Berkat Aplikasi Chffr, Anda Bisa Membantu Perkembangan Sistem Kemudi Otomatis

Mekanik, programmer, ahli robotik dan ilmuwan di berbagai penjuru dunia tengah bekerja bersama guna mengembangkan dan mematangkan sistem kemudi otomatis. Di saat yang sama, seorang pemuda berusia 26 tahun asal AS punya ambisi kuat untuk menciptakan perangkat beserta AI (artificial intelligence) yang bisa memberikan kemampuan kemudi otomatis pada sejumlah mobil di akhir tahun 2016 ini.

Pemuda tersebut adalah George Hotz, atau yang dikenal dengan julukan “geohot” ketika dirinya masih berkutat di dunia jailbreaking perangkat iOS di usianya yang masih belia. Namun belakangan Hotz membentuk sebuah startup bernama Comma.ai dengan fokus pada teknologi kemudi otomatis.

Hotz memang memiliki timnya sendiri dalam mewujudkan misinya, akan tetapi ia juga mengandalkan metode crowdsourcing, dimana kita sebagai konsumen biasa juga bisa berkontribusi terhadap perkembangan sistem kemudi otomatis garapannya. Langkah semacam ini jarang diambil oleh pabrikan otomotif, tapi Hotz cukup percaya diri bahwa cara ini bisa mengajari AI bagaimana cara mengemudi seperti manusia sebenarnya.

Hotz mengembangkan aplikasi bernama Chffr yang bisa didapat secara cuma-cuma di Android – sejauh ini masih dalam tahap beta, dan versi iOS-nya akan menyusul ke depannya. Aplikasi ini pada dasarnya akan merekam seluruh kegiatan mengemudi pengguna, memperhatikan semua faktor penting yang tertangkap kamera, seperti pejalan kaki, pesepeda, batas jalan sampai rambu lalu lintas.

Video yang sudah diunggah ke server Comma.ai bisa ditinjau kembali dari browser / Comma.ai
Video yang sudah diunggah ke server Comma.ai bisa ditinjau kembali dari browser / Comma.ai

Semua yang direkam kamera ponsel Anda ini akan diunggah ke server Comma.ai setibanya Anda di rumah dan terhubung dengan Wi-Fi. Data-data ini kemudian akan dikompilasi dan dianalisa, hingga akhirnya bisa dijadikan ‘bahan belajar’ oleh AI garapan Comma.ai.

Sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi pengguna, mereka akan memperoleh “Comma Points” selama aktif menggunakan Chffr, meski sejauh ini belum ada informasi hadiah apa yang bisa ditukar dengan Comma Points tersebut.

Chffr bisa dibilang merupakan cara termudah untuk membantu perkembangan sistem kemudi otomatis. Selanjutnya kita tinggal menunggu dan berharap Comma.ai tidak meleset dalam memenuhi misinya menghadirkan set perangkat kemudi otomatis untuk mobil yang bisa dipasang semudah merakit furniture IKEA dan dihargai tak lebih dari $1.000.

Sumber: CNET.

Honda dan SoftBank Kembangkan AI untuk Dijadikan Asisten Pribadi Pengemudi Mobil

Bicara mengenai robot, dunia pastinya masih ingat dengan ASIMO. Diperkenalkan di tahun 2000, robot buatan Honda ini menuai popularitas berkat kemampuannya berjalan, berlari dan bahkan menari. 16 tahun kemudian, Honda tampaknya sudah siap meneruskan jejaknya di bidang robotik dan sistem kecerdasan buatan.

Langkah berikutnya ini Honda jalani bersama SoftBank. Raksasa telekomunikasi asal Jepang tersebut juga cukup berpengalaman di bidang robotik, terbukti dari robotnya yang bernama Pepper yang menjalani debut pada tahun 2014.

Kerja sama antara Honda dan SoftBank ini bertujuan untuk menciptakan sistem kecerdasan buatan (AI) yang berperan sebagai asisten pribadi pengemudi mobil, lengkap dengan kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi secara alami.

Bukan, mereka bukannya berniat mengembangkan mobil robot macam KITT dari serial TV Knight Rider, namun ini bisa dianggap sebagai langkah awal dari visi jangka panjang menuju hal tersebut.

AI hasil kolaborasi Honda dan SoftBank ini akan banyak memanfaatkan teknologi yang menenagai Pepper, dimana robot tersebut punya tujuan untuk menyenangkan hati manusia. Untuk kali ini, fokusnya ada pada konsep keharmonisan antara pengemudi dan sarana transportasinya.

Dua spesialis robotik bekerja sama mengembangkan AI untuk mobil tentunya merupakan kabar baik bagi industri otomotif, sekaligus menunjukkan komitmen pabrikan dalam mengusung definisi mobil pintar ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

Sumber: TechCrunch.

Nissan Serena Terbaru Dibekali ProPILOT, Sistem Kemudi Otomatis untuk Jalan Tol

Tesla punya Autopilot, Nissan punya ProPILOT. Keduanya sama-sama sistem kemudi otomatis, meski punya Tesla terkesan lebih canggih sejauh ini. Pun demikian, upaya yang dilakukan Nissan dalam mengomersialkan sistem kemudi otomatis secara perlahan patut mendapat perhatian.

Nissan dengan tegas menjelaskan bahwa ProPILOT hanya untuk digunakan di jalan tol dan di satu jalur saja – paling tidak untuk sekarang – berbeda dari Tesla Autopilot yang sudah bisa berpindah jalur. Namun selama berada di satu jalur tersebut, ProPILOT akan mengendalikan semua aspek kemudi, mulai dari setir, gas dan rem.

ProPILOT pada dasarnya bisa dianggap sebagai cruise control versi lebih canggih. Sistem ini akan bermanfaat dalam skenario dimana jarak yang bakal ditempuh cukup jauh atau kondisi tol sedang macet parah; daripada dibuat frustasi oleh macet, serahkan saja tugasnya kepada ProPILOT.

Nissan ProPILOT akan sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan jalan tol yang macet / Nissan
Nissan ProPILOT akan sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan jalan tol yang macet / Nissan

Sebuah kamera 360 derajat beserta sistem racikan Mobileye dipercaya menjadi bekal ProPILOT dalam mempertahankan mobil di suatu jalur sekaligus jarak moncong dengan mobil depannya selagi melaju dalam kecepatan yang konstan – pengemudi bisa menentukan kecepatannya, antara 30 – 100 km/jam.

Ketika mobil di depan berhenti, ProPILOT juga akan ikut berhenti. Rem akan terus aktif meski pengemudi sedang tidak menginjakkan kakinya di pedal rem. Untuk melanjutkan perjalanan dan mengaktifkan ProPILOT kembali, pengemudi bisa menginjak pedal gas sedikit atau menekan tombol pada setir.

Sistem Nissan ProPILOT ini bakal menjalani debutnya bersama MPV premium Nissan Serena versi terbaru yang akan meluncur mulai bulan Agustus mendatang. Ke depannya, ProPILOT akan siap menghadapi multi-jalur pada tahun 2018, dan mengatasi perempatan di perkotaan pada tahun 2020.

Sumber: TechCrunch dan Nissan.

Pearl RearVision Ialah Kamera Parkir Canggih yang Menyamar Sebagai Bingkai Pelat Nomor

Kamera belakang untuk mempermudah parkir mundur saat ini sudah umum dijumpai pada kebanyakan mobil. Akan tetapi tentu saja tidak semua mobil memilikinya, dan jika pemiliknya berencana melakukan modifikasi untuk menambahkan sistem serupa, biaya yang dibutuhkan bisa cukup mahal.

Namun menurut sebuah startup baru bernama Pearl, semestinya tidak harus seribet itu. Mereka telah merancang solusi yang lebih terjangkau, lebih mudah dipasang, dan di saat yang sama efektif membantu pengguna memarkir mundur mobilnya.

Solusi tersebut bernama Pearl RearVision, sepasang kamera parkir yang bingkai aluminiumnya bisa disekrupkan begitu saja ke bagian pelat nomor. Selain gambar dalam resolusi HD, sepasang kamera ini juga akan menyajikan sudut pandang seluas 180 derajat.

Kamera milik Pearl RearVision meneruskan rekaman live-nya ke adapter sebelum diterima oleh aplikasi pendamping di smartphone / Pearl
Kamera milik Pearl RearVision meneruskan rekaman live-nya ke adapter sebelum diterima oleh aplikasi pendamping di smartphone / Pearl

Lalu apakah ada bagian mobil yang harus dibor guna menyambungkan kabel dari RearVision? Sama sekali tidak, semuanya berlangsung secara nirkabel dengan mengandalkan sebuah adapter yang menancap ke port ODB (on-board diagnostic) mobil. Dari situ adapter tersebut akan meneruskan rekaman live-nya ke aplikasi pendamping di smartphone.

Karena menyambung ke port ODB, RearVision pun bisa mengakses sejumlah data, seperti misalnya kecepatan atau pergerakan mobil. Dengan demikian, rekaman live akan otomatis ditampilkan di layar smartphone ketika Anda bergerak mundur, dan mati dengan sendirinya ketika Anda mulai bergerak maju dalam kecepatan di atas 16 km/jam.

Menariknya RearVision turut dibekali sejumlah sensor untuk mendeteksi rintangan di belakang mobil. Selanjutnya aplikasi pendampingnya akan memberikan dua jenis peringatan suara yang berbeda: satu ketika ada mobil atau seseorang yang sedang lewat di belakang Anda, dan satu lagi untuk memastikan Anda berhenti sebelum terbentur sesuatu.

Hebatnya lagi, RearVision tidak perlu Anda isi ulang baterainya secara manual. Di bagian bingkai bawahnya tertanam panel surya yang sanggup memberikan daya yang cukup untuk seminggu, plus unit baterainya sendiri bisa menyimpan daya hingga satu bulan.

Pearl RearVision datang bersama sebuah mount magnetik untuk smartphone / Pearl
Pearl RearVision datang bersama sebuah mount magnetik untuk smartphone / Pearl

Akan tetapi inovasi Pearl rupanya masih belum berhenti sampai di situ saja. Mereka juga akan menyertakan sebuah mount magnetik untuk smartphone dalam paket penjualan RearVision. Mount ini dapat dijepitkan di AC dashboard dengan mudah, lalu pengguna tinggal menempelkan smartphone-nya begitu saja.

Pearl saat ini sudah menerima pre-order untuk RearVision seharga $500. Sekadar informasi, Pearl bukanlah startup sembarangan, melainkan yang dibentuk oleh tiga mantan engineer Apple yang kini telah mengajak sekitar 50 mantan koleganya di Cupertino.

Sumber: The Verge dan Pearl.

Minibus Elektrik Ini Padukan Teknologi Kemudi Otomatis dan Kecerdasan Buatan

Di saat pabrikan otomotif tengah berlomba-lomba mengembangkan teknologi elektrik dan kemudi otomatis, sebuah minibus bernama Olli sudah mulai melintasi jalanan-jalanan umum di Washington D.C. dengan sendirinya dan tanpa menghasilkan emisi karbon. Tak hanya itu, Olli juga siap bercengkarama dengan para penumpangnya seramah mungkin.

Olli dirancang dan dibuat oleh pabrikan bernama Local Motors. Bagi yang tidak tahu, Local Motors sempat menjadi buah bibir dua tahun yang lalu ketika mereka memperkenalkan mobil 3D printed pertama di dunia. Sama halnya dengan Olli, sebelum dirakit komponen-komponennya dibuat menggunakan 3D printer.

Kabin Olli sanggup mengakomodasi hingga 12 penumpang. Sistem kemudi otomatisnya dirancang sendiri oleh Local Motors, tapi di saat yang sama mereka juga menyematkan sistem kecerdasan buatan (AI) IBM Watson, membuatnya mampu berinteraksi dengan penumpang secara alami layaknya seorang sopir sebenarnya.

Kabin Olli bisa diisi oleh 12 penumpang sekaligus / Local Motors
Kabin Olli bisa diisi oleh 12 penumpang sekaligus / Local Motors

Berkat Watson, Olli dapat memahami pertanyaan maupun permintaan penumpang yang disampaikan dalam bahasa sehari-hari, seperti misalnya ketika penumpang hendak diantar ke lokasi tertentu, atau ketika penumpang menanyakan tentang cara kerja Olli – mengingat Watson dapat mengakses data yang dikumpulkan oleh sekitar 30 sensor eksternal Olli.

Kehadiran Watson juga memungkinkan Olli untuk merangkap tugas sebagai pemandu wisata, menyampaikan rekomendasi restoran-restoran populer maupun situs-situs bersejarah berdasarkan selera masing-masing penumpang. Sopir dengan bakat pemandu wisata, sebuah perpaduan yang cukup langka sekarang ini.

Dalam beberapa bulan ke depan, Olli akan diuji di jalanan umum Washington D.C. sebelum dibawa ke Miami dan Las Vegas pada akhir tahun. Local Motors juga memiliki visi untuk menghadirkan Olli di luar Amerika Serikat dengan cara membangun pabrik-pabrik kecil di berbagai kawasan yang dapat mencetak dan merakit satu unit Olli dalam waktu 10 jam saja.

Sumber: Engadget dan IBM. Sumber gambar: Olli.

Mobil Konsep Mini Vision Next 100 Gambarkan Tren Car Sharing di Masa Depan

Lewat BMW Vision Next 100 dan Rolls-Royce 103EX, pabrikan asal Jerman tersebut ingin memberikan gambaran kepada kita mengenai masa depan dunia otomotif. Akan tetapi dua mobil konsep itu rupanya masih belum cukup, mereka turut mengungkap konsep lain di bawah bendera Mini, dengan visi yang lebih spesifik.

Dijuluki Mini Vision Next 100, mobil konsep ini secara khusus dirancang untuk menggambarkan tren car sharing di masa yang akan datang. Car sharing yang dimaksud tidak melulu yang berbasis aplikasi, tetapi juga berlaku dalam suatu rumah tangga dimana anggota keluarga menggunakan satu mobil secara bergantian.

Menurut Mini, pengalaman car sharing di masa depan harus bisa memenuhi selera pengguna tanpa terkecuali. Untuk itu, bagian eksterior Mini Vision Next 100 diperlakukan sebagai sebuah kanvas digital yang dapat berganti rupa sesuai kebutuhan dan secara otomatis.

Sasis Mini Vision Next 100 merupakan kanvas digital yang bisa memproyeksikan konten sesuai kebutuhan / BMW Group
Sasis Mini Vision Next 100 merupakan kanvas digital yang bisa memproyeksikan konten sesuai kebutuhan / BMW Group

Proyeksi konten yang tampak pada sasis mobil ini akan berubah-ubah berdasarkan siapa yang tengah berada di dalam mobil, mood-nya seperti apa, atau bagaimana kondisi jalanan pada saat itu. Dengan begitu, sang pengemudi akan merasa seakan-akan mobil yang mereka kemudikan adalah kepunyaan pribadi, padahal aslinya meminjam dari sebuah layanan car sharing.

Kustomisasi ini tidak hanya sebatas penampilan visual saja, tetapi juga mencakup performa mobil, mulai dari empuk-tidaknya suspensi sampai handling mobil secara keseluruhan. Pergantiannya pun berjalan secara otomatis, mengingat mobil dilengkapi sensor eksternal untuk mengenali siapa yang hendak menggunakannya.

Geser setirnya ke tengah, maka Mini Vision Next 100 akan langsung mengaktifkan mode kemudi otomatis / BMW Group
Geser setirnya ke tengah, maka Mini Vision Next 100 akan langsung mengaktifkan mode kemudi otomatis / BMW Group

Kabin Mini Vision Next 100 terasa amat lapang walau dimensi sasisnya seukuran city car. Tepat di tengah-tengah kaca depan, terdapat sebuah panel membulat yang merupakan representasi sistem kecerdasan buatan bernama Cooperizer. Cooperizer tak cuma berperan sebagai asisten pribadi sang pengemudi, tetapi juga pengatur nuansa kabin dan mode kemudi yang dapat beradaptasi dengan selera pengguna secara otomatis.

Tampak jelas bahwa sama sekali tidak ada panel instrumen pada dashboard minimalis milik Mini Vision Next 100. Sebagai gantinya, semua informasi yang relevan akan disajikan dalam wujud augmented reality di kaca depan.

Tak seperti Rolls-Royce 103EX yang tidak memiliki lingkar kemudi sama sekali atau BMW Vision Next 100 yang setirnya bisa disembunyikan, konsep milik Mini ini punya setir permanen. Namun hal itu bukan berarti ia tak bisa menyetir dengan sendirinya. Kapan pun Anda mau, Anda bisa mengaktifkan mode kemudi otomatis.

Dipadukan semuanya, fitur-fitur Mini Vision Next 100 membuatnya sangat ideal untuk konsep car sharing, dimana mobil akan bergerak dan menjemput klien berikutnya dengan sendirinya. Begitu tiba, sang klien akan mendapati semua pengaturan mobil telah disesuaikan dengan preferensinya, membuat mobil pinjaman itu jadi serasa milik sendiri.

Sumber: Autoblog dan BMW Group.

iScout HUD Bantu Pengemudi Mengakses Informasi Secara Aman

Baik Android Auto maupun Apple CarPlay sama-sama bertujuan menyempurnakan pengalaman berkendara tanpa meningkatkan resiko kecelakaan yang sering kali terjadi akibat penggunaan smartphone selagi mengemudi. Pun demikian, menatap layar dashboard masih berarti pandangan akan teralih dari jalanan, lain halnya ketika menggunakan heads-up display (HUD).

Kini ada HUD baru bernama iScout yang cukup menarik perhatian. Dikembangkan oleh startup asal Singapura, Spade Techs, iScout mengemas fitur yang cukup lengkap untuk ukuran sebuah HUD, utamanya adalah konektivitas Bluetooth sehingga ia dapat disambungkan dengan ponsel milik pengguna, baik Android maupun iPhone.

Setelah tersambung, iScout dapat menampilkan panggilan telepon, pesan teks, reminder maupun jenis notifikasi lain dari aplikasi pihak ketiga. Menariknya, ia dapat dinavigasikan memakai gesture. Jadi ketika ada panggilan telepon masuk, pengguna hanya perlu mengibaskan tangannya ke kiri atau kanan untuk menolak atau menerimanya. Dengan cara seperti ini, pandangan pengguna pun tetap tertuju ke jalanan.

iScout HUD dapat dinavigasikan dengan gesture sehingga pengemudi bisa terus fokus ke jalanan / Spade Techs
iScout HUD dapat dinavigasikan dengan gesture sehingga pengemudi bisa terus fokus ke jalanan / Spade Techs

iScout HUD dapat ditempatkan di atas dashboard dan menyambung ke konektor ODB yang terdapat pada mayoritas mobil modern. Semua konten akan diproyeksikan ke lapisan kaca “photochromic” yang menghadap ke pengemudi. Photochromic sendiri maksudnya adalah tingkat kecerahannya akan disesuaikan dengan kondisi cahaya di sekitar, misalnya di siang atau malam hari.

Karena menyambung via ODB, iScout juga bisa membaca sejumlah informasi terkait mobil itu sendiri macam sisa tangki bahan bakar atau kecepatan mobil. Saat bahan bakar terdeteksi kritis, iScout akan memberi peringatan dan otomatis menampilkan petunjuk jalan menuju SPBU terdekat.

Fitur menarik lain dari iScout adalah sepasang kamera blind spot di ujung kiri dan kanannya. Kamera ini akan aktif dengan sendirinya ketika Anda menyalakan lampu sein, sehingga Anda tak perlu menengok ke belakang untuk memastikan apakah tidak ada mobil lain yang melaju ke arah Anda. Sebagai bonus, ia turut mengemas dashcam di sisi depannya.

Jika konsep HUD berbasis Bluetooth dan gesture terdengar menarik bagi Anda, iScout saat ini sudah bisa dipesan melalui situs crowdfunding Kickstarter seharga $299.

5 Tahun Lagi, Anda Bisa Kendarai Harley-Davidson Elektrik

Dari sekian banyak pabrikan otomotif, Harley-Davidson bisa dikatakan sebagai yang paling anti dengan perkembangan teknologi elektrik. Bukan karena perusahaannya tidak mau, tetapi karena image yang sudah terpatri di benak kita semua bahwa motor buatan Harley selalu mengusung mesin garang ber-cc besar dengan suara knalpot yang menggelegar.

Namun pada kenyataannya, Harley sempat bereksperimen dengan teknologi elektrik dan memperkenalkan prototipe motor elektrik perdananya di tahun 2014 seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas. Dijuluki LiveWire, prototipe tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa Harley tidak segan keluar dari zona nyamannya yang dipupuk selama lebih dari satu abad.

Meski performanya cukup mengesankan – 74 horsepower dengan akselerasi 0 – 100 km/jam dalam waktu sekitar 4 detik – LiveWire tidak pernah memasuki tahap produksi massal. Harley hanya mengajak sejumlah media untuk mengujinya dan meminta tanggapan mereka mengenai motor elektrik dari sebuah pabrikan sekelas Harley-Davidson – plus motor ini sempat muncul sebagai cameo di film Avengers: Age of Ultron, dikendarai oleh Captain America dan Black Widow.

Jangan bayangkan ada knalpot besar pada motor elektrik Harley-Davidson nantinya / Harley-Davidson
Jangan bayangkan ada knalpot besar pada motor elektrik Harley-Davidson nantinya / Harley-Davidson

Mungkin salah satu alasan mengapa Harley merasa belum siap adalah jarak tempuh LiveWire. Unit baterai yang terpasang pada prototipe tersebut hanya sanggup membawanya sejauh 80 kilometer saja sebelum perlu di-charge lagi selama kurang lebih 3,5 jam. Hal ini tentu bertolak belakang dengan kebiasaan touring pengguna Harley, dimana menyisihkan waktu 3,5 jam setiap 80 km tentunya bukan pengalaman touring yang menyenangkan.

Dua tahun berselang sejak LiveWire, Harley sepertinya semakin optimis dengan perkembangan teknologi elektrik. Salah satu petingginya, Sean Cummings, mengungkapkan kepada Milwaukee Business Journal bahwa Harley-Davidson siap memproduksi motor elektrik paling lambat mulai tahun 2021.

Sejauh ini belum ada informasi seperti apa wujud Harley-Davidson elektrik versi komersial nantinya, namun setidaknya prototipe LiveWire bisa memberikan sedikit gambaran. Lima tahun memang bisa terkesan lama, tapi bukan berarti Harley terlambat, malahan permintaan atas mobil atau motor elektrik kemungkinan besar akan terus meningkat di tahun 2021.

Sumber: The Drive.

SUV Terbaru Land Rover Dibekali Integrasi Teknologi Pelacak Barang Berbasis Bluetooth

Berangkat terburu-buru umumnya bisa berakibat pada sejumlah barang penting yang tertinggal. Untuk itulah perangkat Bluetooth tracker eksis. Sederhananya, perangkat semacam ini dirancang agar pengguna bisa melacak lokasi benda-benda penting seperti kunci, dompet, paspor dan lain sebagainya menggunakan smartphone.

Salah satu Bluetooth tracker yang cukup populer adalah Tile. Begitu populernya, pabrikan mobil Land Rover tidak segan mengintegrasikan teknologinya ke dalam dashboard salah satu SUV andalannya, Discovery Sport.

Integrasi ini hadir dalam wujud aplikasi Tile yang tertanam di sistem InControl besutan Land Rover. Saat pengguna mengakses lewat layar sentuh di dashboard, semua objek yang telah di-tag dengan Tile akan ditampilkan. Dan ketika salah satu benda itu tidak ada di dalam mobil, pengguna akan langsung mendapat peringatan sekaligus petunjuk terkait di mana lokasi terakhirnya.

Kunci yang di-tag dengan Tile seperti ini bisa dipastikan tidak akan tertinggal berkat integrasi pada dashboard / JLR
Kunci yang di-tag dengan Tile seperti ini bisa dipastikan tidak akan tertinggal berkat integrasi pada dashboard / JLR

Lebih lanjut, pengguna juga bisa membuat daftar barang-barang yang wajib dibawa pada aplikasi. Dengan begitu, keberadaan barang-barang itu akan langsung dicek setiap kali aplikasi dibuka, memastikan pengguna tidak meninggalkannya di dalam rumah.

Integrasi Tile ini juga memungkinkan pengguna untuk mencari benda yang telah di-tag seandainya hilang di dalam mobil. Perangkat Tile yang terpasang akan membunyikan alarm dengan volume 90 dB untuk membantu pengguna menemukannya.

Sumber: Jaguar Land Rover via Engadget.

Honda dan Hitachi Kembangkan Kunci Mobil Pintar yang Dapat Mendeteksi Kadar Alkohol dari Nafas Pengguna

Sudah bukan rahasia apabila kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di beberapa negara. Sebagian di antaranya disebabkan oleh pengemudi yang sedang di bawah pengaruh alkohol, alias mabuk. Lalu bagaimana caranya mencegah hal tak diinginkan ini terjadi?

Cara yang paling tepat mungkin berasal dari kesadaran diri sang pengemudi itu sendiri. Namun seandainya hal itu tidak memungkinkan, Honda tengah menyiapkan solusi menarik bersama dengan Hitachi.

Duo perusahaan asal Jepang tersebut sedang mengembangkan sebuah perangkat unik yang merupakan gabungan dari kunci mobil pintar dan breathalyzer, alat untuk mendeteksi kadar alkohol dari nafas seseorang.

Honda Hitachi breathalyzer smart key
Prototipe perangkat kunci mobil pintar sekaligus breathalyzer garapan Honda dan Hitachi / Car and Driver

Prototipenya sejauh ini terlihat lebih mirip seperti sebuah ponsel ketimbang kunci mobil. Pun begitu, Honda mengklaim perangkat ini mampu mendeteksi kadar alkohol secara akurat hanya dalam waktu tiga detik.

Lebih lanjut, perangkat ini sengaja dirancang supaya bisa membedakan antara nafas manusia dan jenis-jenis gas lainnya. Lalu apa fungsi sebenarnya? Well, apalagi kalau bukan mencegah pengemudi berkendara selagi mabuk.

Jadi ketika kadar alkohol dalam nafas pengguna terdeteksi lebih tinggi dari batas yang telah ditetapkan, perangkat yang sekaligus kunci mobil tersebut akan menolak untuk menyalakan mobil. Cara kerjanya mirip seperti teknologi Driver Alcohol Detection System for Safety yang pernah kita bahas tahun lalu, meski dalam kasus itu teknologinya terintegrasi langsung ke dalam mobil.

Sejauh ini perangkat tersebut memang masih berupa prototipe. Akan tetapi Honda dan Hitachi bertekad untuk terus bekerja sama demi mengomersialkan breathalyzer berbasis kunci mobil ini.

Sumber: Autoblog dan Car and Driver.