Headset VR Oculus Go Bisa Beroperasi Tanpa Dukungan PC atau Smartphone

Konten virtual reality memang idealnya dinikmati tanpa membuat pengguna tertambat di satu tempat. Hal ini memotivasi produsen hardware untuk menciptakan PC berwujud tas punggung, dan juga mendorong pengembangan headset VR standalone. Kita tahu HTC sedang mencurahkan perhatian mereka pada versi mandiri Vive, dan tentu saja Oculus tak mau ketinggalan.

Dalam keynote Oculus Connect 4 hari Rabu kemarin, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengabarkan bahwa Oculus VR saat ini sedang menggarap head-mounted display virtual reality standalone yang mereka namai Oculus Go. Seperti perangkat anyar buatan HTC, Oculus Go bisa bekerja tanpa perlu tersambung ke komputer ataupun harus ditunjang oleh smartphone. Seluruh hardware esensial ada di dalamnya.

Oculus Go 1

Berdasarkan gambar yang dipublikasikan oleh Oculus VR, penampilan Oculus Go terlihat seperti campuran antara Daydream View baru dengan Rift. Bagian HMD-nya terlihat minimalis, tampaknya menggunakan struktur plastik, dilengkapi bantalan berlapis kain yang empuk dan mendukung sirkulasi udara. Bagian headband terbentang ke belakang kepala user, ditambah satu strap lagi di atas agar headset tak mudah terlepas.

Oculus Go 2

Oculus Go disiapkan untuk menangani bermacam-macam konten VR, dari mulai ‘pengalaman visual 360 derajat’, aplikasi sosial, dan game. Device juga bisa dimanfaatkan sebagai teater portable pribadi, buat menikmati film dan serial TV favorit.

Oculus Go 4

Untuk sekarang, Facebook belum mengungkap detail spesifikasi Oculus Go secara rinci. Dalam presentasinya, Hugo Barra selaku head of VR Facebook menyampaikan bahwa timnya merancang Oculus Go buat mengisi celah di antara headset VR high-end dengan device berbasis perangkat mobile. Produsen kabarnya memanfaatkan layar LCD ‘fast-switch‘ 2560x1440p, telah mengoptimalkan hardware-nya agar mampu menghidangkan konten 3D secara maksimal, serta membubuhkan dukungan sistem audio spasial.

Oculus Go 3

Oculus VR turut membekali Oculus Go dengan unit motion controller. Meskipun tak sebesar Oculus Touch, desainnya lebih ergonomis dari controller Daydream View, lalu ia juga mempunyai touchpad ala controller Vive. Selain itu, saya melihat ada tombol trigger, satu tombol back dan satu lagi tombol berlogo Oculus. Controller diamankan oleh tali yang bisa Anda sematkan di tangan.

Produsen berjanji, Oculus Go dapat mengakses lebih dari 1.000 konten virtual reality. Uniknya lagi, ekosistem Go juga tersambung ke Samsung Gear VR, sehingga app-app Android yang telah Anda beli buat Gear VR bisa diakses dari Oculus Go.

Oculus Go akan mulai dipasarkan di awal tahun 2018. Perangkat HMD VR tersebut dijajakan seharga mulai dari US$ 200.

Co-Founder Oculus VR Palmer Luckey Mundur dari Facebook

Satu tahun sudah lewat setelah Palmer Luckey dan timnya melepas head-mounted display Oculus Rift ke tangan konsumen, dan saat ini, Oculus VR menginjak tahun ketiga sejak mereka memutuskan buat menjadi bagian dari Facebook. Akuisisi senilai US$ 2 miliar tersebut meyakinkan banyak orang mengenai potensi pemanfaatan teknologi VR secara mainstream.

Dan di tanggal 30 Maret kemarin, terungkap sebuah berita mengagetkan. Palmer Luckey, salah satu pendiri Oculus VR, mengundurkan diri dari Facebook. Hari ini merupakan Jumat terakhir bagi Luckey bekerja sebagai karyawan sosial media raksasa itu. Kabarnya, sang co-founder berhenti secara sukarela, tapi Facebook enggan memberikan komentar karena dilarang mendiskusikan masalah personal.

Berkenaan dengan mudurnya Palmer Luckey, Facebook segera mengeluarkan pernyataan resmi: “Palmer akan sangat dirindukan, dan warisannya jauh melampaui berdirinya Oculus. Semangat Luckey-lah yang mencetus revolusi virtual reality modern dan membantu membangun industri ini. Kami sangat berterima kasih untuk semua hal yang ia kerjakan buat perusahaan serta ranah VR, dan kami berharap ia selalu sukses.”

Di awal kiprah Oculus VR, Luckey pernah menyampaikan bahwa virtual reality merupakan masa depan industri hiburan, ‘The Matrix’ di dunia nyata. Dan dengan rendah hati, ia juga mengaku terobosan-terobosan yang Oculus VR manfaatkan bukan murni kreasi mereka. Perusahaan tersebut hanya sekedar ‘beruntung’ karena mengenalkan kembali VR di momen yang tepat. Walau demikian, Oculus bertanggung jawab memicu persaingan virtual reality – dimeriahkan oleh Valve, HTC, Samsung dan banyak nama terkenal lain.

Meski menjadi pionir, perjalanan Palmer Luckey bersama Oculus VR tidak selalu mulus. Pandangan dan dukungan politiknya terkait pemilihan presiden di Amerika tahun lalu berdampak buruk pada citra perusahaan.

Lalu di bulan Januari 2017 silam, Luckey (ditemani oleh Mark Zuckerberg) dipanggil ke pengadilan sebagai saksi atas tuduhan ZeniMax terhadap Oculus VR terkait ‘pencurian’ teknologi yang dilakukan sang CTO, John Carmack. Di tanggal 1 Februari, juri mengumumkan bahwa Oculus tidak bersalah, namun karena menurut mereka Luckey gagal mematuhi NDA yang ia tanda tangani, Facebook harus membayarkan uang sebesar US$ 500 juta pada Zenimax.

Facebook sendiri sudah menyuarakan langkah buat naik banding, dan perseteruan ini bisa berlangsung hinga bertahun-tahun ke depan. Tak lama setelah kasus gugatan itu, terdengar desas desus bahwa ada kemungkinan Luckey akan mengundurkan diri. Tapi terhitung di bulan Desember 2016 kemarin, ia dikonfirmasi masih bekerja untuk Facebook.

Via Venture Beat. Sumber: Upload VR. Gambar header: Business Insider.

Oculus VR dan Samsung Umumkan Controller Untuk Headset Gear VR

Setelah teknologi virtual reality kelas konsumen semakin matang, para produsen dan developer kini memusatkan perhatian mereka untuk menyempurnakan penyajiannya lewat teknologi pendukung, dan menyediakan sistem kendali yang andal merupakan salah satu aspek krusial. Alasannya sederhana: tak seperti konten hiburan lain, VR mengisolasi penggunanya.

Sejauh ini, baru perangkat VR high-end yang mendapatkan dukungan periferal kontrol secara komprehensif. Hal ini mendorong beberapa pengembang untuk turut memberikan alternatif input, satu contohnya adalah Nolo yang kompatibel ke beberapa tipe headset VR berbasis mobile. Namun jika masih Anda menanti solusi kendali ‘resmi’ buat Gear VR kesayangan, Oculus dan Samsung baru saja mengungkap kabar gembira.

Di pembukaan Mobile World Congress 2017, Oculus VR memperkenalkan periferal Controller khusus untuk head-mounted display Samsung Gear VR. Seperti Oculus Touch, Gear VR Controller dirancang buat memudahkan pengguna berinteraksi dengan permainan virtual reality. Pengumuman ini merupakan langkah penting bagi Samsung mengingat ekosistem Gear VR terus berkembang pesat – kini dihuni oleh ratusan game, app, film dan video.

Gear VR Controller mempunyai wujud seperti versi mini dari Oculus Touch minus lingkaran sensor. Penampilannya mungil dan ergonomis, memiliki touchpad melingkar di ujung atas, lalu terdapat tombol home, volume, serta back sehingga navigasi bisa dilakukan tanpa mengganggu faktor ‘immersion‘. Periferal ini memungkinkan Anda melangsungkan manuver seperti menggenggam objek, membidik, serta menembak.

Selain menyingkap Gear VR Controller, Oculus juga menginformasikan akan ada lebih dari 70 aplikasi dan permainan baru yang akan ditunjang oleh controller. Dan di hari perilisannya nanti, app-app Gear VR yang sudah ada juga siap mendukung periferal tersebut (Oculus VR telah membuka pendaftaran akses SDK dan permintaan hardware Gear VR Controller khusus buat developer).

Rencananya, Oculus VR dan Samsung akan membeberkan informasi lebih lengkap mengenai Gear VR Controller di ajang Game Developer Conference 2017 – juga dilaksanakan minggu ini, di Moscone Center, San Francisco. Jika kebetulan ada di sana, Oculus mengundang Anda untuk mampir di Booth 1014 North Hall, dibuka di tanggal 1 sampai 3 Maret dari jam 14:00 hingga 15:00. Di sana Anda bisa bertemu langsung dengan para co-founder serta tim pencipta konten.

Saat ini terhitung ada 550 lebih aplikasi tersedia di Oculus Store, dan Oculus VR sangat bangga dengan melimpahnya konten library Samsung Gear VR.

Sumber: Oculus.

Bos Facebook Pamerkan Sarung Tangan VR Canggih Karya Tim Oculus Research

Berangkat dari sebuah proyek Kickstarter, Oculus akhirnya diakuisisi oleh Facebook pada bulan Maret 2014 senilai 2,3 miliar dolar. Dampak dari akuisisi Facebook tersebut salah satunya adalah sumber daya dan dana yang sangat melimpah buat Oculus, dan itu mereka buktikan lewat sebuah laboratorium R&D khusus bernama Oculus Research.

Berpusat di kota Redmond, Oculus Research dipimpin oleh Michael Abrash, yang sebelumnya merupakan karyawan Valve Software, yang kita tahu merupakan rival utama Oculus lewat teknologi yang mereka kembangkan untuk VR headset HTC Vive. Michael bersama timnya diberi tanggung jawab untuk menciptakan terobosan-terobosan baru di ranah VR sekaligus AR.

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, belum lama ini mengunggah sejumlah foto terkait apa saja yang tim Oculus Research sedang kerjakan. Salah satu yang sangat menarik adalah sebuah prototipe sarung tangan dengan kemampuan hand tracking yang amat responsif sekaligus akurat.

Begitu hebatnya perangkat ini dalam mendeteksi pergerakan tangan sekaligus jari-jari penggunanya, Mark mengatakan bahwa ia bisa mengetik di atas sebuah virtual keyboard atau malah menembakkan proyektil jaring laba-laba layaknya Spiderman, bahkan dengan gerakan yang sama seperti di beberapa filmnya.

Menurut pengamatan UploadVR, sistem tracking yang disandingkan dengan sarung tangan tersebut rupanya bukan garapan Oculus, melainkan kamera-kamera besutan Optitrack yang dikenal mahal. Hal ini bisa menjadi bukti kalau tim Oculus Research benar-benar berkomitmen untuk menyempurnakan teknologi VR dan AR secara menyeluruh, bukan cuma produk-produk keluaran Oculus saja.

Mark Zuckerberg di dalam ruangan super-steril milik Oculus Research / Mark Zuckerberg (Facebook)
Mark Zuckerberg di dalam ruangan super-steril milik Oculus Research / Mark Zuckerberg (Facebook)

Zuckerberg tidak lupa memamerkan sejumlah fasilitas canggih yang dimiliki Oculus Research, salah satunya ruang steril yang dapat memfilter partikel udara yang ukuran seribu kali lebih kecil dari debu (gambar atas). Kemungkinan besar di area inilah Oculus memproduksi komponen optik mereka.

Ruang anechoic kedua Oculus Research sedang dalam tahap pembangunan / Mark Zuckerberg (Facebook)
Ruang anechoic kedua Oculus Research sedang dalam tahap pembangunan / Mark Zuckerberg (Facebook)

Dalam foto lainnya, semakin terbukti kalau VR itu bukan cuma mementingkan aspek visual saja, tetapi juga aural. Di sini bisa kita melihat pembangunan sebuah ruang anechoic (bebas gema) yang akan dimanfaatkan tim Oculus Research untuk bereksperimen dengan suara. Ruangan ini diklaim amat senyap – saking senyapnya, Anda bisa mendengar bunyi detak jantung Anda sendiri ketika berada di dalamnya.

Komitmen dan kecanggihan fasilitas yang dimiliki Oculus Research, tidak ketinggalan juga bergabungnya Hugo Barra sebagai salah satu pimpinan di Oculus, membuat perkembangan ke depan di ranah virtual reality terdengar semakin menarik.

Sumber: UploadVR dan Mark Zuckerberg (Facebook).

Tinggalkan Xiaomi, Hugo Barra Gabung ke Facebook untuk Pimpin Pengembangan VR

Baru tiga hari setelah diberitakan meninggalkan Xiaomi, Hugo Barra sudah mengungkap tempat kerja barunya. Dalam ucapan selamat tinggalnya kemarin, Hugo menyebut ia hendak pulang ke Silicon Valley, dan sekarang kita tahu secara spesifik bahwa yang dimaksud ternyata adalah Menlo Park, alias kota tempat berdiamnya markas utama Facebook.

Kabar ini diberitakan langsung oleh Mark Zuckerberg lewat sebuah post di Facebook. Beliau bilang kalau Hugo Barra akan memimpin semua upaya pengembangan ranah virtual reality yang dilakukan Facebook, termasuk halnya tim Oculus yang diakuisisi Facebook pada tahun 2014 lalu.

Posisi yang bakal diisi Hugo nanti adalah Vice President of Virtual Reality, seperti yang sudah dikonfirmasi oleh yang bersangkutan via Twitter – bisa jadi ini adalah hari-hari terakhir beliau memakai Twitter. Mark juga sempat menyinggung bahwa dia dan Hugo sama-sama sepakat kalau VR dan AR bakal menjadi platform komputasi utama ke depannya.

Hugo Barra sendiri baru akan meninggalkan Xiaomi paling cepat Februari mendatang. Karena masih berada di Tiongkok, pertemuannya dengan Mark Zuckerberg pun berlangsung lewat VR, kemungkinan dengan bantuan fitur Oculus Rooms yang diluncurkan belum lama ini.

HTC Ajak PlayStation, Google dan Oculus VR Kembangkan Ekosistem VR Bersama-Sama

Adopsi perangkat dan konsumsi konten virtual reality memang menunjukkan peningkatan yang stabil, namun masih terlalu dini untuk meramalkan masa depannya. Saat membahas tema ini, tiga nama akan selalu muncul di benak kita: Oculus VR sebagai pionir headset VR konsumen, HTC dengan Vive, dan Sony selaku pencipta PlayStation VR yang diramu eksklusif buat PlayStation 4.

Masing-masing produsen saat ini menonjolkan keunggulan produk mereka; ada yang menjanjikan performa terbaik, controller intuitif, sampai harga terjangkau. Di mata konsumen, tentu saja mereka terlihat bersaing dengan gigih. Tapi kenyataannya tak harus seperti itu, HTC memiliki inisiatif untuk mengajak para raksasa teknologi buat memajukan ekosistem virtual reality secara kompak demi memastikan kesuksesannya.

Menurut perusahaan asal Taiwan itu, ada dua cara menyuburkan pengembangan VR: produsen harus mendukung developer serta menyederhanakan pesan mengenai premis virtual reality pada konsumen. Via Games Industry, presiden Viveport Rikard Steiber menyampaikan bahwa kita baru tiba di hari kelahiran VR, dan sudah sewajarnya semua pemain di industri saling bergandengan tangan dan bekerja sama.

“Alih-alih saling berkompetisi, alangkah baiknya jika kita berupaya untuk membantu developer dalam menciptakan konten istimewa serta mendukung proses monetisasinya,” kata Steiber. “Lalu kita juga harus mempermudah user mengaksesnya, karena aspek ini awalnya cukup membingungkan bagi orang awam.”

Menurut Steiber, virtual reality akan tersedia di hampir semua segmen produk elektronik, seperti yang kita saksikan sendiri: smartphone, console sampai PC. Dan sebentar lagi, VR juga tidak hanya memberi manfaat di ranah gaming dan hiburan saja. Itulah salah satu hal yang memotivasi HTC menggarap Viveport, yaitu platform distribusi digital khusus konten-konten virtual reality non-gaming.

Ada hal menarik dari Viveport: online store ini meluncur pertama kali di Tiongkok, boleh jadi karena layanan Steam tidak tersedia di sana. Kemudian HTC akhirnya memutuskan buat memperluas jangkauan layanannya secara global. Dan meskipun mengusung kata Vive di namanya, Viveport bukan hanya berisi aplikasi-aplikasi eksklusif perangkat VR HTC itu. Tim pengembang berharap agar Oculus VR, Google hingga Sony tak ragu untuk bergabung ke platform tersebut.

Tapi akan seperti apa konten VR non-gaming? Steiber membayangkan virtual reality dimanfaatkan di bidang kreatif dan edukasi, memperkenalkan potensinya ke konsumen jenis baru sehingga ekosistemnya semakin kaya. Intinya, para raksasa tekonologi bisa saling melengkapi, bukan sekedar bersaing.

Sumber: Games Industry.

Tak Lama Lagi, PC ‘Terjangkau’ Sanggup Menangani Oculus Rift

Penghalang terbesar bagi headset virtual reality high-end untuk menyentuh pasar mainstream adalah kebutuhan hardware yang tinggi. Saat ini, Anda membutuhkan PC sangat mahal buat menjalankan Rift ataupun Vive. Dan karena alasan itulah, PlayStation VR terlihat sebagai alternatif terbaik, khususnya bagi pemilik console PS4. Tapi hal itu akan berubah sebentar lagi.

Di konferensi Oculus Connect 3, CEO Brendan Iribe mengumumkan sebuah berita mengejutkan terkait standar hardware untuk menjalankan Oculus Rift. Sebelumnya, kita membutuhkan kartu grafis Nvidia GeForce GTX 970 atau AMD Radeon 290, prosesor setara i5-4590 serta RAM 8GB. Jika ditotal, modalnya mencapai US$ 1.000. Namun dengan sebuah teknologi baru, Rift kabarnya dapat beroperasi di sistem seharga kurang lebih separuhnya.

Teknologi ini dinamai Asynchronous Space Warp, sebuah metode yang memungkinkan PC entry-level menangani headset virtual reality. Tanpa membahasnya terlalu teknis, ASW bisa mengurangi latency dan efek bergetar karena turunnya frame rate, serta berfungsi mengelola prioritas akses ke resource di GPU dan memastikan proses pengolahan berjalan serempak.

Salah satu metodenya: jika ASW mendeteksi penurunan frame rate, ia akan memasukkan tiruan frame sebelumnya buat mengisi celah itu sehingga user tidak merasakan tearing atau flickering. Solusi ini dihadirkan di platform Oculus, yang berarti app-app Rift dapat segera memperoleh manfaatnya. Iribe mengklaim teknologi tersebut sanggup menghidangkan 45fps secara stabil, dengan syarat memenuhi daftar komponen di bawah:

  • Prosesor Intel i3-6100 atau AMD FX4350
  • Kartu grafis Nvidia GeForce GTX 960
  • RAM 8GB
  • Output HDMI 1.3
  • Port USB 3.0 1x dan USB 2.0 (berubah dari dua buah port USB 3.0)
  • Sistem operasi Windows 8

Selain itu, di panggung Oculus Connect 3 Iribe juga mengungkap komputer pre-build ‘VR Ready’ paling terjangkau, yaitu CyberPower PC Gamer Xtreme VR. Buat mentenagainya, produsen berpaling ke AMD, menggunakan chip AMD FX 4350 dan GPU Raderon RX 470. Bundel pembelian sudah termasuk optical drive, hard drive berkapasitas 1TB, RAM 8GB, serta periferal keyboard dan mouse. Gamer Xtreme VR dibanderol di harga sangat miring, hanya US$ 500 saja.

CyberPower PC Gamer Xtreme VR

Lewat langkah ini, PSVR tiba-tiba mendapatkan perlawanan tak terduga dari Oculus Rift. Namun buat sekarang, baik pihak Oculus VR maupun CyberPower belum menginformasikan kapan Gamer XtremeVR tersedia. Semoga saja bersamaan dengan pelepasan Oculus Touch…

Via Polygon & PC Mag. Sumber: Radeon.

Ini Dia Game-Game Virtual Reality Baru yang Diumumkan di Oculus Connect 3

Tersedianya tiga headset high-end di tahun ini menandai dimulainya era virtual reality bagi konsumen awam, dan di waktu dekat, nasib medium hiburan new-gen tersebut ditentukan oleh konten. Meskipun ada beragam game VR yang telah disiapkan, jumlahnya masih dirasa kurang banyak. Sony belum lama mengumumkan deretan permainan buat PSVR, dan kali ini giliran Oculus.

Tidak mau kalah dari pesaingnya, Oculus VR mengumumkan tiga game blockbuster yang diramu untuk head-mounted display Rift. Mereka digarap oleh studio ternama, yaitu pencipta Gears of War, developer Metro: Last Light, dan tim di belakang permainan eksklusif PlayStation 4, The Order: 1886; masing-masing adalah Robo Recall (Epic Games), Arktika.1 (4A Games) dan Lone Echo (Ready at Dawn).

Robo Recall

Game ini menggunakan demo Unreal Engine 4 Bullet Train sebagai basisnya, dipadu elemen komedi dengan penyajian ala Time Crisis. Robo Recall memberikan Anda kesempatan untuk menembak, memukul, serta membanting robot-robot yang lepas kendali. Kabar gembiranya, game akan disajikan gratis untuk semua pemilik Oculus Rift, rencananya dirilis di triwulan pertama tahun 2017.

Arktika.1

4A Games kembali mengangkat tema favorit dan andalan mereka di Arktika.1: post-apocalypse. Dalam mengembangkannya, studio fokus pada atmosfer, memanfaatkan pengalaman menciptakan permainan-permainan shooter. Via Eurogamer, creative director Andriy Prokhorov menyampaikan bahwa device virtual reality Oculus Rift memungkinkan mereka menghadirkan level immersion yang lebih tinggi, dan akan sangat disayangkan bila kita melewatkannya.

Lone Echo

Ada sejumlah perbedaan antara Lone Echo dan mayoritas game VR lain: pertama, ia merupakan permainan multiplayersport‘ kompetitif, lalu Lone Echo mengusung latar belakang luar angkasa nol gravitasi, menempatkan Anda sebagai seorang robot. Menariknya, trailer Lone Echo malah memberinya kesan mirip seperti Adrift, dan buat sekarang, info mengenai permainan memang masih sangat minim.

Ketiga game ini membutuhkan dukungan periferal motion controller Oculus Touch, meluncur pada tanggal 6 Desember nanti dan dijajakan seharga US$ 200.

Selain itu, Turtle Rock Studios juga dikabarkan sedang mengambangkan dua game untuk headset Samsung Gear VR, yaitu Face Your Fears dan Other Worlds.

Face Your Fear menantang pemain untuk menghadapi rasa takut dengan memposisikan kita di skenario-skenario mengerikan, contohnya memanjat gedung sambil dikejar robot atau mengunci Anda di ruang berhantu. Other Worlds sendiri menyajikan pengalaman yang bertolak belakang: menghidangkan kesempatan bermeditasi sembari mendengarkan musik atau audiobook di ‘pojok jagat raya’.

Sayangnya, developer pencipta game Evolve itu belum memberi tahu kapan Face Your Fears dan Other Worlds akan meluncur.

Via Eurogamer.

Keseriusan MSI di Bidang VR Tampaknya Mendorong Oculus Buat ‘Mendekati’ Mereka

Bagi MSI, manuver mereka di ranah VR dimulai dengan penyediaan laptop VR Ready pertama lalu dilanjutkan oleh pengungkapan prototype backpack PC di Computex 2016. Ide terakhir tersebut MSI realisasikan lewat pengumuman VR One, menjadi produk primadona mereka di Tokyo Game Show kemarin. Keseriusan MSI di virtual reality tampaknya menarik perhatian satu nama besar lagi di bidang itu.

Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, VR One dikembangkan secara kooperatif antar dua raksasa teknologi Taiwan, yaitu MSI dan HTC. Saat ini, perangkat tersebut betul-betul dioptimalkan untuk Vive. Rupanya, sang kompetitor utama HTC tidak mau ketinggalan, berdasarkan laporan dari beberapa sumber anonim. Kabarnya, mereka sempat berunding dengan MSI buat meramu device sejenis backpack PC.

Melalui Digitimes, sang informan menjelaskan bahwa sejak Oculus diketahui telah bekerja sama dengan Microsoft untuk mempromosikan produk-produk VR, ada kemungkinan besar MSI akan turut membantu tim yang dinahkodai Palmer Luckey dan Brendan Iribe tersebut buat meningkatkan penjualan di segmen gaming notebook. Sementara itu, sejumlah brand lain juga kabarnya sudah digandeng Oculus VR.

Hasil kolaborasi MSI dan HTC sejauh ini ialah bundel head-mounted display dan gaming notebook, rencananya akan mulai tersedia di bulan Oktober besok. Dan tidak mengherankan jika Oculus VR mencoba mengambil arahan serupa.

Sang narasumber bilang, kehadiran Oculus VR di segmen laptop gaming akan memberi tekanan pada HTC. Buat sekarang, harga Rift memang sedikit lebih unggul dibandingkan Vive dengan gap US$ 200, namun secara teknis, headset garapan HTC itu sedikit lebih canggih berkat kehadiran kamera dan controller. Sampai sekarang, Oculus VR belum menyingkap harga serta info tanggal rilis Touch, tapi ada indikasi periferal ini dibanderol di harga yang tidak murah.

Tersedianya teknologi Nvidia Pascal lewat kartu grafis GeForce GTX seri 10 di notebook memang mengubah segalanya. Ditopang GPU kelas ‘mainstream‘ GTX 1060, laptop-laptop berukuran ramping kini sanggup melakukan hal yang dahulu dibilang mustahil: menangani headset VR high-end. Memasangkan headset VR di notebook memang sedikit bertentangan dengan gagasan ‘portable gaming‘ dan itu alasannya MSI serta produsen-produsen lain turut bereksperimen meracik PC berwujud ransel.

Kompetisi antara Oculus VR dan HTC memang sengit: Oculus VR adalah pionir yang sukses membawa konsep VR ke khalayak umum, mendapatkan topangan finansial dari Facebook. HTC Vive sendiri terbukti sebagai rival tangguh, dengan dukungan Valve di sisi software.

Via Digital Trends.

Developer Lebih Memilih HTC Vive Ketimbang Oculus Rift?

Menakar dari tingginya harga produk, saat ini headset VR sekelas Rift dan Vive memang masih di luar jangkauan kebanyakan konsumen di Indonesia. Mereka yang punya modal pun dihadapkan pada satu pertanyaan: device mana yang akan mendapatkan konten lebih banyak? Oculus VR memang merupakan pionir, tapi beberapa raksasa teknologi tak ragu mendukung Vive.

Untuk mencari tahu, tentu semuanya kembali ke keputusan developer, dan laporan dari UBM Game Network siap memandu Anda. Tim pelaksana Virtual Reality Developers Conference itu merilis VR/AR Innovation Report, berisi respons dari para profesional di bidang virtual serta augmented  reality mengenai platform favorit mereka.

Tahun ini adalah momen penting bagi VR dan AR: Vive dan Rift dilepas di saat yang tidak begitu berjauhan, Samsung merilis versi up-to-date dari Gear VR, Microsoft lagi sibuk menggodok HoloLens, lalu kabarnya Google juga sedang menggarap headset VR baru. Di kuesioner, UBM Game Network bertanya pada developer, saat ini platform apa yang mereka pilih buat mengembangkan konten?

HTC Vive vs Oculus Rift 1

Sebanyak 48,6 persen developer menjawab HTC Vive, sedangkan Oculus Rift hanya menghimpun 43,2 persen. Di kelas mobile VR, Samsung Gear VR mengungguli Google Cardboard dengan 33,8 versus 29,2 persen. Peminat PlayStation VR dan HoloLens juga cukup kecil, masing-masing 12,9 dan 8,8 persen, sedikit di bawah Google Daydream (14,6 persen). Meski persentasenya terlihat kecil, Google sendiri punya satu proyek VR lagi, yaitu Tango.

HTC Vive vs Oculus Rift 2

Menjawab pertanyaan ‘di mana Anda akan mengembangkan konten VR/AR selanjutnya?’, jarak antara Vive dan Rift kian melebar. 34,6 persen developer percaya diri  pada headset besutan HTC dan Valve itu, dan cuma 23,4 persen dari mereka yang memilih Vive. Untuk pertanyaan ini, Google Cardboard berhasil menghimpun lebih banyak pendukung dari Gear VR, angkanya di 14 persen dan 10,3 persen. Namun tak seperti pertanyaan pertama, ada lebih banyak responden tidak menjawabnya, boleh jadi menandai ketidakyakinan mereka.

Anda mungkin sempat mendengar langkah kontroversial Oculus VR buat menyajikan konten eksklusif dengan cara mem-block pemilik Vive sehingga mereka tidak dapat membeli dan memainkan game khusus Rift. Tenang saja, 78,1 persen developer memilih untuk melepas karya digital mereka di lebih dari satu platform.

Tidak sedikit orang merasa ragu, apakah VR merupakan lompatan besar di bidang hiburan, ataukah hype-nya pelan-pelan akan memudar? Anda tidak perlu khawatir, 95 persen developer yakin virtual reality mampu terus tumbuh. Dalam mengembangkan ekosistemnya, 49,7 persen responden memanfaatkan modal sendiri dan 33,4 persen menggunakan dana perusahaan.

Sumber: Gamasutra.