Kia Pamerkan AI yang Dapat Mengadaptasikan Suasana Kabin Mobil Berdasarkan Mood Penumpang

Sebagai salah satu gelaran teknologi terakbar, wajar apabila CES sering dimanfaatkan pabrikan otomotif untuk memamerkan teknologi-teknologi yang mereka siapkan untuk masa yang akan datang. Lihat saja Kia, yang di CES memperkenalkan teknologi Real-time Emotion Adaptive Driving (R.E.A.D.) sebagai bagian dari visi “Beyond Autonomous Driving” mereka.

R.E.A.D. pada dasarnya merupakan sistem berbasis AI yang mampu mengadaptasikan suasana kabin mobil berdasarkan mood penumpang. Asumsinya, di masa yang akan datang sudah tidak ada lagi istilah “pengemudi”, sehingga penumpang harus diperlakukan secara istimewa selama dalam perjalanan.

Beragam sensor dimanfaatkan sistem ini untuk memonitor suasana hati penumpang berdasarkan faktor-faktor seperti ekspresi wajah, laju jantung maupun aktivitas elektrodermal. Setelahnya, pengadaptasian suasana kabin bakal dilakukan dengan memperhatikan kelima indera manusia.

Real-time Emotion Adaptive Driving

Fungsionalitas R.E.A.D. turut ditunjang oleh kursi mobil yang dapat bergetar mengikuti frekuensi musik yang tengah mengalun. Tentu saja kursi ini juga bisa menjadi mesin pijat ketika dibutuhkan, sekaligus menjadi bentuk peringatan ekstra demi menjamin keselamatan penumpang.

Di samping R.E.A.D., Kia juga memperkenalkan V-Touch, sistem kontrol berbasis gesture yang memanfaatkan kamera 3D untuk memonitor pergerakan mata maupun jari-jemari penumpang. Berkat V-Touch, penumpang dapat mengakses beragam fitur dan pengaturan mobil tanpa bantuan tombol maupun layar sentuh sama sekali.

Seperti yang saya bilang di awal, semua ini merupakan bagian dari visi “Beyond Autonomous Driving” yang digagaskan Kia, yang berarti implementasinya masih sangat jauh. Terlepas dari itu, teknologi-teknologi semacam ini merupakan indikasi bahwa ke depannya mobil bakal beralih fungsi menjadi lounge berjalan ketimbang sebatas moda transportasi.

Sumber: Kia dan Engadget.

Bose Kembangkan Teknologi Noise Cancelling untuk Mobil

Sesuai namanya, teknologi noise cancelling diciptakan untuk mengeliminasi suara yang mengganggu dari sekitar. Itulah mengapa headphone noise cancelling sangat ideal buat konsumen yang sering bepergian menggunakan pesawat terbang, sebab kita semua tahu betapa riuhnya suara mesin yang masuk ke dalam kabin.

Sebagai salah satu pionir teknologi noise cancelling, Bose melihat masih ada celah untuk mengesksplorasi teknologi ini lebih lanjut. Hasil pemikiran mereka melahirkan QuietComfort Road Noise Control (RNC), yang pada dasarnya merupakan sistem noise cancelling untuk mobil.

Mungkin tidak banyak dari kita yang tahu, akan tetapi sejak tahun 2010, Bose telah dipercaya oleh sejumlah pabrikan mobil untuk menerapkan teknologi Engine Harmonic Cancellation (EHC) demi meminimalkan suara mesin yang masuk ke kabin. Sekarang, mereka merasa tertantang untuk mengembangkan teknologi baru guna mengeliminasi suara dari jalanan yang lebih dominan.

QuietComfort RNC memanfaatkan perpaduan accelerometer, software pengolah sinyal, mikrofon, dan sistem audio milik mobil untuk bisa bekerja sepenuhnya. Setiap komponen ini punya peran sendiri, accelerometer misalnya, berfungsi supaya algoritma yang diterapkan dapat terus memonitor getaran yang menciptakan suara, sebelum akhirnya informasi tersebut dipakai untuk mengalkulasikan sinyal acoustic cancellation dan dikirim melalui speaker mobil.

Singkat cerita, Bose melihat QuietComfort RNC sebagai solusi alternatif yang lebih ideal ketimbang memasang peredam pada sejumlah bagian mobil maupun mengganti ban dengan risiko menurunkan performa. Rencananya, teknologi bakal tersedia pada mobil-mobil yang diproduksi pada akhir tahun 2021 mendatang.

Sumber: Business Wire.

Head Unit Terbaru Pioneer Sulap Smartphone Jadi Layar Dashboard

Dewasa ini, mendudukkan smartphone di dashboard mobil sudah merupakan hal yang lumrah bagi sebagian besar orang. Jenis dudukannya pun beragam, namun yang paling populer menurut saya adalah model penjepit. Untuk tipe ini, rasanya sulit mencari dudukan yang lebih menarik ketimbang persembahan terbaru Pioneer berikut ini.

Alasannya sederhana saja, perangkat bernama Pioneer SPH-10BT ini sebenarnya merupakan sebuah head unit single-DIN, akan tetapi di atasnya ada penjepit untuk mendudukkan smartphone. Posisi ponselnya bisa vertikal atau horizontal, dan ini jauh lebih fleksibel ketimbang head unit single-DIN yang biasanya mengadopsi desain layar lipat.

Menggunakan aplikasi Pioneer Smart Sync, ponsel yang terpasang dapat menjadi extension dari head unit tersebut. Aplikasi ini memiliki tampilan yang dioptimalkan untuk skenario mengemudi, lengkap dengan akses ke fitur multimedia, navigasi dan lain sebagainya.

Pioneer SPH-10BT

Lebih praktis lagi, pengemudi dapat mengoperasikannya via tombol-tombol fisik yang terpampang di head unit; mulai dari mengaktifkan perintah suara, mengakses aplikasi navigasi, sampai menginstruksikan aplikasi untuk membaca pesan teks yang masuk.

Label “BT” pada nama produk ini merupakan indikasi bahwa smartphone bisa tersambung ke head unit secara wireless via Bluetooth. Juga menarik adalah apabila pengguna turut memiliki sensor parkir Pioneer ND-PS1, sebab smartphone yang terpasang jadi bisa menampilkan peringatan visual di samping audio.

Tentunya perangkat ini tidak bisa menjadi ideal untuk semua mobil, terutama yang slot DIN-nya diposisikan agak ke bawah. Rencananya, Pioneer bakal memasarkannya mulai bulan Februari mendatang di Amerika Serikat dengan harga $150.

Sumber: SlashGear.

Jaguar Land Rover Pamerkan Prototipe Mobil yang Pintunya Bisa Membuka dan Menutup Sendiri

Fitur keyless entry merupakan salah satu fitur yang sepele namun sangat penting bagi para pemilik mobil. Cukup dengan mengantongi remote kunci mobil saja, kunci pintunya akan otomatis terbuka ketika pemiliknya mendekat. Sebaliknya, ketika pemiliknya menjauh, pintu mobil pun akan otomatis terkunci.

Buat Jaguar Land Rover (JLR), rupanya fitur ini masih bisa dieksplorasi lebih lanjut. Jadi ketimbang hanya membuka kuncinya saja, kenapa tidak sekalian membuka pintunya? Bukan, ini bukan dimaksudkan untuk orang yang kelewat malas, melainkan kaum difabel maupun mereka yang kerap membawa barang berukuran besar dan berat, atau yang tengah menggendong anak.

Setelah masuk di dalam mobil, pintunya bisa ditutup dengan menekan tombol yang terletak di atas, tidak perlu meraih handle pintu dan menariknya secara manual. Status setiap pintu bisa dipantau langsung melalui sistem infotainment dalam kabin.

Jaguar Land Rover automatic door

Saat keluar dan hendak meninggalkan mobil, pintunya juga bisa tertutup dan terkunci secara otomatis selagi pemilik bergerak menjauh. Hasil akhirnya kira-kira seperti memiliki petugas valet pribadi, dan ini dimungkinkan berkat perkawinan antara fitur keyless entry yang sudah ada sekarang dengan motion sensor.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, JLR turut melengkapi sistemnya dengan radar guna mendeteksi keberadaan objek di dekat pintu mobil, sehingga pintunya tidak asal membuka dan menghantam objek begitu saja.

JLR mengaku menghabiskan waktu sekitar enam bulan untuk mengembangkan prototipe sistemnya, sebelum mengujinya di sebuah unit Range Rover Sport bersama seorang veteran perang asal Inggris yang dua kaki dan satu tangannya telah diamputasi.

Implementasinya pada mobil versi produksi masih belum direncanakan, akan tetapi JLR berharap teknologi semacam ini bisa menjadi relevan untuk semua mobil buatan mereka ke depannya di samping sebatas membantu kaum difabel.

Sumber: Jaguar Land Rover via SlashGear.

Audi Bakal Gunakan Chipset Samsung Exynos Auto V9 untuk Sistem Infotainment Mobilnya

Sekitar bulan Oktober lalu, Samsung mengumumkan seri chipset baru bernama Exynos Auto yang dikhususkan untuk beragam keperluan di bidang otomotif. Belum lama berselang, mereka sudah berhasil menggaet klien yang cukup mentereng, yakni Audi.

Yang Audi pilih adalah seri Exynos Auto V, yang secara spesifik dirancang untuk menjadi otak dari sistem infotainment dalam mobil. Berbekal 8-core prosesor Cortex-A76 dan 3-core GPU Mali G76, Exynos Auto V9 mampu menyanggupi daya komputasi yang dibutuhkan sistem multi-display (panel instrumen, dashboard dan kabin belakang).

Spesifikasi seperti ini sangat cocok dengan kebutuhan Audi, seperti yang bisa kita lihat dari kabin canggih milik mobil elektrik perdananya, serta status Audi sebagai salah satu pelopor panel instrumen full-digital. Lebih lanjut, Exynos Auto V9 turut mengemas digital signal processor (DSP) HiFi 4 guna menunjang kinerja sistem audio besutan Bang & Olufsen yang terpasang pada mobil-mobil Audi.

Samsung Exynos Auto V9

Di samping itu, Exynos Auto V9 rupanya juga mengusung neural processing unit (NPU) terpisah, memungkinkan Audi untuk menerapkan fitur-fitur seperti face, speech maupun gesture recognition. Perihal keselamatan, Samsung memastikan chipset-nya sudah memenuhi standar Automotive Safety Integrity Level-B.

Lalu mobil Audi apa saja yang bakal dilengkapi chipset ini? Belum tahu, sebab Audi baru akan menggunakannya pada mobil yang dipasarkan di tahun 2021 nanti. Bisa jadi Audi e-tron GT adalah salah satunya.

Sumber: Samsung.

Hyundai Integrasikan Sensor Sidik Jari pada Tombol Start dan Handle Pintu Mobil

Tidak terasa sudah lima tahun berselang sejak Apple memperkenalkan iPhone 5S. Suka atau tidak, ponsel kecil itulah yang memperkenalkan publik kepada superioritas sensor sidik jari dibanding kata sandi, dan sekarang mayoritas konsumen sudah melihatnya sebagai fitur standar yang wajib hadir di semua smartphone.

Di luar smartphone, kita tahu bahwa teknologi pemindai sidik jari punya banyak tempat untuk dijadikan ruang implementasinya, tidak terkecuali di bidang otomotif. Adalah Hyundai yang sedang bersiap mengintegrasikan teknologi ini pada salah satu mobil andalannya, Santa Fe.

Kalau di iPhone 5S sensor sidik jarinya merangkap sebagai tombol Home, di Hyundai Santa Fe sensornya merangkap peran sebagai tombol start untuk menyalakan mesin. Namun ternyata bukan hanya di situ saja, Hyundai juga menempatkan sensor sidik jari pada handle pintu Santa Fe.

Tentu saja ini bukan tugas yang mudah. Sensor yang berada pada gagang pintu haruslah tahan terhadap perubahan cuaca, dan inilah yang selama ini selalu menjadi pertimbangan pabrikan lain yang mempunyai ide serupa.

Hyundai Santa Fe

Seperti di smartphone, sensor sidik jari di Santa Fe adalah yang termasuk tipe kapasitif. Sensornya dapat mengenali beberapa sidik jari sekaligus, sehingga keberadaannya tak akan jadi masalah buat pasangan suami-istri yang menggunakan mobil secara bergantian.

Lebih lanjut, sistem yang dirancang Hyundai justru akan menyesuaikan beragam pengaturan berdasarkan sidik jari yang dibaca oleh sensor. Pengaturannya meliputi posisi duduk dan angle spion, akan tetapi ke depannya Hyundai juga bakal menambahkan climate control serta posisi setir sebagai opsi yang diingat oleh sistem.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Hyundai Santa Fe dengan teknologi pemindai sidik jari ini akan diluncurkan buat pasar Tiongkok pada kuartal pertama tahun depan. Belum ada informasi apakah Hyundai juga bakal membawanya ke kawasan lain.

Sumber: ZDNet.

Xiaopeng Xpeng G3 Adalah Titisan Tesla Model X Asal Tiongkok Berharga Terjangkau

Di mata banyak orang, Elon Musk sering dicap sebagai sosok yang kurang menyenangkan. Kendati demikian, industri teknologi banyak berhutang kepadanya, khususnya di bidang otomotif. Salah satunya adalah ketika Tesla memutuskan untuk membuka akses atas hak paten yang dimilikinya di tahun 2014.

Sejatinya sulit menunjuk pabrikan mana saja yang memanfaatkan paten yang dipegang Tesla dalam mengembangkan mobil elektriknya. Namun beberapa justru tidak sungkan mengungkap ke publik bahwa Tesla merupakan inspirasi terbesarnya. Salah satunya adalah Xiaopeng Motors, startup asal Tiongkok yang didirikan tidak lama setelah Tesla memublikasikan hak patennya itu tadi.

Xiaopeng Xpeng G3

Empat tahun berselang, Xiaopeng akhirnya secara resmi menyingkap mobil elektrik perdananya, Xpeng G3. Dari luar, wujudnya masih tidak terlalu mirip dengan Tesla Model X meski sama-sama berjenis SUV. Namun ketika masuk ke dalamnya, kemiripannya langsung terlihat.

Mulai dari dashboard yang minimalis, layar besar berorientasi vertikal di tengah, sampai tampilan pada panel instrumen digitalnya, semuanya nyaris identik seperti buatan Tesla. Bahkan kaca depan panoramik milik Xpeng G3 juga merupakan salah satu fitur yang diunggulkan Model X.

Xiaopeng Xpeng G3

Namun kemiripannya terhenti sampai di interior. Meskipun Xiaopeng menggunakan teknologi baterai yang nyaris sama seperti Tesla, efisiensi Xpeng G3 kalah jauh dari Model X: dua varian yang ditawarkannya diestimasikan mampu menempuh jarak 351 km dan 365 km dalam satu kali charge.

Performanya juga jauh dari kata mengesankan: akselerasi 0 – 50 km/jam (bukan 100 km/jam) ditempuh dalam waktu 3,8 detik. Output daya maksimumnya mencapai angka 145 kW, sedangkan torsinya di kisaran 300 Nm.

Xiaopeng Xpeng G3

Yang agak mengejutkan, Xiaopeng rupanya tidak lupa menyematkan sederet sensor guna mewujudkan fitur-fitur kemudi otomatis pada Xpeng G3. Bukan cuma itu, sosok yang ditunjuk menjadi pimpinan divisi autonomous-nya adalah Junli Gu, mantan petinggi tim machine learning Tesla yang ikut andil dalam mengembangkan sistem Autopilot-nya.

Semua ini bisa didapat oleh konsumen Tiongkok dengan harga yang sangat terjangkau: mulai 227.800 yuan, atau sekitar Rp 480 juta, sebelum subsidi pemerintah. Ya, di Tiongkok memang ada kebijakan subsidi bagi mereka yang membeli mobil elektrik, dan setelah subsidi, harga Xpeng G3 hanya berkisar 136.000 yuan, atau ± Rp 287 juta saja.

Xiaopeng Xpeng G3

Sumber: Electrek.

Waymo Umumkan Layanan Taksi Online Tanpa Sopir, Waymo One

Sudah bukan rahasia apabila banyak sopir taksi dan ojek di tanah air yang merasa terancam dengan adanya layanan seperti GO-JEK atau Grab. Namun seandainya mereka memutuskan untuk ikut menjadi mitra pengemudi kedua perusahaan tersebut, apakah profesi mereka otomatis jadi terbebas dari ancaman?

Untuk sekarang mungkin jawabannya iya, tapi kita tidak boleh lupa bahwa di luar sana ada banyak pihak yang mati-matian mewujudkan armada taksi tanpa sopir. Salah satunya Waymo, anak perusahaan Alphabet yang sejak April tahun lalu sudah mengerahkan ratusan mobil tanpa sopir di jalanan kota Phoenix, Arizona.

Tidak lama lagi, program tersebut akan ‘lulus’ dan berevolusi menjadi layanan taksi online bernama Waymo One. Layanan ini sebenarnya masih bersifat uji coba, sebab masih ada satu karyawan Waymo yang mengawasi di balik setir setiap mobil. Yang bakal menjadi konsumen pun juga orang-orang yang sebelumnya sempat berpartisipasi dalam program Waymo.

Waymo One

Yang berbeda, mereka sekarang bebas membagikan kesan-kesannya menggunakan layanan ini kepada publik. Mereka juga dipersilakan mengajak rekan atau anggota keluarganya yang sebelumnya tidak termasuk sebagai partisipan program Waymo. Lalu kalau sebelumnya mereka cuma diminta umpan balik, sekarang mereka diharuskan membayar tarif yang tertera pada aplikasi.

Aplikasi? Ya, cara memesannya tidak berbeda dari layanan taksi online yang kita kenal selama ini. Yang menarik, selagi dalam perjalanan, konsumen bisa melihat visualisasi pergerakan mobil beserta kondisi di sekitarnya pada aplikasi maupun layar tablet yang terpasang di kabin mobil.

Waymo One

Seperti yang saya bilang, untuk sekarang kesannya terlalu prematur menganggap layanan seperti Waymo One ini sebagai ancaman terhadap layanan taksi online konvensional. Regulasi setempat akan selalu menjadi penghalang terbesar, dan ini bukan tantangan yang mudah dilalui meskipun teknologi kemudi otomatis sudah bisa dibilang benar-benar matang.

Terlepas dari itu, Waymo One sejatinya bisa menjadi indikasi bahwa di masa yang akan datang, angkutan umum bakal sepenuhnya mengandalkan tenaga kerja robot (AI). Sekarang saja saya sudah berani menyebut Uber dan Grab sebagai layanan taksi online “konvensional” dengan hadirnya Waymo One.

Sumber: 1, 2, 3.

Pickup Elektrik Rivian R1T Usung Spesifikasi Mengesankan Tanpa Melupakan Utilitas

Yang namanya mesin bertenaga listrik semestinya bisa disematkan pada jenis kendaraan apapun. Tidak percaya? Lihat saja Tesla Semi, truk elektrik yang diklaim lebih aerodinamis ketimbang mobil sport. Namun truk jelas bukan untuk konsumsi umum terlepas dari utilitasnya. Yang lebih cocok adalah mobil pickup.

Untuk segmen ini, kita harus beralih dari Tesla ke perusahaan lain bernama Rivian Automotive. Selama nyaris satu dekade, perusahaan yang didirikan oleh seorang lulusan MIT ini bekerja tanpa terekspos publik, sampai akhirnya mereka membeli bekas pabrik Mitsubishi tahun lalu.

Rivian R1T

Jutaan dolar telah mereka investasikan guna menyulap pabrik tersebut menjadi fasilitas produksi yang mumpuni ke depannya, dan sekarang mereka sudah siap memperkenalkan mobil pertama yang akan mereka garap: Rivian R1T, sebuah pickup berporos gagah yang murni mengandalkan energi listrik.

Sebagai sebuah pickup, R1T siap mengangkut lima orang dengan mudah, memboyong kargo hingga seberat 800 kg, atau menarik trailer dengan bobot sampai 5 ton. Klaim tersebut turut dibarengi dengan spesifikasi yang sangat mumpuni, terutama untuk sebuah pickup bermesin listrik.

Rivian R1T

Rivian menyematkan satu motor elektrik pada tiap roda R1T, masing-masing dengan output daya 147 kW. Semburan tenaga totalnya berkisar antara 300 – 562 kW (tergantung input ke gearbox), dan torsi maksimumnya mencapai angka 1.120 Nm. Semua itu cukup untuk membawanya melaju dengan kecepatan maksimum 200 km/jam, serta berakselerasi 0 – 100 km/jam dalam 3 detik saja.

Baterainya ditempatkan pada posisi yang sama seperti buatan Tesla maupun mayoritas mobil elektrik lain, yakni di bagian dasar mobil. Namun berhubung pickup ini panjangnya mencapai nyaris 5,5 meter, kapasitas baterai yang dapat diusungnya pun sangat besar.

Rivian R1T

Ada tiga varian yang bakal Rivian tawarkan: 105 kWh, 135 kWh, dan 180 kWh, masing-masing dengan estimasi jarak tempuh hingga 370+ km, 480+ km, dan 640+ km. Baterai ini mendukung fast charging berdaya 160 kW, sedangkan charger bawaannya sendiri punya daya 11 kW.

Selain spesifikasi yang mengesankan, R1T juga kaya fitur. Perpaduan radar, lidar, sensor ultrasonik dan GPS memungkinkan sistem kemudi otomatis Level 3 di jalan tol. Level 3 berarti pengemudi dipersilakan melepas tangannya dari setir dan tidak menatap ke jalanan selagi mobil berjalan dengan sendirinya.

Rivian R1T

Aspek utilitas pun tidak Rivian lupakan. Tepat di antara pintu belakang dan roda belakang R1T, ada sebuah kolong tersembunyi yang memanjang dari sisi kiri ke kanan mobil, cukup untuk menyimpan beragam barang seperti stroller, tas golf dan lain sebagainya, dengan volume total 350 liter.

Kolong ini juga dapat difungsikan sebagai pijakan ketika menaikkan barang ke bak R1T, atau saat pengguna hendak menali sepatunya. Baknya sendiri cukup panjang di angka 1,4 meter, dan di bawahnya masih ada kolong ekstra untuk menyimpan ban cadangan. Di bawah kap mesinnya, berhubung ini mobil elektrik, masih ada bagasi dengan kapasitas 330 liter.

Rivian R1T

Realisasi mobil ini masih cukup lama. Rivian berencana memasarkannya pada akhir 2020, dan yang akan hadir pertama kali adalah varian termahalnya dengan kapasitas baterai 180 kWh dan 135 kWh. Banderolnya sendiri dipatok $69.000 untuk varian termurahnya (105 kWh).

Sumber: Electrek.

Bermacam Fungsi pada Mobil Besutan VW Sekarang Bisa Dikontrol dengan Siri

Siapa yang menyangka voice assistant bakal memegang peran sepenting ini dalam kehidupan manusia? Awalnya hanya dipandang sebagai gimmick di smartphone, voice assistant sekarang juga sudah menjadi salah satu komponen esensial buat sistem infotainment mobil. Tidak percaya? Lihat saja apa yang baru-baru ini diumumkan VW.

Mereka mengumumkan integrasi yang cukup mendalam antara aplikasi smartphone-nya, VW Car-Net, dengan Siri di perangkat iOS. Menggunakan perangkat dengan iOS 12, pemilik mobil VW yang kompatibel bisa meminta bantuan Siri untuk mengunci atau membuka mobilnya.

Itu baru satu fungsi. Sisanya masih ada fungsi untuk mengecek estimasi jarak tempuh dengan bahan bakar yang tersisa, serta fungsi untuk membunyikan klakson atau mengedipkan lampu depan. Berhubung ini Siri yang kita bicarakan, fungsi-fungsi tersebut bisa diaktifkan dengan frasa seperti “Hey Siri, lock my car” dan sejenisnya.

Pada kenyataannya, VW sengaja membuat agar aplikasinya ini kompatibel dengan Siri Shortcuts, sehingga pengguna bebas menciptakan frasa-frasa perintahnya sendiri, semisal untuk menyesuaikan suhu dalam kabin, mengaktifkan komponen defroster, atau malah menanyakan lokasi mobilnya di sebelah mana.

Ya, Siri Shortcuts bukan sekadar untuk mengontrol perangkat smart home atau memudahkan workflow aplikasi mobile. VW Car-Net merupakan bukti bahwa fitur tersebut juga berlaku untuk memanjakan pengemudi dan penumpang mobil.

VW memang bukan yang pertama menerapkan voice assistant dalam mobil, tapi pendekatan yang mereka ambil cukup menarik. Mereka mungkin tengah menyiapkan voice assistant-nya sendiri, tapi setidaknya untuk sekarang konsumen sudah bisa menikmati kemudahannya dengan bantuan Siri.

Sumber: VentureBeat dan Volkswagen.