Perjalanan Panjang Proses Validasi Pasar

Tantangan mendirikan startup sudah ada sejak awal, bahkan sebelum sebuah produk diciptakan. Ada tahapan bernama market validation yang harus dilewati. Tahapan ini memberikan kesempatan startup untuk mengevaluasi produk mereka, sekaligus menjadi tahapan apakah sebuah produk bisa lanjut atau tidak.

Pastikan konsumen mau membayar

Kami sempat menanyai Co-Founder Paxel, Zaldy Ilham Masita, tentang bagaimana Paxel memvalidasi pasarnya. Zaldy bercerita bahwa ide awal Paxel dimulai pada tahun 2017 untuk mencari model yang cocok untuk delivery last mile di Indonesia, terutama untuk memenuhi perkembangan industri e-commerce yang pesat.

Paxel sejak awal mencoba untuk membuat model baru untuk last mile delivery dengan model relay atau estafet dengan memanfaatkan smart locker sebagai mini sorting center pada akhir 2017, dan dengan memberikan service pick up dan flat rate. Fokus Paxel ada pada bagaimana memberikan layanan same day delivery dalam kota dan antar kota–pasar yang selama ini masih sepi pemain sehingga Paxel bisa langsung memimpin pasar tanpa ada perang harga.

“Selama dua tahun, Paxel mencoba model baru ini, ternyata memberikan SLA yang tinggi untuk same day delivery dengan biaya yang terjangkau. Bahkan same day delivery bisa ditawarkan sampai ke semua kota besar di Jawa dan Bali. Model last mile delivery dengan sistem relay, menggunakan smart locker, dan berbasis aplikasi untuk customer membutuhkan sistem dan teknologi yang sangat besar. [..] Sebagian besar investasi dilakukan di [sektor] teknologi dengan 4 IT center yang dibangun di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Chennai dengan [sebanyak] 60+ engineer,” terang Zaldy.

Zaldy melanjutkan, selama tiga tahun terakhir banyak hal yang ia dan tim pelajari. Salah satunya same day delivery service antar kota membuka pasar baru untuk market last mile delivery yang sebelumnya belum pernah ada, yakni pengiriman makanan, produk perisable antar kota, dan juga frozen food. Market baru ini ternyata bisa mendorong UMKM di daerah untuk meluaskan pasarnya ke kota-kota lain.

Bagi Zaldy dan tim Paxel, melakukan market validation perlu mempertimbangkan banyak hal, termasuk inovasi model bisnis untuk tidak mudah ditiru pemain yang sudah besar atau pemain baru.

“[Memastikan] konsumen memang butuh service tersebut dan bersedia untuk membayar. Kadang-kadang model bisnis sangat innovative dan sangat bagus tapi konsumen masih tidak mau memakai kalau bayar. Roadmap yang jelas untuk masuk ke segmen pasar yg lain yg lebih besar dengan tetap fokus pada core competency sehingga bisa memberikan service all-in pada konsumen,” imbuh Zaldy.

Sejauh ini layanan same day delivery Paxel diklaim meroket hingga 250 persen. Dengan jumlah pengguna mencapai 1 juta, Paxel sudah memiliki lebih dari 50 mitra untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

Ciptakan kesan

Perjalanan panjang menemukan pasar dan produk yang sesuai juga dialami  Flip. Salah satu perusahaan teknologi finansial yang inovasinya cukup penting bagi banyak orang dengan memangkas biaya transfer antar bank.

Flip berawal dari keresahan Rafi Putra Arriyan (Ari), Ginanjar Ibnu Solikhin, dan Luqman Sungkar tentang biaya transfer bank yang cukup besar. Untuk sekali transfer antar bank biayanya setara dengan sepiring nasi dan telur.

Layanan pertama Flip dibuat menggunakan formulir Google Form dan domain sendiri. Pengguna yang ingin melakukan transfer bank harus mengisi formulir tersebut lalu para founder akan melakukan transfer manual melalui internet banking. Tak disangka, Flip mendapatkan popularitas di kalangan mahasiswa Universitas Indonesia. Kala itu ada 30 permintaan transfer per harinya. Kewalahan, akhirnya mereka merekrut tim operasional sendiri. Kisah tersebut adalah validasi pertama market dan produk dari Flip.

Ada beberapa hal yang kemudian dipelajari Flip pada tahap tersebut. Salah satunya, banyak ragu menggunakan Flip saat pertama kali mencoba, tapi setelah mendapatkan pengalaman pertama mereka pengguna tersebut kembali menggunakannya. First impression.

“Pertama-tama sebaiknya mulai memvalidasi market dari sesuatu yang benar-benar kita rasakan permasalahannya. Setelah melakukan validasi masalah, baru masuk lagi ke tahap validasi solusi. Setiap validasi yang dilakukan sebaiknya dengan effort yang sedikit dan waktu yang cepat. Semakin cepat kita melakukan validasi, semakin cepat juga kita mendapatkan wawasan untuk membangun solusi yang kita inginkan,” jelas CEO Flip Rafi Putra Arriyan.

Saat ini Flip sudah memiliki aplikasi sendiri. Jumlah bank yang bekerja sama dengan Flip juga terus bertambah. Demikian pula fiturnya. Sekarang mereka juga menghadirkan solusi transfer hemat biaya untuk korporasi melalui BigFlip.

Sesuaikan dengan kebutuhan pasar

Cerita perjuangan menemukan market validation yang tepat juga dialami oleh Netflix, perusahaan teknologi yang sekarang menjadi fenomena. Sebelum menemukan bentuk terbaik sebagai layanan streaming video on demand Netflix memiliki sejarah yang panjang. Salah satunya sebagai layanan penjualan CD/DVD secara online.

Permasalahan kemudian mulai muncul, seperti risiko kerusakan ketika pengiriman CD/DVD dan semacamnya. Dari sana Netflix mulai melakukan penyewaan film berbasis online. Cerita lainnya mengenai bagaimana Netflix dimulai disampaikan Reed Hastings, salah satu pendiri Netfilix pada gelaran MWC Barcelona 2017 silam.

Dalam sebuah sesi presentasi Hastings menjelaskan, mereka memulai bisnis pengiriman DVD ke pelanggan pada tahun 1997, kemudian memperkenalkan layanan streaming pada 2007. Tiga tahun berselang, jumlah pengguna layanan streaming melebihi jumlah pelanggan DVD mereka.

Perubahan model bisnis yang dilakukan Netflix sejalan dengan adopsi kebiasaan pengguna dan teknologi yang semakin maju saat itu. Dengan mempertahankan budaya terus beradaptasi, Netflix saat ini tak hanya sebagai perusahaan penyedia layanan streaming film tetapi juga memproduksi film dan serialnya sendiri. Netflix adalah bukti bahwa bisnis harus dinamis dan tetap rajin untuk melihat peluang-peluang yang ada di pasar.

Di Indonesia misalnya, Netflix melakukan kolaborasi kreatif dengan insan film di Indonesia dengan memproduksi dan mempublikasikan film karya dalam negeri.

Bukan pekerjaan instan

Berdasarkan pengalaman Paxel, Flip, dan Netflix, ide harus divalidasi dulu berdasarkan keresahan atau permasalahan yang nyata. Kemudian mereka terjun ke lapangan untuk mengukur seberapa besar masalah tersebut dan solusi apa yang dibutuhkan.

Memvalidasi pasar juga bukan pekerjaan yang bisa selesai dengan segera. Dalam keberlangsungan bisnis, proses validasi pasar harus terus dilakukan–menggali potensi inovasi baru dan, yang paling penting, mencari sumber pendapatan baru.

Menyimak Potensi Startup “Smart Logistic” di Indonesia

Bisnis logistik makin relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Namun di tengah perkembangan digital, para perusahaan yang berkecimpung di dalamnya dituntut untuk melakukan transformasi. Salah satu hasilnya, dalam lima tahun terakhir berbagai inisiatif berbasis smart logistic dilahirkan. Bukan hanya mendukung kinerja korporasi saja, namun juga sudah cukup banyak mendukung pelaku UKM.

Relevasi model bisnis smart logistic turut divalidasi oleh banyaknya startup terkait yang mendapatkan investasi, berharap dapat mendisrupsi peluang yang ada. Untuk melihat sejauh apa perkembangan smart logistic di Indonesia, dalam sesi #Selasastartup pekan ini DailySocial menghadirkan Co-founder Paxel Zaldy Masita.

Decacorn membantu pertumbuhan smart logistic

Menurut Zaldy, duo decacorn Gojek dan Grab memiliki peranan besar di sini. Khususnya layanan GoSend dan GrabSend, mereka mulai memperkenalkan konsep smart logistic yang menyasar langsung segmen B2C hingga C2C. Langkah strategis untuk masuk segmen tersebut dinilai olehnya sebagai keputusan cerdas, karena kebanyakan bisnis legasi di bidang logistik masih sepenuhnya meng-cater segmen B2B.

“Saat pandemi sekarang cukup terasa bagaimana pertumbuhan layanan smart logistic yang menyasar segmen B2C hingga C2C mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat positif. Sementara untuk mereka yang hanya fokus kepada B2B kesulitan untuk menjalankan bisnis saat ini,” kata Zaldy.

Pertumbuhan layanan e-commerce di Indonesia juga menjadi salah satu faktor pendukung bagi layanan logistik lokal untuk mulai mengadopsi teknologi dan menciptakan inovasi baru. Tidak lagi menjalankan bisnis secara konvensonal, namun mulai berinvestasi kepada teknologi dan mempekerjakan talenta digital yang relevan.

“Saat ini sudah mulai banyak perusahaan logistik yang sudah mapan dan popular di Indonesia tidak lagi menghabiskan dana untuk membeli moda transportasi baru pendukung, namun lebih kepada sumber daya IT hingga inovasi dan teknologi,” kata Zaldy.

Pentingnya teknologi dan inovasi

Untuk mendukung industri logistik bisa bergerak lebih cepat tentunya dengan mengembangkan teknologi dan inovasi yang relevan. Mulai dari mengubah proses konvensional hingga menawarkan pilihan baru yang memudahkan pelanggan.

Contoh kasus yang kemudian mulai banyak diterapkan oleh perusahaan logistik di Indonesia adalah, layanan pick-up yang bisa dimanfaatkan oleh semua pelanggan. Tidak lagi harus mengantarkan barang ke lokasi logistik terdekat, kini melalui aplikasi proses pemesanan, pengambilan hingga pembayaran bisa dilakukan melalui aplikasi.

“Selain itu perusahaan logistik dan mereka yang mengklaim sebagai smart logistic harus bisa mengetahui dengan jelas kebutuhan pelanggan. Untuk itu teknologi monitoring driver/barang yang akan diantar atau di pick up menjadi sangat penting untuk diterapkan,” kata Zaldy.

Teknologi seperti IoT hingga big data sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh perusahaan logistik. Selain itu kemampuan untuk mengolah pemetaan yang cerdas hingga proses tagging yang saat ini sudah banyak dimanfaatkan oleh perusahaan logistik untuk mengatahui secara detil alamat atau titik destinasi pelanggan, bisa memudahkan dan tentunya mempercepat proses pengantaran.

“Di sisi lain kami sebagai pemain smart logistic masih kesulitan untuk menemukan dan mendapatkan talenta digital, karena masih harus bersaing dengan perusahaan teknologi hingga startup unicorn di Indonesia,” kata Zaldy.

Pemain lokal masih menjadi “raja”

Terkait dengan persaingan, menurut Zaldy tidak menjadi masalah ketika mulai banyak pemain smart logistic asing hingga lokal yang banyak bermunculan dan meramaikan lanskap layanan logistik di Indonesia. Dalam hal ini dirinya melihat, semakin banyak player, maka semakin baik ekosistem logistik ke depannya.

Disinggung seperti apa peluang pemain asing untuk masuk ke pasar Indonesia, menurut Zaldy wilayah Indonesia yang cukup kompleks dan unik, bisa menyulitkan pemain asing untuk bisa melancarkan bisnis mereka. Dalam hal ini bisa menjadi potensi dan peluang yang baik bagi pemain lokal untuk bisa melancarkan layanan dan bisnis mereka di sektor logistik.

Melihat tren dan kebutuhan saat ini, pilihan untuk menyediakan layanan same day delivery antar kota bisa menjadi pilihan bagi mereka yang ingin masuk ke sektor logistik. Bukan hanya memberikan dukungan kepada pelaku UKM, segmentasi yang terbilang masih niche ini, bisa meminimalisir persaingan dengan perusahaan logistik raksasa yang sudah memiliki sumber daya dan jangkauan yang luas di tanah air.

“Untuk itu kami di Paxel masih fokus dengan segmentasi ini dan terus menghadirkan layanan yang relevan untuk pelanggan. Langkah strategis yang kami lakukan adalah, terus mengembangkan teknologi hingga menjalin kemitraan dengan industri terkait hingga layanan finansial yang bisa mempermudah pelanggan melakukan pembayaran dalam platform,” kata Zaldy.

Paxel Tengah Rampungkan Pendanaan Baru, Genjot Layanan “Smart Locker” dan “Same Day Delivery”

Startup logistik Indonesia, Paxel, tengah menjajaki penggalangan dana baru. Seperti dikutip Katadata, awalnya Paxel berencana menghimpun dana di kuartal II 2020, tetapi terpaksa mundur karena situasi pandemi Covid-19.

“Sekarang [penggalangan dana] sedang progress untuk kuartal 3 tahun ini,” ungkap Direktur Utama Paxel Zaldy Ilham Masita dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Pada 2019, Paxel disebutkan telah mengantongi pendanaan seri A sebesar $10 juta yang dipimpin oleh Co-founder Paxel Johari Zein. Selain itu, sejumlah venture capital juga terlibat dalam pendanaan ini, yaitu East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures, dan Susquehanna International Group.

“Pendanaan baru ini masih kelanjutan dari seri A. [Calon investor yang terlibat] campur, ada yang baru dan existing,” tambah Zaldy.

Seperti diketahui, pendanaan ini rencananya akan digunakan untuk mendorong ekspansi smart locker Paxel di seluruh Indonesia. Zaldy sempat menyebutkan bahwa ketersediaan lebih banyak smart locker menjadi kunci untuk menjalankan model bisnis baru di bidang logistik ini.

Menurutnya, smart locker dapat mengurangi biaya logistik tanpa harus mengorbankan service level. Targetnya, Paxel ingin menghadirkan setidaknya satu smart locker untuk setiap kode pos wilayah.

Fokus pada layanan “same day delivery

Zaldy mengaku bahwa pandemi mendorong peningkatan signifikan pada layanan logistik Paxel yang mengusung same day delivery. Menurutnya, selama tiga bulan terakhir, layanan same day delivery Paxel meroket hingga 250 persen. Kenaikan ini utamanya didorong dari jasa pengiriman makanan dan minuman.

Melihat tren kenaikan tersebut, ungkap Zaldy, Paxel akan tetap fokus mendorong layanan same day delivery ke depan. Menurutnya, jasa pengiriman antarkota belum pernah ada sebelumnya sehingga kehadirannya direspons positif oleh konsumen selama dua tahun terakhir ini.

Maka itu, perusahaan berupaya menghadirkan sejumlah inisiatif baru untuk menghadapi permintaan pengiriman antarkota selama masa pandemi. Misalnya, beberapa bulan lalu, Paxel resmi menjadi mitra Gojek untuk layanan pengiriman antarkota GoSend Intercity Delivery dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya.

Baru-baru ini, Paxel juga memperkenalkan layanan Paxel Market pada Juli lalu. Paxel Market diluncurkan untuk membantu UKM agar dapat tetap berjualan antarkota di masa pandemi.

“Kami tidak ada perubahan target [bisnis] karena 85 persen customer Paxel adalah social commerce. Maka itu, Paxel Market menjadi platform untuk meningkatkan pasar mereka ke kota lain dengan biaya kirim yang cepat dan murah,” jelasnya.

Ia juga mengungkap bahwa Paxel akan merilis layanan baru dalam waktu dekat. Pihaknya enggan merinci layanan baru tersebut karena masih dalam tahap pengembangan.

Saat ini Paxel telah memiliki sekitar 1 juta pengguna, sementara untuk mitra sudah adalah lebih dari 50 usaha memenuhi kategori Charity, Beauty, Food, dan Others.

Berdasarkan laporan Paxel bertajuk Buy & Send Insights di 2019 menunjukkan bahwa hingga saat ini media sosial lebih banyak dimanfaatkan para UKM sebagai medium untuk berjualan dibandingkan platform e-commerce atau marketplace. Sebanyak 87 persen responden tercatat memakai lebih dari satu platform media sosial.

WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling mendominasi pemakaian media sosial untuk berjualan online. Sisanya diikuti oleh Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%).

Application Information Will Show Up Here

Gojek Sets Eyes on Intercity Delivery as The Next Big Target

There are probably very few Indonesians who weren’t aware of Gojek. Getting popular as a two-wheeled transportation option, Gojek is already present in 75 cities and is likely to continue to expand. The ride-hailing service is still top of many services it offers. However, one thing that is quite promising is logistics. Gojek has at least two businesses engaged in logistics, GoSend and GoBox.

In a general note, logistics have been directly affected by the Covid-19 pandemic. However, not all segments were hit, some actually gained positive results. Fortunately, Gojek’s logistics business is on the last stop of the supply chain.

“Go-Jek is lucky with the ecosystem that we have created in the last mile and we seek an increase in the demand for home delivery,” Junaidi said.

Junaidi is Gojek’s Head of Logistics. He also led JX, a fruit logistics company for the Gojek joint venture with JD.ID. Junaidi told DailySocial his views on the industrial situation during a pandemic, challenges, and strategies for dealing with it.

Significant increase

Basically, Gojek’s logistics business relies on GoSend and GoBox. Unlike passenger pick-up services, GoSend is already available in every city where Gojek is operating. There are three delivery options based on duration and distance. Meanwhile, GoBox has a wider range of services. It can be found in cities from Sumatra to Sulawesi.

As Junaidi said, there are so many challenges in the logistics industry. The problems that exist in this industry cost a lot even in regional areas. President Joko Widodo said that the logistics cost in the country has reached 24% of the Gross Domestic Product (GDP) or the equivalent of IDR 3,500 trillion.

Junaidi said that his team focused on the interests of micro, small and medium enterprises (UMKM). In addition to the large numbers, he also added, MSMEs have relatively smaller resources than corporations to take care of the expensive logistics.

During the pandemic, Junaidi noted a significant shift in the logistics business. Those who play in B2B, such as export-import to delivery from warehouses to shopping centers, have experienced declines in transaction. However, the delivery that serves the daily needs of the house continues to increase.

Junaidi avoids mentioning the growth number for his logistics business. However, Gojek previously announced that they had received around 120 thousand MSMEs during the outbreak. It’s no surprise that this pandemic seems like a level-up test.

“We see this as an opportunity to ensure comfort, reliability, trust, as well as an opportunity to accelerate innovation,” he added.

Connecting cities

One of the challenges Gojek keeps facing is intercity shipping. In fact, Gojek has come up with the GoSend Intercity feature. In this feature, Gojek collaborates with Paxel to ship goods from Jadetabek to Bandung and vice versa.

However, Junaidi added that this feature has also expanded the delivery range to other cities such as Solo, Yogyakarta, and Semarang. The ambition to deliver Gojek between cities has also begun to be implemented outside Java.

“In a simple way, for example, there are people going back and forth from Bandung to Jakarta, why not just collaborate,” said Junaidi.

Junaidi admitted that Gojek would not be able to realize this ambition alone. That’s why they created a special platform that allows middle mile players to form a connected network. That’s why Paxel involved in this feature.

This delivery system will allow delivery within Java in just one day. Gojek is also working on whether a delivery outside Java can take a day.

“For example to Manado or Sorong, it might possible to be delivered the next day. We are currently developing to realize that,” he concluded.

Junaidi emphasized thatintercity delivery is one of his division focuses until the end of this year. If the issue of intercity delivery, especially outside Java and vice versa, can be solved, Gojek can become a new game-changer.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek Menatap Bisnis Pengiriman Antarkota sebagai Target Besar Berikutnya

Di kolong langit Indonesia ini mungkin sangat sedikit orang yang tidak mengenal Gojek. Populer sebagai opsi transportasi roda dua, Gojek sudah hadir di 75 kota dan kemungkinan akan terus meluas. Layanan ride hailing tentu masih jadi primadona dari sekian banyak layanan mereka. Namun satu yang tak kalah menjanjikan adalah urusan logistik. Gojek setidaknya punya dua bisnis untuk menggarap logistik yakni GoSend dan GoBox.

Logistik memang secara umum terdampak langsung oleh pandemi Covid-19. Namun tak semua segmen terpukul olehnya, sebagian yang lain justru terdorong positif. Beruntung bagi Gojek, bisnis logistik yang mereka geluti ada di perjalanan terakhir rantai suplai.

“Gojek beruntung dengan ekosistem yang kita bentuk memang kita mainnya di last mile ini dan kami melihat ada lonjakan kebutuhan home delivery,” ucap Junaidi.

Junaidi adalah Head of Logistics Gojek. Ia juga mengepalai JX, sebuah perusahaan logistik buah joint venture Gojek dengan JD.ID. Kepada DailySocial, Junaidi berbagi pandangannya mengenai situasi industri di kala pandemi, tantangan, dan strategi menghadapinya.

Kenaikan signifikan

Pada dasarnya bisnis logistik Gojek bertumpu pada GoSend dan GoBox. Tak seperti layanan antarjemput penumpang, GoSend sudah hadir di semua kota Gojek berada. Ada tiga pilihan pengantaran berdasarkan durasi dan jarak pengantaran. Sementara GoBox punya jangkauan layanan yang lebih luas. Ia bisa diperoleh di kota-kota dari Sumatera hingga Sulawesi.

Menurut Junaidi, ada begitu banyak tantangan dalam industri logistik. Masalah-masalah yang ada dalam industri ini menyebabkan biaya logistik yang tergolong mahal bahkan untuk di kawasan regional. Presiden Joko Widodo menyebut biaya logistik di dalam negeri mencapai 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp3.500 triliun.

Junaidi menyebut, pihaknya fokus terhadap kepentingan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Di samping jumlahnya yang begitu besar, UMKM menurut Junaidi punya sumber daya yang relatif lebih kecil ketimbang korporasi untuk mengakali urusan logistik yang mahal tadi.

Selama pandemi, Junaidi mencatat ada pergeseran yang cukup signifikan di bisnis logistik. Mereka yang bermain di B2B seperti ekspor-impor hingga pengantaran dari gudang ke pusat perbelanjaan mengalamai penurunan. Namun pengantaran yang melayani kebutuhan rumah sehari-hari terus mengalami kenaikan.

Junaidi enggan menyebut angka pertumbuhan bisnis logistiknya. Namun Gojek sebelumnya mengumumkan bahwa selama wabah berlangsung, mereka sudah menerima sekitar 120 ribu UMKM. Maka tak heran bagi Junaidi masa pandemi ini sudah seperti ujian naik kelas.

“Kita melihat ini sebagai kesempatan untuk memastikan kenyamanan, reliability, trust, juga kesempatan untuk mempercepat inovasi,” imbuhnya.

Menghubungkan antarkota

Salah satu tantangan yang terus dihadapi oleh Gojek adalah pengiriman antarkota. Sejatinya Gojek sudah merintis solusinya dengan fitur GoSend Intercity. Dalam fitur tersebut, Gojek menggandeng Paxel untuk pengiriman barang dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya.

Namun Junaidi menambahkan bahwa fitur ini juga telah memperluas jangkauan pengiriman hingga kota lain seperti Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Ambisi pengantaran antarkota Gojek ini juga mulai diarahkan hingga luar pulau Jawa.

“Jadi sederhananya, misal ada yang bolak-balik dari Bandung ke Jakarta, kenapa tidak kolaborasi saja,” tutur Junaidi.

Junaidi mengaku, Gojek tidak akan bisa sendiri mengejar ambisinya tersebut. Itu sebabnya mereka membuat platform khusus yang memungkinkan pemain middle mile sehingga terbentuk conntected network. Itu sebabnya ada Paxel dalam fitur ini.

Dengan sistem ini pengantaran di dalam Jawa dapat terjadi hanya dalam sehari. Gojek juga sedang mengupayakan apakah pengantaran untuk ke luar Jawa dapat memakan waktu sehari.

“Anggap saja ke Manado atau Sorong, apakah mungkin sampai next day. Kita lagi develop untuk bisa melakukan itu,” pungkasnya.

Junaidi menegaskan bahwa pengantaran antarkota merupakan salah satu fokus divisinya hingga akhir tahun ini. Jika isu pengantaran antarkota, khususnya ke luar Jawa dan sebaliknya, dapat terwujud, maka Gojek bisa kembali menjadi game changer.

Application Information Will Show Up Here

Paxel Introduces PaxelMarket to Support Product Marketing for SMEs

An application-based logistics startup that features the same day delivery service with flat charge, Paxel, launched a new service as attached in the company’s previous plans. The service, named PaxelMarket, was launched to help SMEs and retailers to easily develop and market their businesses.

Paxel’s VP Growth, Hita Mahardhika revealed to DailySocial, many SME entrepreneurs are now using Paxel’s same-day delivery services because it is considered to improve and speed up their money circulation. Seeing the increasing numbers, Paxel intends to provide more value than just shipping, in addition, to open channels and communities within to develop business.

“With PaxelMarket, SME entrepreneurs can also market products to other cities without expensive shipping charges due to flat charges apply throughout Java, Bali, and Makassar,” Mahardika said.

Paxel currently has around 1 million users, while there are more than 50 businesses partners fill up the categories of Charity, Beauty, Food, and Others.

Since this service first launched, Paxel claims to get a positive response from users. Especially in the Food category related to the number of customers who want special food or souvenirs from certain cities. In which case, it was unavailable due to access or time, but it can easily be obtained using PaxelMarket.

Opportunities for SMEs

Using the relevant momentum, while the rules of working at home and PSBB still apply, Paxel’s latest innovation is very ideal for people in need and SME business owners.

Paxel creates opportunities for SMEs or retailers within the coverage to join PaxelMarket. The term is that as long as the products sold are still in the category of “safe” or non-illegal products, Paxel opens for any kinds of opportunity for them to join.

In terms of mechanism, customers can directly access the site or choose “PaxelMarket” in the application. Then the PaxelMarket team will immediately process all orders, from payment to product delivery.

“In the near future we will focus on integrating PaxelMarket into the Paxel application so that customers will be more comfortable and assisted in making transactions,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bantu UKM Pasarkan Produk, Paxel Luncurkan PaxelMarket

Startup logistik berbasis aplikasi yang mengunggulkan layanan same day delivery dengan tarif flat, Paxel, meluncurkan layanan baru yang sebelumnya sudah masuk dalam rencana perusahaan. Layanan yang diberi nama PaxelMarket, diluncurkan untuk membantu para UKM maupun peritel agar lebih mudah mengembangkan dan memasarkan usahanya.

Kepada DailySocial VP Growth Paxel Hita Mahardhika mengungkapkan, selama ini banyak pengusaha UKM menggunakan jasa same day delivery Paxel karena dianggap dapat membantu mempercepat perputaran uang mereka. Melihat jumlahnya yang terus meningkat, Paxel tergerak untuk memberikan nilai lebih dari sekadar pengiriman, tetapi juga membuka kanal dan komunitas di dalamnya untuk pengembangan bisnis mereka.

“Dengan adanya PaxelMarket, pengusaha UKM juga dapat memasarkan produk ke kota lain tanpa ongkos kirim yang mahal, karena ongkir berlaku flat ke seluruh Jawa, Bali, dan Makassar,” kata Hita.

Saat ini Paxel telah memiliki sekitar 1 juta pengguna, sementara untuk mitra sudah adalah lebih dari 50 usaha memenuhi kategori Charity, Beauty, Food, dan Others.

Sejak layanan ini diluncurkan,  Paxel mengklaim mendapatkan respons positif dari pengguna. Terutama untuk kategori Food terkait banyaknya pelanggan yang menginginkan makanan khas atau oleh-oleh dari kota tertentu. Yang mana, sebelumnya hal ini terkendala masalah akses atau waktu, tetapi sekarang bisa mudah didapat karena adanya PaxelMarket.

Buka peluang untuk UKM

Memanfaatkan momentum yang relevan, di mana aturan bekerja dirumah dan PSBB masih berlaku hingga saat ini, layanan terbaru yang ditawarkan oleh Paxel menjadi ideal untuk masyarakat yang membutuhkan dan pemilik bisnis UKM.

Paxel membuka kesempatan bagi UKM atau peritel yang berada di dalam jangkauan antar untuk bergabung di PaxelMarket. Syaratnya, selama produk yang dijual masih masuk kategori produk yang “aman” atau tidak ilegal maka Paxel membuka kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk bergabung.

Untuk cara kerjanya, pelanggan bisa langsung mengakses ke situs atau memilih “PaxelMarket” di dalam aplikasi. Kemudian tim PaxelMarket akan langsung melakukan proses seluruh pesanannya, mulai dari pembayaran hingga pengiriman produk.

“Dalam waktu dekat kami akan fokus untuk mengintegrasikan PaxelMarket ke dalam aplikasi Paxel, sehingga pelanggan akan semakin nyaman dan dimudahkan dalam bertransaksi,” kata Hita.

Application Information Will Show Up Here

The Hope Remains for Logistics Sector Amidst COVID-19

The corona disease (COVID-19) is entering a new chapter. The World Health Organization (WHO) has announced the global pandemic. Indonesia followed the lead by declaring it a national disaster.

The economy was clearly impacted by this pestilence. The tourism and hospitality business is the most visible example to imagine how devastated after the explosion of the COVID-19 case in the world. This is not much different from the logistics sector which is very close to the impact of the corona virus.

Keep in mind that China is a global production hub in the current economic era. The crippling of most of the Chinese economy has disrupted the supply chain to its trading partners, including Indonesia. The effect spreads regardless of national borders.

Chinese Significance

The Chinese country is an important trading partner for Indonesia. It is visible from the value of trade transactions between the two countries which has reached US$ 72.66 billion in 2018. This figure takes a portion of 20 percent of the total trade that occurs with all partners.

Seen from the nominal it is also known that import transactions from China touched US$ 45.54 billion. Many imported raw materials needed by the domestic industry are imported there.

Chairman of the Indonesian Logistics Association (ALI) Zaidy Ilham Masita said the import tap from China had dropped 30 percent due to the corona pandemic. Shipping goods via sea is very limited, while shipping via air has been banned since last January. Exports have the same fate. Shipments to China are becoming sluggish at this time.

“Our exports to China also experienced a decline, especially perishable exports or fresh goods because China closed imports of fresh food. So for exports and imports the impact was quite severe,” Zaidy told Dailysocial.

The story of logistics players

Crewdible is one of the startups affected by this disaster. Being in the field of warehousing, they admit that their business has stalled. The CEO, Dhana Galindra said the productivity of all of their sellers dropped dramatically since the outbreak.

Logisly suffered a similar fate. The logistics business that bridges the needs of all types of freight trucks is directly affected. The CEO, Roolin Njotosetiadi stressed the sluggish export-import activities caused demand to fall on their platforms. “The container business is the most declined,” he added.

Zaidy Masita, who is also the Paxel‘s COO, said that the situation in the logistics landscape has worsened after several countries adopted a lockdown policy. China, New Zealand, Poland, Denmark, and Italy are examples of countries that have locked themselves in their struggle against the corona virus.

The situation in China is the main focus because they are like the epicenter of the global supply chain. Quoted from the New York Times, the problem in China is not in the inventory. Ports and customs have been called almost normal. The problem lies in the lack of trucks that come to deliver and pick up goods to the port. The government’s decision to impose a quarantine to lock up an area to reduce the spread of the corona virus had to be taken even though this meant to tear down their economy.

Looking for hope

In an uncertain situation for this economy, logistical startups must rack their brains to find solutions to survive. As a relatively new player, Logisly strives to continually add new shippers and transporters. It is required to patch up the quiet demand for trucks that they offer on the platform.

A similar method is taken by Crewdible. The difference is, this online warehouse platform focuses more on certain types of products. “We are more focused on local goods and fresh products now because imported goods are gone on the market,” said Dhana.

Fresh products seems to be excellent in times of crisis like this. Anticipation is higher for activities outside the home causing increased demand for fresh products. Besides Crewdible, this was also experienced by Paxel.

Zaldy said that since the corona virus became a serious threat to the community, shopping centers and food shops that were operating were increasingly limited. Therefore he was not surprised that the demand for food ingredients had risen sharply.

“In terms of Paxel, because we focus on the same day [delivery] between cities in Indonesia, even since the corona virus broke out, our volume has risen to 40%. Food and perishable shipments have risen sharply.”

In addition, Zaldy is quite confident that Paxel’s business model that relies on smart lockers can be a solution for delivering goods in situations like this. “Indeed, there are many disasters in Q1 2020 that we experience and logistics companies must be able to survive and change their business processes by using more technology,” concluded Zaldy.

Possible stagnate

The logistics industry in the country did experience many disasters during the first quarter of this year. After many times their operations were disrupted by flooding during January and February, now the corona virus is their newest block.

ALI, which previously targeted industrial growth at 12-14% with a contribution to gross domestic product (GDP) of Rp993.9 trillion, is predicted to be canceled. According to Zaldy, logistical growth for this year will be stagnant compared to last year’s achievement which was only 7-9%.

To date, no one knows how long the corona outbreak will continue to spread. While researchers are still struggling to find the right formula to fight the virus, the governments of each country are struggling to reduce its spread. As of this writing, Covid-19 has caused 117 cases with 8 patients recovering, and 5 patients dying in Indonesia. Meanwhile, the central government and a number of regions have encouraged residents to limit their activities at home to reduce the transmission of the virus.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Meski Terpukul Akibat COVID-19, Industri Logistik Punya Harapan

Serangan wabah corona disease 2019 (COVID-19) memasuki babak baru. World Health Organization (WHO) sudah mengumumkannya sebagai pandemi global. Indonesia pun melakukan hal serupa dengan mendeklarasikannya sebagai bencana nasional.

Perekonomian jelas terpukul dalam akibat sampar ini. Bisnis pariwisata dan hospitality misalnya adalah contoh paling mudah yang bisa terbayang sehancur apa setelah meledaknya kasus COVID-19 di dunia. Hal ini tak berbeda jauh dengan sektor logistik yang berada sangat dekat terhadap dampak virus corona.

Perlu diingat bahwa Tiongkok merupakan global production hub di era perekonomian saat ini. Lumpuhnya sebagian besar ekonomi Tiongkok menyebabkan rantai pasok ke para mitra dagangnya terganggu, termasuk Indonesia. Efeknya menjalar tanpa mengenal batas negara.

Signifikansi Tiongkok

Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang penting bagi Indonesia. Ini terlihat dari nilai transaksi perdagangan kedua negara yang mencapai US$72,66 miliar pada 2018. Angka ini mengambil porsi 20 persen dari total perdagangan yang terjadi dengan semua mitra.

Dari nominal tersebut juga diketahui bahwa transaksi impor dari Tiongkok menyentuh US$45,54 miliar. Bahan baku impor yang dibutuhkan industri dalam negeri banyak didatangkan dari sana.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaidy Ilham Masita menyebut keran impor dari Tiongkok sudah turun 30 persen akibat pandemi corona. Pengiriman barang via laut sangat terbatas, sementara pengiriman via udara sudah dilarang sejak Januari lalu. Ekspor pun bernasib serupa. Pengiriman barang ke Tiongkok kian lesu saat ini.

“Ekspor kita ke China juga mengalami penurunan terutama ekspor perishable atau barang segar karena China menutup import makanan segar. Jadi untuk ekspor dan impor dampaknya lumayan parah,” ucap Zaidy kepada Dailysocial.

Cerita pelaku logistik

Crewdible adalah salah satu startup yang terdampak bencana ini. Berada di bidang warehousing, mereka mengaku bisnisnya tersendat. CEO Dhana Galindra menyebut produktivitas semua seller mereka menurun drastis sejak wabah ini merebak.

Logisly mengalami nasib serupa. Bisnis Logisly yang menjembatani kebutuhan segala jenis truk pengiriman barang kena imbaslangsung. CEO Roolin Njotosetiadi menekankan lesunya kegiatan ekspor-impor menyebabkan permintaan di platform mereka turun. “Yang container paling turun,” imbuhnya.

Zaidy Masita yang juga COO Paxel mengemukakan situasi di lanskap logistik makin parah setelah beberapa negara mengambil kebijakan lockdown. Tiongkok, Selandia Baru, Polandia, Denmark, dan Italia adalah contoh beberapa negara yang mengunci diri dalam perjuangannya menghadapi virus corona.

Situasi di Tiongkok jadi sorotan utama karena mereka sudah seperti episentrum rantai pasok global. Dikutip dari New York Times, persoalan di Tiongkok bukan berada di persediaan barangnya. Pelabuhan dan bea cukai pun disebut sudah berjalan hampir normal. Masalahnya terletak di minimnya truk yang datang mengantar dan menjemput barang-barang ke pelabuhan. Keputusan pemerintah memberlakukan karantina hingga mengunci suatu wilayah untuk meredam penyebaran virus corona terpaksa diambil meski ini berarti menggerus perekonomian mereka.

Mencari harapan

Dalam situasi serba tidak pasti untuk perekenomian ini, startup logistik harus memutar otak menemukan solusi agar tetap bertahan. Sebagai pemain yang relatif baru, Logisly mengupayakan terus menambah shipper dan transporter baru. Hal ini perlu untuk menambal sepinya permintaan truk yang mereka tawarkan di platform.

Cara serupa juga ditempuh Crewdible. Bedanya, platform gudang online ini lebih menitikberatkan fokusnya ke jenis produk tertentu saja. “Kita lebih fokus barang lokal dan fresh product sekarang karena barang impor sudah habis di pasaran,” cetus Dhana.

Produk segar tampaknya menjadi primadona di masa krisis seperti ini. Antisipasi yang lebih tinggi untuk beraktivitas di luar rumah menyebabkan permintaan produk segar meningkat. Selain Crewdible, hal ini juga dialami oleh Paxel.

Zaldy bercerita sejak virus corona menjadi ancaman serius bagi masyarakat, pusat perbelanjaan dan toko-toko makanan yang beroperasi kian terbatas. Maka dari itu ia tak heran permintaan bahan-bahan makanan meningkat tajam.

“Untuk Paxel karena kita fokusnya same day [delivery] antarkota di Indonesia, malah sejak virus corona merebak, volume kita naik sampai 40%. Pengiriman makanan dan perishable naik dengan tajam.”

Selain itu, Zaldy cukup percaya diri model bisnis Paxel yang mengandalkan loker pintar seperti mereka dapat jadi solusi pengantaran barang di situasi seperti ini. “Memang banyak musibah di Q1 2020 yang kita alami dan perusahaan logistik harus bisa survive dan mengubah bisnis prosesnya dengan lebih banyak lagi menggunakan tekonologi,” pungkas Zaldy.

Akan stagnan

Industri logistik Tanah Air memang mengalami banyak musibah sepanjang kuartal pertama tahun ini. Setelah berkali-kali operasional mereka terganggu banjir selama Januari dan Februari, kini virus corona jadi ganjalan terbaru mereka.

ALI yang sebelumnya menargetkan pertumbuhan industri di angka 12-14% dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp993,9 triliun diprediksi bakal meleset. Menurut Zaldy pertumbuhan logistik untuk tahun ini akan stagnan dibanding raihan tahun lalu yang hanya 7-9%.

Hingga saat ini belum ada yang tahu berapa lama wabah corona bakal menerjang dunia. Sementara para peneliti masih berjibaku menemukan obat yang tepat untuk melawan virus ini, pemerintah tiap negara tengah berjuang meredam penyebarannya. Sampai tulisan ini dibuat, Covid-19 sudah menyebabkan 117 kasus dengan 8 pasien sembuh, dan 5 pasien meninggal di Indonesia. Sementara itu pemerintah pusat dan sejumlah daerah sudah menganjurkan warga membatasi kegiatannya di rumah guna menekan penularan virus.

Survei Paxel: Media Sosial Masih Lebih Banyak Digunakan UKM Berjualan Online

Paxel baru saja merilis laporan pertamanya bertajuk Buy & Send Insights. Laporan ini menyoroti perilaku UKM penjual online di industri e-commerce dan persepsinya terhadap industri logistik di Indonesia.

Paxel bekerja sama dengan perusahaan analisis data Provetic dalam penggarapan laporan ini. Terdapat 535 responden yang berpartisipasi dalam survei ini yang terbagi dalam tiga kategori maturitas bisnis.

Rinciannya, 33 persen responden dikategorikan sebagai beginner seller atau baru berjualan kurang dari 1 tahun. Lalu 33 persen dikategorikan sebagai experienced seller atau berjualan 1-2 tahun. Terakhir, sebanyak 34 persen veteran seller yang berjualan lebih dari 2 tahun.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa hingga saat ini media sosial lebih banyak dimanfaatkan para UKM sebagai medium untuk berjualan dibandingkan platform e-commerce atau marketplace. Sebanyak 87 persen responden tercatat memakai lebih dari satu platform media sosial.

Adapun, WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling mendominasi pemakaian media sosial untuk berjualan online. Sisanya diikuti oleh Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%).

Dari kategori penjual, laporan ini membagi tiga kategori penjual yang membuka bisnisnya lewat di media sosial dan e-commerce. Untuk yang berjualan hanya lewat media sosial terbagi dari beginner seller (44%), experienced seller (32%), dan veteran seller (24%)

Sementara UKM yang memasarkan produk dagangannya melalui media sosial dan platform e-commerce didominasi oleh veteran seller (42%), experienced seller (34%), dan beginner seller (24%).

Data lainnya juga mengungkap bahwa kepemilikan toko fisik di era digital kini tidak lagi relevan bagi UKM. Hal ini demikian karena sebanyak 66 persen responden menganggap pendapatan dari toko online telah melampaui pendapatan dari toko fisik.

“Jika kita lihat, sebanyak 83 persen responden kami tidak memiliki toko fisik, 17 persen masih mempertahankan toko fisik, dan 14 persen memiliki toko fisik sebelum berjualan online,” ungkap COO Paxel Zaldy Ilham Masita di Konferensi Pers Paxel Buy and Send Insights, Rabu (2/10).

Beralih ke sisi logistik, Zaldy menyebutkan bahwa penjual online ini semakin mengandalkan jasa logistik di hari yang sama alias same day delivery. Hal ini tergambar dari 36 persen responden yang menginginkan kecepatan pengiriman daripada ongkos yang lebih murah (29%), pengiriman mudah (26%), dan sistem live tracking (8%).

Layanan same day delivery saat ini didominasi oleh Paxel (75%) yang mengunggulkan konsep pengiriman ini di wilayah Jawa dan Bali. Sisanya, sebanyak 24 persen responden menganggap same day delivery diakomodasi oleh ojek online.

“Sebagai gambaran, model bisnis online di Indonesia dan Amerika Serikat sangat berbeda. Di sini [pengiriman] terdesentralisasi atau tersebar, sedangkan di AS terpusat di warehouse. Ini yang membuat jangkauan logistik menjadi penting,” kata Zaldy.

Maka itu, lewat riset ini, Zaldy berupaya untuk lebih memahami UKM yang menjalankan bisnis online, termasuk bagaimana mereka memasarkan dan mengirim barang dagangan. Karena menurutnya perilaku UKM di Indonesia terus berubah.

Pada kesempatan sama, Senior Analyst Provetic Smita Sjahputri menilai ada sejumlah faktor yang membuat UKM lebih memilih menggunakan media sosial untuk berjualan online.

Pertama, rata-rata volume pengiriman penjual online masih kecil sehingga fitur media sosial lebih memudahkan komunikasi dan transaksi dengan pembeli. Kedua, media sosial lebih mudah digunakan karena tidak memiliki fitur yang kompleks seperti e-commerce atau marketplace.

“Kalau volume transaksi naik dan siap untuk scale up, mereka baru pindah ke e-commerce atau marketplace. Lagipula, pelaku bisnis kecil tidak bisa langsung mencairkan uang hasil penjualan jika menggunakan di platform e-commerce,” tuturnya.

Sepanjang awal 2018 hingga September 2019, Paxel telah mengantongi satu juta pengiriman paket dari 519 ribu pengguna. Pengiriman ini telah didukung oleh 1.200 kurir yang tersebar di Jawa dan Bali.

Saat ini, loker penyimpanan Paxel telah tersedia di 110 lokasi dan ditargetkan mencapai 300 lokasi pada akhir tahun ini.