Lagi, OJK dan BEI Dikabarkan Akan Bantu Startup yang Ingin Melakukan IPO

Bahasan stratup dan IPO belum juga kunjung usai. Sebagai perusahaan sepak terjang startup diharapkan berakhir di bursa saham. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah dua pihak yang getol membahas rencana IPO untuk startup. Bahkan keduanya dikabarkan tengah menyiapkan aturan yang bisa memudahkan startup untuk bisa melantai di bursa saham melalui IPO. Bahkan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, seperti diberitakan Detik menyebutkan salah satu syarat perusahaan untuk bisa melakukan IPO adalah perusahaan tersebut harus memperoleh keuntungan di tahun keduanya.

Go public itu syaratnya cuma 2, legal administrasi clean sama punya mimpi ke depan. Nah, persoalannya di startup di mereka sendiri, mereka kadang-kadang pikir, ah yang penting punya modal, begitu jadi program kita belum bisa mengkapitalisasi program itu menjadi modal. Nah, ini kita lagi bicara dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) itu dasar utamanya. Tapi di kita sendiri sudah bisa pada dasarnya, dengan syarat tahun keduanya untung,” jelas Tito.

Masih dari sumber yang sama, Tito menyebutkan saat ini sah ada beberapa startup yang tertarik untuk melakukan go public atau IPO. Selanjutnya untuk membantu memudahkan startup yang ingin melakukan IPO BEI bersama dengan bank Mandiri akan membuat sebuah program untuk statup untuk bisa listing atau mencatatkan sahamnya di BEI dengan cara mendidik startup tersebut.

Kurang lebih dalam waktu satu hingga satu setengah bulan ke depan akan dibuka sebuah tempat sebagai inkubator startup berlokasi di Plaza Bapindo.

“Inkubator sudah mulai bicara kita akan bikin bersama Bank Mandiri di gedung Bapindo. Insya Allah akan dibuka dalam waktu 1-1,5 bulan ini. Semua startup boleh buka di situ, lalu nanti dikenalkan dengan accounting, lawyer, ajarin bikin cara projection. Kita akan kenalkan dengan calon-calon investor pemulanya,” papar Tito.

Sebelumnya kabar mengenai OJK dan BEI akan membantu dan memudahkan startup agar bisa melantai di bursa saham juga sudah terdengar. Tepatnya dua bulan lalu OJK dan BEI mengungkapkan siap memfasilitasi startup yang berkeinginan untuk melakukan IPO.

IPO bagi startup bukan sebuah hal yang mutlak membawa keuntungan. Ada pro dan kontra yang mengikuti setiap keputusan untuk melakukan IPO. Ada juga pertimbangan mengenai keuntungan dan tantangan dalam melakukan IPO. Patut ditunggu, jika pemerintah dalam hal ini BEI dan OJK sudah membuka kesempatan untuk IPO, siapa kiranya startup yang siap melantai di bursa saham Indonesia.

Semarak “Indonesia Fintech Festival & Conference 2016” di Hari Pertama (UPDATED)

Hari ini (29/8), “Indonesia Fintech Festival & Conference 2016” (IFFC 2016) yang menjadi ajang terbesar bagi industri keuangan dan teknologi di Indonesia resmi dimulai. Festival akbar yang berlangsung selama dua hari ini terlaksana atas kerja sama antara OJK dan Kadin. IFFC 2016 sendiri diharapkan bisa menginspirasi anak muda Indonesia dengan passion di bidang keuangan dan teknologi untuk turun menjadi entrepreneur di industri fintech dan bersama-sama meningkatkan inklusi finansial Indonesia.

IFFC 2016 merupakan festival akbar pertama untuk industri fintech di Indonesia hasil kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Festival akbar ini digelar selama mulai dari 29-30 Agustus 2016 di Indonesia Convention & Exhibition (ICE), BSD Tangerang, Banten, dan menjadi wadah yang mepertemukan seluruh stakeholder industri keuangan Indonesia. Mulai dari regulator, institusi keuangan swasta, investor, startup, asosiasi industri, hingga kalangan akademis.

Ketua Kadin Rosan Roeslani ketika membuka IFFC 2016 / DailySocial
Ketua Kadin Rosan Roeslani ketika membuka IFFC 2016 / DailySocial

Di hari pertama, IFFC 2016 dibuka oleh Ketua Kadin Rolan Roeslani dan Ketua OJK Muliaman Hadad. Rosan menyampaikan bahwa objektif utama dari ajang ini adalah untuk mendukung fintech dalam meningkatkan efisiensi inklusi finansial di Indonesia. Selain menjadi ajang konferensi, IFFC 2016 juga menjadi ajang pameran berbagai layanan digital yang bergerak di bidang keuangan mulai dari perbankan hingga startup, kompetisi startup, hingga sesi speed dating startup.

Sementara itu Muliaman menyampaikan bahwa fintech dalam beberapa dekade ini telah berkembang dan berevolusi. Mulai dari hanya sekedar layanan kartu kredit dan ATM hingga kini yang sudah bersinggungan dengan mobile melalui perangkat smartphone yang memungkinkan kapitalisasi informasi sebagai asset strategis yang dapat dipertukarkan. Di fase inilah muncul banyaknya layanan jasa keuangan untuk masyarakat umum yang baru seperti crowdfunding dan juga P2P lending.

Muliaman mengatakan, “Saya ingin kita berlomba-lomba memanfaatkan momentum ini sebagik mungkin untuk mendorong kontribusi industri fintech untuk pengingkatan inklusi keuangan masyarakat dan juga mendorong lebih efisiennya layanan jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat.”

“Besar harapan saya acara ini dapat menginsiparasi generasi muda kita yang memiliki passion besar di bidang teknologi informasi dan jasa keungan untuk terjun menjadi entrepreneur muda dan membangun startup fintech Indonesia yang tidak kalah dengan pemain-pemain internasional,” lanjutnya.

Pemanfaatan teknologi di industri jasa keuangan seharusnya dapat memberikan nilai tambah dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan keuangan yang lebih baik dan mudah. Keberadaan fintech sendiri akan jadi nilai tambah dalam meningkatkan akses keuangan dan kemandirian masyarakat terhadap finansial dan bisa menjadi langkah awal pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Suasana dalam ruang pameran IFFC 2016 / DailySocial
Suasana dalam ruang pameran IFFC 2016 / DailySocial

Bersamaan dengan digelarnya IFFC 2016 hari pertama, Investree yang merupakan startup fintech lokal juga melakukan penandatanganan kerja sama strategis dengan Bank Danamon. Kerja sama ini berupa fasilitas automatic payment dan automatic posting atau yang dikenal dengan host-to-host service. Kerja sama dengan pihak Danamon sendiri sebenarnya sudah disinggung oleh Investree sejak bulan Maret silam.

IFFC 2016 akan digelar selama dua hari. Di hari kedua, 30 Agustus 2016, acara akan dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo dan ditutup oleh Ratu Belanda Queen Maxima. Bila di hari pertama agenda IFFC 2016 diisi oleh Startup Competition, Startup Mentoring, dan Speed Dating, maka di hari kedua rangkaian acara akan diisi oleh konferensi dengan tema Fintech Empowering SME, Digital Currencies, dan Funding.

Update: Kami menambahkan informasi penandatanganan kerja sama antara Investree dan Bank Danamon


Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite Indonesia Fintech Festival & Conference 2016

OJK dan Kadin Siap Gelar “Indonesia Fintech Festival & Conference 2016”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Kamar Dagang & Industri (Kadin) siap menggelar rangkaian acara Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 (IFFC). Festival fintech terbesar pertama di Indonesia tersebut akan digelar pada 29-30 Agustus 2016 di Indonesia Convention & Exhibition (ICE), BSD Tangerang, Banten. Diharapkan, ke depannya festival fintech ini juga bisa menjadi ajang tahunan yang dapat melahirkan para startup baru di bidang fintech.

Deputi Komisioner Pengawasan IKNB II OJK Dumoly F. Pardede mengatakan, “Festival ini merupakan kegiatan OJK dan Kadin [untuk] menanggapi tuntutan dari masyarakat [terhadap fintech]. […] Oleh karena itu OJK bersama dengan Kadin mengambil peranan untuk mempromosikan fintech di Indonesia [melalui IFFC 2016].”

[Baca juga: Indonesia Fintech Festival and Conference 2016, Wadah Memajukan Potensi Industri Keuangan dan Teknologi]

Fintech di Indonesia akan menjadi suatu media atau instrumen baru yang akan berhadapan dengan tuntutan masyarakat, sehingga masyarakat bisa mengakses sektor keuangan lebih murah, mudah, hemat, dan cepat,” lanjutnya.

Selain konferensi, acara yang akan digelar selama dua hari ini juga akan menggelar Startup competition, Startup Mentoring, dan Speed Dating. Dumoli sendiri berharap ajang akbar fintech ini ke depannya bisa menjadi ajang tahunan dan bisa melahirkan banyak startup baru di bidang fintech.

[Baca juga: OJK akan Gandeng Pelaku Fintech untuk Susun Regulasi]

Di sisi lain, terlepas dari rangakain acara yang ada, festival ini juga bertujuan untuk menghasilkan white paper yang akan dijadikan sebagai acuan dalam menyusun draft regulasi untuk industri fintech yang rencananya akan diluncurkan pada akhir tahun 2016.

Kepala Badan Inovasi Teknologi Startup Kadin Patrick Walujo mengatakan, “Diharapkan dengan adanya kegiatan IFFC 2016 ini, di mana pihak regulator, pemodal, dan pemain startup baik pemula maupun yang lama, bisa berkumpul dan bertukar pikiran. Suatu saat kami berharap bisa melahirkan juara-juara baru di bidang fintech yang merupakan perusahaan Indonesia. Itu salah satu tujuan kami di IFFC 2016.”

[Baca juga: Startup Competition dan Speed Dating Jadi Bagian Rangkaian Indonesia Fintech Festival and Conference 2016]

IFFC 2016 akan digelar selama dua hari, mulai dari tanggal 29 Agustus 2016-30 Agustus 2016 di ICE BSD Tangerang, Banten. Agenda di hari pertama akan lebih menitikberatkan pada rangkaian acara Startup Competition, Startup Mentoring, dan Speed Dating. Sedangkan hari kedua IFFC 2016 akan diisi oleh konferensi dengan tema Fintech Empowering SME, Digital Currencies, dan Funding.

Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan untuk memberikan opening remarks di hari kedua dan Ratu Belanda Queen Maksima dijadwalkan untuk memberikan closing remarks dalam IFFC 2016. Queen Maksima sendiri hadir sebagai perwakilan United Nation bagi Financial Inclusion.

Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite Indonesia Fintech Festival 2016

Indonesia Fintech Festival and Conference 2016 Siap Digelar!

Sebagai salah satu negara dengan potensi pasar unbanked yang luar biasa, Indonesia menjadi sasaran banyak pebisnis fintech baik dari dalam maupun luar negeri. Data dari Bank Mandiri tahun 2015 mengatakan total pemilik rekening di Indonesia hanya sekitar 60 juta orang dari total populasi penduduk di Indonesia yang berkisar 250 juta jiwa.

Berdasarkan data ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kamar Dagang Indonesia & Industri (KADIN) bekerjasama dengan beberapa rekanan mengadakan konferensi, eksibisi dan festival bertemakan fintech pertama di Indonesia yang dinamakan Indonesia Fintech Festival and Conference 2016 (IFFC 2016). Bertempat di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, IFFC 2016 bertujuan untuk menjadi ajang kolaborasi antar semua stakeholder fintech mulai dari korporasi-korporasi keuangan, akademisi, asosiasi, regulator dan juga startup-startup fintech yang makin menjamur di Indonesia.

Acara bergengsi ini akan diadakan pada tanggal 29 – 30 Agustus 2016 dan akan dibuka oleh Bapak Presiden RI Joko Widodo, serta akan menghadirkan beberapa jajaran pengambil keputusan dari korporasi perbankan & finansial serta institusi pemerintahan selaku regulator. Hanya dengan Rp. 100 ribu, para audiens akan dimanjakan dengan pembicara-pembicara yang dengan senang hati berbagi dengan para audiens.

Startup competition

Tidak hanya konferensi, IFFC 2016 juga memberikan fokus tersendiri untuk startup-startup fintech yang ingin bersaing untuk mendapatkan kesempatan untuk melakukan pitching di panggung utama di hadapan juri terpilih. Kompetisi ini bertujuan untuk dapat memfasilitasi pitching yang dilakukan oleh pelaku e-commerce dengan para investor maupun pihak-pihak terkait lainnya.

Informasi lebih lanjut mengenai kompetisi, silahkan baca di situs resmi IFFC 2016.

Speed dating

Speed Dating merupakan salah satu event dari IFFC 2016 yang bertujuan untuk mem- pertemukan pelaku industri e-commerce dengan para ahli dalam rangka berkonsultasi dan berdiskusi. Dengan adanya speed dating ini, diharapkan makin banyak entrepreneur muda yang terbantuk validasi ide dari para pakar baik dari latar belakang penjualan, pemodal, maupun founder.

Informasi lebih lanjut mengenai speed dating, silahkan baca di situs resmi IFFC 2016.

Writing competition

Lomba menulis artikel merupakan salah satu event dari rangkaian kegiatan IFFC 2016 sebagai bentuk persembahan penyelenggara untuk mencerdaskan bangsa dengan pengetahuan terkait bidang industri terbaru yakni Financial Technology. Lomba ini dibuka untuk umum sehingga semua orang dapat menyalurkan ide, pengetahuan, dan kemampuannya untuk berpartisipasi dalam IFFC 2016.

Tema yang dipilih untuk Lomba Menulis Artikel IFFC 2016 adalah Financial Technology. Pemenang Lomba Menulis Artikel IFFC 2016 akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai dengan total 26 juta rupiah, trophy, dan sertifikat, serta tulisannya akan dipublikasikan di dalam website IFFC 2016.

Informasi lebih lanjut mengenai kompetisi menulis, silahkan baca di situs resmi IFFC 2016.

Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite dari Indonesia Fintech Festival 2016.

Keuntungan dan Tantangan IPO untuk Startup

Beberapa waktu lalu topik startup Indonesia menjajaki IPO (Initial Public Offering) sempat mencuat ke permukaan. Pihak-pihak terkait seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan juga OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sempat diberitakan mendukung startup-startup top Indonesia untuk melakukan IPO dengan mengeluarkan insentif dan beberapa regulasi lainnya yang mendukung. Tapi sebenarnya seberapa perlukah IPO bagi startup ?

IPO seperti banyak hal lainnya menyimpan dua sisi kemungkinan. Sisi menguntungkan dan sisi lain yang berkebalikan. Semua ini harus dipertimbangkan matang-matang sebelum startup memutuskan untuk IPO. IPO atau sering disebut “go-public” memungkinkan eksposur bisnis yang lebih tinggi. Ini berarti perusahaan bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan brand equity yang mampu membantu proses pemasaran, termasuk prestise dan juga kredibilitas perusahaan atau dengan kata lain lebih terkenal. Publikasi yang didapatkan tidak jarang juga berujung pada didapatkannya kelompok pengguna baru.

Dari sisi modal IPO juga dinilai menjadi salah satu jalan yang tepat untuk mendapatkan modal. Menjual lembaran-lembaran saham ke ranah publik bisa meningkatkan modal yang bisa bermanfaat bagi perusahaan, termasuk menutup hutang-hutang yang ada.

Memecah kepemilikan saham dengan menjualnya ke ranah publik artinya juga mengurangi risiko kepemilikan. Kepemilikan perusahaan mulai dibagi untuk sekelompok pemegang saham, sementara persentase keuntungan masih didapat. Strategi IPO juga biasanya sering dilakukan sebagai salah satu exit strategy.

Di sisi lain IPO juga memiliki risiko yang cukup tinggi. Untuk perusahaan-perusahaan konvensional profitabilitas dan track record sangat diperlukan sebelum melakukan IPO. Di era internet profit dan track record ini yang menjadi boomerang. Untuk perusahaan digital profit dan track record menjadi sesuatu yang abu-abu. Ini yang harus diperhitungkan matang-matang. Tekanan dan harapan pertumbuhan perusahaan setelah melakukan IPO tentu berbeda dengan sebelumnya. Perusahaan akan dituntut lebih cepat mendapatkan pertumbuhan.

Kecuali bagi mereka yang melakukan IPO sebagai exit strategy. Mereka akan mendapatkan modal yang cukup besar dari penjualan kepada publik untuk kemudian membagikan risiko (kegagalan) kepada sekelompok pemegang saham.

Bank Indonesia Segera Atur Proses Pembayaran di Sektor E-Commerce

Untuk mengontrol transaksi pembayaran e-commerce yang saat ini menyediakan payment gateway hingga e-wallet, pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia, akan membuat peraturan yang jelas terkait kegiatan transaksi pembayaran tersebut.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas, seperti dikutip Bisnis:

“Nanti semuanya seperti e-commerce, e-wallet, kliring dan sebagainya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut. Kami akan kelompokkan antara pelaku utama dalam sistem pembayaran maupun penunjangnya.”

Selain proses transaksi pembayaran, peraturan tersebut juga akan mengatur soal syarat perusahaan yang memasuki segmen pemrosesan pembayaran ini.

“Syaratnya banyak macam-macamnya, salah satunya itu seperti harus berbadan hukum. Pemainnya kan sekarang juga sudah macam-macam, seperti e-commerce internet payment gateway sampai e-wallet. Mudah-mudahan pekan ini rampung dibahas di Rapat Dewan Gubernur (RDG) ya,” lanjutnya.

Sektor fintech juga bakal diatur

Selain di sektor e-commerce, BI juga akan mengatur sistem pembayaran online yang digunakan oleh industri keuangan berbasis online (FinTech). Pengaturan ini juga bakal dimuat dalam PBI (yang berbeda dengan PBI untuk pembayaran di sektor e-commerce).

Peraturan untuk mekanisme pembayaran di sektor Fintech disebutkan bukanlah hal yang baru, karena sebelumnya sistem perbankan Real Time Gross Settlement (RTGS) juga diatur oleh BI.

“Fintech memiliki sejumlah otoritas pemerintah, termasuk OJK yang meregulasi urusan kredit dan penyimpanan (tabungan). Untuk pembayaran dan transaksi, BI akan mengaturnya,” kata Ronald dikutip dari Antara.

Batas Modal Minimal Startup Fintech Segera Ditentukan OJK

Kehadiran startup di segmen financial technology (fintech) yang saat ini makin banyak bermunculan dicermati dengan baik oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK). Satu hal yang nantinya akan dibuat aturan yang jelas adalah terkait dengan penentuan batas modal minimal industri fintech.  Salah satu alasan dibuatnya aturan tersebut adalah untuk perlindungan konsumen.

“Ini lagi kita bahas, bukan hanya soal sektor IKNB (industri keuangan non bank), tapi juga di sektor perbankan, pasar modal juga. Tapi kita atur sederhana saja karena banyaknya startup company. Kita persyaratkan modal, tapi juga sedikit saja,” kata Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK Firdaus Djaelani kepada Neraca.

Selama ini fintech sebagai perusahaan yang masuk dalam kategori industri keuangan berbasis teknologi kebanyakan menggunakan modal milik sendiri untuk menjalankan bisnisnya dan bukan deposit taker atau perusahaan yang mengumpulkan dana dari masyarakat. Dengan demikian nantinya aturan akan disesuaikan dengan nominal yang tepat dan tentunya tidak terlalu besar jumlahnya. Hingga kini OJK yang masih belum bersedia menentukan berapa batas modal minimal yang tepat kepada startup fintech.

“Yang ringan-ringan dulu. Nanti awal-awal gitu, kalo udah baru kita tingkatkan yang agak besar atau bagaimana gitu. Yang penting concern kita adalah bagaimana agar tidak merugikan konsumen,” ujar Firdaus.

Salah satu aspek yang menjadi penentu dari ketetapan tersebut adalah keberadaan kantor serta penggunaan server oleh startup fintech, yang nantinya akan mempengaruhi berapa besar batas modal yang ditentukan.

“Jadi misalnya kira-kira berapa ya, sewa ruko dan lain-lain. Sewa ruko paling murah Rp100 juta, apa Rp 500 juta, atau Rp1 miliar atau berapa,” tambah Firdaus.

Selain itu yang juga diperlukan oleh startup fintech adalah keberadaan lembaga kustodi, yang berfungsi untuk menyimpan data digital nasabah, agar terhindar dari aksi kecurangan dari nasabah yang ‘nakal’.

“Misalnya nasabah agak nakal, jadi diubah-ubah sedikit, lalu nanti terjadi sengketa yang di sini begini tapi di sana berbeda. Nah kalau misalnya terjadi sengketa, kita lihat ke kustodinya karena kan dia juga punya yang digital,” kata Firdaus.

Peluang teknologi fintech diaplikasikan perusahaan asuransi

Di lain pihak, kemudahan yang ditawarkan oleh fintech untuk memberikan informasi, layanan serta kebutuhan yang diperlukan oleh nasabah, menjadikan alasan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mempertimbangkan fintech untuk diaplikasikan perusahaan asuransi.

Diharapkan nantinya fintech tidak hanya membantu penjualan produk asuransi, tetapi juga mempercepat proses pembelian, pembayaran premi, penjelasan produk dan klaim pemegang polis sehingga nasabah tidak perlu datang ke kantor cabang perusahaan asuransi.

OJK Siap Lakukan Pembinaan untuk Startup yang Akan Melakukan IPO

Rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) memfasilitasi startup IPO atau melakukan penawaran saham perdana nampaknya mulai terbuka lebar. Namun, startup yang dinilai memiliki kualifikasi untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) harus mendapatkan pembinaan terlebih dahulu melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, BEI dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) juga telah mendirikan inkubator untuk mempersiapkan startup melakukan atau IPO.

“Waktu mereka dibina itu mungkin akan butuh waktu setahun [atau] dua tahun, sampai mereka siap secara permodalan dan governance. Mereka harus siap dua-duanya,” kata Anggota Dewan Komisioner selaku Kepala Eksekutif Pengawas Poser Modal OJK Nurhaida seperti dilansir dari Okezone.

Secara khusus fokus utama dari OJK adalah hanya melakukan pembinaan kepada startup secara intens. Dengan demikian, ketika waktunya tiba startup siap untuk melakukan IPO.

“UKM yang bisa IPO hampir kita fokuskan kepada startup company karena nanti itu yang akan coba dibina dari segi governance-nya dan dari segi laporan keuangannya,” kata Nurhaida.

Saat ini diperkirakan sudah ada beberapa startup yang sudah siap untuk melakukan penawaran saham perdana. Salah satunya adalah Bhinneka.

Dalam kesempatan acara perayaan ulang tahunnya, Bhinneka memberikan pernyataan berminat melakukan IPO dalam waktu dua tahun ke depan pasca perolehan pendanaan 300 miliar Rupiah dari Ideosource.

Dengan pembinaan yang dilakukan oleh OJK, setidaknya bisa memberikan peluang kepada startup di Indonesia untuk tampil dan memvalidasi bisnis model sebagai perusahaan rintisan. Dalam hal ini BEI juga bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengawasi dan memfasilitasi keseluruhan proses tersebut.

OJK akan Gandeng Pelaku Fintech untuk Susun Regulasi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah dalam proses penyusunan regulasi mengenai industri finansial teknologi atau fintech. Dalam penyusunan regulasi ini OJK juga akan mengikutsertakan industri, dalam hal ini para pemain di sektor fintech, untuk memberi masukan perihal poin-poin yang akan diatur dalam regulasi.

Seperti dikabarkan Liputan6, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengungkapkan bahwa fintech tidak hanya melibatkan satu industri IKNB saja, tetapi juga perbankan dan pasar modal. Jadi saat ini OJK tengah menyiapkan sebuah aturan yang akan mengatur semuanya.

Firdaus juga menilai bahwa regulasi ini mendapat sambutan positif dari pihak-pihak terkait. Bahkan para pelaku industri yang meminta untuk segera ada regulasi atau aturan di sektor ini.

“Memang mereka minta diatur bersama OJK, katanya kalau nggak diatur mereka kesulitan. Misalnya ketika mengajukan kredit buat permodalan dengan bank. Bank kan tanya Anda diawasi siapa, kan seperti itu,” tutur Firdaus.

Sementara itu, masih dari sumber yang sama ,Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengaku pihaknya juga akan bekerja sama dengan otoritas di beberapa negara seperti Singapura dan Tiongkok untuk mengetahui cara negara-negara tersebut dalam mengatur industri fintech.

“Kami juga berencana menggelar Fintech Festival agar bisa lebih dekat dan memahami keberadaan mereka,” ujar Muliaman.

Ia juga mempersilakan perusahaan fintech untuk beroperasi meskipun belum ada regulasi khusus yang mengatur industri saat ini. “Yang ada sekarang silakan beroperasi, tapi mereka harus sering-sering bertemu dengan kami. Melaporkan seperti apa kegiatannya,” jelasnya.

Salah satu pelaku industri fintech yang turut berdiskusi dan memberi masukan kepada OJK adalah UangTeman. Founder UangTeman Aidil Zulkili juga mengaku telah berdiskusi, menyampaikan masukan, dan juga memberikan materi-materi riset sebagai referensi dan apresiasi ke OJK.

Menurut Aidil selama satu tahun beroperasi di Indonesia ia melihat ada beberapa fokus yang perlu diperhatikan dalam penyusunan regulasi seputar fintech ini. Di antaranya mengenai perlindungan konsumen, standar keamanan sistem online, perlindungan data, agen penagih yang terstandarisasi dan manajemen keuangan dan risiko yang kuat untuk pemberi pinjaman online.

Ia juga menilai regulasi di Inggris dan Amerika Serikat bisa menjadi salah satu referensi yang bisa diterapkan di Indonesia, tentu dengan sejumlah penyesuaian.

Dikutip dari halaman resmi OJK, Muliaman menjelaskan OJK merasa perlu adanya mekanisme perizinan bagi perusahaan fintech yang akan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat.

Selain itu, mengingat fintech yang melibatkan banyak sektor, atau lintas sektoral, maka diperlukan kerja sama dan koordinasi yang baik antar otoritas terkait, seperti OJK, BI, Kominfo, Perdagangan, Perindustrian dan regulator lain yang terkait sehingga bisa memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan perekonomian.

 

Bekraf Usulkan Pemodal Ventura Bagi Startup Dapat Insentif Pajak

Perusahaan rintisan (startup) kini telah tumbuh subur di Indonesia, terutama yang bergerak di bidang teknologi. Pun masalah mendapatkan modal bagi startup sudah tak sesulit di masa awal, namun Bekraf menganggap pertumbuhan pihak pemberi modal usaha (venture capital dan angel investor) belum sesuai harapan. Maka dari itu, Bekraf mengusulkan agar pemerintah dapat turun tangan dengan memberikan insentif fiskal bagi pemodal ventura.

Dikutip CNN Indonesia, Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo mengatakan, “Semangat untuk mendanai usaha startup yang benar-benadar pada fase awal itu harus didorong. Barangkali dengan kebijakan fiskal, tax incentive, misalkan, untuk investor-investor yang mau investasi ke startup.”

Lebih jauh, Fadjar mengungkapkan bahwa sebelum hal tersebut diusulkan kepada Kementrian Keuangan, Bekraf akan menggandeng lembaga terkait seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam menyusun kajian usulan pemberian insentif pajak bagi pemodal usaha startup. Diharapkan, kajian tersebut sudah selesai dalam satu atau dua bulan mendatang.

Seiring berjalannya waktu, pemodalan usaha di dunia startup yang bergerak di bidang teknologi sendiri kini sudah makin diminati di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya grup-grup perusahaan besar Indonesia yang sudah mulai masuk untuk membiayai startup. Beberapa di antaranya adalah Lippo, MNC, dan Sinarmas.

[Baca juga: Delapan Perusahaan Besar di Indonesia Mulai Rambah Industri E-Commerce]

“Hari ini sudah kelihatan grup-grup perusahaan besar dan konglomerat [yang] sudah mulai masuk untuk biayai startup. Didorong juga investor institusional, dana pensiun misalnya, atau perusahaan asuransi. Ini kan bisa dimanfaatkan untuk modal yang long term,” ujar Fadja dikutip dari Okezone.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2015 telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatur usaha modal ventura melalui Peraturan OJK(POJK)  Nomor 35/POJK.05/ 2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Modal Ventura. Beberapa hal yang diatur dalam kebijakan tersebut yakni  perizinan dan kelembagaan, menjalankan bisnis, tata kelola perusahan yang baik, dan pengawasan langsung.

Selain itu, OJK juga tengah menggodok POJK yang mengatur kegiatan investasi angel investor. Beberapa poin yang menjadi sorotan adalah modal minimal yang digelontorkan untuk startup yaitu sebesar satu miliar Rupiah dan jumlah startup yang boleh didanai oleh satu angel investor adalah empat perusahaan. Aturan ini ditargetkan untuk rampung pada Juni 2016.