Wahyoo Amankan Pendanaan Awal, Berambisi Rangkul 13 Ribu Warteg

Startup dengan solusi digitalisasi dan modernisasi warung “Wahyoo” mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding). Nominal tidak disebutkan, pendanaan dipimpin oleh Agaeti Ventures dan Kinesys Group. Selain itu turut didukung Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Dengan dukungan pendanaan, startup yang didirikan oleh Peter Shearer pada Juni 2017 tersebut ingin capai target 13 ribu unit warung mitra hingga akhir tahun 2019. Sebelumnya mereka telah meraih tonggak capaian 7000 warung tegal (warteg) yang berhasil dibina dan ditransformasi.

“Pendanaan tersebut akan digunakan untuk mengembangkan produk serta tim kami, agar Wahyoo bisa menghadirkan pelayanan yang lebih baik kepada para mitra warteg kami serta meningkatkan jangkauan kami ke wilayah yang lebih luas lagi. Saat ini mitra kami masih berpusat di Jakarta. Ke depannya, kami berharap untuk menjangkau wilayah Jabodetabek,” sambut Peter.

Visi utama Wahyoo adalah memberdayakan cost efficiency dan pengembangan keuntungan pengusaha warteg di Indonesia melalui platform teknologi. Beberapa contoh penerapannya adalah dengan pengadaan supply chain, membantu menciptakan model bisnis baru, dan penerapan program lokakarya Wahyoo Academy untuk meningkatkan kualitas pelayanan konsumen.

Konsep pemberdayaan melalui saluran warung telah dilakukan beberapa startup dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya Kudo yang mentransformasi warung untuk menjadi kanal pembayaran berbagai kebutuhan. Atau program Mitra Bukalapak yang mengakomodasi barang dagangan warung. Portofolio lain East Ventures, yakni Warung Pintar, juga menghadirkan inovasi berbasis warung.

Melihat Penerapan Blockchain dan Face Recognition di Ritel Modern Milik JD.com

Salah satu layanan yang menjadi andalan dari raksasa ritel JD.com adalah menyediakan bahan makanan segar kepada konsumen di Tiongkok. Pengiriman bahan makanan segar ini sudah dilakukan sejak tahun 2012. Melihat besarnya permintaan dan potensi, perusahaan kemudian memutuskan untuk menjalankan divisi bahan makanan segar secara independen.

JD.com kemudian mendirikan 7Fresh, sebuah supermarket premium khusus produk bahan makan segar, baik dari supplier lokal atau asing. Supermarket tersebut juga dilengkapi dengan teknologi terkini, misalnya memanfaatkan blockchain untuk memberikan ulasan histori produk.

DailySocial bersama dengan awak media asal Indonesia lainnya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi 7Fresh yang terletak di kota Beijing, Tiongkok, beberapa waktu yang lalu.

Kombinasi produk segar dan penerapan teknologi

Suasana khas supermarket biasa memang tampak terasa ketika kami memasuki 7Fresh. Namun setelah dilihat lebih dalam, terpampang beragam produk bahan segar yang didatangkan dari 50 kawasan di Tiongkok. Terdapat juga beberapa produk yang diimpor dari berbagai negara. Bukan hanya untuk kebutuhan individu, 7Fresh juga menyuplai kebutuhan restoran yang tersebar di Beijing dan sekitarnya.

Sesuai dengan komitmen mereka mengantarkan barang dengan cepat, 7Fresh menjamin semua barang yang dibeli secara online melalui aplikasi JD.com dikirimkan hanya dalam waktu 30 menit saja di kawasan Beijing dan sekitarnya.

7Fresh menyematkan blockchain dalam bentuk tampilan layar di beberapa sudut rak. Hanya dengan mesin pemindai (scanner), pengunjung bisa mengetahui histori produk mulai dari awal di petani hingga tiba di toko.

Terkait dengan teknologi ini, JD.com menjalin kerja sama strategis dengan beberapa mitra untuk bisa mengimplementasikan tracking system. Semua informasi tersebut juga bisa diakses oleh pembeli melalui aplikasi.

Jika ada perubahan harga, sistem secara otomatis akan melakukan pembaruan. Sehingga saat barang dipindah, semua informasi yang muncul dipastikan aktual. Untuk pembayaran 7Fresh juga menyediakan pilihan non-tunai yang terintegrasi langsung dengan akun WeChat dan platform lainnya.

Memanfaatkan teknologi facial recognition

XMart manfaatkan facial recognition
XMart manfaatkan facial recognition

Toko ritel milik JD.com lainnya yang secara keseluruhan memanfaatkan teknologi adalah XMart. Toko yang lokasinya terletak di kantor pusat JD.com ini, dimanfaatkan oleh pegawai untuk membeli makanan dan minuman hingga kebutuhan sehari-hari.

Keunikan toko ini adalah pembeli tidak perlu melakukan pembayaran di kasir khusus. Semua barang yang dibeli terekam secara langsung oleh kamera yang tersebar di atap toko, kemudian akan mendeteksi apa saja produk yang dibeli dengan memanfaatkan sensor khusus.

Saat proses check-out, sensor akan mendeteksi langsung akun pengguna hanya dengan mengenali wajah dari pembeli tersebut. Teknologi facial recognition diterapkan oleh JD.com ke dalam toko XMart.

Investasi JD.com dalam penelitian dan pengembangan sumber daya tidak hanya meningkatkan operasinya, tapi diyakini berpotensi berkontribusi pada evolusi e-commerce untuk secara menyeluruh. Untuk mendukung kegiatan pengembangan, JD.com juga gencar merekrut profesional AI.

Application Information Will Show Up Here

Kopi Kenangan Receives Funding Worth of 282 Billion Rupiah from Sequoia India

Kopi Kenangan today (7/25) announced funding in the closing of “growth round” from Sequoia India. It’s worth $20 million or around 282 billion Rupiah. This is the follow-on funding of the previous $8 million from Alpha JWC Venture in October 2018.

Post funding, the startup founded by Edward Tirtanata and James Prananto is to focus on making the more personalized experience and efficient production process. The realization is on the app development and IoT implementation in outlets.

This app will be developed further to be “private barista” for consumers. They can have information on the coffee recipe or taste – as if they asking the real barista at the cafe.

Founded in 2017, Kopi Kenangan has opened 80 outlets in 8 cities. Based on the data, the average order has reached 1 million per month. Aside from perfecting the app, the fresh fund will also be used for expansion to more cities, opening 150 new outlets by the end of this year.

We’ve been informed that the startup is at a “profitable” stage. It boosts their confidence to the level of Southeast Asia expansion in the next few years.

Since the debut, Kopi Kenangan has been offering “new retail” concept, by elaborating online technology but keep the offline shop experience. Consumers can order coffee through the app and pick it up from the selected outlet – or using a delivery service like Grab or Gojek.

There is a competitor, with a similar business model and concept, named Fore Coffee. The new retail concept is there with business support and funding from East Ventures. In addition, Anomali Coffee has offered a similar online-offline model for coffee orders.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kopi Kenangan Umumkan Perolehan Pendanaan 282 Miliar Rupiah dari Sequoia India

Kopi Kenangan hari ini (25/7) mengumumkan perolehan pendanaan dalam penutupan “growth round” dari Sequoia India. Nilainya mencapai $20 juta atau setara dengan 282 miliar Rupiah. Pendanaan ini menjadi lanjutan putaran sebelumnya senilai $8 juta dari Alpha JWC Venture pada Oktober 2018 lalu.

Pasca penambahan modal, startup yang didirikan oleh Edward Tirtanata dan James Prananto tersebut akan fokus membuat pengalaman yang makin dipersonalisasi dan efisiensi proses produksi. Realisasinya pada pengembangan aplikasi dan penerapan teknologi IoT di gerai.

Aplikasi akan dikembangkan sedemikian rupa hingga berasa menjadi “barista pribadi” para konsumen. Melalui aplikasi, konsumen bisa mendapatkan informasi mengenai takaran atau rasa dari kopi yang dipesan — layaknya mereka bertanya kepada barista di cafe.

Sejak berdiri pada tahun 2017, Kopi Kenangan telah memiliki 80 gerai di 8 kota. Dari data yang dikirimkan, rata-rata pemesanan kopi hampir mencapai 1 juta cangkir per bulannya. Selain menyempurnakan aplikasi, dengan pendanaan ini Kopi Kenangan juga akan menggencarkan ekspansi ke berbagai kota dengan membuka 150 gerai baru hingga akhir tahun.

Diinformasikan saat ini startup juga sudah dalam kondisi “profitable“. Capaian tersebut membuat Kopi Kenangan percaya diri untuk segera melakukan ekspansi ke Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.

Sejak debutnya, Kopi Kenangan menawarkan konsep “new retail”, yakni dengan mengelaborasikan kapabilitas teknologi online dengan tetap menyediakan pengalaman berbelanja offline. Konsumen dapat memesan kopi melakukan aplikasi, untuk selanjutnya diambil dari kedai yang dipilih — atau meminta untuk diantarkan melalui jasa Grab atau Gojek.

Dengan konsep dan model bisnis yang nyaris sama, ada juga pemain lain yakni Fore Coffe. Konsep new retail turut ditawarkan dengan dukungan bisnis dan pendanaan dari East Ventures. Selain itu ada juga Anomali Coffee yang menawarkan model online-offline serupa untuk pemesanan produk kopi.

Application Information Will Show Up Here

Tren “New Retail” dan Pemberdayaan Pedagang Tradisional

Sejumlah stakeholder memprediksi new retail bakal menjadi the next big thing setelah e-commerce dan fintech di Indonesia. Prediksi ini sejalan dengan kemajuan internet dan perubahan gaya hidup masyarakat di era digital.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca memproyeksikan akan ada perubahan signifikan terjadi terhadap perkembangan new retail di Indonesia dalam tiga hingga lima tahun ke depan.

“Perubahan ini dipicu oleh kemajuan infrastruktur digital yang akan mendorong lebih banyak pelaku usaha dalam negeri membuat produk lokal untuk memenuhi kebutuhan lokal juga,” ungkapnya saat menjadi pembicara di sesi #SelasaStartup beberapa waktu lalu.

New retail merupakan sebuah konsep yang disampaikan pertama kali oleh Co-founder Alibaba, Jack Ma. Mengutip Forbes, Ma menyebutkan konsep ini merupakan ‘jelmaan’ baru dari industri e-commerce, tidak ada lagi batas antara layanan online dan offline.

Meleburnya batasan ini sejalan dengan tingginya fokus penyedia layanan dalam memenuhi kebutuhan personal dari konsumen. Selain itu, Ma menilai new retail menjadi fase krusial terhadap kebangkitan ritel fisik dan berkembangnya ritel yang perlahan mulai terdigitalisasi.

Di Indonesia, industri ritel bersaing dengan e-commerce. Peritel tradisional dituntut untuk menggabungkan teknologi untuk menarik konsumen. Teknologi dapat membantu meningkatkan pengalaman berbelanja secara digital di toko fisik. Apalagi konsumen kini menuntut pelayanan yang lebih personal.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Willson menilai saat ini tren new retail di Indonesia dalam jangka pendek mulai bertumbuh. Sebagai contoh, startup Fore Coffee, yang juga dikembangkan East Ventures, menggunakan pendekatan digital dalam memasarkan produknya.

Dalam tiga bulan, Fore Coffee telah mengantongi unduhan aplikasi sebanyak 500 ribu dengan 40 outlet dalam tiga bulan. “Ini termasuk pencapaian yang sangat cepat. Dulu mungkin butuh dua sampai empat tahun untuk melakukan integrasi online dan offline seperti ini,” ungkap Willson.

Untuk mendorong new retail, Indonesia tidak harus sepenuhnya berkiblat ke Tiongkok, seperti Alibaba dan JD. Pasalnya, new retail di Tiongkok bukan lagi sebatas konsep. Di sana, industri ini sudah jauh lebih canggih berkat dukungan infrastruktur digital dan terintegrasinya penyedia produk dengan sistem, seperti payment gateway.

“Mereka sangat advance secara infrastruktur, dan penduduknya jauh lebih homogen dibandingkan kita. Kita tidak pakai kiblat, tetapi dengan pendekatan progresif-pragmatis,” ujarnya.

Warung Pintar menjadi model new retail di Indonesia

East Ventures tak hanya menjadi investor dan venture builder di Fore Coffee, tetapi juga Warung Pintar. Jika Fore Coffee memiliki layanan berbasis aplikasi dan memiliki toko fisik, Warung Pintar merupakan warung yang mengakomodasi pembayaran berbasis digital.

Ia menilai konsep new retail dapat memberdayakan usaha dan warung kecil di masa depan. Warung Pintar sebagai model new retail di Indonesia dinilai dapat mempercepat kesempatan berusaha bagi banyak orang, meningkatkan daya saing warung kecil dibanding peritel modern, dan inklusi teknologi dalam waktu singkat dan tepat sasaran.

Selain itu, menurutnya new retail juga dapat menciptakan sejumlah terobosan bagi para pelaku bisnis digital yang memiliki kemampuan teknologi, modal, dan keinginan untuk membantu rakyat kecil.

“Bayangkan sebanyak 1.200 pemilik warung jadi jago pakai perangkat mobile untuk mengurusi warungnya. Rakyat kecil tidak mungkin naik kelas kalau tidak dibantu.” paparnya.

Tentu untuk mendorong new retail sebagai sebuah bisnis baru, banyak PR yang perlu diselesaikan di Indonesia. Di antaranya, membangun infrastruktur fisik dan akses internet, meningkatkan kualitas produk, meningkatkan kapabilitas UKM, meningkatkan jumlah talenta lokal di bidangnya, serta membentuk regulasi untuk memayungi industri ini.

Kedai Sayur Terima Pendanaan Senilai 18,7 Miliar Rupiah, Dipimpin oleh East Ventures

Kedai Sayur pengembang platform teknologi untuk memberdayakan tukang sayur keliling hari ini (27/5) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal sebesar $1,3 juta atau setara 18,7 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures. Modal tambahan ini akan difokuskan untuk mempercepat perekrutan pedagang sayur sebagai mitra, sehingga layanan dapat mencakup wilayah yang lebih luas.

“Pedagang sayur keliling kemungkinan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Menariknya mereka masih bertahan hingga sekarang di lingkungan modern ini, bersanding dengan supermarket dan toko kelontong lainnya yang bertumbuh cepat. Meski demikian pedagang keliling merupakan cara ternyaman bagi konsumennya untuk mendapatkan kebutuhan harian,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Willson juga menambahkan bahwa keputusannya untuk berinvestasi di Kedai Sayur didasarkan pada dua hipotesis. Pertama adalah inklusi teknologi untuk pedagang. Dan yang kedua untuk meningkatkan rantai pasokan di Indonesia. Melalui pendekatan teknologi, East Ventures yakin dapat mengakselerasi dua tujuan besar tersebut.

Kedai Sayur didirikan pada tahun 2018 oleh Adrian Hernanto, Ahmad Supriyadi dan Rizki Novian. Misinya adalah untuk memberikan pedagang sayur produk dagangan berkualitas dengan harga terbaik di pasaran. Salah satunya dengan mengefisiensikan proses distribusi bahan sayuran tersebut dari petani ke pedagang.

Caranya Kedai Sayur bekerja sama dengan petani untuk pemilihan produk segar dan distribusi. Tukang sayur yang bergabung sebagai mitra dapat mengakses produk tersebut melalui aplikasi. Selanjutnya produk yang dipesan dapat diambil di Mitra Sayur pada titik drop-off terdekat. Mitra Sayur juga menawarkan kendaraan distribusi baru yang disebut “Si Komo”, pembiayaan dapat dibantu dengan pengajuan ke Kedai Sayur.

“Melalui jaringan kami yang luas dan penggunaan teknologi, kami percaya dapat memberdayakan pasar produk segar dan membuktikan bahwa penduduk ekonomi tingkat mana pun, termasuk tukang sayur, dapat merasakan manfaat dari inklusi teknologi. Kami percaya bahwa misi kami mampu meningkatkan kehidupan para tukang sayur dan membebaskan mereka dari jam kerja yang tidak teratur dan berbagai kesempatan mendapatkan penghasilan tambahan,” ujar Co-Founder & CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto.

Saat ini Kedai Sayur sudah memiliki sekitar 2 ribu mitra yang bergabung di area Jakarta. Perusahaan mengklaim pertumbuhan mitra tiap bulan mencapai 60 persen. Adapun produk yang diakomodasi Kedai Sayur meliputi sayuran, lauk-pauk, bumbu, hingga buah-buahan.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Expands to Banyuwangi

Warung Pintar announces its expansion to Banyuwangi. It is due to a similar vision between Warung Pintar and Banyuwangi regency to maximize micro business and tourism sector using technology.

Warung Pintar had established since November 2017. Entering the second year, Warung Pintar initiated various strategies for business development, such as acquiring Limakilo and expansion to new area.

Due to Banyuwangi regency’s transparency and the will to have better economy, Warung Pintar has opened 101 kiosks a month before launch, equipped with its services. Banyuwangi regency shows its support by forming special regulation to give opportunity for the owners to open kiosk in the government-owned public facility.

“In 2020, we’re confident that Banyuwangi’s economy will grow at 5.5 – 5.7 percent, above the national prediction at 5.1 – 5.5 percent. This has proven that the government understand public’s capacity and make an effort to realize it. The regency also bite this opportunity, for the first time, partners with startup, Warung Pintar,” Banyuwangi’s Regent, Abdullah Azwar Anas said.

warung pintar

In order to achieve the economy growth , Warung Pintar and Banyuwangi regency are to apply the hyperlocal strategy as local SMEs empowerment, such as coffee, dried banana, cassava chips, and other products in Warung Pintar Banyuwangi,” Warung Pintar’s Co-Founder and COO , Harya Putra.

Along within this partnership, the regency has held some events with Warung Pintar, such as Festival Juragan Pintar and Hackathon Pintar competition last March.

Warung Pintar is currently has more than 1,200 kiosks in Jakarta. The arrival in Banyuwangi marks their step to expand its business and connect more kiosks.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Resmi Berekspansi ke Banyuwangi

Startup Warung Pintar mengumumkan kepastiannya berekspansi ke Banyuwangi. Ekspansi ini didorong oleh kesamaan visi antara Warung Pintar dan Pemkab Banyuwangi untuk memaksimalkan bisnis mikro dan sektor pariwisata dengan memanfaatkan teknologi.

Warung Pintar berdiri sejak November 2017 silam. Berjalan dua tahun, Warung Pintar mulai melancarkan berbagai macam strategi untuk pengembangan bisnis, salah satunya adalah akuisisi terhadap startup Limakilo dan ekspansi ke kota-kota baru.

Didukung keterbukaan Pemkab Banyuwangi dan semangat untuk memajukan perekominian, satu bulan sebelum peresmian Warung Pintar berhasil membuka 101 warung yang dilengkapi layanan-layanan dari Warung Pintar. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga memberikan dukungan dengan membuat regulasi khusus yang memberi kesempatan kepada pemilik warung membuka di fasilitas umum milik pemerintah.

“Tahun 2020 kami optimis ekonomi daerah Banyuwangi akan tumbuh di kisaran 5,5 – 5,7 persen, di atas prediksi ekonomi nasional yag hanya sebesar 5,1 – 5,5 persen. Ini merupakan bukti bahwa pemerintah mengerti kondisi dan kemampuan masyarakat sehingga berupaya keras untuk mewujudkannya. Pemkab Banyuwangi pun menggunakan kesempatan ini untuk, pertama kalinya, bekerja sama dengan startup, yaitu Warung Pintar,” terang Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Warung Pintar di Banyuwangi

Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut Warung Pintar dan Pemkab Banyuwangi menerapkan strategi hyperlocal, berupa pemberdayaan UMKM setempat untuk berjualan di Warung Pintar dan menjadikan Warung Pintar sebagai pusat informasi pariwisata.

“Tak hanya berjualan produk kebutuhan sehari-hari, masyarakat dapat memperoleh produk UMKM setempat sepert kopi, sale pisang, keripik singkong dan produk olahan lainnya di Warung Pintar Banyuwangi,” terang Co-Founder dan COO Warung Pintar Harya Putra.

Masih dalam rangkaian kerja sama ini Pemkab Banyuwangi dan Warung Pintar telah menggelar beberapa acara, seperti Festival Juragan Pintar dan kompetisi Hackathon Pintar yang digelar akhir Maret silam.

Warung Pintar saat ini sudah memiliki lebih dari 1.200 warung di Jakarta. Kehadirannya di Banyuwangi ini menandai langkah Warung Pintar untuk memperluas binisnya dan menghubungkan lebih banyak warung.

Application Information Will Show Up Here

Saturdays Tawarkan Produk Lifestyle dengan Konsep Penjualan O2O

Saturdays mungkin bukanlah satu-satunya startup yang menawarkan produk lifestyle di Indonesia. Meskipun demikian, mereka hadir dengan konsep direct-to-consumer dengan meniadakan perantara dalam menjual produknya.

Dengan eyewear sebagai bisnis utamanya saat ini, Saturdays.id menawarkan kacamata berkualitas dengan harga terjangkau. Produksi lensa dan frame dilakukan sendiri mulai dari desain, manufaktur, hingga pengiriman langsung ke konsumen.

Dari sisi penjualan, Saturdays memanfaatkan konsep online-to-offline (O2O) melalui penjualan online dan toko retail. Toko flagship pertamanya baru dibuka pada Februari 2019 di Lotte Shopping Avenue. Toko ini terintegrasi dengan gerai kopi untuk memberi sentuhan lifestyle.

Kepada DailySocial, CEO Saturdays Rama Suparta mengatakan, kini perbedaan online retail dan offline retail semakin tidak nyata karena industri ritel mulai fokus dalam memberikan kenyamanan berbelanja kepada konsumen.

Menurutnya sejumlah perusahaan ritel tradisional sudah merambah penjualan online melalui website, marketplace, dan media sosial. “Begitu juga [perusahaan] retail online kini punya offline channel agar konsumen bisa coba produk dan berinteraksi langsung,” ujar Rama.

Rama berharap tahun ini akan ada semakin banyak gerai fisik Saturdays di Indonesia yang tetap konsisten mengusung konsep lifestyle.

Selain toko flagship, Saturdays saat ini sudah hadir di sejumlah mall di Jakarta. Pihaknya juga bermitra dengan 13 lifestyle store di Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta.

Kolaborasi fintech dan pengembangan aplikasi

Tahun ini Saturdays telah mengagendakan sejumlah rencana untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya dan meningkatkan pengalaman berbelanja, baik di toko online maupun toko offline.

Dari sisi teknologi, Rama mengungkapkan pihaknya tengah mengembangkan aplikasi mobile untuk penjualan produk kacamata Saturdays. Ia juga tak menampik kemungkinan diversifikasi produk lain yang berhubungan dengan lifestyle dan teknologi ke depannya.

Tak kalah penting, pihaknya kini tengah menjajaki kerja sama dengan beberapa penyedia layanan fintech dan perusahaan teknologi untuk memberikan pengalaman belanja O2O yang lebih baik di masa depan.

“Teknologi merupakan bagian penting dari bisnis kami. Sejak awal didirikan, visi kami adalah dengan menggabungkan desain, teknologi, dan giving back,” tuturnya.

Mencermati perkembangan konsep new retail

Sebagai penyedia layanan O2O, Saturdays tak mengabaikan konsep new retail yang diprediksi bakal menjadi perkembangan commerce di masa depan. New retail sendiri digagas Alibaba yang menggabungkan teknologi dalam memberikan pengalaman belanja yang lebih baik.

Rama menyebutkan konsep ini sebetulnya dapat berguna untuk lebih memahami perilaku berbelanja konsumen, tidak hanya sekadar soal kenyamanan berbelanja yang lebih personal dan efisien. Menurutnya, konsep new retail telah diadopsi sejumlah brand besar, seperti Amazon dan Nike.

Untuk saat ini, ia mengaku masih mencermati perkembangan teknologi, seperti augmented reality, online eye testing, dan chatbot. Nantinya teknologi ini dapat diimplementasi untuk memberikan pengalaman berbelanja terintegrasi dan seamless kepada konsumen Saturdays.

Penggunaan Data dan Teknologi untuk Industri Berbasis Ritel

Memanfaatkan teknologi, saat ini proses jual beli hingga pemesanan makanan dan minuman, sudah bisa dilakukan lebih cepat dan lebih mudah. Melihat potensi tersebut, Fore Coffee, coffee chain yang fokus menghadirkan kopi berkualitas asli Indonesia, mulai mengembangkan teknologi yang relevan dan memanfaatkan big data.

Di sesi #SelasaStartup, Deputy CEO Fore Coffee Elisa Suteja mengungkapkan potensi industri kopi di Indonesia dan bagaimana teknologi bisa membantu Fore Coffee memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan.

Data untuk mengenal pelanggan

Sebagai salah satu coffee chain yang menawarkan aplikasi untuk pemesanan kopi, Fore Coffee menyadari benar fungsi dan manfaat data pelanggan yang dikumpulkan. Tidak hanya untuk memberikan layanan yang lebih baik bagi pelanggan, dengan data yang terkumpul, Fore Coffee bisa mengetahui lokasi yang strategis dan siapa saja pelanggannya.

“Awalnya kita fokus hadir di area perkantoran saja. Namun dengan mempelajari data yang ada ternyata di kawasan perumahan juga menginginkan adanya coffee shop. Karena alasan itulah Fore Coffee kemudian mulai merambah ke pemukiman warga,” kata Eliza.

Data yang dimiliki kemudian juga dimanfaatkan Fore Coffee untuk scale up. Meskipun masih belum bisa memprediksi seperti apa target dan rencana dalam waktu lima tahun ke depan, paling tidak manajemen bisa mengetahui secara detail demografi dari pelanggan yang ternyata kebanyakan adalah perempuan.

“Saat ini Fore Coffee telah memiliki sekitar 300 ribu pengguna yang berhasil kami kumpulkan secara bertahap memanfaatkan aplikasi,” kata Eliza.

Pendekatan teknologi

Eliza mencatat Indonesia termasuk negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan yang baik dalam hal industri kopi dan coffee shop. Peluang ini yang kemudian mendorong makin menjamurnya coffee shop konvensional dan mereka yang mulai mengadopsi teknologi.

“Untuk itu saya melihat pie-nya masih sangat besar untuk kemudian dibagi-bagi dengan coffee shop lainnya. Meskipun pada akhirnya coffee shop adalah industri brick and mortar, namun dengan pendekatan teknologi tentunya bisa memberikan layanan yang berbeda dan lebih baik lagi kepada pelanggan,” kata Eliza.

Dengan alasan itu juga East Ventures berinvestasi ke Fore Coffee dengan nilai putaran terakhir senilai $8,5 juta (sekitar 120 miliar Rupiah dengan kurs hari ini).

“Jika tidak didukung dengan pendanaan tentunya akan sulit untuk industri kopi bisa tumbuh dengan cepat. Karena alasan itulah mengapa East Ventures tertarik untuk berinvestasi di Fore Coffee,” kata Eliza.

Target pasar yang tepat

Dengan mengedepankan toko retail yang unik, Fore Coffee ingin menyasar target pasar yang relevan, yaitu pecinta kopi. Peningkatan kelas menengah juga menjadi salah satu alasan menjamurnya pertumbuhan pecinta kopi.

“Pada dasarnya semua bisnis memiliki peluang, apakah itu menjual kopi memanfaatkan teknologi atau secara konvensional. Eksekusi dan menyasar target pasar yang tepat yang kemudian menjadi penting,” kata Eliza.

Untuk menciptakan hype, Fore Coffee juga memanfaatkan influencer di media sosial yang dinilai relevan untuk memperkenalkan Fore Coffee. Misalnya ke kalangan perempuan yang ternyata merupakan demografi pelanggan terbesarnya.