Optimisme Natali Ardianto Seriusi Segmen Healthtech

Catcha Group di akhir tahun lalu merilis tiga prediksi terkait masa depan industri startup di Indonesia sampai 2020 mendatang. Salah satunya soal prediksi potensi startup unicorn berikutnya di Indonesia yang berasal dari segmen fintech dan healthtech (teknologi kesehatan).

Prediksi ini boleh diamini. Pangsa pasar healthcare di Indonesia diprediksi mencapai $363 miliar di 2025, naik 18 kali lipat dari $20 miliar di 2010. Kenaikan ini didorong tingginya permintaan terhadap layanan kesehatan.

Di balik potensi besar ini, ada tantangan yang masih menghantui industri layanan kesehatan seperti minimnya tenaga medis di daerah dan fasilitas kesehatan yang belum merata. Banyak yang menganggap hanya orang kaya yang bisa berobat karena mahalnya biaya pengobatan.

Co-Founder Tiket Natali Ardianto pun memutuskan kini terjun ke sektor healthtech yang bakal dirilis akhir tahun ini. Sempat sejenak berkutat dengan startup fintech EmasDigi, Natali mengonfirmasi dirinya telah exit dari startup tersebut dan secara penuh waktu mengembangkan startup barunya ini.

“Saya pribadi suka memulai sesuatu dari kecil sampai benar-benar besar. TAM [total addressable market] di healthcare itu besar, namun belum ada success story-nya di Indonesia. Sama halnya dengan yang terjadi di OTA, saat Tiket dirintis di 2011, itu karena TAM-nya juga besar dan pemainnya belum ada,” terangnya kepada DailySocial.

Ia menganggap startup healthtech di Indonesia masih dalam tahap infancy, artinya banyak pemain yang baru mulai karena sadar dengan potensinya dan berlomba-lomba untuk jadi terbesar. Dirinya merasa tidak khawatir karena ada peluang bisa digarap dengan startup baru tersebut.

Natali kini menjadi Co-Founder dan CEO Indopasifik Teknologi Medika Indonesia (ITMI) dan Advisor untuk Indopasifik Medika Investama (IMI). IMI adalah perusahaan holding yang membawahi sejumlah layanan kesehatan, seperti PharmaPlus (apotek), Homecare24 (aplikasi jasa home care dan perawat), dan PrimeCare Clinic (klinik dokter spesialis dan umum).

IMI terafiliasi dengan keluarga pebisnis Kwari yang sudah berkecimpung di dunia kesehatan selama 40 tahun.

ITMI akan menjadi startup healthtech di bawah IMI dengan dua layanan yang akan dirilis pada akhir tahun ini. Dengan berbagai pertimbangan, Natali belum bisa membeberkan lebih dalam tentang nama startup dan segmen healthtech yang akan dirambah.

“Kalau tentang apa, belum bisa di-disclose. Tapi kita akan buat dua produk digital yang akan di-launch akhir tahun ini.”

ITMI menjadi startup kelima yang dikerjakan Natali. Startup pertamanya adalah Urbanesia (city directory) yang diakuisisi Kompas. Berikutnya Golfnesia (situs booking olahraga golf), Tiket (OTA) yang diakuisisi Grup Djarum melalui Blibli, dan EmasDigi (situs jual beli emas online).

Optimisme ITMI

Meski enggan mendetailkan, Natali memiliki optimisme yang tinggi terhadap ITMI. Ia memproyeksikan, dalam waktu dua tahun perusahaan sudah mencetak untung dan menguasai 0,07% pangsa pasar healthcare di Indonesia.

Dia beralasan produk yang sedang dibuat sudah terbukti sukses di luar negeri. ITMI hanya mereplikasi dan memodifikasinya sesuai dengan kondisi di Indonesia. Diklaim layanannya ini sebenarnya sudah ada secara offline, hanya saja bentuknya kini didigitalkan.

“Sama halnya dengan Gojek, mereka mendigitalkan pengemudi ojek. Tapi ojeknya itu sendiri kan sudah ada sejak lama. Nah hal seperti itulah yang sedang kami kerjakan. Intinya mau digitalkan produk itu, harus tau caranya buat produk itu jadi online. Itu tugas kita [engineer], tapi kalau tentang industrinya itu sendiri butuh expert.”

Produk ITMI sekarang masih dalam tahap pengembangan dan rencananya akan menjadi produk yang saling melengkapi dengan sister company di dalam lingkup IMI.

Tim secara resmi baru mulai bekerja sejak 17 Juni dengan jumlah karyawan awal mencapai 11 orang. Natali menjadi co-founder bersama empat orang lainnya, yang kebetulan semuanya pernah bekerja di Tiket.

Natali berharap bisa merekrut banyak engineer untuk mempercepat pengembangan ITMI agar pada akhir tahun total anggota tim mencapai 52 orang. Secara status perusahaan, ITMI telah disokong pendanaan Pra Seri A dari holding.

“[Di posisi CEO] sekarang I get to be able to run the company the way I really want. Jadi kata kuncinya adalah eksekusi, makanya belum bisa cerita banyak. Saya berharap dengan pengalaman saya [dari perusahaan-perusahaan sebelumnya] eksekusi yang kita lakukan ini tepat,” pungkasnya.

Masuknya Natali ke segmen ini, turut meramaikan peta persaingan startup healthech di Indonesia. Pemain sebelumnya yang berkecimpung di antaranya Alodokter, Halodoc, Medigo, HubSehat, Ayomed, Periksa.id, SehatQ, Medi-Call, dan masih banyak lagi.

Tantangan Startup Menjalankan Bisnis

Persoalan talenta, meyakinkan investor untuk mendapatkan pendanaan, hingga memasarkan produk merupakan masalah yang kerap ditemui oleh startup. Sifatnya yang men-disrupt menjadikan startup cukup sulit untuk mengembangkan bisnis di awal. Meskipun saat ini sudah ada 4 startup Indonesia yang berstatus unicorn, namun masih banyak startup baru yang kesulitan untuk memulai bisnis.

Di sesi diskusi Starthub Connect 2018 yang berlangsung di Indonesia Convention Exhibition, BSD, empat narasumber menyampaikan pengalaman dan mengupas permasalahan terkait dengan startup di Indonesia.

Dipandu CEO DailySocial Rama Mamuaya, keempat panelis tersebut adalah CTO EmasDigi Natali Ardianto, CEO Digital Ventures dan Emerging Business Sinar Mas Land Herry Santoso, CTO Investree Dickie Widjaja, dan Co-Founder dan CEO Goers Sammy Ramadhan.

Talenta asing vs lokal

Masih minimnya talenta yang berkualitas saat ini untuk memenuhi kebutuhan tenaga engineer di startup, masih merupakan kendala yang banyak ditemui oleh startup. Salah satu solusi yang mulai banyak dilakukan adalah dengan merekrut tenaga kerja asing yang ternyata banyak memiliki kemampuan di atas rata-rata dibandingkan talenta lokal.

Menurut Natali Ardianto, langkah ini memang menjadi jalan pintas, namun di sisi lain membuktikan bahwa belum banyak talenta Indonesia yang memiliki kemampuan dan kualifikasi yang ideal.

“Sebenarnya sudah banyak effort yang dilakukan oleh pelaku startup dan teknologi di Indonesia untuk mengembangkan talenta yang ideal, namun permasalahan kurikulum dan hal terkait lainnya, menyulitkan universitas untuk mulai memberikan pelajaran tersebut kepada mahasiswanya,” kata Natali.

Sammy Ramadhan menambahkan, saat ini demi mendapatkan talenta yang berkualitas, sudah banyak inkubator hingga lembaga pendidikan yang memberikan edukasi dan pelatihan pemrograman kepada siswa SMK hingga orang umum. Di Goers sendiri, salah satu cara untuk merekrut talenta adalah dengan menjalin kerja sama dengan SMK dan Binar Academy.

Sementara itu menurut Dickie Widjaja, talenta yang ideal tidak hanya mengedepankan latar belakang pendidikan saja, tapi mereka juga harus kreatif. Kebanyakan startup masih terlalu fokus untuk mengembangkan bisnis, masih sulit untuk menemukan talenta yang ideal sesuai dengan kebutuhan.

Menemukan investor yang tepat

Dalam kesempatan tersebut turut hadir perwakilan investor Herry Santoso yang cukup aktif merangkul perusahaan teknologi untuk berkantor di BSD, Tangerang.

Disinggung strategi apa baiknya yang bisa diterapkan startup untuk mendapatkan perhatian dari investor, Herry menyebutkan startup harus memiliki produk yang long lasting yang pada akhirnya bisa meyakinkan investor. Ditambahkan olehnya, pada akhirnya investor hanya ingin mendapatkan return dan profit yang lebih dari startup, usai investasi diberikan.

“Untuk memulai bisnis tidak perlu menyesuaikan investor yang relevan dengan bisnis yang akan dijalankan, misalnya startup yang menyasar healthtech harus mendekati investor yang memiliki latar belakang tersebut, jika produk menarik dan dinilai memiliki potensi, semua investor pasti akan tertarik untuk berinvestasi,” kata Herry.

Menurutnya, pada akhirnya pemilik startup harus bisa menentukan model bisnis dari startup yang didirikan, menemukan value dari tim, hingga menentukan investor yang relevan.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Starthub Connect 2018

EmasDigi Siap Hadirkan Produk Keuangan Valuta Asing dan Sasar Konsumen B2B

Setelah menjalankan bisnis selama empat bulan, layanan jual beli emas online EmasDigi dalam waktu dekat akan meluncurkan fitur terbaru, yaitu penjualan valuta asing (valas). CEO EmasDigi Claudia Kolonas menyebutkan, jika sudah siap dan proses validasi telah dirampungkan, produk terbaru ini akan segera hadir di platform EmasDigi.

“Sejak awal memang misi kita adalah tidak hanya menghadirkan jual beli emas secara online, namun juga produk finansial lainnya yang dibutuhkan oleh pengguna.”

Meskipun sudah masuk dalam rencana, tidak disebutkan siapa saja mitra yang nantinya akan bergabung bersama EmasDigi. Relasi EmasDigi dengan PT PG Berjangka yang resmi terdaftar dan diawasi oleh BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) memudahkan EmasDigi untuk menghadirkan produk-produk finansial lainnya di masa mendatang.

Selain valas, EmasDigi juga berencana untuk mengimplementasikan cashback untuk pengendapan saldo voucher.

Konsumen B2B

Saat ini EmasDigi mengklaim telah memiliki sekitar 30 ribu pengguna yang tersebar di 34 kota. Kebanyakan pengguna EmasDigi tersebut datang dari mitra yang sudah menjalin kemitraan dengan EmasDigi. Untuk menambah jumlah pengguna, EmasDigi berencana meluncurkan platform yang menyasar konsumen B2B. Selain itu EmasDigi juga akan membuka API untuk mempermudah kemitraan tersebut.

“Nantinya kami akan membuka kerja sama dengan layanan e-commerce agar mereka bisa menjual produk investasinya. Saat ini sudah ada e-commerce yang menjalin kemitraan dengan kami, jika sudah final prosesnya akan kami sebutkan lebih lanjut apa layanan e-commerce tersebut,” kata Claudia.

Disinggung apakah EmasDigi memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, menurut Claudia hingga saat ini belum ada rencana untuk melakukan fundraising. Masih menggunakan dana yang ada, fokus EmasDigi adalah menambah pengguna, edukasi ke pengguna, sekaligus menambah mitra yang relevan.

Tugas baru Natali Ardianto

Dalam kesempatan tersebut turut hadir CTO EmasDigi yang baru, Natali Ardianto. Dalam presentasinya disebutkan, sebelum menempati posisi CTO EmasDigi, Natali mengklaim telah mendapat tawaran dari berbagai layanan e-commerce di Indonesia, namun akhirnya Natali memilih EmasDigi usai melepaskan jabatan di Tiket.

“Keputusan saya memilih EmasDigi karena EmasDigi memiliki fundamental yang kuat dan EmasDigi juga merupakan perusahaan yang memiliki potensi yang cerah di masa depan.”

Sebagai CTO, tugas Natali selanjutnya adalah mengembangkan teknologi sekaligus menghadirkan fitur yang memudahkan pengguna untuk melakukan jual-beli emas dan varian produk keuangan lainnya di EmasDigi.

“Kami juga akan mengembangkan skema O2O dengan menambah lebih banyak kemitraan dengan penjual emas. Dengan demikian proses online-to-offline tersebut bisa lebih lancar lagi,” kata Natali.

Application Information Will Show Up Here

Memetik Pelajaran Enam Tahun Tiket Berdiri

Pemberitaan beberapa waktu lalu mengenai aksi korporasi yang dilakukan Grup Djarum lewat Blibli dengan mengakuisisi 100% layanan OTA Tiket menjadi suatu pelajaran berharga baik bagi Tiket maupun pengusaha startup lainnya, bahwa pada intinya perusahaan akan selalu membutuhkan kapital yang kuat untuk akselerasi bisnis.

Memilih Blibli, yang notabenenya adalah perusahaan terafiliasi dengan Grup Djarum, menjadi suatu nilai lebih bagi perusahaan. Pasalnya, Tiket hanya baru sekali mendapatkan pendanaan sepanjang enam tahun berdiri, dari angel investor senilai US$1 juta.

Diungkapkan sejak pendanaan tersebut, Tiket mengandalkan kemampuan sendiri untuk memutar uang dari kas perusahaan. Strategi tersebut memang bagus karena sehat bagi keuangan perusahaan. Namun hal ini dinilai jadi kurang relevan karena jarak ketertinggalan perusahaan agak jauh dengan kompetitor. Apalagi, Tiket bermimpi ingin kembali menjadi pemain OTA nomor 1 di Indonesia.

“Valuasi kita sudah triliunan, investasinya jadi susah karena kalibernya sudah sangat beda. Kita maunya [investor] dari lokal karena orang Tiket semuanya dari lokal, yang asing-asing dari Tiongkok itu malah sudah ngobrol-ngobrol. Makanya ini jadi susah. Tapi eventually, ada Grup Djarum yang interest, tapi mereka maunya full akuisisi,” terang Co-Founder dan CTO Tiket Natali Ardianto saat mengisi salah satu sesi di gelaran Ideafest 2017.

Natali melanjutkan, alasan Grup Djarum yang ingin akuisisi penuh Tiket cukup masuk akal. Karena bila dihitung-hitung, jika mereka hanya investasi sekian persen dengan nilai sekian rupiah, artinya Tiket hanya bisa memanfaatkan dana itu saja.

Konsekuensinya bagi founder, mereka akan terus dituntut investor dan harus menggalang pendanaan segar di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan bagi perusahaan, ini merugikan karena tidak bisa berlari dengan kencang mengejar ketertinggalannya.

“Ide full akuisisi itu tercetus dan kita 100% setuju. Mereka juga berjanji bahwa semua perusahaan yang ada di bawah Grup Djarum, entah itu masih kecil maupun sudah besar, tidak ada yang dimatikan. Ini membuktikan mereka tidak pernah give up. Kita percaya itu. Lagi pula industri travel itu, menurut saya akan terus berjalan.”

Pelajaran enam tahun Tiket

Menurut Natali, Tiket cukup terlena dengan kondisi saat masih menjadi pemain OTA nomor 1 di Indonesia. Strategi awal yang dilakukan Tiket tidak sehat karena tersandung oleh euforia “Silicon Valley”.

Kondisi yang membuat perusahaan merekrut orang tanpa mempertimbangkan gaji, menyediakan makanan tanpa batas, dan banyak keleluasaan lainnya. Kemudian diperparah oleh keluarnya tiga dari tujuh co-founder Tiket.

“Jujur saja, 1,5 tahun setelah berdiri kami cukup terlena dengan euforia Silicon Valley. Memang produk yang dihasilkan bagus, tapi setelah itu kami kehabisan uang, dan mulai ketar ketir sampai akhirnya memutar dana yang sudah ada untuk operasional.”

Dari sana, Tiket belajar bahwa memberikan saham perusahaan dengan mudah kepada karyawan, itu tidak tepat. Kondisi perusahaan tidak sehat, lantaran pada saat itu harus masih ‘sakit’ di tahun pertama, namun harus tetap memberikan imbal hasil. Dengan kata lain, perusahaan harus membayar sesuatu dengan kondisi produk yang belum mantap.

“Ini jadi tips, jangan gampang kasih saham. Lebih baik bayar dengan gaji yang profesional.”

Berikutnya, mengingat anggaran belanja Tiket yang tidak besar, perusahaan sangat mengedepankan fungsi manajemen keuangan dengan merekrut lebih banyak tim finance daripada tim IT.

Natali mengungkapkan, tim finansial Tiket ada 35 orang, sementara tim IT hanya 30 orang. Akan tetapi, dengan jumlah tersebut mampu mendongkrak kinerja Tiket yang mampu menghasilkan 15 ribu transaksi dalam sehari.

Menurut pandangan Natali, perusahaan startup yang baik itu harus memiliki tim yang kuat di bidang IT, finance, dan marketing. Berbeda dengan pandangan orang pada umumnya yang menganggap startup itu harus memiliki tiga tipe orang yakni hacker, hipster, dan hustler.

Dia beralasan, tim marketing itu adalah sesuatu yang selalu terlewatkan oleh perusahaan teknologi. Padahal, alasan utama yang membuat startup mati adalah kehabisan uang.

“Bila ada co-founder yang tidak perform, ya tinggal pecat ganti yang baru. Kalau sudah tidak ada uang, mau apa pun ya tidak bisa jalan. Makanya kalau di Tiket selalu berbicara tentang revenue, net margin, dan conversion. Bukan dari traffic atau page view.”

Pelajaran terakhir lainnya yang disampaikan Natali adalah memanfaatkan sumber daya yang ada, sesuai dengan budget perusahaan. Pihaknya sadar tidak memiliki banyak biaya untuk mengakuisisi pelanggan baru dengan beriklan di media massa. Maka dari itu, strategi yang dilakukan adalah memanfaatkan basis data yang dimiliki perusahaan dan menjadikannya sebagai spesialisasi.

Tiket fokus pada pelayanan dengan menempatkan tim costumer service secara penuh dari internal. Setiap keluhan yang masuk, tim IT akan mengategorikan masalah untuk diselesaikan.

Terlebih, pelanggan utama Tiket bukanlah generasi anak muda, melainkan kalangan yang sudah berumur, misalnya ibu rumah tangga dan pelancong bisnis. Natali bilang, dari golongan tersebut ada sekitar 75 ribu pelanggan yang melakukan 50 kali transaksi dalam sebulannya. Mereka merupakan pelanggan loyal Tiket.

“Persona orang tua tidak perlu situs yang fancy dan vibrant. Kita memperhatikan hal-hal seperti itu,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Amvesindo Demo Day 2017 Sajikan Pelatihan Terpadu untuk Startup Pemula

Amvesindo Demo Day 2017 merupakan sebuah acara yang dapat diikuti pelaku startup yang ingin mendapatkan pengetahuan dan gambaran umum lanskap bisnis dari berbagai sudut pandang. Selain menghadirkan pelaku startup sukses, beberapa komponen pendukung bisnis digital lain turut dihadirkan, mulai dari investor, inkubator, media, serta instansi pemerintah terkait.

Sesi pengembangan pengetahuan untuk startup pemula turut disajikan dalam seminar, membahas studi kasus nyata serta praktik terbaik untuk memaksimalkan manuver bisnis dengan pendekatan modern. Sesi ini setidaknya terbagi dalam tiga tema bahasan utama: (1) Successful Start Up Investment to Exit dibawakan oleh Paul Santosa dari Wavemaker, (2) Indonesian Startup Going Global dibawakan oleh Co-founder AR&Co Peter Shearer, (3) Growth Hacking dibawakan Co-founder Tiket.com Natali Ardianto.

Sesi coaching class juga secara khusus diadakan pada acara ini untuk memberikan pendampingan materi secara lebih mendalam. CMO Kumparan Andrias Ekoyuono dan Founder Drone Academy Irendra Radjawali akan mendampingi pada sesi tersebut dengan membawakan bahasan seputar strategi promosi brand dan inovasi produk.

Peserta yang mengikuti pelatihan ini juga berkesempatan untuk memperoleh funding bagi startupnya. Tiga peserta terbaik akan mendapatkan keanggotaan khusus untuk inkubator, bertemu dengan pelaku startup lain yang telah berpengalaman.

Rangkaian Amvesindo Demo Day 2017 akan dilaksanakan esok hari, tanggal 2 Agustus 2017 mulai pukul 09.00 hingga selesai. Acara bertempat di Auditorium Indosat, Jakarta Pusat. Saat ini pendaftaran seminar dan coaching class masih dibuka. Informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi tautan berikut ini: http://www.amvesindo.org/event/18


Disclosure: DailySocial adalah media partner Amvesindo Demo Day 2017

Kiat CTO Memilih dan Merencanakan Server untuk Layanannya

Teknologi bagi startup digital bisa dianalogikan sebagai fondasi pada sebuah bangunan. Fondasi berperan besar dalam membuat bangunan terebut berdiri kokoh. Demikian pula teknologi (tentu bentuknya beragam) dalam menumbuhkan bisnis startup. Sebut saja bagi startup yang memberikan pelayanan melalui sebuah website atau aplikasi, maka sistem server di baliknya – selain aplikasinya itu sendiri – harus memiliki kekuatan yang mumpuni dalam memberikan dukungan.

Hal ini juga berlaku untuk layanan yang memiliki intensitas penggunaan yang tinggi, seperti Tiket.com sebagai salah satu pemimpin bisnis Online Travel Agency (OTA) di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder dan CTO Tiket.com Natali Ardianto memberikan beberapa tips terkait dengan perencanaan sistem server dan tindakan yang perlu dilakukan dalam disaster recovery. Layanan online Tiket.com sangat bergantung dengan keandalan server dalam menyuguhkan performa kepada pelanggan.

Pertimbangan startup dalam memilih server untuk layanannya

Menurut Natali, berdasarkan pengalamannya dalam mengelola teknologi sejenis, prioritas utama dalam memilih layanan hosting atau server adalah besaran pipa bandwidth. Kemudian pertimbangan yang kedua adalah kemudahan dalam scaling server. Dan yang ketiga baru tentang spesifikasi server. Pipa bandwidth menjadi unsur terpenting, karena bandwidth akan berujung pada kecepatan akses oleh pengguna.

Mengapa bukan kemampuan scaling server dulu? Natali mengatakan jika pun sistem dapat melakukan scaling dengan sangat cepat, namun jika pipa bandwidth yang disediakan kecil pengguna tidak dapat melakukan scaling trafik secara cepat. Dan Natali mengatakan bahwa tidak mudah dan murah untuk melakukan scaling network.

Scaling server sangat tergantung pada kemampuan hosting dalam mengelola skalabilitas sistemnya, entah itu virtualisasi atau SOP (Standard Operating Procedure) yang sangat bagus ketika ada demand server yang tiba-tiba banyak. Sedangkan spesifikasi server sangat mudah diputuskan, karena spesifikasi saat ini cukup homogen, tidak terlalu banyak variannya. Prosesor Intel, memory DDR4, harddisk drive SSD. Simple.”

Lalu ketika berbicara tentang startup umumnya dimulai dari kapabilitas sistem yang kecil, namun di tengah proses kadang lonjakan terjadi begitu saja dengan sangat tinggi. Kadang sistem tidak siap untuk menghadapi, akibatnya sistem mengalami down. Kemungkinan paling buruk justru membuat pengguna kecewa, sehingga traksi justru tidak meningkat tajam.

Sebagai langkah antisipasi, menurut Natali, sebuah startup teknologi memang perlu melakukan perencanaan sejak awal, tidak bisa hanya menganggap penggunaan teknologi cloud akan otomatis scaling dengan sendirinya. Ia menceritakan ketika Tiket.com masih di usia yang sangat dini beroperasi.

“Ketika usia Tiket.com baru live selama 6 bulan, kami sempat mengalami spike yang tinggi ketika ada penjualan konser Big Bang, di mana 6.000 tiket konser terjual dalam 10 menit. Ketika itu webserver yang aktif hanya tiga, namun dikarenakan sudah direncanakan sejak awal, dalam waktu kurang dari 5 menit, saya bisa menambah 10 webserver secara instan hanya dengan menggunakan iPad.”

Nyatanya perencanaan ini juga akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pemilihan stack teknologi yang akan digunakan dari layanan tertentu. Contohnya pengalaman tersebut kini membawa Tiket.com mampu melakukan skalabilitas sistem dengan baik. Bahkan dikatakan Natali ketika ada 40.000 concurrent user yang mengunjungi situs, seperti ketika penjualan tiket kereta lebaran, tidak terjadi isu dalam sistem karena sudah memanfaatkan teknologi auto-scaling dari provider yang saat ini digunakan Tiket.com.

Perdebatan “klise” yang masih sering terjadi, antara memilih layanan lokal atau internasional

“Jujur untuk saat ini saya memilih provider internasional. Di awal pengembangan Tiket.com, saya pernah meletakkan server di Jakarta. Ketika terjadi DDoS Attack yang massive sebesar 1,1 Gbps selama satu bulan, hosting provider lokal kesulitan untuk mengantisipasi load bandwidth yang besar ini, bahkan akses internasional mereka menjadi mampet karena serangan tersebut. Alhasil ujung-ujungnya situs Tiket.com yang diblokir, agar attacker berhenti.”

Setelah dipindahkan ke provider internasional, permasalahan bandwidth tersebut terselesaikan. Bahkan sempat terjadi serangan DDoS sebesar 3,3 Gbps di tahun 2015, namun dapat ditangani tanpa service disruption di layanan Tiket.com.

“Sebagai gambaran, saat ini saya memiliki server di Jakarta, dengan bandwidth dedicated rasio 1:1 2 Mbps, biayanya Rp 4 juta tiap bulannya. Di Singapura, server saya diberi bandwidth 100 Mbps gratis. Jika di-upgrade menjadi 1 Gbps, cukup menambah biaya kurang lebih Rp 260 ribu tiap bulannya. Bedanya jauh sekali bukan.”

Dan yang lebih ironis bagi Natali, hop count dari Jakarta-Singapura bisa lebih sedikit ketimbang Jakarta-Jakarta. Terjadi mismanage yang cukup kritis di routing network Indonesia saat ini.

Konsep high availability dan scalability sebagai strategi meningkatkan keandalan sistem

Hal ini terkait dengan strategi sebuah sistem online yang sudah mapan dan memiliki traksi pengguna yang tinggi untuk meminimalkan terjadinya down-time atau kegagalan sistem lainya. Perencanaan yang dilakukan oleh CTO Tiket.com ialah menggunakan konsep high availability dan scalability. High availability berarti selalu tersedia setiap saat. Caranya dengan memiliki jumlah lebih dari sepasang untuk masing-masing sistem. Load balancer sepasang, web server sepasang, database sepasang, cache system sepasang dan seterusnya.

Ketika salah satu server mati, masih ada server lainnya yang mengambil alih load server. Bahkan jika perlu, lokasi data center pun dipisah, sehingga jika terjadi disaster, entah itu power outtage, hardware malfunction atau bahkan bom nuklir, masih ada sistem lain di lokasi berbeda.

“Saya bahkan pernah diceritakan oleh teman provider hosting internasional, bahwa jarak antar dua data center dia sekian kilometer. Alasannya? Agar jika ada pesawat menghantam data center yang pertama, maka ledakannya tidak akan mengganggu data center yang kedua.”

Scalability sendiri harus dilakukan oleh kita sendiri sebagai pengguna. Ketika mendesain sebuah sistem, harus bisa distributed, dikarenakan dari server bisa berbeda-beda. Namun walau pun berbeda-beda lokasi, namun datanya sama persis satu dengan yang lainnya. Scalability ini yang paling rumit dan kompleks, umumnya kita belajar berdasarkan pengalaman.

Untuk melakukan duplikasi sistem tersebut kadang terkendala dengan perhitungan investasi dalam bisnis. Seringkali mendengar cerita, bahwa tim teknologi kadang kesulitan meyakinkan kepada CEO (terutama yang memiliki latar belakang non-teknis) untuk mau membayar lebih pada kebutuhan tersebut. Nyatanya ketika tidak terjadi kegagalan sistem, penambahan jumlah server atau pengutusan staf khusus untuk mengelola backup terlihat seperti buang-buang energi dan sumber daya. Tidak terjadi di semua bisnis, namun tak sedikit yang menghadapi.

“Jujur saja, saya juga dulu pernah melaluinya juga, selama dua tahun servernya hanya satu. Waktu itu jumlah server baru ditambahkan ketika saya laporkan ke investor tentang kondisi saya.”

Solusi yang bisa dilakukan berdasarkan pengalaman Natali menghadapi situasi yang sama adalah dengan meminta rekan yang lebih dipandang dan dikenal pula oleh CEO untuk membantu mengingatkan risiko yang sedang dihadapi. Mungkin juga diberikan artikel-artikel terkait mengenai sistem yang down karena tidak scaling.

Cita-cita memiliki data center sendiri untuk startup

CTO Tiket.com mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak berencana membangun data center sendiri. Ia cukup puas memanfaatkan teknologi cloud computing. Harga lebih murah, pengelolaan mudah, karena hanya mengurus software di masing-masing server, tidak perlu terlalu pusing dengan urusan networking, redundancy network dan lain sebagainya. Dengan pertumbuhan teknologi yang sangat pesat, sistem menjadi semakin kompleks. Jangan sampai kita turut disibukkan dengan hardware yang failing, memory yang corrupt, harddisk yang rusak.

Bayangkan jika kita memiliki server sendiri, dan storage disk-nya rusak, kita harus sudah punya stock untuk mengganti hardware yang lama. Belum lagi kalau kita hendak meng-upgrade server.

“Saya dulu pernah memiliki server fisik sendiri, dan ketika saya hendak meng-upgrade jumlah prosesor saya, ternyata heat sink server tersebut bentuknya khusus dan hanya tersedia di Singapura. Alhasil saya memesan heat sink tersebut ke Singapura, bermasalah di bea cukai karena dianggap barang mewah, dan baru sampai di tangan saya dua bulan kemudian. Bayangkan, hanya untuk upgrade prosesor butuh dua bulan.”

Natali pun turut menegaskan bahwa teknologi cloud itu bukan hanya virtualisasi saja.

“Saya sendiri memanfaatkan teknologi baremetal cloud. Artinya, server saya fisik, tanpa virtualisasi. Namun yang cloud adalah network-nya, dan juga pricing-nya yang diukur per jam maupun per bulan. Bahkan ketika saya matikan server tahun lalu, dan saya memesan server baru, dengan spesifikasi yang lebih tinggi, saya bisa mendapatkan harga yang sama. Kenapa bisa demikian? Karena adanya Moore’s Law. Kemampuan prosesor naik 2 kali lipat tiap 2 tahun.”

Application Information Will Show Up Here

Tiket Optimasi Aplikasi Mobile dan Mobile Web

Startup Indonesia penyedia jasa online travel yang berada di bawah payung PT Global Tiket Network, Tiket, hari ini (21/3) mengumumkan pembaruan untuk layanan mobile platform mereka, baik itu aplikasi mobile maupun situs mobile. Pembaruan yang dilakukan Tiket berupa penyegaran tampilan antarmuka layanan dan penambahan fitur Last Minute Hotel Deal.

Langkah Tiket untuk mengoptimalkan mobile platform mereka adalah langkah yang masuk akal, mengingat kini tren akses internet yang berkembang di Indonesia sudah mulai beralih ke mobile. Berdasarkan laporan IPSOS Asiabus, 85 persen dari 88, 1 juta pengguna internet di Indonesia mengakses internet melalui perangkat mobile dengan smartphone sebagai perangkat paling umum.

[Baca juga: Survei JakPat Ungkap Masyarakat Sudah Terbiasa Membeli Tiket Secara Online]

Sementara itu riset yang dilakukan oleh Google menyebutkan bahwa akses internet saat ini yang terbesar adalah melalui perangkat mobile. Data menunjukan penggunaan Google untuk travel query melalui smartphone sebesar 61 persen, melebihi penggunaan tablet dan desktop yang berada di angka 39 persen. Peluang inilah yang coba dioptimalkan oleh Tiket sebagai pelaku e-commerce sektor perjalanan melalui pembaruan mobile platform, baik itu aplikasi mobile maupun mobile web.

Tampilan terbaru mobile web Tiket / DailySocial

Co-Founder dan CTO Tiket Natali Ardianto melalui keterangannya mengatakan, “Kami melakukan perbaikan tampilan pada mobile platform kami yaitu mobile apps dan mobile web agar lebih mudah dipahami dan digunakan. Kami juga menyeragamkan tampilan mobile web maupun mobile apps untuk menciptakan kebiasaan dan kemudahan dalam menggunakan produk kami.”

[Baca juga: DStour #5: Mengunjungi Kantor Tiket.com]

Pembaruan lainnya adalah penambahan fitur Last Minute Hotel Deal yang saat ini baru bisa dinikmati aplikasi Android. Fitur ini menawarkan diskon istimewa, dari 40% hingga 70%. Tiket berjanji fitur ini akan segera hadir dalam aplikasi untuk perangkat iOS beberapa minggu ke depan.

Target yang diharapkan lewat optimasi mobile platform Tiket

Tahun 2015 silam, Tiket mengklaim telah berhasil merangkul hingga tiga juta pengguna dan tumbuh hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Melalui pembaruan mobile platform ini, Tiket memasang target kenaikan performa bisnis hingga 200 persen pada pertengahan tahun 2016. Tiket sendiri memang berniat untuk lebih agresif melebarkan sayap bisnis di tahun 2016 ini.

“Antusiasme tinggi dari masyarakat dan potensi industri yang menjadi tolak ukur kami ke depannya.[…] Hal ini pun kami buktikan dengan upaya kami yang saat ini sedang merancang aplikasi mobile Tiket berikutnya, yakni versi 2.0 yang segera dapat dinikmati,” tutup Co-Founder dan Chief Communication Officer Tiket Gaery Undarsa.

Application Information Will Show Up Here

Workshop Hari Kedua “Road to Harbolnas 2015” Berbagi Wawasan Mengenai Payment Gateway, User Retention, dan Kesiapan Teknologi

Rangkaian dari workshop Road to Harbolnas 2015 di hari kedua telah selesai diselenggarakan kemarin (3/12). Masih dengan tema yang sama, “Eliminate Obstacle Through Collaboration”, titik berat workshop hari kedua adalah berbagi wawasan yang berkaitan dengan sisi teknis, mulai dari payment gateway, user retention, hingga kesiapan teknologi.

Hari Belanja Online yang memiliki konsep tak jauh berbeda dengan Black Friday dan akrab dikenal dengan Harbolnas saat ini sudah memasuki tahun keempatnya. Direalisasikan tanpa sengaja pada 2012 lalu dan diawali hanya dengan tujuh layanan e-commerce saja, kini antusiasmenya telah meledak berkali-kali lipat. Tidak hanya dapat dilihat dari sisi jumlah pelaku e-commerce yang berpartisipasi saja, tetapi juga dari lonjakan trafik yang berasal dari konsumen seperti yang disampaikan sebelumnya.

Melalui workshop Road to Harbolnas 2015 yang digelar selama dua hari di Agro Plaza, Jakarta Selatan, penyelenggara ingin setiap layanan e-commerce yang berpartisipasi dapat menyiapkan diri menerima lonjakan kunjungan maupun order selama Harbolnas 2015 nanti. Di hari keduanya, workshop Road to Harbolnas 2015 lebih menitikberatkan pembahasan yang berkaitan dengan dengan payment gateway, user retention, dan technology.

Pembicara yang hadir di hari kedua ini adalah Imam Akbar Hadikusumo (Doku), Budi Gandasoebrata (Veritrans), Agus Supriyatna (Sodexo), Dyah Anamia (Sodexo), Aulia Amalia (WeGo), Fajar A. Budiprasetyo (HappyFresh), dan Natali Ardianto (Tiket).

abcd

Akbar mengatakan, “Pemerintah saat ini sudah melihat e-commerce sebagai industri yang menarik. UKM juga sudah melihat industri ini [e-commerce]. Harapan ke depan, e-commerce bisa lebih diterima mulai dari UKM hingga yang besar dan [pertumbuhannya] bisa dikawal.”

Budi menambahkan, “Tugas kita dari sisi pelaku industri adalah memastikan pemerintah bila membuat regulasi, itu adalah regulasi yang bisa [membantu] menumbuhkan industri. Jangan sampai regulasi itu mengekang kita.”

Semenjak menunjukkan pertumbuhan yang menggairahkan, pemerintah memang telah menunjukkan ketertarikan terhadap e-commerce. Bisa dilihat dari bagaimana rencana roadmap e-commerce akan dibuat. Belum lagi sebuah wacana untuk membuat sisitem national payment gateway (NPG) yang bertujuan untuk bantu menyehatkan e-commerce itu sendiri.

Namun, menurut Akbar dan Budi, hingga saat ini bentuk dan intention rencana inisiasi NPG itu sendiri hingga saat ini masih belum begitu jelas. Payment gateway sendiri pada dasarnya dapat bantu memudahkan transaksi merchant dalam aktivitas jual beli online.

Event seperti Harbolnas 2015 sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para pelaku industri e-commerce untuk menarik sebanyak mungkin kunjungan ke situsnya. Namun, bila infrastruktur yang dimiliki tidak dipersiapkan dengan baik, hal tersebut bisa menjadi bumerang.

ab

Natali menyampaikan bahwa pengalaman pengguna tetaplah menjadi nomor satu yang harus diperhatikan. Menurutnya jangan sampai ketika ada pengguna yang baru beralih ke online merasakan dampak dari tingginya trafik yang bisa membuat layanan down karena hal tersebut dapat mempengaruhi citra layanan yang digunakan saat itu.

Fajar mengatakan, “Rencanakan dari sekarang [untuk menyambut Harbolnas]. Naikkan kebutuhan sistem menjadi 10 hingga 20 kali lipat atau sesuai yang kalian perkirakan.”

User experience adalah hal yang penting. Karena bila pengguna mendapatkan pengalaman yang buruk, belum tentu dia mau kembali lagi untuk menggunakan layanan yang sama. Jadi persiapkanlah segalanya dengan matang [untuk menyambut Harbolnas],” tandas Aulia.

Zalora Kembali Gelar “12.12 Online Fever” Serentak di Delapan Negara

Setelah sukses menggelar perayaan belanja online dua tahun sebelumnya, di tahun yang ketiga Zalora kembali menghadirkan 12.12 Online Fever. Acara yang akan digelar mulai tanggal 10 hingga 12 Desember ini merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Zalora. Hadir pertama kali di Indonesia pada tahun 2013, ajang perayaan belanja online tahun ini didukung oleh 250 partner dan brand di seluruh wilayah Asia Tenggara, Hong Kong, dan untuk pertama kalinya hadir di Taiwan.

“Zalora ingin mengapresiasi seluruh pelanggan di Indonesia dengan memberikan penawaran seru serta diskon fantastis hingga 80% dan bermitra dengan partner hingga suplier yang berkualitas,” ujar Managing Director ZALORA Indonesia Anthony Fung di acara temu media hari ini (10/11) di Jakarta.

Dalam perayaan belanja online ini, Zalora akan memberikan penawaran lebih untuk memastikan konsumen mendapatkan produk favorit dengan harga terbaik. Berdasarkan data tahun lalu, perayaan belanja online 12.12 Online Fever berjalan dengan sukses dan mendapatkan sambutan yang baik di pasar asia.

“Untuk mengantisipasi terjadinya ledakan jumlah pengguna yang mengakses situs kami, persiapan telah dilakukan satu tahun sebelumnya termasuk melakukan migrasi ke server yang lebih besar, semua dilakukan untuk menciptakan koneksi yang lancar untuk pelanggan,” kata Anthony.

Melalui 12.12 Online Fever, Zalora bertujuan untuk meningkatkan jumlah konsumen dalam berbelanja online sekaligus memberikan jaminan sektor e-commerce sebagai tempat berbelanja yang dipercaya oleh pelanggan.

“Nantinya semua pelanggan Zalora bisa mendapatkan penawaran istimewa mulai dari fashion, baju muslim hingga aksesoris hijab yang paling banyak di beli oleh konsumen di Indonesia,” kata Anthony.

Bermitra dengan 250 partner di Asia tenggara

ZALORA bersama-sama dengan para pelaku industri e-commerce akan memberikan pengalaman belanja online terbaik yang menyuluruh, memudahkan, aman dan nyaman untuk semua konsumen.  Di antara partner yang mengkuti ajang 12.12 Online Fever ini adalah Air Asia dan Tiket.com.

Untuk Air Asia ini adalah kali kedua berpartisipasi di acara 12.12 Online Fever, setelah menuai banyak traffic ke situs Air Asia pada tahun sebelumnya serta menambah jumlah pelanggan baru, karena alasan itulah tahun ini Air Asia kembali ambil bagian di perayaan belanja online terbesar di Indonesia.

“Melihat banyaknya traksi yang didapatkan pada tahun lalu, Air Asia sebagai pionir bisnis arline berbasis online menyambut baik kegiatan rutin yang diadakan oleh Zalora dan memutuskan untuk kembali bermitra pada tahun 2015 ini,” kata Commercial Director Air Asia Andy Adrian.

Sementara itu partner baru yang bermitra dengan Zalora di acara 12.12 Online Fever ini adalah Tiket.com, seperti yang diungkapkan oleh CTO Tiket.com Natali Ardianto, salah satu alasan bergabung menjadi partner Zalora tahun ini adalah setelah melihat daftar perusahaan yang bergabung berasal dari latar belakang yang beragam dan banyak pula nama-nama perusahaan besar, seperti Clozette, Blanja, Qoo10, Reebonz, Qraved, Sepulsa, FoodPanda, Bilna, Bhinneka, Rakuten, Travelio, HappyFresh, Ralali, dan Sportdeca.

“Kami melihat antusias perusahaan berbasis teknologi dan sebagian besar [perusahaan] e-commerce untuk ikut serta sangat banyak, akhirnya Tiket.com tertarik untuk bergabung dan menjadi mitra Zalora,” kata Natali.

Acara 12.12 Online Fever akan dimulai pada 10 Desember  2015 pukul 00.00. 12.12 Online Fever bakal diselenggarakan secara serentak di situs dan aplikasi ZALORA yang tersedia di delapan negara.

Mengurangi Kemungkinan Terjadinya Fraud Transaksi Kartu Kredit dengan Fitur 3 Domain Secure

Sistem 3DS menutupi celah kemungkinan terjadinya fraud oleh carder / Shutterstock

Kartu kredit menjadi media pembayaran yang paling efektif untuk melakukan transaksi online. Kendati demikian masih banyak yang meragukan kemudahan tersebut lantaran isu keamanan yang kerap kali menjadi isu, seperti khasus carder yang dewasa ini masih terungkap. Jika berbicara secara teknis, kartu kredit yang beredar di Indonesia saat ini telah memiliki keamanan yang mumpuni, karena kebijakan Bank Indonesia yang cukup ketat. Salah satu fitur yang mendukung hal ini adalah implementasi 3 Domain Secure (3DS) bagi penerbit kartu kredit. Continue reading Mengurangi Kemungkinan Terjadinya Fraud Transaksi Kartu Kredit dengan Fitur 3 Domain Secure