nyata bagi para investor.

Kerja sama Indonesia-Korea Selatan

Kiprah investor asal Korea Selatan terhadap perkembangan industri startup tanah air tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Beberapa dari mereka masuk melalui kerja sama dengan beberapa dana kelolaan hingga memimpin putaran pendanaan. Menurut data Statista, Korea Selatan memiliki sekitar 1,8 juta perusahaan rintisan. Selain itu, kurang lebih negara tersebut juga turut didukung oleh 165 modal ventura.

Jumlah perusahaan rintisan di Korea Selatan berdasarkan umur bisnis. Sumber: Statista

Dilansir dari Tirto, Pemerintah Korea Selatan memberikan suntikan dana per kapita tertinggi di dunia. Pemerintah menyiapkan anggaran hingga 12 triliun won atau $9 miliar untuk mendanai para perusahaan rintisan tahun ini. Pemerintah juga menargetkan tambahan 10 startup berstatus unicorn baru pada 2022 mendatang.

Head Of Investor Relations and Capital Raising MDI Ventures Sarah Usman menambahkan, “Dengan pengalaman dan keahlian tim kami yang luas di lingkup industri startup Korea, komitmen terbaru K-Growth pada Centauri Fund menunjukkan satu lagi langkah kami menuju terbangunnya kemitraan bilateral antara Korea Selatan dan Indonesia.”

Investor asal Korea Selatan lainnya yang aktif berinvestasi di Asia Tenggara yakni Yanolja, Woowa Brothers, dan GEC-KIP Fund besutan Korea Investment Partners (KIP) dan Golden Equator Ventures (GEV). Mirae Asset-Naver juga belum lama ini berpartisipasi dalam pendanaan seri D marketplace online grocery HappyFresh.

HappyFresh Secures 940 Billion Rupiah Series D Funding, Valuation Exceeds 2.8 Trillion Rupiah

The online grocery marketplace, HappyFresh secures a series D funding worth of $65 million or equivalent to 940 billion Rupiah. The round was led by Naver Financial Corporation and Gafina B.V. Participated also some investors, including Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund and Z Venture Capital.

Previously, HappyFresh announced a series C funding in April 2019 worth of $20 million. Based on DailySocial’s calculations, all the closed rounds has brought the company’s valuation to $200 million.

Regarding the focus of this funding, HappyFresh’s CEO, Guillem Segarra said that his team is working hard to improve the company’s operations in various markets and maintain the company’s quality and safety standards. “We are still at the beginning of the journey and with all the support received, are very excited for the adventures ahead,” he said.

In a previous discussion with DailySocial, HappyFresh Managing Director, Filippo Candrini has revealed that the company’s current focus is to improve the user experience in online grocery shopping using a personal shopper approach. In addition, his team will also continue to carry out local expansion to tier 2 and 3 cities in Indonesia.

“We did not intend to be a super app, but we want to be a super in grocery app for our customers and partners,” Candrini added.

Debuting in Indonesia since 2015, HappyFresh has expanded its business to Malaysia and Thailand. The company claims to have experienced 10 to 20 times traffic growth. In the local market, this service is also available in 11 cities throughout Indonesia, including Greater Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Makassar, and Bali.

The e-grocery industry is said to be growing rapidly throughout Asia, especially Southeast Asia. The retail market for this industry is reported to have reached $350 billion supported by rapid adoption and fundamental changes in consumer behavior.

“We are seeing major changes in customer behavior; Retention rates and frequency have increased significantly while overall basket size has grown consistently. We attribute this to a major shift in wallet share from offline to online, which will remain,” Guillem said.

Indonesian market still dominated by offline

Despite the increasing penetration of online shopping, the offline market still dominates the online grocery industry in Indonesia. A research from L.E.K Consulting on the online grocery industry revealed that 82% of total food sales are still dominated by traditional markets.

This is in contrast to what happened in China and South Korea where the offline market only accounted for 30% and 19% of total grocery sales in 2019.

Sumber: L.E.K Consulting

However, along with the increasing availability of services in various regions and people who are well educated from popular consumer applications, it is not impossible that the statistics of e-grocery will increase exponentially in the future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

HappyFresh Kantongi Pendanaan Seri D 940 Miliar Rupiah, Tembus Valuasi 2,8 Triliun Rupiah

Pengembang layanan marketplace online grocery HappyFresh berhasil meraih pendanaan seri D senilai $65 juta atau setara dengan 940 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Naver Financial Corporation dan Gafina B.V. Beberapa investor yang turut berpartisipasi adalah Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund dan Z Venture Capital.

Sebelumnya, perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan seri C pada bulan April 2019 senilai $20 juta.  Menurut perhitungan tim DailySocial, dari keseluruhan putaran yang berhasil ditutup HappyFresh membawa valuasi perusahaan mencapai $200 juta.

Terkait fokus pendanaan kali ini, CEO HappyFresh Guillem Segarra mengungkapkan bahwa timnya sedang berusaha keras untuk meningkatkan operasional perusahaan di berbagai pasar dan mempertahankan standar kualitas dan keamanan perusahaan. “Kami masih berada di awal perjalanan dan bersama semua dukungan yang diterima, sangat bersemangat untuk menghadapi petualangan ke depannya,” ujarnya.

Dalam diskusi sebelumnya bersama DailySocial, Managing Director HappyFresh, Filippo Candrini juga telah mengungkapkan bahwa fokus perusahaan saat ini adalah untuk bisa meningkatkan pengalaman pengguna dalam berbelanja bahan makanan daring menggunakan pendekatan personal shopper. Di samping itu, timnya juga akan terus menjalankan ekspansi lokal ke kota-kota tier 2 dan 3 di Indonesia.

“Kami tidak berniat untuk menjadi super app, namun kami ingin menjadi aplikasi super dalam grocery untuk pelanggan dan mitra kami,” tambah Candrini.

Hadir di Indonesia sejak tahun 2015, HappyFresh telah mengembangkan bisnisnya ke Malaysia dan Thailand. Perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan trafik sebesar 10 hingga 20 kali lipat. Di pasar lokal, layanan ini juga sudah tersedia di 11 kota di seluruh Indonesia, termasuk Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Makassar, dan Bali.

Industri e-grocery disebut meningkat pesat di seluruh Asia khususnya Asia Tenggara. Pasar ritel untuk industri ini dilansir telah mencapai $350 miliar didukung dengan adopsi yang cepat dan perubahan mendasar dalam perilaku konsumen.

“Kami melihat perubahan besar dalam perilaku pelanggan; tingkat retensi dan frekuensi telah meningkat secara signifikan sementara basket size secara keseluruhan telah tumbuh secara konsisten. Kami mengaitkan ini dengan perubahan besar dalam pangsa dompet dari offline ke online, yang akan tetap ada,” ujar Guillem.

Di Indonesia, sistem offline masih mendominasi

Namun, di balik angka penetrasi belanja online yang meningkat, pasar offline masih mendominasi industri bahan makanan di Indonesia. Sebuah riset dari L.E.K Consulting tentang industri online grocery mengungkapkan bahwa 82% total penjualan bahan makanan masih dikuasai oleh pasar tradisional.

Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Tiongkok dan Korea Selatan di mana pasar offline hanya menyumbang 30% dan 19% pada total penjualan bahan makanan di tahun 2019.

Sumber: L.E.K Consulting

Namun demikian, seiring meningkatnya ketersediaan layanan di berbagai wilayah dan masyarakat yang teredukasi baik dari aplikasi konsumer populer, bukan tidak mungkin kalau statistik e-grocery akan meningkat eksponensial di kemudian hari.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Closes 706 Billion Rupiah Fresh Funding From Mirae Asset and Naver Corp

After the rumor spread about Bukalapak receiving funding from Naver Corp, they finally announced to secure fresh funding from Asia Growth Fund initiated by Mirae Asset and Naver Corp.

Bukalapak didn’t mention the value, but Mirae Asset revealed the funding worth up to $50 million or at least Rp706 billion.

As one of four unicorns in Indonesia, Bukalapak is said to be supported by EMTEK, GIC, and Ant Financial (Alipay management) as the major shareholders. Bukalapak, through these new investors, plans to innovate more and help Indonesian SMEs grow the business.

“We appreciate the support of Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund to Bukalapak. We expect this partnership can accelerate us to make innovation through technology in taking small business in Indonesia to the next step,” Fajrin Rasyid, Bukalapak’s President and Co-Founder said.

In the official release, Bukalapak is said to make a significant improvement in 2018. In the 4th quarter of 2018, their transaction revenue exceeded their one-year income in 2017.

However, Mirae Asset team said the investment was a form of partnership between financial and technology company in development. They also committed to keep supporting Bukalapak through its development

“This investment is a co-investment fund between financial and technology company developing rapidly in Southeast Asia with strong characteristic. Through the strategic partnership, we’ll support Bukalapak to develop better,” Jikwang Chung, Head of New Growth Investment Mirae Asset Capital said.

Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund plans to invest more on the company with rapid growth, new innovation, and long-term development. The observation are Including some industries, such as e-commerce, consumption products, distribution, health, internet platform, and logistics.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Kantongi Pendanaan Baru 706 Miliar Rupiah dari Mirae Asset dan Naver Corp

Setelah santer diberitakan akan mendapat pendanaan dari Naver Corp, akhirnya Bukalapak mengumumkan telah mengantongi dana segara dari Asia Growth Fund yang diprakarsai Mirae Asset dan Naver Corp.

Bukalapak tidak menyebutkan berapa besaran dana yang dikucurkan melalui Fund tersebut, tapi pihak Mirae Asset menyebutkan dana yang dikucurkan mencapai $50 juta atau setara dengan Rp706 miliar.

Sebagai satu dari empat unicorn yang dimiliki Indonesia saat ini, Bukalapak disebut didukung EMTEK, GIC, dan Ant Financial (pengelola Alipay) sebagai pemegang saham utama. Dengan investor baru ini Bukalapak berencana terus berinovasi dan membantu UKM Indonesia memajukan bisnisnya.

“Kami menyambut baik dukungan dari Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund kepada bisnis Bukalapak. Kami berharap dengan adanya dukungan kemitraan ini dapat semakin mempercepat langkah kami untuk berinovasi melalui teknologi untuk mendorong usaha kecil di Indonesia semakin naik kelas,” terang Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid.

Dalam keterangan resminya dijelaskan bahwa Bukalapak mengalami peningkatan yang cukup signifikan di 2018. Di kuartal ke-4 2018 jumlah pendapatan transaksi mereka melampaui apa yang mereka raih selama satu tahun pada periode 2017.

Sementara itu pihak Mirae Asset menyebutkan bahwa investasi yang mereka berikan merupakan bentuk kerja sama antara perusahaan finansial dan perusahaan teknologi yang sedang berkembang. Mereka juga berkomitmen untuk terus mendukung Bukalapak untuk terus berkembang.

“Investasi kali ini merupakan bentuk kerja sama co-investment fund antara perusahaan finansial dan salah satu perusahaan teknlogi yang sedang berkembang sangat pesat di Asia Tenggara yang memiliki karakteristik kuat. Melalui program kolaborasi strategis kami akan mendukung Bukalapak agar dapat terus berkembang,” ujar Head of New Growth Investment Mirae Asset Capital Jikwang Chung.

Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund berencana untuk terus berinvestasi pada perusahaan yang memiliki pertumbuhan tinggi, terus berinovasi dan memberikan pertumbuhan jangka panjang. Industri yang masuk dalam pantauan seperti e-commerce, platform internet, kesehatan, distribusi, barang konsumsi, dan logistik.

Application Information Will Show Up Here