Tak Mau Kalah dari Jaguar, Aston Martin Pamerkan Mobil Klasik Bermesin Listrik

Masih ingat dengan Jaguar E-type Zero, mobil klasik tapi yang murni bermesin listrik? Mobil itu bakal diproduksi mulai 2020, dan di tahun yang sama, ia bakal kedatangan rival yang sepadan, yakni 1970 Aston Martin DB6 Volante versi elektrik.

Bukan, ini bukan karya iseng seorang kolektor mobil klasik, melainkan eksekusi dari Aston Martin sendiri. Sama seperti E-type Zero, tampilan luarnya sama sekali tidak diubah, akan tetapi di balik kap mesinnya bernaung sebuah motor listrik yang spesifikasinya masih dirahasiakan.

1970 Aston Martin DB6 Volante versi elektrik

Aston Martin menyebut motor listrik ini sebagai tipe “kaset” karena dapat dengan mudah dipasangkan ke jantung mobil Aston Martin yang sudah ada, lalu dilepas dan diganti kembali dengan mesin aslinya jika mau. Satu-satunya indikasi bahwa ia merupakan mobil elektrik adalah ketika ia sedang diparkir dan diisi ulang baterainya.

Yang membedakannya dari E-type Zero adalah di bagian interior. Di sini Aston Martin lagi-lagi tidak mengubah apapun kecuali menyematkan layar kecil yang berfungsi untuk menampilkan beragam indikator seputar mesin listriknya. E-type Zero di sisi lain mengemas kabin yang terasa modern berkat layar sentuh besar di tengah dashboard-nya.

1970 Aston Martin DB6 Volante versi elektrik

Seperti yang saya bilang, mobil ini baru akan mengaspal di tahun 2020, sebab Aston Martin baru berencana memulai proses konversinya tahun depan. Akhir tahun depan juga bakal menjadi momen penyingkapan mobil elektrik perdana Aston Martin, Rapide E, sehingga wajar apabila mobil klasik tapi elektrik ini baru akan menyusul di tahun berikutnya.

Sumber: Autoblog.

Usai SUV Elektrik, Audi Ungkap Sedan Elektrik e-tron GT

Audi sudah resmi memasuki segmen mobil elektrik lewat SUV bernama e-tron yang disingkap pada bulan September lalu. Sekarang saatnya bagi rival BMW dan Mercedes-Benz itu untuk memperluas portofolio mobil bermesin listriknya, dan Audi sendiri rupanya tidak mau berlama-lama.

Di event LA Auto Show, mereka baru saja mengungkap e-tron GT, sedan empat pintu yang berpotensi menjadi penantang kuat Tesla Model S. Karakter desainnya mirip e-tron SUV, terutama dengan lampu belakang yang memanjang dari ujung ke ujung. Namun harus diakui wajahnya jauh lebih sangar, dan ini kontras dengan perannya sebagai sedan empat penumpang.

Audi e-tron GT

Di balik tampang yang gahar itu, tersimpan spesifikasi yang juga ganas. Pada kenyataannya, Audi e-tron GT mengusung dapur pacu yang sama dengan Porsche Taycan karena memang masih satu grup di bawah Volkswagen. Sepasang motor listrik yang terbenam sanggup menghasilkan output daya sebesar 434 kW, atau setara 590 horsepower.

Dipadukan dengan penggerak empat roda, 0 – 100 km/jam dapat ia tempuh dalam waktu 3,5 detik saja. Untuk top speed, Audi membatasinya di angka 240 km/jam. Performa kencang ini turut dibarengi efisiensi yang mengesankan; berbekal baterai berkapasitas 95 kWh (sama seperti e-tron SUV), ia mampu menempuh jarak 400 km dalam satu kali pengisian.

Audi e-tron GT

Proses charging-nya pun tidak harus memakan waktu yang lama, sebab lagi-lagi e-tron GT meminjam salah satu keunggulan Porsche Taycan, yakni kapasitas charging 150 kW, sehingga 30 menit saja sudah cukup untuk mengisi 80% isi baterainya.

Terkait kecanggihan interiornya, kabin e-tron SUV sejatinya sudah bisa menjadi jaminan bahwa e-tron GT juga demikian. Meski begitu, aura balap masih terasa cukup kental pada e-tron GT, seperti yang bisa dilihat dari bentuk lingkar kemudinya.

Audi e-tron GT

Namun tidak seperti e-tron SUV, e-tron GT untuk sementara masih berstatus konsep. Audi baru akan menggarap versi produksinya pada akhir tahun 2020 nanti, dan pemasarannya pun baru bisa dilangsungkan pada awal 2021.

Sumber: Electrek.

Pickup Elektrik Rivian R1T Usung Spesifikasi Mengesankan Tanpa Melupakan Utilitas

Yang namanya mesin bertenaga listrik semestinya bisa disematkan pada jenis kendaraan apapun. Tidak percaya? Lihat saja Tesla Semi, truk elektrik yang diklaim lebih aerodinamis ketimbang mobil sport. Namun truk jelas bukan untuk konsumsi umum terlepas dari utilitasnya. Yang lebih cocok adalah mobil pickup.

Untuk segmen ini, kita harus beralih dari Tesla ke perusahaan lain bernama Rivian Automotive. Selama nyaris satu dekade, perusahaan yang didirikan oleh seorang lulusan MIT ini bekerja tanpa terekspos publik, sampai akhirnya mereka membeli bekas pabrik Mitsubishi tahun lalu.

Rivian R1T

Jutaan dolar telah mereka investasikan guna menyulap pabrik tersebut menjadi fasilitas produksi yang mumpuni ke depannya, dan sekarang mereka sudah siap memperkenalkan mobil pertama yang akan mereka garap: Rivian R1T, sebuah pickup berporos gagah yang murni mengandalkan energi listrik.

Sebagai sebuah pickup, R1T siap mengangkut lima orang dengan mudah, memboyong kargo hingga seberat 800 kg, atau menarik trailer dengan bobot sampai 5 ton. Klaim tersebut turut dibarengi dengan spesifikasi yang sangat mumpuni, terutama untuk sebuah pickup bermesin listrik.

Rivian R1T

Rivian menyematkan satu motor elektrik pada tiap roda R1T, masing-masing dengan output daya 147 kW. Semburan tenaga totalnya berkisar antara 300 – 562 kW (tergantung input ke gearbox), dan torsi maksimumnya mencapai angka 1.120 Nm. Semua itu cukup untuk membawanya melaju dengan kecepatan maksimum 200 km/jam, serta berakselerasi 0 – 100 km/jam dalam 3 detik saja.

Baterainya ditempatkan pada posisi yang sama seperti buatan Tesla maupun mayoritas mobil elektrik lain, yakni di bagian dasar mobil. Namun berhubung pickup ini panjangnya mencapai nyaris 5,5 meter, kapasitas baterai yang dapat diusungnya pun sangat besar.

Rivian R1T

Ada tiga varian yang bakal Rivian tawarkan: 105 kWh, 135 kWh, dan 180 kWh, masing-masing dengan estimasi jarak tempuh hingga 370+ km, 480+ km, dan 640+ km. Baterai ini mendukung fast charging berdaya 160 kW, sedangkan charger bawaannya sendiri punya daya 11 kW.

Selain spesifikasi yang mengesankan, R1T juga kaya fitur. Perpaduan radar, lidar, sensor ultrasonik dan GPS memungkinkan sistem kemudi otomatis Level 3 di jalan tol. Level 3 berarti pengemudi dipersilakan melepas tangannya dari setir dan tidak menatap ke jalanan selagi mobil berjalan dengan sendirinya.

Rivian R1T

Aspek utilitas pun tidak Rivian lupakan. Tepat di antara pintu belakang dan roda belakang R1T, ada sebuah kolong tersembunyi yang memanjang dari sisi kiri ke kanan mobil, cukup untuk menyimpan beragam barang seperti stroller, tas golf dan lain sebagainya, dengan volume total 350 liter.

Kolong ini juga dapat difungsikan sebagai pijakan ketika menaikkan barang ke bak R1T, atau saat pengguna hendak menali sepatunya. Baknya sendiri cukup panjang di angka 1,4 meter, dan di bawahnya masih ada kolong ekstra untuk menyimpan ban cadangan. Di bawah kap mesinnya, berhubung ini mobil elektrik, masih ada bagasi dengan kapasitas 330 liter.

Rivian R1T

Realisasi mobil ini masih cukup lama. Rivian berencana memasarkannya pada akhir 2020, dan yang akan hadir pertama kali adalah varian termahalnya dengan kapasitas baterai 180 kWh dan 135 kWh. Banderolnya sendiri dipatok $69.000 untuk varian termurahnya (105 kWh).

Sumber: Electrek.

Tesla Beberkan Cara Kerja Fitur Track Mode pada Model 3 Performance

Agustus lalu, beredar kabar bahwa Tesla tengah menyiapkan fitur bernama Track Mode untuk Model 3 Performance, varian teratas dari mobil termurah Tesla. Fitur tersebut sudah dirilis via software update, dan Tesla tidak lupa memberikan penjelasan yang lebih merinci mengenainya.

Ada banyak penjelasan teknis yang dibeberkan pada blog-nya, tapi yang pasti fitur ini terwujud berkat upaya Tesla mengembangkan sistem Vehicle Dynamics Controller (VDC) garapannya sendiri. VDC pada Model 3 Performance pada dasarnya berperan sebagai sistem stability control sekaligus penggenjot performa di sirkuit balap.

Ya, mobil-mobil Tesla memang jagoan perihal akselerasi, tapi drifting sama sekali tidak ada dalam kamus mereka. Hal itu dipatahkan oleh Track Mode, yang memungkinkan Model 3 Performance untuk mengepot di tikungan ketika diperlukan, dengan cara mendistribusikan torsi secara instan dan terukur ke setiap roda.

Hal yang sama juga berlaku untuk distribusi output daya. Semuanya dikalkulasikan secara real-time, dan terus berganti antara motor elektrik di sebelah depan atau belakang, menyesuaikan dengan kondisinya.

Tesla tidak lupa memerhatikan mengenai korelasi antara baterai dan panas. Semua peningkatan performa ini jelas bakal menghasilkan panas ekstra pada baterai. Untuk itu, Track Mode juga bakal mengubah karakteristik dari sistem pendingin Model 3 Performance menjadi lebih agresif.

Singkat cerita, mobil elektrik sekarang bisa nge-drift. Kalau ada yang tidak percaya, tunjukkan saja klip video di bawah ini.

Sumber: Tesla.

BMW Siap Luncurkan Empat Mobil Elektrik dalam Tiga Tahun ke Depan

Perkembangan pesat Tesla pasca Model S sering membuat dunia lupa kalau pabrikan otomotif lain sebenarnya juga sudah lama menginvestasikan waktunya di segmen mobil elektrik. Selain Nissan dengan hatchback Leaf, juga ada BMW yang merilis i3 di tahun 2013.

Dalam kasus BMW, i3 merupakan satu-satunya mobil buatannya yang sepenuhnya mengandalkan energi listrik hingga kini. Pabrikan asal Jerman itu bukannya menyerah, hanya saja sekadar tidak mau buru-buru. Namun mereka juga harus bergerak cepat, mengingat dua rival sebangsanya sudah resmi masuk ke segmen elektrik lewat Audi e-tron dan Mercedes-Benz EQC.

Mini Electric / BMW
Mini Electric / BMW

Belum lama ini, BMW menyingkap rencana ke depan mereka untuk segmen mobil elektrik. Menurut CEO-nya, Harald Kruger, BMW Group bakal merilis lima mobil bermesin listrik dalam waktu tiga tahun ini. Yang pertama adalah Mini Electric, dijadwalkan meluncur tahun depan.

Tahun 2020, BMW iX3 akan menyusul meramaikan pasar SUV elektrik, sekaligus menjadi mobil pertama yang mengusung mesin listrik generasi kelima buatan BMW. Setelahnya sedan i4 bakal menyusul, mengambil konsep iVision Dynamics sebagai basisnya. Terakhir, crossover BMW iNext dijadwalkan mengaspal pada tahun 2021.

BMW iVision Dynamics / BMW
BMW iVision Dynamics / BMW

Dari situ bisa kita lihat bahwa i3 dapat dianggap sebagai batu sandungan buat BMW. Lima tahun pasca peluncurannya dipakai untuk mengamati kebutuhan pasar, sehingga tidak kaget apabila portofolio mobil elektrik BMW ke depannya mencakup banyak segmen sekaligus.

Lalu apakah ini merupakan indikasi berakhirnya masa kejayaan mobil bermesin bensin? Belum. Sebab menurut BMW, pada tahun 2025, jumlah mobil elektriknya bakal bertambah lagi menjadi 12 model, tapi ini juga mencakup model plug-in hybrid, meski tentu saja kapabilitas motor elektriknya bakal jauh lebih baik daripada yang ada sekarang.

BMW iNext / BMW
BMW iNext / BMW

Sumber: Electrek.

Hyundai dan Kia Bakal Pasangkan Panel Surya pada Mobil Buatannya

Mobil elektrik dan panel surya merupakan kombinasi yang tepat demi mewujudkan Bumi yang lebih hijau. Namun ketika keduanya disatukan, efisiensi pun menjadi pertanyaan besar. Karena bidang yang tersedia untuk menempatkan panel surya tergolong kecil serta posisi yang kurang optimal, panel surya belum bisa menjadi sumber energi utama suatu mobil elektrik.

Namun itu tidak mencegah Hyundai dan Kia untuk bereksperimen di bidang ini. Meski tak bisa menjadi sumber energi utama, panel surya setidaknya bisa membantu menghasilkan output ekstra untuk mobil elektrik, dan itu tidak ada salahnya diterapkan selama tidak memberikan pengaruh negatif apa-apa.

Hyundai dan Kia tengah sibuk mengembangkan tiga jenis panel surya untuk mobil sekaligus. Generasi yang pertama ditujukan untuk mobil hybrid, yang diestimasikan mampu mengisi 30 – 60 persen kapasitas baterai mobil hybrid dalam kondisi normal dan cuaca yang optimal (tidak hujan atau berawan).

Hyundai semi-transparent solar panel

Generasi yang kedua ditujukan untuk mobil bensin biasa, akan tetapi panel suryanya sendiri berwujud semi-transparan. Karena hampir tembus pandang, panel surya ini dapat diintegrasikan ke panoramic sunroof, membiarkan lebih banyak cahaya masuk selagi mengisi aki mobil secara konstan.

Generasi ketiga adalah yang ditujukan buat mobil bermesin listrik sepenuhnya. Panel ini dirancang untuk dipasang pada bagian atap dan kap mesin demi memaksimalkan output energi yang dihasilkan.

Tujuan akhir yang hendak dicapai Hyundai dan Kia adalah supaya mobil tidak sekadar mengonsumsi energi secara pasif, tapi juga aktif memproduksinya. Kalau untuk menjadi sumber energi utama, sepertinya teknologi panel surya masih harus dikembangkan lebih jauh lagi.

Sumber: Hyundai via Electrek.

Fitur Summon Diperbarui, Mobil Tesla Bisa Dikemudikan Menggunakan Ponsel Layaknya Mobil R/C

Pemilik mobil buatan Tesla tentunya sudah tidak asing dengan kebiasaan sang pabrikan merilis fitur baru melalui software update. Fitur barunya sendiri sering terkesan sepele, tapi terkadang juga bisa sangat berpengaruh, seperti misalnya fitur Autopilot di tahun 2015.

Di samping Autopilot, Tesla juga sempat meluncurkan fitur bernama Summon yang memungkinkan mobil untuk keluar-masuk garasi sendiri. Sepele seperti yang saya bilang, tapi dalam waktu enam minggu lagi, fitur ini bakal berubah drastis menjadi seperti sihir.

Seperti biasa melalui Twitter, Elon Musk mengungkapkan secuil detail mengenai pembaruan fitur Summon ini. Yang paling keren, Summon memungkinkan mobil untuk mengemudi sendiri menuju pemiliknya layaknya seorang petugas valet. Dari mana mobil mengetahui pemiliknya? Dari ponsel dan aplikasi yang terhubung.

Kalau tombol “Summon” di aplikasinya ditekan terus, mobil dapat mengikuti ke mana pun sang pemiliknya pergi. Seperti hewan peliharaan, kalau kata Elon. Saya membayangkan penyempurnaan fitur Summon ini bakal sangat berguna ketika pemilik mobil selesai berbelanja. Ketimbang harus berjalan sambil membawa belanjaan menuju mobil, tunggu saja di area lobi dan panggil mobilnya lewat aplikasinya.

Di samping itu, Elon juga bilang bahwa Summon memungkinkan pengguna untuk mengontrol mobil lewat ponsel, ibarat mobil R/C katanya. Syaratnya, mobil masih harus berada dalam jarak pandang orang yang memegang ponsel, demi keselamatan tentunya.

Syarat terakhir yang harus dipenuhi untuk bisa menikmati semua fitur ini adalah, mobil harus mengemas hardware Autopilot versi kedua, alias yang baru diproduksi minimal dua tahun lalu. Lebih tua dari itu, hardware-nya tidak cukup kapabel untuk fitur-fitur yang lebih advanced seperti ini.

Via: Reuters.

Chevrolet Garap Mobil Elektrik Khusus Drag Race

Balapan trek lurus alias drag race bukanlah skenario yang paling ideal untuk menjajal keunggulan sebuah mobil elektrik. Mobil elektrik diciptakan dengan fokus pada efisiensi energi, namun Chevrolet rupanya menolak mengamini anggapan tersebut.

Pabrikan mobil asal Amerika Serikat itu baru saja memperkenalkan Chevrolet eCOPO Camaro Concept, versi elektrik dari COPO Camaro yang legendaris. Sekadar informasi, COPO Camaro merupakan edisi spesial Camaro yang dirancang secara khusus untuk drag race, sekaligus merupakan mobil paling eksklusif yang ditawarkan General Motors, induk perusahaan Chevy.

Chevrolet eCOPO Camaro Concept

Berhubung masih konsep, Chevy enggan merincikan spesifikasi lengkapnya. Namun yang pasti, motor elektrik tunggal pada eCOPO diklaim sanggup menggelontorkan output daya di atas 700 hp dan torsi lebih dari 800 Nm. Prediksi Chevy, eCOPO mampu mencatatkan waktu di kisaran 9 detik untuk mencapai garis finish pada trek lurus sepanjang 400 meter.

Tenaga sebesar itu tentu mustahil dibarengi konsumsi energi yang efisien. Kalau konteksnya drag race, berapa kilometer yang bisa ditempuh dalam satu kali charge jelas bukan statistik yang relevan. Yang lebih penting adalah seberapa cepat baterai itu bisa terisi penuh.

Chevrolet eCOPO Camaro Concept

Chevrolet belum berani memastikan seberapa cepat, tapi yang pasti eCOPO dibekali baterai 800 volt. Sebagai referensi, Porsche sudah mengoperasikan stasiun fast charging 800 volt yang mampu mengisi sekitar 80% kapasitas baterai mobil elektriknya dalam waktu 15 – 20 menit saja.

Struktur baterai ini terbentuk dari empat modul 200 volt yang ditempatkan di posisi yang strategis: dua di bagian penumpang belakang, dua lagi di area bagasi. Satu tantangan yang menurut saya harus ditangani Chevy adalah masalah panas; panas yang berlebih pada baterai jelas akan berdampak buruk terhadap performa mobil.

Chevrolet belum bicara banyak soal rencana realisasi eCOPO Camaro Concept. Mereka saat ini masih sibuk mengembangkan dan mengujinya di trek lurus demi mencapai target yang dikoar-koarkannya.

Sumber: Chevrolet via Electrek.

BMW Vision iNext Demonstrasikan Teknologi Kabin yang Amat Canggih

Mobil konsep dulunya identik dengan pintu bergaya gullwing maupun elemen visual lain yang dapat menambah kesan keren secara instan. Zaman jelas sudah berubah. Sekarang, mobil konsep identik dengan interior minimalis ibarat sebuah lounge berjalan, maupun yang dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan.

Tema yang sama juga diangkat oleh BMW lewat konsep terbarunya, BMW Vision iNext. Melalui iNext, BMW sejatinya ingin mendemonstrasikan teknologi-teknologi yang bakal mendikte perkembangan mereka selama setidaknya sepuluh tahun ke depan.

BMW Vision iNext Concept

Motor elektrik sudah pasti menjadi atribut utama, demikian pula integrasi sistem kemudi otomatis. iNext masih mempunyai lingkar kemudi pada dashboard penuh layarnya, yang berarti Anda masih bisa memilih untuk menyetir sendiri. Namun saat mode otomatisnya aktif, setir akan bergerak mundur, mengindikasikan sistem telah mengambil alih.

Yang cukup janggal dari kabin ini adalah absennya tombol atau kenop kontrol fisik. Oke, memang sudah ada beberapa mobil produksi zaman sekarang yang mengandalkan interface sentuh sepenuhnya. Lalu apakah iNext juga demikian? Ya, tapi jauh lebih canggih dari yang kita bayangkan.

BMW Vision iNext Concept

Untuk mengatur volume audio misalnya, tidak perlu menyentuh slider di layar atau menerapkan gesture tangan tertentu. Cukup letakkan jari di permukaan jok di samping paha, lakukan gerakan seperti menggambar lingkaran, maka volume bakal membesar atau mengecil.

BMW menyebut teknologi ini dengan istilah “Shy Tech”. Maksudnya, teknologi ini akan hanya tersedia ketika kita membutuhkannya saja. Sebaliknya, teknologi bakal membaur dengan material-material dalam kabin ketika tidak diperlukan, sama sekali tidak mengganggu pengalaman berkendara semua penumpang.

BMW Vision iNext Concept

Sepintas kedengarannya memang seperti sihir, akan tetapi BMW memanfaatkan teknologi Jacquard hasil garapan Google untuk mewujudkannya. Teknologi itu pada dasarnya memungkinkan material kain untuk disulap menjadi panel kapasitif karena ditenun menggunakan benang induktif.

Contoh lain Shy Tech yang lebih ekstrem adalah proyektor sebagai sumber segala konten. Bukan cuma konten yang tampil di layar infotainment saja, tapi juga yang muncul di halaman buku; saat berada di dalam kabin iNext, Anda cuma perlu membawa satu buku kosong, lalu proyektor akan mendeteksi keberadaannya dan memproyeksikan bacaan ke atasnya.

BMW Vision iNext Concept

Apakah ini lebih efisien ketimbang membawa sebuah iPad? Entahlah, toh ini memang mobil konsep, jadi semua hal tidak harus terdengar rasional. Kendati demikian, harus diakui filosofi Shy Tech ini sangat menarik, terutama apabila BMW bisa menerapkannya guna mengatasi problem-problem yang nyata, bukan sebatas keren-kerenan seperti mengganti buku dengan hasil proyeksi itu tadi.

BMW Vision iNext Concept

Beralih ke luar, kelihatan sekali wajah SUV yang amat futuristis. Ciri khas BMW masih dipertahankan lewat grille depannya, meski kini wujudnya sudah agak berbeda, demikian pula fungsinya yang telah beralih menjadi tempat bernaungnya sensor-sensor sistem kemudi otomatis.

Rencananya, BMW akan menggarap versi produksi iNext pada tahun 2021. Setahun sebelum itu, SUV elektrik BMW iX3 yang lebih tradisional bakal lebih dulu direalisasikan.

Sumber: CNET dan BMW.

Mobil Elektrik Perdana Mercy, Mercedes-Benz EQC, Resmi Diperkenalkan

Pertama kali Mercedes-Benz mengungkapkan rencananya untuk memproduksi mobil elektrik adalah di tahun 2016 lewat sebuah mobil konsep bernama Generation EQ. Dua tahun berselang, mimpi tersebut akhirnya menjadi kenyataan. Inilah Mercedes-Benz EQC, mobil elektrik murni perdana dari sang pionir industri otomotif.

Dari luar, penampilannya tidak mencerminkan sebuah mobil elektrik. Anda bisa melihat grille berukuran besar di hidungnya, dan ini jelas palsu alias untuk hiasan semata mengingat mekanisme pendingin mobil elektrik sangat berbeda dari mobil bermesin bensin. Pun demikian, setidaknya tampangnya jadi tidak kelewat futuristis.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Mercy tidak membual saat berkata bahwa desain mobil elektrik versi produksinya tidak akan jauh-jauh dari mobil konsep yang diperkenalkan dua tahun lalu. Secara keseluruhan, EQC sangat mirip dengan Generation EQ, hanya saja kesan futuristisnya sedikit ditekan sehingga wujudnya lebih menyerupai SUV/crossover tradisional Mercy.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Urusan performa, EQC mengandalkan sepasang motor elektrik yang masing-masing diposisikan di tengah-tengah roda depan dan belakang. Tenaga yang dihasilkan mencapai angka 300 kW (402 hp), dan torsi maksimumnya mencapai 765 Nm yang disalurkan ke keempat rodanya (all-wheel-drive). Top speed-nya dibatasi di angka 180 km/jam, sedangkan akselerasi 0 – 100 km/jam berhasil diselesaikan dalam 5,1 detik saja.

Motor elektrik ini menerima suplai energi dari baterai lithium-ion berkapasitas total 80 kWh. Layaknya mobil-mobil buatan Tesla, baterainya ditempatkan di bagian dasar mobil demi menekan center of gravity, dan pada akhirnya meminimalkan efek limbung. Dalam satu kali pengisian, EQC dapat menempuh jarak sekitar 450 kilometer.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Terkait charging, kita tahu bahwa Daimler (induk perusahaan Mercy) telah membentuk aliansi bersama nama-nama besar industri otomotif lainnya untuk mengembangkan jaringan charger mobil elektrik bernama Ionity. Namun yang cukup unik, Mercy telah menyematkan charger terintegrasi di dalam EQC yang dilengkapi sistem water cooling. Fungsinya adalah supaya konsumen dapat mengisi ulang baterai EQC di kediamannya dengan lebih cepat, tepatnya dengan kapasitas 7,4 kW.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Masuk ke dalam kabinnya, Anda akan disambut oleh interior yang cukup mewah dan lagi-lagi tidak terlampau futuristis seperti yang ada pada versi konsepnya. Panel instrumen dan sistem infotainment-nya mengandalkan satu layar memanjang dari balik setir ke tengah dashboard, sama seperti sejumlah model Mercy terbaru, dan EQC masih menggunakan sistem MBUX meski ada sejumlah perubahan yang disesuaikan untuk ekosistem mobil elektrik.

Rencananya, mobil bernama lengkap Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC ini baru akan diproduksi secara massal mulai tahun 2019. Sayang Mercy masih bungkam soal harga maupun jadwal pemasarannya.

Sumber: Electrek dan Daimler.