Versi Console Remake Call of Duty: Modern Warfare Dukung Penuh Keyboard dan Mouse

Gamepad merupakan periferal fleksibel yang memperkenankan kita menikmati hampir seluruh jenis permainan. Itulah alasan mengapa produsen console terus menyempurnakan desain controller mereka, karena perangkat ini adalah cara utama konsumen berinteraksi dengan konten sekaligus bagian dari identitas brand: Sony punya DualShock, Microsoft bangga pada controller Xbox-nya, dan Joy-Con jadi andalan Nintendo.

Namun seberapun revolusionernya rancangan controller, keyboard dan mouse masih dianggap sebagai sistem input terbaik untuk menikmati beberapa permainan yang membutuhkan keakuratan tinggi dan kecepatan, seperti shooter serta strategi. Tampaknya kondisi ini mendorong tim Infinity Ward untuk tidak tanggung-tanggung dalam memberikan dukungan penuh dua periferal kontrol khas PC itu di versi console  remake Call of Duty: Modern Warfare.

Lewat blog PlayStation, Infinity Ward menyampaikan bagaimana game shooter anyar itu bisa dimainkan dengan menggunakan keyboard dan mouse baik edisi PlayStation 4 maupun Xbox One-nya. Langkah ini merupakan salah satu wujud komitmen developer demi menunjang fitur cross-platform play. Kehadiran cross-play memungkinkan gamer di console untuk menikmati Call of Duty: Modern Warfare bersama rekan-rekannya di PC.

Beberapa produsen console memang sempat ragu merangkul fitur cross-platform play dan Sony merupakan brand yang paling lambat mengadopsinya (dibanding Microsoft dan Nintendo). Dilihat dari perspektif konsumen, cross-play memang membuat sesi multiplayer jadi lebih sulit diprediksi dan ada sejumlah penyesuaian yang harus developer terapkan di game demi menjaga pertandingan tetap seimbang.

Di Call of Duty: Modern Warfare, prosedur matchmaking sengaja disesuaikan dengan periferal input milik Anda. Jadi jika Anda menyambungkan keyboard dan mouse di PlayStation 4, maka Anda hanya akan bermain atau bertanding bersama gamer yang menggunakan skema kontrol serupa. Itu artinya, Anda yang cuma punya DualShock 4 atau controller Xbox tidak perlu cemas akan bertemu lawan ‘bersenjata’ keyboard-mouse.

Selain sistem input dan cross-platform play, ada banyak informasi menarik lain terkait remake Modern Warfare yang Activision/Infinity Ward ungkap. Misalnya, developer berjanji untuk menyingkirkan Season Pass dan menyajikan segala macam konten pasca-rilis secara cuma-cuma. Kemudian karakter Operator yang Anda pilih hanya bersifat kosmetik dan tidak memengaruhi gameplay. Dan selanjutnya, progres di semua mode (single-player, co-op dan multiplayer kompetitif) digabung jadi satu – sehingga Anda dapat meng-unlock senjata dan item di single-player, kemudian menggunakannya di multiplayer.

Call of Duty: Modern Warfare remake akan tiba di Windows via Battle.net, PlayStation 4 dan Xbox One pada tanggal 25 Oktober 2019. Sebelum momen itu tiba, Activision berencana untuk melangsungkan uji coba beta terbuka di tanggal 14 September.

Gaming Mouse Razer Viper Unggulkan Optical Switch yang Inovatif

Mencari sebuah gaming mouse yang sempurna itu sulit, sebab semuanya kembali bergantung pada preferensi masing-masing konsumen. Sebagian mungkin lebih sreg dengan mouse yang dilengkapi sistem manajemen berat, sedangkan sebagian lainnya justru mendambakan mouse dengan bobot seringan mungkin demi mengakomodasi gaya bermainnya.

Razer baru saja menyingkap suguhan anyar untuk tipe konsumen yang kedua ini. Dijuluki Razer Viper, bobot mouse ini hanya berkisar di angka 69 gram, jauh di bawah mouse gaming lain pada umumnya, sehingga pengguna Viper semestinya bisa lebih cepat bereaksi ketimbang pemain lain.

Razer Viper

Bobot yang ringan tentu bukan satu-satunya fitur unggulan mouse berwujud ambidextrous ini. Viper juga menjadi mouse pertama yang mengemas Razer Optical Switch, yang diklaim menawarkan aktuasi hingga tiga kali lebih cepat ketimbang switch mekanis biasa.

Razer menjelaskan bahwa pada mouse tradisional, sinyal input akan dikirim ke komputer setelah switch mekanisnya bersentuhan dengan sebuah pelat logam. Kontak fisik ini seringkali berujung pada beberapa klik ekstra yang tak disadari, namun driver yang tertanam pada mouse cukup pintar untuk mengaktifkan efek debounce delay sehingga komputer membaca hanya ada satu klik yang terjadi.

Masalahnya, debounce delay ini juga kerap menjadi penyebab menurunnya responsivitas. Inilah problem yang hendak dipecahkan oleh Razer Optical Switch. Jadi ketimbang mengandalkan kontak fisik, Razer Optical Switch sepenuhnya mengandalkan sinar infra-merah yang melewati semacam lorong (yang proses buka-tutupnya diatur oleh setiap klik pada tombol) dan langsung mengirimkan sinyal input ke komputer.

Dari kacamata sederhana, Optical Switch yang terdapat pada Viper ini dapat merespon terhadap tekanan jari pengguna secara lebih instan, dengan waktu respon yang diklaim hanya 0,2 milidetik. Durabilitasnya pun tetap terjamin, dengan klaim ketahanan hingga 70 juta kali klik.

Razer Viper

Performa Viper turut didukung pula oleh penggunaan sensor optik 5G, dengan sensitivitas maksimum hingga 16.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS. Juga menarik adalah kabel braided khusus yang Razer juluki dengan nama Speedflex, yang lebih fleksibel ketimbang kabel braided biasa sehingga tidak mengganggu pergerakan pengguna, terutama saat memakai tingkat DPI kecil.

Razer Viper saat ini sudah dipasarkan seharga $80. Kembali lagi ke pernyataan di awal, Viper pun tidak akan bisa mengakomodasi semua gaya bermain konsumen, dan kalau menurut saya lebih cocok bagi para penggemar game FPS kompetitif macam CS:GO, yang seringkali melibatkan perpaduan DPI kecil dan pergerakan mouse yang lebar sekaligus tiba-tiba.

Sumber: Razer.

[Review] Mouse Gaming Corsair M55 RGB Pro, Ketika Akurasi dan Kesederhaan Jadi Andalan

Gaming jadi semakin nyaman berkat tersedia begitu banyaknya aksesori pendukung: gamepad, keyboard, mouse, bahkan kursi khusus. Sayangnya, opsi periferal di PC jadi jauh lebih sedikit jika Anda terlahir kidal. Itu artinya, mau tak mau pengguna kidal harus beradaptasi dengan perangkat yang didesain untuk pengguna ‘normal’ atau menerima pilihan yang ada dengan lapang dada.

Pengguna setia Corsair mungkin juga memahami, faktor kenyamanan lah yang membuat perusahaan hardware PC asal Amerika itu menyediakan mouse berdesain ergonomis. Rancangan ini diterapkan baik untuk model entry-level, premium, hingga varian-varian terbaru. Namun ada kabar gembira jika Anda membutuhkan mouse berdesain ‘netral’. Corsair Components sudah menyiapkan satu lagi opsi esensial bernama M55 RGB Pro.

Corsair mendeskripsikan M55 RGB Pro sebagai mouse gamingmultigripambidextrous. Singkatnya, produk ini didesain agar fleksibel untuk digunakan oleh berbagai jenis gamer dan siap mendukung tipe genggaman berbeda: palm, claw ataupun fingertip. Penawaran ini terdengar menarik, tapi betulkah Corsair sudah menemukan satu desain ideal yang mampu menjawab seluruh kebutuhan user? Simak pembahasan lengkapnya setelah saya menguji M55 RGB Pro selama hampir dua minggu.

 

Presentasi produk dan desain

M55 RGB Pro disajikan secara sederhana. Mouse tersambung ke PC via kabel USB sepanjang 1,8-meter, dan bisa segera dideteksi oleh Windows 10 begitu Anda mencolokkannya. Meski demikian, M55 RGB Pro baru beroperasi maksimal jika Anda menginstal iCUE. Via software ini, Anda dapat mengakses seluruh fungsi mouse, termasuk mengutak-utik LED RGB-nya.

M55 4

Bahkan untuk ukuran tangan saya yang kecil, M55 RGB Pro tidak terlalu besar. Mouse memiliki dimensi 124,4×57,25×40 milimeter. Tubuhnya terbuat dari plastik dengan tekstur doff yang membantu meningkatkan daya cengkeram di jari. Selanjutnya, Corsair membubuhkan lapisan karet berpola segitiga pada sisi kiri dan kanan, demi memaksimal kendali dan sangat berguna ketika situasi menuntut kita membuat manuver-manuver presisi.

 

M55 12

Untuk memberikan gambaran mengenai fleksibilitas desain M55 RGB Pro, perlu Anda tahu bahwa saya mempunyai jari yang kecil dan terbiasa menggenggam mouse dengan postur ‘mencakar’. Kebiasaan ini membuat daya jangkau jari jadi lebih pendek lagi. Tapi berita baiknya, saya tidak pernah kesulitan menekan segala tombol yang ada di sana, termasuk dua thumb button di samping.

M55 9

Desainer Corsair turut mencantumkan lapisan karet berpola heksagonal pada scroll wheel, lalu menempatkan switch DPI di tengah, di area yang mudah dijangkau tetapi sangat kecil peluang untuk tak sengaja menekannya. Dua pasang thumb button di kiri dan kanan pada dasarnya dibaca sebagai tombol berbeda, dan Anda dipersilakan menentukan fungsinya secara manual di dalam permainan.

Mouse gaming Corsair M55 RGB Pro.

 

Pendekatan seperti ini beberapa beberapa kali sempat saya temukan di produk kompetitor (meskipun tidak sering), contohnya mouse MSI Clutch GM40 yang sama-sama menawarkan desain ambidextrous. Namun dilihat dari sisi fitur, Clutch GM40 sedikit lebih canggih karena ia mempunyai switch untuk menukar fungsi thumb button kiri ke kanan atau sebaliknya sehingga kita tidak perlu mengustomisasi secara manual. Kabar gembira buat Corsair, produk MSI itu belum tersedia secara luas di Indonesia.

M55 7

 

Menakar kualitas dan mengulik komponen

Menakar dari aspek harga, Corsair tampaknya menyiapkan M55 RGB Pro sebagai periferal kendali entry-level. Namun tak perlu cemas, sang produsen sama sekali tidak mengambil jalan pintas dalam pembuatannya. M55 RGB Pro mempunyai tubuh yang kokoh, penempatan komponen yang presisi, lalu hal terpenting adalah seluruh tombolnya terasa konsisten, baik pada dua tombol utama, scroll wheel, switch DPI maupun keempat thumb button-nya (total ada delapan).

M55 6

Jika sensor adalah mata dan switch menjadi jantungnya, maka Corsair boleh dibilang telah memilih ‘organ’ yang tepat dalam menyusun M55 RGB Pro. Mouse dibekali switch Omron yang menjanjikan daya tahan hingga 50 juta kali klik (minimal) serta dipersenjatai sensor optik spesialis gaming Pixart PAW3327. Varian ini kabarnya mampu membaca hingga 12.400-dots per inch dan punya polling rate (kemampuan mengirimkan info ke PC terkait posisi mouse dalam satu detik) sebesar 1.000Hz.

M55 13

Itu berarti, Corsair M55 RGB Pro pada dasarnya mempunyai spesifikasi internal high-end – meski ada kemungkinan kita tidak pernah betul-betul membutuhkannya atau menggunakan setting DPI setinggi itu. 1.000Hz sendiri maksudnya ialah, data dikirimkan 1.000 kali dalam satu detik, meminimalkan peluang kesalahan baca dan memaksimalkan akurasi. Perlu digarisbawahi juga bahwa putaran scroll wheel terasa kosisten dan stabil, tak pernah terasa lompat.

M55 3

Sempat saya singgung di atas, M55 RGB Pro tersambung ke PC via kabel berlapis kain braided, dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahannya. Kehadiran lapisan itu memang membuat kabel lebih kaku, tapi berita baiknya, tidak sekeras milik Rapoo VPro V25s. Ingat saja ketika ingin menyimpannya, Anda disarankan untuk menggulung kabel secara rapi dan tidak membuat gulungan terlalu kecil agar tak cepat rusak.

 

Kustomisasi via software iCUE

iCUE perlu terinstal di PC agar Anda bisa mengonfigurasi M55 RGB Pro lebih jauh. Prosedurnya cukup sederhana. Software ini dapat Anda unduh gratis di situs Corsair. Dan begitu terpasang, ia mampu mendeteksi semua komponen Corsair yang terpasang di sistem. Di PC saya, iCUE segera membaca keyboard K63 lawas andalan serta unit review M55 RGB Pro.

M55 RGB Pro 1

Ada empat hal bisa Anda lakukan via iCUE: merekam/men-setup macro, mengutak-atik pencahayaan pada logo Corsair di punggung, mengubah setting dan preset DPI lebih jauh, serta mengoprek kecepatan pointer. Semua aspek ini disuguhkan lewat user interface sederhana dan icon-icon yang mudah dimengerti, bahkan bagi pengguna awam. Di sana Anda dapat menambah dan menyimpan profile, serta membuang atau menduplikat setting yang ada.

M55 RGB Pro 2

Di bagian konfigurasi DPI, Corsair memasangkan enam buah preset dari mulai 400 (ideal bagi para penembak jitu) sampai 9.000, dan masing-masing telah diberikan kode warna. Tentu saja Anda bisa menentukan sendiri tingkat sensitivitasnya – termasuk mengakses 12.400DPI – serta mengubah warna lampu indikator. Untuk saya sendiri, 1.500 sudah cukup nyaman dan fleksibel dalam menangani berbagai jenis permainan action dan shooter.

M55 RGB Pro 3

 

Performa gaming dan pengalaman penggunaan

Dalam periode dua minggu ini, Corsair M55 RGB Pro saya gunakan setiap hari untuk bekerja dan bermain. Game action yang belakangan saya nikmati dengan cukup intens adalah Tom Clancy’s The Division 2, namun saya juga tidak lupa menguji kinerja mouse lewat judul-judul wajib bertempo cepat semisal Titanfall 2 dan Apex Legends. Saya bahkan menyempatkan diri bermain Sekiro: Shadows Die Twice berbekal M55 RGB Pro.

M55 RGB Pro 5

Corsair mencantumkan tiga mouse feet berbahan teflon di sisi bawah M55 RGB Pro – dua di depan dan satu berukuran lebar di belakang. Kehadiran mereka di mouse (terutama varian gaming) ialah ‘keharusan’, tapi tidak ada standar peletakkan feet yang pasti. Kabar gembira bagi Anda yang sedang mempertimbangkan buat membeli M55 RGB Pro: periferal ini sangat nyaman baik ketika dipasangkan dengan mouse mat berbahan kain maupun plastik.

M55 RGB Pro 6

Dari sesi tes bersama game-game di atas, saya sama sekali tidak menemukan masalah. Hanya butuh waktu sebentar saya untuk membiasakan diri dalam menggunakan M55 RGB Pro, terutama di Titanfall 2 karena permainan inilah yang bagi saya paling menuntut sensitivitas dan akurasi tinggi. Saya menyukai penempatan thumb button-nya: semuanya mudah terjangkau, tidak terlalu pendek ataupun menonjol, dan walau ditaruh secara merata, saya tetap bisa merasakan perbedaan antara tombol depan dan belakang.

M55 RGB Pro 4

Mungkin satu fenomena menarik selama proses tes adalah saya harus beradaptasi terhadap ringannya bobot M55 RGB Pro. Saya cuma butuh sedikit tenaga untuk mengangkat mouse – memakai jempol, jari manis dan kelingking. Hal ini memang membantu mobilitas dan repositioning, tapi pastikan Anda mengangkatnya lebih tinggi karena sensor optik di M55 RGB Pro tetap bisa membaca permukaan mousepad saat diangkat sejauh beberapa milimeter.

M55 RGB Pro 7

Baik di Apex Legends maupun The Division 2, M55 RGB Pro memudahkan saya buat melacak gerakan musuh, entah apakah mereka bergerak secara horisontal, vertikal maupun diagonal. Batasannya hanyalah refleks dan keakuratan tangan saya sendiri. Menurut saya, tracking ialah aspek paling menantang dalam first-person shooter dan tak akan optimal tanpa dibantu perangkat yang tepat.

M55 17

Saya belum bisa memastikan apakah M55 RGB Pro juga cocok untuk bermain game non-action karena belakangan saya lebih banyak menghabiskan waktu menikmati shooter. Saya menduga, untuk permainan-permainan RPG, MOBA ataupun MMO, kemungkinan besar Anda membutuhkan periferal dengan input lebih banyak. Saya sendiri kebetulan berhasil menamatkan Sekiro menggunakan mouse dan keyboard, dan semuanya tetap berjalan lancar saat saya menukar mouse lawas dengan M55 RGB Pro.

M55 15

 

 

Konklusi

Menakar dari seluruh fitur dan kapabilitas yang saya temukan di M55 RGB Pro, Corsair menyoba menawarkan kita sebuah periferal kendali fleksibel dengan fungsi-fungsi yang secara esensial dapat memengaruhi performa bermain. Dan dengan gembira saya katakan, Corsair berhasil melakukannya. Saya membayangkan bagaimana M55 RGB Pro tak hanya bisa bermanfaat bagi gamer hardcore, tapi juga jadi perangkat favorit para atlet esports FPS.

M55 5

Sekali lagi, desain ambidextrous M55 RGB Pro ialah kekuatan utamanya. Saya bukanlah gamer kidal, tapi saya sangat mengapresisasi kesederhanaan yang disajikan oleh produk ini. Mereka yang mendalami ilmu desain pasti setuju serta berpegang pada prinsip ‘form follows function‘, dan hal tersebut diwakilkan oleh M55 RGB Pro. Tidak ada satu aspek pada mouse yang tidak berguna. Bahkan pencahayaan RGB-nya pun tidak berlebihan.

M55 1

 

Namun untuk sebuah periferal berwujud simpel, saya merasa Corsair M55 RGB Pro dipatok di harga cukup premium (walaupun tidak setinggi M65 Elite). Produk dibanderol seharga hampir Rp 600 ribu, sekitar dua kali lipat Harpoon RGB wired. Tidak masalah jika Anda menginginkan mouse berdesain ambidextrous, tapi seandainya desain bukan jadi pertimbangan utama dan Anda lebih memprioritaskan konektivitas nirkabel, Anda bisa membeli Harpoon RGB Wireless dengan menabung sedikit lagi.

 

Sparks

  • Desain simpel, memprioritaskan fitur-fitur penunjang performa
  • Rancangan ambidextrous dengan dua pasang thumb button, cocok buat gamer kidal
  • Ringan, lalu penampilannya mendukung berbagai macam postur mencengkeram mouse
  • Mendukung DPI tinggi serta dibekali sensor optik gaming-grade high-end
  • Build quality memuaskan

 

Slacks

  • Hanya ditopang koneksi kabel
  • Tak banyak kustomisasi yang bisa dilakukan pada RGB
  • Harganya cukup mahal untuk mouse wired

 

Mouse Corsair Nightsword RGB Dapat Mendeteksi Letak Pusat Gravitasinya Sendiri

Salah satu kriteria utama mouse gaming bagi mayoritas konsumen adalah performa yang presisi, diikuti oleh kustomisasi yang melimpah. Namun kalau menurut Corsair, kustomisasi yang melimpah juga dapat dibuat presisi sekaligus, dan itu mereka buktikan lewat mouse gaming terbarunya, Nightsword RGB.

Seperti biasa, kemudahan kustomisasi diwujudkan lewat sistem pemberat yang adjustable. Total ada dua set pemberat yang bisa diisi ke enam slot, memberikan total 120 kombinasi bobot dan keseimbangan yang berbeda.

Corsair Nightsword RGB

Yang tidak biasa adalah bagaimana sistem itu bisa dikalibrasi lebih lanjut lagi berkat bantuan software Corsair iCUE. Di sini iCUE bertugas untuk mendeteksi pemberat yang terpasang dan melaporkan total bobot dari Nightsword, sebelum akhirnya menandai letak pusat gravitasi yang tepat dari mouse tersebut.

Urusan performa, Nightsword mengunggulkan sensor optik beresolusi 18.000 DPI hasil kolaborasi Corsair bersama PixArt. Tidak hanya sangat sensitif, sensitivitasnya pun dapat diubah per satu digit jika memang diperlukan.

Total ada sepuluh tombol yang semuanya programmable pada tubuh ergonomis Nightsword. Tiap-tiap tombolnya pun telah dibekali switch bikinan Omron yang diklaim tahan hingga 50 juta klik. Terkait pencahayaan RGB, Nightsword menawarkan sistem yang dinamis pada empat zona yang berbeda.

Corsair M55 RGB Pro

Bagi pengguna kidal maupun yang lebih suka dengan desain ambidextrous, Corsair juga memiliki penawaran baru dalam bentuk M55 RGB Pro. Desain simetrisnya ini turut dibarengi dimensi yang ringkas, dengan bobot hanya 86 gram.

Performanya pun tidak tertinggal jauh, mengandalkan sensor optik 12.400 DPI, dengan lima preset yang dapat disimpan dan diaktifkan satu per satu via tombol khusus. Total ada delapan tombol yang dimiliki M55, semuanya programmable dan juga ditenagai oleh switch Omron yang sama.

Baik Corsair Nightsword RGB maupun M55 RGB Pro saat ini sudah mulai dipasarkan dengan banderol masing-masing $80 dan $40.

Sumber: Corsair.

[Computex 2019] Berkunjung ke Kamar Kingston dan HyperX

Besarnya area Computex 2019 memang tidak memungkinkan DailySocial untuk mengunjungi semua vendor yang ada. Oleh karena itu, kami pun harus memilih mana yang dapat kami liput dengan waktu yang cukup terbatas tersebut. Kingston dan HyperX merupakan salah satu yang ada dalam daftar kunjungan kami.

Kingston HyperX - Game rig

Seperti sebelumnya, Kingston mengambil sebuah kamar pada hotel Grand Hyatt Taipei yang bersebelahan dengan gedung tertinggi di Taiwan, 101. Entah karena memang tempatnya nyaman atau tidak kebagian booth di area Computex, banyak memang vendor memori dan pendingin yang memamerkan produknya pada hotel yang satu ini.  Hal tersebut membuat sesi kunjungan sedikit gerah karena banyaknya orang yang masuk dalam sebuah kamar.

Kingston HyperX - Mice

HyperX sendiri merupakan salah satu divisi dari Kingston yang membuat peripheral dengan kinerja tinggi. Oleh karenanya, HyperX sendiri lebih dikenal oleh kalangan gamer dibandingkan dengan Kingston. Hal tersebut juga dikarenakan oleh HyperX yang membuat produk-produk untuk kalangan esports seperti headset, keyboard, mouse, dan lainnya.

Kingston HyperX - Quadcast

Pada ruangan Kingston di Computex 2019, ada beberapa hal yang sangat menarik untuk dibahas. Hal pertama adalah microphone HyperX QuadCast yang diklaim memiliki harga sekitar $200-an. QuadCast mampu merekam suara dari empat sisi sehingga cukup menaruh perangkat ini ditengah untuk mereka suara lebih dari satu orang. Sayangnya, saat ditanyakan kapan perangkat ini ada di Indonesia, pihak HyperX hanya berkata “soon“.

Kingston HyperX - HEadphones

HyperX juga memamerkan Cloud Orbit S, sebuah headset yang mampu menghadirkan suara 3D. Tidak hanya itu, perangkat ini menggunakan teknologi posisi dari Audeze. Apa itu? Teknologi ini memungkinkan kita untuk mendengar suara 3D berdasarkan posisinya. Misalkan saja pada sebuah game, ada suara yang terdengar dari sisi sebelah kanan. Saat kepala kita menengok ke sebelah kanan, maka suara itu akan terdengar seperti berada di tengah depan muka kita.

Kingston HyperX - Test PC

Pada bagian Kingston, cukup banyak hal menarik yang bakal muncul di tahun 2019 ini. Pada bagian SSD, Kingston saat ini sudah memiliki SSD untuk enterprise dengan kapasitas 7.6 TB! Kingston juga memamerkan SSD dengan kapasitas 3.84 TB yang juga ditujukan untuk penggunaan server dengan interface SAS.

Pada sisi RGB, Kingston memiliki sebuah teknologi yang baru akan dipatenkan. Teknologi ini akan membuat RAM RGB akan memiliki warna yang selaras pada saat terpasang tanpa halangan. Saat sensor tertutup, maka warna antar satu RAM dengan RAM yang lainnya akan berbeda.

Beberapa orang akan mengatakan “buat apa”? Namun yang pasti, teknologi RGB juga hanya untuk mempercantik ruang di dalam casing, yang sebagian besar tertutup rapat tanpa kaca. Saya sendiri juga tidak terlalu antusias dengan teknologi lampu berwarna warni ini. Akan tetapi, RGB terbukti meningkatkan penjualan para vendor.

Belum dapat dipastikan kapan produk-produk terbaru dari Kingston akan mendarat di Indonesia. DailySocial pun berencana untuk melakukan review terhadap beberapa perangkat dari HyperX. Semoga saja, hal tersebut dapat dilakukan dalam waktu dekat.

Kingston HyperX - Extra

*Semua foto diambil menggunakan smartphone Samsung Galaxy S10+

Razer Upgrade Mouse Gaming Lancehead Dengan Sensor Baru dan Baterai yang Lebih Tahan Lama

Mouse gaming Lancehead diperkenalkan beberapa tahun silam sebagai pilihan alternatif dari produk yang Razer telah sediakan sebelumnya. Berbeda dari Basilisk, Naga dan DeathAdder, Lancehead mengedepankan rancangan ambidextrous sehingga lebih bersahabat bagi para gamer kidal. Wujudnya yang ‘netral’ dan simpel juga memastikannya lebih fleksibel untuk menangani genre game berbeda.

Mungkin karena alasan inilah Razer menawarkan Lancehead dalam dua opsi, yaitu nirkabel serta wired. Dan untuk model berkabel bertajuk ‘Tournament Edition’, tersedia pilihan warna gunmetal grey, mercury white, quartz pink dan hitam. Belum lama ini, sang perusahaan spesialis periferal gaming pimpinan Min-Liang Tan itu memutuskan untuk menerapkan pembaruan pada varian wireless agar produk tetap relevan dalam bersaing dengan mouse-mouse kompetitor yang lebih baru.

Lancehead 3

Upgrade tersebut dimplementasikan Razer pada baterai dan sensor. Dahulu, Razer Lancehead versi nirkabel menyuguhkan waktu bermain hingga 24 jam. Dengan baterai jenis baru, Lancehead siap menemani Anda ber-gaming sampai 50 jam. Dari perspektif personal, saya tidak pernah bermain game melampaui 12 jam; dan jangankan 50 jam, bagi saya mereka yang bisa menikmati permainan video lebih dari 24 jam sudah masuk kategori titisan dewa.

Lancehead 2

Untuk melacak gerakan, Razer mengganti sensor lama dengan tipe laser optik 5G yang dimiliki oleh DeathAdder Elite. Pada dasarnya, sensor di Lancehead lawas dan anyar sama-sama menyuguhkan 16.000DPI, namun yang berbeda adalah kemampuannya dalam melacak kecepatan. Sebelumnya, mouse dapat membaca gerakan sampai 210-inci per detik (IPS). Angka tersebut naik jadi 450-inci per detik di Lancehead baru.

Lancehead 5

Yang membuat kondisinya jadi sedikit membingungkan ialah, upgrade sensor Lancehead wireless membuat spesifikasinya setara dengan Lancehead Tournament Edition berkabel. Selain itu, mouse tetap mengusung switch mekanis dan sembilan tombol yang bisa diprogram. Razer sama sekali tidak mengubah penampilannya. Rencananya, sang produsen juga akan memberinya dukungan fitur Razer Synapse 3 beta, memungkinkan pengguna menyimpan konfigurasi di memori interal serta cloud.

Lancehead 4

Razer Lancehead versi nirkabel tersambung ke PC Anda via dongle wireless dengan sambungan berfrekuensi 2,4GHz. Razer bilang mereka juga telah membenamkan Adaptive Frequency Technology di sana untuk meminimalkan gangguan, serta memastikan sinyalnya stabil dan terkirim 100 persen. Teknologi tersebut bertugas memindai channel frekuensi secara terus-menerus dan men-switch secara otomatis jika diperlukan.

Seperti varian terdahulu, Lancehead wireless bukanlah produk yang murah. Ketika Tournament Edition bisa dimiliki dengan mengeluarkan uang sebesar US$ 80, tipe wireless-nya dibanderol seharga US$ 140.

Via PC Gamer.

Razer Luncurkan Koleksi Periferal Bertema Stormtrooper

Ketika mendengar nama Razer, saya yakin yang terbayangkan di benak Anda adalah kumpulan periferal gaming dengan warna serba hitam dan hijau. Di satu sisi, hal ini terkesan konsisten, tapi di sisi lain juga cukup membosankan. Itulah mengapa Razer dari waktu ke waktu juga menyuguhkan koleksi periferal bertema khusus, macam Destiny 2 dan Overwatch.

Yang terbaru, suguhan periferal bertema khusus mereka ditujukan bagi para penggemar Star Wars. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, yang diangkat secara spesifik adalah Stormtrooper dengan warna khas putih beraksen hitamnya. Dalam koleksi ini, total ada tiga perangkat yang ditawarkan: keyboard BlackWidow Lite, mouse wireless Atheris dan mousepad Goliathus Extended.

Razer BlackWidow Lite - Stormtrooper Edition

BlackWidow Lite, seperti yang kita tahu, dirancang untuk memenuhi kebutuhan produktif sekaligus gaming. Arahan itu tersirat dari penggunaan switch mekanis Razer Orange yang bersifat taktil sekaligus senyap ketika diklik. Supaya tidak kelewat norak di atas meja kerja, sekaligus agar senada dengan tema Stormtrooper, backlight LED di balik masing-masing tombolnya menyala putih ketimbang RGB.

Untuk edisi khusus ini, Razer rupanya cukup perhatian terhadap detail-detail kecil yang mungkin tak kelihatan secara kasat mata. Contohnya adalah kabel braided dengan corak hitam-putih, serta lambang kubu Imperial pada tombol Esc.

Razer Atheris - Stormtrooper Edition

Beralih ke mouse-nya, Atheris sebelumnya juga Razer siapkan untuk dipakai bekerja sekaligus bermain. Wajah Stormtrooper terpampang jelas di tubuh ambidextrous-nya, dan performanya masih sama seperti Atheris standar berkat sensor optik 7.200 DPI yang diusungnya.

Terkait konektivitas wireless-nya, pengguna dibebaskan menggunakan sambungan Bluetooth atau dengan bantuan dongle 2,4 GHz-nya. Berbekal sepasang baterai AA saja, Atheris dapat digunakan selama lebih dari 300 jam.

Razer Stormtrooper Edition

Tiga periferal edisi Stormtrooper ini sekarang sudah dipasarkan dengan harga sebagai berikut:

Sumber: Razer.

Microsoft Solitaire Terpilih Masuk Dalam World Video Game Hall of Fame

Dibuka pada tahun 2015 di The National Museum of Play, World Video Game Hall of Fame adalah program yang didedikasikan bagi permainan-permainan terbaik sepanjang masa. Inisiatif ini dicetus dan dikelola oleh The Strong, sebuah institusi edukasi interaktif asal Kota New York. Tiap tahunnya, pengelola terus melakukan evaluasi demi memasukkan judul-judul baru dalam daftarnya.

Di bulan Mei 2019 ini, World Video Game Hall of Fame menunjuk satu permainan lagi buat bersanding bersama judul-judul legendaris semisal Doom, Tetris, Pokémon hingga The Legend of Zelda. Game itu kemungkinan besar pernah dinikmati oleh pengguna PC Windows generasi millennial (atau lebih tua) minimal sekali seumur hidup mereka: Microsoft Solitaire. Tentu saja, The Strong punya alasan yang kuat untuk memilihnya.

Tim organisator menjelaskan, Microsoft Solitaire berhasil memenuhi seluruh kriteria World Video Game Hall of Fame, yaitu ditakar dari pengaruh (berdampak besar terhadap desain serta pengembangan permainan lain), umur (tetap populer dari masa ke masa), jangkauan geografis (dimainkan orang di mana pun mereka berada), dan status ikonis (dikenal serta diingat oleh khalayak).

Lalu apa alasannya Solitaire bisa terpilih?

Menyongsong peluncuran sistem operasi Windows 3.0 hampir tiga dekade silam, Microsoft mencoba mencari sebuah software yang mudah dipahami sekaligus bisa berfungsi sebagai alat untuk mengajarkan pengguna cara mengoperasikan mouse. Akhirnya, dipilihlah permainan Klondike, salah satu variasi dari Solitaire. Game ini diprogram oleh karyawan magang bernama Wes Cherry dengan desain kartu yang digarap oleh Susan Kare.

Microsoft Solitaire 2

Saat itu, mouse merupakan periferal yang tergolong baru, namun dibutuhkan untuk berinteraksi dengan konten-konten Windows 3.0 secara maksimal. Lewat Solitaire, pengguna dilatih buat melakukan gerakan-gerakan dasar krusial seperti double click serta drag-and-drop melalui cara yang mengasikkan serta adiktif – dan tak sekadar instruktif.

Solitaire dibundel dalam setiap versi sistem operasi Microsoft dari mulai tahun 1990 hingga Windows 8.1 yang dilepas di 2013. Setelah masa itu, Microsoft menyediakan game via download. Dengan jangka waktu distribusi yang begitu panjang, ditambah lagi oleh kemudahan akses serta familiernya gameplay, organisator World Video Game Hall of Fame memperkirakan bahwa permainan ini sudah terpasang di lebih dari satu miliar perangkat komputer.

Microsoft Solitaire 1

Yang lebih esensial lagi adalah, Solitaire memperlihatkan pada kita bagaimana sebuah permainan sederhana bisa merangkul segalam macam kalangan konsumen, serta membuka jalan bagi pertumbuhan pasar game casual.

Lewat blog resmi, Will Tuttle selaku editor in chief Xbox Wire memberikan ucapan terima kasih terhadap pengakuan World Video Game Hall of Fame dan menyampaikan bahwa Microsoft Solitaire telah dilokalisasi ke dalam 65 bahasa dan dimainkan di lebih dari 200 negara/wilayah di dunia, termasuk mereka yang berada di benua Antartika.

Luncurkan Beragam Solusi Penyimpanan dan Memori, Kingston Juga Kian Agresif Memerangi Produk Ilegal

Nama Kingston akan selalu saya asosiasikan dengan produk memori karena inilah brand yang direkomendasikan para mentor saat saya pertama kali merakit PC. Tiga dekade lebih setelah didirikan, Kingston menyatakan bahwa mereka adalah pemasok modul DRAM independen nomor satu dengan pangsa pasar 68 persen (berdasarkan data IHS) serta merupakan produsen flash drive kedua terbesar di dunia.

Seperti perusahaan lain, Kingston sudah memperluas sayap bisnisnya ke beragam ranah. Tak cuma RAM dan penyimpanan eksternal, perusahaan asal Fountain Valley itu juga menyediakan microSD, SSD hingga penyimpanan untuk server. Dan sejak belasan tahun silam, Kingston melihat tingginya permintaan terhadap produk memori berkinerja tinggi buat kebutuhan gaming. Itulah alasan dibentuknya lini HyperX di tahun 2002.

Komersialisasi HyperX dilakukan dengan cukup agresif. Brand ini telah mensponsori puluhan tim esports di belahan Bumi berbeda (termasuk Cloud 9, Team Liquid serta Natus Vincere) serta menjadi promotor utama perhelatan Intel Extreme Masters serta festival LAN party Dreamhack. Kingston turut menyadari bahwa gamer tak cuma membutuhkan hardware, tetapi juga periferal dan aksesori berkualitas. Sejak tahun 2014, HyperX mulai menawarkan headset, keyboard dan mouse gaming.

Kingston 7

 

Kingston di Indonesia

Kingston merupakan salah satu brand paling familier bagi pengguna PC di Indonesia. Bahkan orang yang tidak pernah meng-upgrade PC kemungkinan besar pernah menggunakan produk Kingston, entah apakah thumb drive ataupun kartu memori buat kamera. Namun kepopuleran ditambah lagi oleh jarangnya Kingston melakukan aktivitas publik punya dampak negatif tersendiri: ada banyak produk palsu dan ilegal beredar di pasar.

Kingston 6

Menurut Kingston, situasi ini sangat membingungkan bagi konsumen, dan punya potensi besar merusak reputasi perusahaan karena pengguna awam yang tidak bisa membedakan barang asli dan palsu akan mencap negatif jika produk tersebut tak bekerja semestinya.

Kingston 16

Inilah mengapa Mira selaku country field sales Kingston Indonesia sangat bahagia ketika perusahaan tempat ia bekerja menyingkap agenda untuk melangsungkan acara pers di Jakarta setelah keheningan yang cukup lama. Event media gathering dilaksanakan minggu lalu, dan ada dua agenda Kingstone di sana. Pertama, mereka bermaksud memperkenalkan produk-produknya secara lebih detail; dan kedua, produsen ingin lebih proaktif dalam menekan peredaran barang palsu.

Kingston 8

 

Kampanye anti-barang palsu

Sebagai bentuk realisasinya, Kingston menjalankan kampanye Authorized Partner Network. Sesuai namanya, ia merupakan program sertifikasi buat pihak yang mendistribusikan produk-produk Kingston – misalnya retailer, reseller maupun toko-toko online. Program otorisasi ini sendiri mulai diinisiasi semenjak triwulan keempat tahun lalu.

Kingston 12

Tentu saja Kingston tidak akan membagikan sertifikat begitu saja. Pihak distributor yang ingin mendapatkannya harus lulus proses pengecekan dan standarisasi. Sukses, maka produsen akan memberikan signboard Authorizded Partner Network dan seragam bagi para staf serta mencantumkan nama toko tersebut di website mereka. Saat ini, sudah ada 110 toko dan 20 reseller terverifikasi, lalu Kingston telah menghimpun tidak kurang dari 400 shop front ambassador.

Kingston 15

Ada banyak benefit yang disuguhkan oleh toko-toko bersetifikasi Kingston Authorized Partner Network pada konsumen. Nomor satu dan yang terpenting ialah, Anda sudah pasti memperoleh produk asli dan Kingston juga menjamin ketersediaan lebih banyak varian. Kemudian terdapat perlindungan garansi dan layanan purna jual, lalu staf siap memberikan bantuan jika ada pertanyaan atau Anda menemui masalah. Dan di tempat ini pula kita bisa menemukan promosi menarik.

Kingston 9

 

Produk familier hingga SSD ber-RGB

Sempat saya singgung sebelumnya, Kingston punya portofolio produk sangat luas. Di kelas thumb drive saja, produsen menciptakan beragam model, dari jenis flip, tipe gantungan hingga berderet varian on-the-go. Ada pula kartu memori SD Canvas yang disiapkan sebagai medium penyimpanan perangkat fotografi serta buat memperluas kapasitas smartphone Android. Lalu khusus buat server storage solution, Kingston melengkapinya bersama fitur kendali BOM secara penuh.

Kingston 3

Dengan pengalaman panjang di gaming, Kingston terus mengawasi tren populer di segmen itu dan mengetahui bagaimana para pemain cenderung menyukai kelap-kelip warna di sistem mereka. Itulah sebabnya produsen meracik RAM dan SSD berpencahayaan LED RGB, dan sudah mulai memasarkan HyperX Predator DDR5 RGB serta HyperX Fury RGB di tanah air per tahun lalu. Selain memori dan storage, acara pers minggu lalu turut dimeriahkan oleh headset HyperX Cloud, keyboard Alloy Core RGB serta mouse Pulsefire Core.

Kingston 5

 

Agenda ke depan

Dalam kesempatan berbicara dengan PR supervisor APAC Region Weina Chen, Kingston tampaknya punya keinginan untuk memperluas fitur serta memantapkan kapabilitas nirkabel di lini gaming gear mereka. Wireless gaming gear berkoneksi andal belakangan memang jadi standar baru para produsen hardware. Kingston telah mengonfirmasi rencana peluncuran produk-produk baru di Computex Taipei 2019, tetapi Chen belum dapat mengungkap detailnya lebih jauh.

Kingston 19

Kita tunggu saja pengumuman Kingston di ajang IT tahunan terbesar di dunia itu…

Kingston 10

Kingston 1

Kingston 18

Kingston 2

Logitech Luncurkan Reinkarnasi dari Mouse Gaming Klasik MX518

Merujuk pengalaman saya mengulas gaming gear, membujuk orang lain untuk menggunakan produk baru tidaklah mudah. Ada banyak faktor yang jadi pertimbangan. Bahkan ketika harga dan fiturnya sudah pas, kendala bisa muncul akibat kebiasaan pemakaian yang berbeda. Akibatnya, mereka mungkin akan berpendapat bahwa deretan periferal baru itu tak senyaman perangkat lawas.

Sejumlah produsen juga mulai menyadari bahwa desain orisinal tetaplah yang terbaik. Di bulan Juni 2018, Microsoft menghidupkan lagi IntelliMouse. Varian tersebut diperkenalkan pertama kali 23 tahun silam, dan kabarnya menjadi pilihan favorit gamer serta kiblat desain mouse gaming modern. Kali ini giliran Logitech yang mengambil langkah serupa. Produsen aksesori PC asal Swiss itu minggu ini mengumumkan peluncuran kembali mouse MX518 – di bawah sub brand Logitech G.

Logitech menjelaskan bahwa langkah ini merupakan respons mereka terhadap begitu tingginya permintaan fans. Melakukan debutnya di pertengahan 2000-an, MX518 merupakan mouse gaming terfavorit konsumen, dan banyak dari mereka yang meminta Logitech untuk melakukan pemugaran. Dalam melakukannya, tim desainer memutuskan buat mempertahankan apa yang membuat MX518 begitu disukai sembari menyempurnakan jeroannya.

Logitech G MX518 tetap mengusung penampilan klasik. Mouse menyajikan delapan buah tombol, memanfaatkan arahan desain ergonomis dengan tubuh membulat dan dilengkapi pula oleh cekungan untuk mengistirahatkan jempol Anda. Konstruksinya terbuat dari plastik, dipadu pelat abu-abu di bagian punggung yang membuatnya menyerupai sang pendahulu. Semua hal itu Logitech terapkan agar pengguna bisa merasakan sensasi dan kenyamanan yang pernah mereka rasakan.

MX518 2

Walaupun begitu, produsen tak lupa membubuhkan teknologi tercanggih yang bisa mereka temukan. Reinkarnasi MX518 itu dipersenjatai sensor Hero 16.000DPI yang juga dapat Anda temui di G502, dibekali prosesor ARM 32-bit demi memastikan mouse mampu merespons input di kecepatan 1-milidetik, dan ditopan oleh memori demi memperkenankan Anda menyimpan profil dan menggunakan setting familier di PC berbeda tanpa perlu menginstal software.

MX518 1

Berbicara soal piranti lunak, saya berasumsi Logitech G MX518 mendapatkan dukungan penuh dari Logitech Gaming Software serta ditunjang oleh kapabilitas programmable button. Berdasarkan trailer yang telah dipublikasikan, Logitech tampaknya mencoba menjaga kesederhanaan desain mouse dan tidak membubuhkan LED RGB di sana.

Versi baru MX518 ini sudah bisa di-pre-order melalui situs resmi Logitech, dibanderol seharga US$ 60. Namun sampai saat ini, produsen belum mengabarkan kapan sebetulnya produk akan tersedia.

Via PC Gamer.