Rangkuman Acara XR Meetup v7.0 ‘VR-AR & Brands’

Dilangsungkan di kantor Kaskus pada tanggal 8 Maret kemarin, XR Meetup ke-7 difokuskan membahas aspek pemanfaatan teknologi immersive seperti virtual dan augmted reality di sisi branding. Acara tersebut menghadirkan Nico Alyus (OmniVR), Dimas Setyo (Acer), Anvid Erdian (Lenovo), dan Mohamad Ario Adimas (Indosat Ooredoo) sebagai narasumbernya.

Dahulu dikenal sebagai ‘VR Meetup’, XR Meetup mengundang semua orang pihak yang mempunyai ketertarikan di bidang virtual reality buat saling berbagi ilmu dan bertemu. Selain sharing informasi, peserta bisa menjajal langsung perangkat-perangkat seperti HTC Vive, Google Daydream View, Oculus Rift, 3Glasses sampai Nokia Ozo. Dan lewat artikel ini, saya mencoba merangkum segala informasi yang diungkap di acara tersebut.

XR Meetup 7 5

 

Nico Alyus – OmniVR

XR Meetup 7 9

OmniVR merupakan pihak pencetus XR Meetup, dan sebagai Head of Business Development-nya, Nico Alyus secara singkat menjelaskan apa yang jadi bidang bisnis perusahaan tersebut. OmniVR fokus pada pengembangan hardware dan konten virtual reality, di antaranya ada game, mixed reality, video 360, hingga penyediaan simulator.

Menurut Nico, ada tiga aspek penting penunjang VR: head-mounted display, unit controller, serta konten. Dan berdasarkan penyajiannya, perangkat juga terbagi lagi dalam beberapa kategori, ada mobile VR (Samsung Gear VR, Google Daydream View), tethered VR (device yang tersambung ke PC, contohnya OSVR, Rift, PSVR), serta ‘advancedtethered VR – maksudnya adalah HMD yang menyediakan satu solusi lengkap, seperti HTC Vive.

XR Meetup 7 1

Aspek kreasi konten VR sebetulnya telah tumbuh dengan subur. Saat ini tersaji banyak pilihan platform, misalnya SteamVR, Viveport yang dikhususkan untuk software non-game, Oculus Store serta Google Daydream; dan sudah banyak engine siap mendukungnya – Unity, Unreal, dan Autodesk Stingray.

XR Meetup 7 15

Angka pertumbuhan VR memang menunjukkan kurva positif di tahun 2016, namun Nico sendiri berpendapat bahwa di tahun inilah virtual reality betul-betul bangkit. Berdasarkan data yang ia tunjukkan, umumnya adopsi teknologi-teknologi baru berjalan lebih cepat dan saat ini konsumen sedang sangat tertarik pada VR.

XR Meetup 7 6

Dari analisis OmniVR, virtual reality bisa jadi sangat berguna untuk kegiatan offline activation, di mana khalayak target bisa menjajal dan mengagumi teknologinya secara langsung.

Dimas Setyo – Acer

XR Meetup 7 10

Di ranah ini, Acer memegang dua peran: penyedia perangkat ‘VR ready‘ serta pengembang head-mounted device. Anda mungkin sudah tidak asing dengan keluarga Predator. Berkat kehadiran Nvidia GeForce GTX seri 10, semakin banyak PC dan laptop yang sanggup menangani virtual reality. Tapi manuver paling menarik Acer di industri ini adalah pegembangan StarVR.

XR Meetup 7 8

Digarap bersama-sama oleh Acer dan Starbreeze (developer The Chronicles of Riddick: Escape from Butcher Bay), StarVR boleh dikatakan sebagai headset virtual reality berspesifikasi tertinggi. Ketika device kompetitor beradu di level resolusi 2160x1200p dan FoV 110 derajat, StarVR menghidangkan field of view horisontal 210 derajat dan vertikal 130 derajat dengan resolusi 5K (5120x1440p). Menariknya lagi, HMD ini tidak diracik buat jadi rival langsung bagi Vive ataupun Rift. StarVR dispesialisasikan untuk menyajikan pengalaman sinematik, bisa dinikmati di IMAX VR Centre, Los Angeles.

XR Meetup 7 2

Acer kabarnya juga sedang menggodok headset mixed reality baru untuk mendukung platform Windows Mixed Reality (dulu dikenal sebagai Windows Holographic).

Mohamad Ario Adimas – Indosat Ooredoo

XR Meetup 7 11

Bagi Indosat Ooredo, augmented serta virtual reality merupakan salah satu tren teknologi dengan kenaikan tertinggi, dan saat ini merupakan waktu yang tepat buat mengadopsinya. Alasannya? Konektivitas 4G LTE kian handal, banyak pemain besar berpartisipasi dan menyediakan fasilitas, konten ciptaan developer lokal bertambah banyak, dan masyarakat memang membutuhkan sesuatu yang baru.

XR Meetup 7 12

Ario selaku perwakilan dari Indosat Ooredoo menyampaikan bahwa mereka telah mulai memanfaatkan VR untuk online dan event marketing, corporate social responsibility (CSR), dan juga mempersilakan konsumen mencobanya di gerai-gerai Indosat Ooredoo. Tapi ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan buat turut bermain di sana. Kita perlu ingat bahwa di Indonesia, belum banyak orang menggunakan perangkat VR, kreator kontennya sedikit, lalu banyak pihak masih lebih memilih menyalurkan anggaran ke teknologi yang ‘sudah lebih terbukti’.

Ario juga bilang bahwa inisasi sebuah teknologi baru harus tepat. Jika terlalu cepat dan khalayak belum siap, bahkan konten menarik pun sulit diserap – contohnya seperti prakarsa Indosat MonstAR.

Anvid Erdian – Lenovo

XR Meetup 7 13

Perangkat bergerak adalah ujung tombak penetrasi VR di kalangan end-user, dan berdasarkan penuturan Anvid Erdian dari Lenovo Indonesia, alasannya sangat sederhana: mereka minim kabel, mudah dipasang, ringkas, serta cukup kuat buat menunjang mobile computing. Dan untuk sekarang, ekosistemnya telah tercipta dengan mantap.

XR Meetup 7 3

Memang belum ada konfirmasi mengenai apakah Google akan menghadirkan Daydream View secara resmi ke Indonesia, namun dengan meresmikan Motorola Moto Z di nusantara, Lenovo menunjukkan kesiapannya untuk menyuguhkan VR via HMD baru tersebut. Lenovo sudah lama memperlihatkan ketertarikannya pada virtual reality, dahulu dibuktikan lewat penyajian smartphone-smartphone berteknologi TheaterMax, seperti Vibe K4 Note, Vibe K5 Plus, serta A7000 SE buat dinikmati bersama AntVR.

XR Meetup 7 7

Untuk memicu faktor kreasi kontennya, Lenovo juga turut mengadakan VR Challange. Tiga app terpilih jadi pemenangnya, yaitu Terkunci: VR Game, Virtual Stellarity: VR Edugame dan Crazy Ojek 3D VR.

Bos Facebook Pamerkan Sarung Tangan VR Canggih Karya Tim Oculus Research

Berangkat dari sebuah proyek Kickstarter, Oculus akhirnya diakuisisi oleh Facebook pada bulan Maret 2014 senilai 2,3 miliar dolar. Dampak dari akuisisi Facebook tersebut salah satunya adalah sumber daya dan dana yang sangat melimpah buat Oculus, dan itu mereka buktikan lewat sebuah laboratorium R&D khusus bernama Oculus Research.

Berpusat di kota Redmond, Oculus Research dipimpin oleh Michael Abrash, yang sebelumnya merupakan karyawan Valve Software, yang kita tahu merupakan rival utama Oculus lewat teknologi yang mereka kembangkan untuk VR headset HTC Vive. Michael bersama timnya diberi tanggung jawab untuk menciptakan terobosan-terobosan baru di ranah VR sekaligus AR.

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, belum lama ini mengunggah sejumlah foto terkait apa saja yang tim Oculus Research sedang kerjakan. Salah satu yang sangat menarik adalah sebuah prototipe sarung tangan dengan kemampuan hand tracking yang amat responsif sekaligus akurat.

Begitu hebatnya perangkat ini dalam mendeteksi pergerakan tangan sekaligus jari-jari penggunanya, Mark mengatakan bahwa ia bisa mengetik di atas sebuah virtual keyboard atau malah menembakkan proyektil jaring laba-laba layaknya Spiderman, bahkan dengan gerakan yang sama seperti di beberapa filmnya.

Menurut pengamatan UploadVR, sistem tracking yang disandingkan dengan sarung tangan tersebut rupanya bukan garapan Oculus, melainkan kamera-kamera besutan Optitrack yang dikenal mahal. Hal ini bisa menjadi bukti kalau tim Oculus Research benar-benar berkomitmen untuk menyempurnakan teknologi VR dan AR secara menyeluruh, bukan cuma produk-produk keluaran Oculus saja.

Mark Zuckerberg di dalam ruangan super-steril milik Oculus Research / Mark Zuckerberg (Facebook)
Mark Zuckerberg di dalam ruangan super-steril milik Oculus Research / Mark Zuckerberg (Facebook)

Zuckerberg tidak lupa memamerkan sejumlah fasilitas canggih yang dimiliki Oculus Research, salah satunya ruang steril yang dapat memfilter partikel udara yang ukuran seribu kali lebih kecil dari debu (gambar atas). Kemungkinan besar di area inilah Oculus memproduksi komponen optik mereka.

Ruang anechoic kedua Oculus Research sedang dalam tahap pembangunan / Mark Zuckerberg (Facebook)
Ruang anechoic kedua Oculus Research sedang dalam tahap pembangunan / Mark Zuckerberg (Facebook)

Dalam foto lainnya, semakin terbukti kalau VR itu bukan cuma mementingkan aspek visual saja, tetapi juga aural. Di sini bisa kita melihat pembangunan sebuah ruang anechoic (bebas gema) yang akan dimanfaatkan tim Oculus Research untuk bereksperimen dengan suara. Ruangan ini diklaim amat senyap – saking senyapnya, Anda bisa mendengar bunyi detak jantung Anda sendiri ketika berada di dalamnya.

Komitmen dan kecanggihan fasilitas yang dimiliki Oculus Research, tidak ketinggalan juga bergabungnya Hugo Barra sebagai salah satu pimpinan di Oculus, membuat perkembangan ke depan di ranah virtual reality terdengar semakin menarik.

Sumber: UploadVR dan Mark Zuckerberg (Facebook).

Jakarta XR Meetup 6.0, Mengedukasi VR/AR untuk Sistem Edukasi

Kehadiran VR/AR di dunia digital di tahun 2016 menyajikan poros baru bagi sebagian aspek industri. Paska ledakan tersebut, ranah hiburan boleh jadi terlihat paling menonjol dalam hal penerapan VR/AR, meski di sisi lain, adopsi teknologi visualisasi ini dapat dinikmati untuk bidang lain seperti pemasaran, periklanan, hingga kemiliteran.

Lingkup pendidikan juga turut mencicipi teknologi VR/AR dalam pengembangannya, seperti dalam metode pengajaran yang dilakukan tenaga pendidik. Nah, untuk menyelaraskan dan mengkaji VR/AR bagi dunia edukasi, OmniVR kembali mengadakan meetup bernama Jakarta XR Meetup 6.0 yang bertajuk “VR/AR and Tech Education”, di Binus fX Campus, fX Sudirman lantai 6.

Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial
Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial

“Kenapa bukan VR tapi XR? Karena ‘X’ itu artinya extended. Jadi meetup ini enggak akan cuma membahas dunia virtual reality, tapi juga augmented reality dan mixed reality,” jelas Nico Alyus, Co-founder OmniVR yang secara sederhana menjelaskan perubahan nama dari Jakarta VR Meetup menjadi Jakarta XR Meetup.

Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial
Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial

Dan seperti judulnya, Jakarta XR Meetup keenam ini secara menyeluruh bercerita mengenai pengembangan VR/AR yang dijahit dalam cakupan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari daftar empat pembicara malam itu yang berasal dari latar belakang profesi yang berbeda-beda namun masing-masing memiliki keahlian dan ketertarikan yang besar dalam dunia VR/AR.

Setelah dibuka oleh Nico, Head of Program of Games Application & Technology Binus University Michael Yoseph menjadi pembicara pertama malam itu. Sebagai seorang dosen, Yoseph tentunya menerangkan dari sudut pandang pendidikan, di mana ia berpendapat bahwa VR/AR secara nyata dapat menawarkan metode lain dalam mempelajari sesuatu. “Contohnya saat belajar sejarah atau ekosistem bawah laut. Kita tidak perlu ada di sana namun bisa merasakan pengalaman yang nyata untuk mempelajarinya,” ujarnya.

Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial
Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial

Poin tersebut juga diamini oleh pembicara kedua Irving Hutagalung, Audience Evangelism Manager Microsoft Indonesia. Lulusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung ini beranggapan bahwa AR kini, misalnya, dapat membantu mempelajari organ tubuh dengan real-time interaction.

Membawa perspektif baru bagi VR/AR dalam dunia pendidikan, Dosen dari Telkom University Fat’hah Noor Prawita menjelaskan seputar virtual reality untuk disabilitas. “4,7% dari masyarakat Indonesia adalah penyandang tuna daksa,” ujar Fat’hah. Berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, para penyandang tuna daksa dan jenis difabel lainnya seringkali lebih memilih untuk beraktivitas dan bermain di dalam rumah.

Untuk itu, Fat’hah dan mahasiswanya kerap kali berkesempatan membuat proyek akhir studi dan bekerja sama dengan beberapa komunitas difabel dan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membuat produk VR/AR yang membantu kaum difabel untuk merasakan pengalaman akan banyak hal. “Seperti misalnya, kami membuat proyek virtual reality mengenai flying fox untuk mereka yang tuna daksa,” terangnya.

Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial
Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial

Pembicara keempat ialah Sidiq Permana, seorang Google Developer Expert for Android yang malam itu menjelaskan Project Tango dari Google. Menurut Sidiq, saat mengembangkan produk AR, salah satu tantangan yang seringkali dihadapi ialah ketika pengguna melihat suatu objek, kemudian ia mengubah sudut pandangnya, objeknya seringkali hilang atau berpindah (drifting). “Nah, kemampuan ini yang dimiliki Google Tango; kemampuan mengingat dan merekam,” tutur Sidiq.

Sesi terakhir di acara bulanan keenam Jakarta XR Meetup ini merupakan sesi yang biasanya ditunggu-tunggu oleh para peserta meetup ini, yakni mencoba virtual reality device. Malam itu, tiga device tersedia untuk dicoba secara bebas oleh pengunjung Jakarta XR Meetup, antara lain Google Daydream, HTC Vive, dan Lenovo Phab 2 Pro Google Tango.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari event Jakarta XR Meetup 6.0.

Fasilitasi Perkembangan VR di Tanah Air, Begini Rangkaian Acara XR Meetup Sepanjang 2016

Tahun 2016 akan selalu diingat sebagai tahun kebangkitan virtual reality. Meski topik ini sudah mulai diperbincangkan di tahun-tahun sebelumnya, barulah di tahun kemarin konsumen bisa langsung merasakan pengalaman immersive yang sebenarnya, utamanya berkat kehadiran trio VR headset kelas berat – Oculus Rift, HTC Vive dan PlayStation VR – di pasaran.

Di Indonesia, sampai detik ini pun masih terbilang agak sulit untuk mendapatkan perangkat-perangkat tersebut – terkecuali PSVR. Namun hal itu rupanya tidak meredam antusiasme warga tanah air untuk mendalami virtual reality. Dari situ, terlahir rangkaian acara bernama XR Meetup.

Lho kok XR, bukan VR? Well, pada awalnya acara bulanan tersebut memang mengusung nama VR Meetup. Namun setelah beberapa kali diadakan, topik bahasannya ternyata meluas ke ranah augmented dan mixed reality, hingga akhirnya pihak penyelenggaranya pun memutuskan untuk mengubah namanya menjadi XR Meetup, yang merupakan singkatan dari eXtended Reality.

Setiap bulannya sejak Juli sampai Desember 2016 kemarin, XR Meetup mempertemukan para pelaku industri VR dengan berbagai kalangan yang tertarik untuk mendalami VR, mulai dari para pelajar, gamer, pelaku bisnis sampai sejumlah brand. Setiap event yang dihelat di ibukota ini terbagi menjadi dua sesi, yakni panel talkshow atau diskusi, dan tentu saja yang paling penting adalah uji coba perangkat VR.

VR Meetup 1, 26 Juli 2016

Pada event perdananya yang diadakan di Mozilla Community Space, panitia VR Meetup mengundang pembicara dari Octagon Studio, Mozilla WebVR dan NERD Project yang secara khusus memperkenalkan game The Wandering Catacombs, yang dapat dimainkan menggunakan headset Cardboard dan controller berbasis Bluetooth. Meetup perdana ini juga memperkenalkan HTC Vive yang kala itu baru belum lama dipasarkan.

VR Meetup 2, 27 Agustus 2016

VR bukan soal game semata, anggapan ini dibuktikan lewat meetup kedua yang mengangkat topik “VR and Real Estate”. Bertempat di @america Pacific Place, narasumber yang ditunjuk meliputi Sangkuriang Property VR dan Hologram Indonesia, plus seorang pembicara yang mewakili tim AsiaVR di Singapura, Roy Koo.

Beliau pada saat itu banyak bercerita mengenai perkembangan VR di Singapura sekaligus negara-negara Asia Tenggara lain, dan di saat yang sama, menjalin kerja sama eksklusif bersama Jakarta VR Meetup untuk mengembangkan industri VR dalam skala regional.

VR Meetup 3, 24 September 2016

Meetup yang ketiga bisa dibilang sebagai yang paling dinanti-nanti, karena temanya adalah yang paling menarik perhatian, yaitu “VR and Entertainment”. Acara diadakan bersamaan dengan event Hellofest di JCC Senayan, dengan narasumber dari studio ahli video 360 derajat Festivo, Digital Happiness yang membahas soal game dan animasi horor VR buatan mereka, serta ShintaVR dengan platform kreasi VR mereka yang dijuluki MindVoke.

VR Meetup 4, 26 Oktober 2016

Meetup keempat sedikit lebih teknis dengan membahas secara detail mengenai “VR Input and Controllers”. Narasumber yang ditunjuk adalah mereka yang terlibat dalam pengembangan controller untuk virtual reality: Andrew dari ShintaVR dengan risetnya terhadap voice input dalam VR, dilanjutkan Dennis Adrian dari PrimeTech yang mengembangkan VR controller berupa simulator balapan, lalu ditutup oleh Adityo Pratomo yang menciptakan VR input untuk game golf yang pernah dibuatnya.

Event yang keempat ini juga membawa perangkat VR yang bisa dicoba dalam jumlah terbanyak. Bukan cuma HTC Vive dan PSVR saja, tetapi juga Microsoft HoloLens.

VR Meetup 5, 8 Desember 2016

Menutup tahun 2016, meetup kelima yang diadakan di Auditorium Microsoft Indonesia ini diisi dengan recap mengenai perkembangan VR selama setahun terakhir, lalu dilanjutkan dengan panel diskusi bersama sejumlah narasumber dari industri VR dan AR. Sesi uji coba pada acara ini turut dimeriahkan oleh debut perdana Daydream View dari Google. Perubahan nama dari VR Meetup menjadi XR Meetup juga diumumkan dalam acara ini.

XR Meetup yang keenam rencananya akan diadakan pada tanggal 8 Februari 2017 mendatang di Binus International University fX. Topik yang diangkat nanti adalah dampak VR dan AR dalam dunia pendidikan. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa langsung mengunjungi Facebook Page XR Meetup.

Disclosure: DailySocial adalah media partner acara XRmeetup. Berbagai informasi tentang kegiatan baik pengumuman acara atau liputan, bisa juga Anda dapatkan nanti di DailySocial. 

Samsung Sedang Siapkan Penerus Gear VR dan Headset Macam Microsoft HoloLens

Melihat kesuksesan Gear VR, sudah bisa dipastikan bahwa Samsung tengah sibuk menyiapkan suksesornya yang lebih canggih lagi. Namun kira-kira perubahan seperti apa yang bakal diterima oleh konsumen?

Berbicara di panggung Virtual Reality Summit, Dr. Sung-Hoon Hong yang menjabat sebagai Vice President Samsung Electronics mengungkap sedikit mengenai apa yang sedang timnya kerjakan untuk segmen VR. Yang cukup mengejutkan, Samsung rupanya tengah mengembangkan dua headset sekaligus.

Yang pertama adalah penerus Gear VR dengan teknologi rendering engine baru. Detailnya sejauh ini masih samar-samar, tapi pastinya engine baru ini akan meningkatkan kualitas grafik yang tersaji saat konsumen menggunakan headset. Dan kalau belajar dari pengalaman sebelumnya, Samsung pastinya juga akan menyempurnakan desain Gear VR baru ini supaya bisa lebih nyaman lagi saat dikenakan.

Akan tetapi yang justru sangat menarik perhatian adalah headset kedua yang Dr. Hong bicarakan. Headset ini pada dasarnya mengedepankan teknologi augmented reality seperti yang ditawarkan Microsoft HoloLens. Pada kenyataannya, Dr. Hong mengakui kalau timnya banyak belajar dari prototipe HoloLens sekaligus Magic Leap.

Dr. Hong tak lupa menjelaskan kalau teknologi hologram yang diaplikasikan pada headset ini nantinya akan terkesan begitu realistis berkat penerapan light field engine hasil pengembangan mereka sendiri. Tidak ketinggalan, Samsung juga punya visi untuk mengintegrasikan artificial intelligence dalam wujud asisten virtual.

Skenario yang dibayangkan adalah dimana pengguna bisa berbelanja perabot maupun produk lain, melihat wujud virtual-nya secara nyata dan melakukan pemesanan secara langsung dari headset, semuanya dengan bantuan sang asisten virtual.

Samsung juga tidak menutup kesempatan untuk bekerja sama dengan pihak lain yang ahli di bidang ini, baik startup kecil maupun perusahaan yang terkesan misterius seperti Magic Leap – Gear VR sendiri merupakan hasil kolaborasi Samsung dengan Oculus. Rencananya, suksesor Gear VR dan AR headset baru ini akan diperkenalkan pada ajang Mobile World Congress tahun depan.

Sumber: WearableZone.

Kompatibel dengan iPhone, Headset Bridge VR Andalkan Fitur Tracking Posisi dan Mixed Reality

Inovasi di bidang virtual reality terus berkembang pesat, bahkan segmen mobile VR pun belakangan juga mendapat perhatian khusus. Lihat saja Leap Motion, yang baru-baru ini mengumumkan sistem hand tracking untuk VR headset berbasis mobile. Sekarang ada sebuah startup bernama Occipital yang bermisi menghadirkan positional tracking dan mixed reality ke segmen mobile.

Mereka memperkenalkan Bridge VR, sebuah VR headset untuk iPhone yang amat istimewa. Istimewa karena ia mengusung fitur tracking posisi seperti yang ditawarkan HTC Vive, namun tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang harus ditempatkan di ruangan.

Bridge VR dapat melakukan tracking posisi secara 3D tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang ditempatkan di dalam ruangan / Occipital
Bridge VR dapat melakukan tracking posisi secara 3D tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang ditempatkan di dalam ruangan / Occipital

Sebagai gantinya, ada sensor khusus yang menancap di bagian atas headset, menyambung ke port Lightning milik iPhone. Sensor inilah yang bertugas untuk menganalisa kondisi di sekitar, yang pada akhirnya diterjemahkan menjadi tracking posisi pengguna secara tiga dimensi.

Berbeda dengan Cardboard atau Gear VR, menggunakan Bridge VR Anda tidak hanya bisa menggerak-gerakkan kepala saja, tapi juga tubuh Anda secara menyeluruh. Alhasil, interaksi dengan dunia virtual beserta objek-objek di dalamnya bisa lebih bebas dilakukan, dan semuanya pun terasa lebih immersive.

Selain positional tracking untuk VR, Bridge juga mampu menyuguhkan pengalaman mixed reality. Meski kualitasnya masih kalah jauh dari Microsoft HoloLens, konsepnya sama persis dimana objek virtual bisa bertemu langsung dengan dunia nyata, yang dilihat menggunakan aksesori lensa dengan sudut pandang seluas 120 derajat.

Bridge VR juga siap menyuguhkan pengalaman mixed reality macam yang ditawarkan HoloLens / Occipital
Bridge VR juga siap menyuguhkan pengalaman mixed reality macam yang ditawarkan HoloLens / Occipital

Yang mungkin disayangkan banyak orang adalah, Bridge VR hanya kompatibel dengan iPhone, mengingat Occipital tidak mau dipusingkan dengan ratusan model perangkat Android. Ke depannya mungkin kompatibilitas dengan Android akan hadir, tapi tidak untuk sekarang.

Pre-order Bridge VR saat ini sudah dibuka, dengan banderol harga $399 yang mencakup sebuah controller Bluetooth. Versi developer-nya malah sudah dipasarkan seharga $499 demi menggenjot jumlah konten yang tersedia.

Sumber: Upload VR.

Microsoft Gandeng Intel Untuk Memprakarsai Project Evo, Apa Itu?

Intel serta Microsoft adalah dua nama yang tidak bisa dipisahkan  dari perkembangan teknologi, dan kita telah menyaksikan sendiri pesatnya perubahan dan bagaimana transisi tersebut berkaitan erat dengan perilaku konsumen. Ambil contohnya RealSense. Awalnya teknologi ini dirancang untuk PC, tapi kini ia juga diimplementasikan ke drone agar mereka bisa melihat secara 3D.

Melihat potensi pencapaian besar yang menanti di masa depan, kedua raksasa teknologi itu memutuskan untuk bergandengan tangan. Dalam ajang Windows Hardware Engineering Community di kota Shenzhen, Microsoft mengumumkan program kolaborasi bersama Intel untuk ‘mengawinkan’ inovasi paling esensial di bidang hadware, software dan layanan kedua perusahaan demi menciptakan terobosan-terobosan besar selanjutnya. Prakarsa ini mereka namai Project Evo.

Microsoft dan Intel berharap, dengan melangkah bersama, mereka bisa membuat lompatan di segmen gaming, mixed reality, asisten pribadi digital Cortana dan Windows Hello. Project Evo sendiri merupakan bagian dari upaya Microsoft bersama para partner mengevolusi kapabilitas PC ke tingkatan selanjutnya – dengan sistem keamanan yang lebih canggih, selalu terkoneksi, efisien dalam penggunaan listrik, serta usaha me-mainstream-kan kecerdasan buatan.

Ada empat hal yang jadi target Microsoft dan Intel:

  • Menyempurnakan sistem komunikasi jarak jauh di Cortana sehingga Anda bisa bertanya ataupun memintanya menyanyikan lagu dari seberang ruangan.
  • Melakukan inovasi di ranah eSport, broadcasting, memantapkan dukungan resolusi 4K, HDR, wide color gamut, audio spasial, dan membubuhkan koneksi Bluetooth native di controller Xbox.
  • Menyediakan solusi pengaman untuk memproteksi perangkat dari malware dan ancaman hacking, serta meningkatkan kecanggihan sistem pengesahan biometrik dengan Windows Hello, ditambah dukungan Microsoft Intelligent Security Graph serta analisis dari Intel.
  • Merakyatkan pengalaman mixed reality lewat produk head-mounted display serta PC yang terjangkau, dalam upaya menyatukan konten virtual dengan objek di dunia nyata.

Untuk poin terakhir di atas, Microsoft dan Intel sudah menyusun langkah-langkahnya. Pertama-tama mereka meminta persetujuan pemerintah Tiongkok agar developer dan konsumen di China bisa mulai menggunakan HoloLens di paruh pertama tahun 2017. Kedua perusahaan juga telah membagikan spesifikasi headset mixed reality ke para partner seperti Asus, Dell, HP serta Lenovo.

Project Evo 1

Selanjutnya, ada puluhan ribu app yang siap digunakan (termasuk juga video 360 derajat), lalu headset kabarnya akan tersedia bagi para developer di ajang Game Developers Conference 2017.

Sumber: Blog Windows.

ZapBox Ialah Mixed Reality Headset Seharga $30 Saja

Lewat HoloLens, Microsoft mencoba menawarkan sesuatu yang berbeda kepada dunia yang tengah dilanda demam virtual reality dan augmented reality. Bersamanya, kita diperkenalkan dengan konsep mixed reality, dimana pada dasarnya batas antara dunia nyata dan virtual jadi memudar.

Masalahnya, HoloLens sampai sekarang masih belum siap dijual secara massal. Harganya kemungkinan besar juga jauh dari kata terjangkau, mengingat versi developer-nya saja dijajakan seharga $3.000.

Selagi kita menunggu mixed reality dan HoloLens terealisasi, sebuah perusahaan bernama Zappar ingin kita bisa mencobanya lebih dulu tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam. Mereka memperkenalkan ZapBox, sebuah mixed reality headset berbasis perangkat mobile.

Meski fungsinya berbeda, ZapBox banyak terinspirasi oleh Google Cardboard / Zappar
Meski fungsinya berbeda, ZapBox banyak terinspirasi oleh Google Cardboard / Zappar

ZapBox banyak terinspirasi oleh Google Cardboard, dimana headset hanya bisa bekerja ketika Anda menyelipkan smartphone ke dalamnya. Memanfaatkan kamera ponsel, Anda masih bisa melihat semua objek yang ada di sekitar Anda, tapi di saat yang sama aplikasi pendamping ZapBox juga akan menampilkan objek-objek virtual di atasnya.

ZapBox bekerja dengan cara mendeteksi pointcode yang Anda tempatkan di atas lantai, meja atau Anda tempel di tembok. Metode semacam ini memungkinkan ZapBox untuk mengenali posisi Anda di dalam ruangan, sehingga pada akhirnya Anda bisa berinteraksi dengan objek-objek virtual tadi menggunakan sepasang controller – yang juga mengemas gambar serupa dengan di pointcode agar bisa dideteksi oleh ZapBox.

Bermain Xylophone menggunakan ZapBox, meski pada kenyataannya meja tersebut kosong / Zappar
Bermain Xylophone menggunakan ZapBox, meski pada kenyataannya meja tersebut kosong / Zappar

Sejauh ini Zappar sudah menyediakan sejumlah konten untuk ZapBox. Di antaranya adalah ZapBrush untuk melukis secara tiga dimensi dalam ruangan, mini-golf maupun xylophone virtual untuk memamerkan bakat bermusik Anda. Ke depannya dipastikan akan ada lebih banyak konten, mengingat Zappar telah membuka aksesnya ke developer.

Namun yang paling menarik, semua ini bisa dinikmati konsumen dengan modal sebesar $30 saja. Kalau tertarik, silakan menjadi backer pada laman Kickstarter-nya.

Microsoft Umumkan Standalone VR Headset dengan Banderol Mulai $299

Surface Studio dan Windows 10 Creators Update adalah highlight utama dalam event yang dihelat Microsoft semalam. Namun di tengah-tengah presentasinya, Microsoft sempat menyinggung sesuatu yang menarik terkait virtual reality.

Tanpa ada yang menduga, Microsoft rupanya telah bekerja sama dengan sejumlah mitranya – HP, Dell, Lenovo, Asus dan Acer – untuk mengembangkan standalone VR headset. Standalone maksudnya perangkat sama sekali tidak perlu tersambung ke PC via kabel atau dipasangi smartphone seperti Gear VR, mirip seperti yang dijanjikan Oculus belum lama ini.

Microsoft juga mengklaim VR headset ini telah dibekali berbagai macam sensor, yang berarti semua fitur tracking-nya bisa dinikmati tanpa memerlukan aksesori tambahan atau setup yang kompleks seperti yang didapati oleh pengguna Oculus Rift dan HTC Vive.

Sejauh ini memang belum ada penjelasan yang merinci dari Microsoft, tapi dipastikan semua VR headset tersebut juga siap menyajikan pengalaman mixed reality ala HoloLens. Mungkin tidak se-immersive yang ditawarkan HoloLens, tapi setidaknya fitur preview produk 3D dari sebuah situs online sudah bisa memberikan pengalaman yang berbeda.

Bagian yang tidak kalah penting, banderol harganya dimulai di angka $299. Sayang belum ada keterangan mengenai jadwal rilisnya – kemungkinan bersamaan dengan peluncuran Windows 10 Creators Update.

Sumber: TheNextWeb dan Windows Blog.

Aplikasi Pengolah Kata Sandi 1Password Bakal Tersedia di Microsoft HoloLens

Sejak awal mengumumkan HoloLens, Microsoft menjelaskan bahwa perangkat mixed reality tersebut tidak hanya ditujukan untuk keperluan hiburan saja seperti VR yang sejauh ini fokusnya ada pada gaming. Perpaduan AR dan VR yang diusung HoloLens membuatnya ideal untuk diaplikasikan dalam berbagai konteks, termasuk halnya dalam dunia kerja.

Maka dari itu, jenis aplikasi yang dikembangkan untuk HoloLens pun lebih bervariasi ketimbang VR headset macam Oculus Rift dan HTC Vive. Salah satu developer ternama yang sudah siap memamerkan preview aplikasinya untuk HoloLens adalah AgileBits, yang merupakan tim di balik aplikasi pengolah kata sandi populer 1Password.

Lewat Twitter, mereka menunjukkan bagaimana nantinya pengguna bisa memakai 1Password di HoloLens. Seperti yang sudah kita lihat dari beberapa demonstrasi HoloLens, perangkat ini juga cocok digunakan untuk menjelajahi web sekaligus menggunakan berbagai layanan berbasis internet. Hal ini pun membuat kehadiran aplikasi macam 1Password jadi relevan.

1Password untuk HoloLens

Fungsi 1Password untuk HoloLens sama seperti aplikasinya di mobile dan desktop, yaitu menyimpan seluruh kata sandi maupun informasi sensitif pengguna lainnya dalam ‘brankas’ virtual terenkripsi. Pengguna hanya membutuhkan satu kata sandi utama saja untuk membuka brankas tersebut, lalu mengakses kata sandi untuk berbagai layanan dengan mudah.

Sejauh ini pihak AgileBits belum mengungkapkan kapan pastinya 1Password untuk HoloLens akan tersedia. HoloLens sendiri sampai saat ini baru bisa dinikmati oleh kalangan developer saja.

Sumber: WinBeta.