3 Perangkat Wearable Inovatif dari Samsung di CES 2016: WELT, rink dan TipTalk

Sekarang ini kita tak bisa lagi melihat perangkat wearable sebagai bisnis sampingan sebuah perusahaan teknologi. Pabrikan-pabrikan besar, seperti Samsung misalnya, cukup memprioritaskan bidang ini layaknya mereka mengistimewakan divisi smartphone-nya. Beragam inovasi mereka ciptakan demi memaksimalkan potensi yang dimiliki perangkat wearable.

Tiga inovasi terbarunya di bidang wearable akan mampir ke panggung CES 2016 dalam beberapa hari mendatang. Ketiganya merupakan garapan divisi Creative Lab, yang dibentuk dengan misi untuk mengasah ide-ide kreatif para karyawan Samsung, dan ini merupakan pertama kalinya produk mereka dibawa ke CES.

Meski masih dalam proses pengembangan, Samsung merasa perlu mendemonstrasikannya di hadapan publik untuk mendapatkan gambaran tentang potensi pasar maupun sejumlah masukan dari yang berkenan untuk menjajal.

WELT

Sabuk kesehatan Samsung WELT

Produk yang pertama adalah WELT – mungkin singkatan dari Wellness bELT? – yang merupakan sebuah sabuk canggih dengan tampang low-profile. Di balik wujudnya yang tidak berbeda ketimbang sabuk biasa, Samsung telah menanamkan sejumlah sensor yang bertugas untuk memonitor kesehatan para penggunanya.

Selain variabel standar seperti jumlah langkah kaki, WELT juga dapat membaca ukuran pinggang pengguna, pola makan maupun seberapa lama sang pengguna telah duduk. Data-data ini kemudian akan dikirim menuju aplikasi pendamping di smartphone atau tablet untuk dianalisa, dan pada akhirnya berujung pada sejumlah kiat positif yang bisa diterapkan pengguna untuk menjaga kebugaran tubuhnya.

Ini sebenarnya bukan pertama kali kita melihat sebuah sabuk pintar. Tahun lalu, juga di ajang Consumer Electronics Show, ada sebuah sabuk pintar bernama Belty yang sempat kami cantumkan dalam daftar gadget paling aneh dari CES 2015. Kendati demikian, penampilan WELT jauh lebih mirip seperti sabuk biasa.

rink

VR Controller Samsung rink

Produk yang kedua akan mengundang ketertarikan para pengguna Gear VR. Bernama rink, perangkat ini merupakan sebuah controller dengan teknologi pendeteksi gerakan seperti yang terdapat pada controller Nintendo Wii. Semisal pengguna hendak memainkan game tenis, ia hanya perlu menggenggam rink dan mengayunkannya layaknya sebuah raket.

Cara kerja perangkat ini sebenarnya mirip seperti Oculus Touch, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan cara yang lebih alami saat menikmati konten virtual reality. Saya cukup optimis rink bakal segera dirilis ke publik tahun ini juga setelah melihat potensinya dalam video berikut – mungkin berbarengan dengan versi baru Gear VR?

TipTalk

Samsung TipTalk

Yang terakhir ini mungkin kedengaran seperti sihir, akan tetapi TipTalk benar-benar memungkinkan pengguna untuk mendengarkan suara yang berasal dari smartwatch hanya dengan menyentuh telinganya, tanpa mengenakan earphone atau headset sama sekali.

Perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah strap arloji yang bisa dipasangkan ke perangkat macam Gear S2. Tak cuma lebih praktis daripada mengenakan headset, secara teori pengguna juga bakal mendengar suara yang lebih jernih.

Sejauh ini memang belum ada keterangan resmi terkait bagaimana cara kerja TipTalk sebenarnya, tapi saya menduga Samsung berhasil menemukan cara untuk memanfaatkan gelombang elektromagnetik pada tubuh manusia sebagai medium penghantar suara. Yang tak kalah menarik, sosok yang bertanggung jawab atas kreasi TipTalk ini sudah dipersilakan untuk membentuk startup-nya sendiri sejak Agustus 2015 kemarin.

Sumber: Samsung.

Inilah Penampakan Versi Kedua Google Glass yang Ditujukan Buat Kaum Profesional

Sudah cukup lama kita tidak mendengar kabar mengenai salah satu inovasi teknologi paling kontroversial di dunia, Google Glass. Setelah program Explorer-nya dihentikan di bulan Januari kemarin, sejatinya ada banyak rumor yang beredar seputar Google Glass dari berbagai sumber.

Namun yang terbaru kali ini datang dari organisasi pemerintahan Amerika, FCC (Federal Communications Commision), dalam wujud foto asli perangkat. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, sejatinya tidak ada banyak perubahan pada versi baru Google Glass.

Meski sepintas kelihatan sama, sebenarnya ada banyak peningkatan yang signifikan pada versi kedua Google Glass ini. Satu yang paling mencolok adalah, frame-nya kini bisa dilipat layaknya kacamata biasa, dan secara keseluruhan Google Glass versi anyar ini mempunyai fisik yang tahan air dan lebih tahan banting.

Masih seputar fisiknya, prisma yang berperan sebagai layar Glass kini membesar guna memberikan tampilan yang lebih luas tepat di pandangan pengguna. Google kabarnya juga tengah menyiapkan sebuah battery pack eksternal yang akan menancap pada perangkat dengan memanfaatkan magnet.

Google Glass Enterprise Edition

Aspek internal Google Glass versi baru ini juga telah menerima banyak perubahan. Di antaranya adalah prosesor Intel Atom yang lebih kencang tapi juga lebih tidak cepat panas, kemudian ada konektivitas Wi-Fi 5 GHz dan komponen optik kamera yang lebih andal.

Menariknya, setiap kali pengguna nantinya mengaktifkan kamera milik Google Glass baru ini, sebuah lampu di bagian depannya akan menyala. Perubahan ini sepertinya sengaja diterapkan untuk menghapus stigma bahwa Google Glass beserta kameranya kerap melanggar privasi orang lain di sekitar penggunanya.

Namun perubahan yang paling penting untuk diperhatikan sejatinya adalah target pasarnya. Versi kedua Google Glass ini ditujukan buat kaum profesional, sehingga julukannya pun berganti dari Explorer menjadi “Enterprise Edition”.

Sejauh ini memang belum ada konfirmasi resmi dari Google, tapi Glass: Enterprise Edition ini rencananya hanya akan didistribusikan melalui program Glass for Work yang mencakup perusahaan-perusahaan. Bahkan rumornya sudah ada ratusan Google Glass: Enterprise Edition yang disebarkan ke para karyawan perusahaan yang terlibat dalam program tersebut.

Sumber: 9to5Google via TheNextWeb.

Kacamata Pintar Ini Tak Akan Membuat Tampang Anda Kelihatan Aneh

Sejak Google Glass pertama kali diperkenalkan, kategori produk kacamata pintar alias smartglasses ini banyak mengundang kontroversi. Selain seputar pelanggaran privasi, smartglasses juga banyak dinilai ‘merusak’ penampilan, membuat tampang penggunanya kelihatan aneh di mata orang-orang di sekitarnya.

Namun tentunya pabrikan-pabrikan terus menyempurnakan desainnya. Bahkan produsen kacamata tradisional pun perlahan juga menunjukkan ketertarikannya terhadap smartglasses. Salah satunya adalah brand kacamata asal Jepang, JINS.

Ini sebenarnya merupakan kali kedua JINS mengungkap kacamata pintarnya. Didapuk JINS Meme MT, tampak luar perangkat ini amat identik dengan kacamata biasa, dan ini memang merupakan salah satu fitur andalannya.

JINS Meme MT

Akan tetapi di balik desainnya yang minimalis tersebut, Meme MT juga mengemas fitur penting yang membuatnya pantas dimasukkan dalam kategori smartglasses. Sederet sensor seperti accelerometer maupun gyroscope telah ditanamkan ke dalam frame-nya, membuatnya sanggup untuk memonitor berbagai parameter terkait aktivitas berlari atau jogging penggunanya.

Sama seperti kacamata pintar lainnya, Meme MT memanfaatkan Bluetooth untuk meneruskan data yang dikumpulkan menuju aplikasi pendampingnya di smartphone. Data-datanya sendiri mencakup pusat gravitasi, gaya berjalan/berlari, serta kecepatan.

Di Jepang, JINS Meme MT dipasarkan seharga 19.000 yen, atau kurang lebih sekitar Rp 2,1 juta. Kalau Anda sedang berlibur ke sana, silakan bersinggah ke Harajuku untuk menjajal kacamata pintar ini di toko utama JINS.

Sumber: Engadget.

Hug Smartwatch Tawarkan Kemudahan Mengontrol Bermacam Perangkat Memakai Gesture

Tidak selamanya smartwatch cuma berfungsi sebagai pelengkap maupun pengganti smartphone. Konsepnya yang wearable sanggup membuka potensi penggunaan baru, seperti misalnya sebagai remote control bermacam perangkat, mulai dari Oculus Rift sampai sebuah drone

Itulah ide di balik lahirnya Hug Smartwatch. Dikembangkan oleh startup asal India, Hug Innovations, smartwatch ini sempat menjadi pusat perhatian saat dipamerkan pada ajang Microsoft Future Unleashed pada bulan November kemarin, sebelum akhirnya siap dijual ke publik tidak lama lagi.

Tapi sebelumnya, mari membahas soal fisiknya, karena ini merupakan salah satu aspek terpenting dari sebuah smartwatch. Tampang Hug cukup standar, dengan balutan case setebal 11,2 mm yang terbuat dari bahan PC+ABS resin. Ringkas dan ringan di angka 46 gram, ia juga tahan air dengan sertifikasi IP56.

Hug Smartwatch

Terlepas dari wajah standarnya, Hug menyimpan fitur canggih yang sangat inovatif. Memadukan sensor gyroscope, accelerometer dan magnetometer, Hug dapat mengenali gerakan tangan Anda, yang berarti Anda bisa mengontrol perangkat lain menggunakan gesture.

Untuk menghentikan video yang tengah diputar di komputer misalnya, pengguna tinggal mengibaskan tangannya lalu menarik ke belakang dengan cepat. Penerapan gesture ini tentu saja juga amat ideal dipakai saat berpresentasi, atau sekedar bersenang-senang dengan mobil RC maupun drone.

Hug Smartwatch

Tentu saja fitur standar smartwatch juga diusung oleh Hug, seperti misalnya activity tracking maupun heart-rate monitoring. Ia mengemas layar 1,6 inci beresolusi 240 x 240 pixel, sedangkan baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 2 hari pemakaian normal.

Di luar sana, memang masih ada banyak smartwatch keren yang juga kompatibel dengan Android dan iOS seperti Hug Smartwatch ini. Akan tetapi fungsi remote control berbasis gesture yang ditawarkan benar-benar unik dan bermanfaat, khususnya di era Internet of Things ini.

Hug Smartwatch rencananya akan segera dipasarkan secara eksklusif melalui online retailer ternama di India, Flipkart. Sayang sejauh ini belum ada informasi soal harga maupun ketersediaannya untuk pasar internasional.

Sumber: Wareable.

Android Wear Kedatangan Watch Face Baru dari Brand-Brand Fashion Ternama

Bulan lalu, kita sudah melihat Tag Heuer dan Fossil meluncurkan smartwatch Android Wear perdananya. Keduanya punya keunggulan sendiri-sendiri, termasuk halnya watch face eksklusif yang membuat banyak pengguna Android Wear lain iri hati.

Untungnya, Android Wear selalu mengedepankan kustomisasi. Belum lama ini, Google merilis sederet watch face baru untuk Android Wear. Ini bukan sekedar watch face biasa, masing-masing berasal dari sembilan nama besar di dunia fashion. Jadi paling tidak rasa iri tersebut bisa sedikit tertutupi.

Android Wear Designer Watch Faces

Kesembilan brand fashion tersebut adalah: Ted Baker, Melissa Joy Manning, Vivienne Tam, Nicole Miller, Y-3, Mango, Zoe Jordan, Harajuku Kawaii! dan ASICS. Watch face baru ini bukan sekedar gambar yang statis, beberapa bahkan juga interaktif, seperti persembahan Vivienne Tam yang bisa bergerak-gerak, atau fitness buddy dari ASICS yang akan terus memotivasi Anda. Ted Baker sendiri punya 10 desain watch face yang berbeda.

Seluruh watch face anyar garapan desainer-desainer kenamaan ini sekarang sudah bisa diunduh secara cuma-cuma dari Google Play. Buat pengguna Android Wear yang memakai iPhone, jangan khawatir; semua watch face ini bakal tersedia lewat aplikasi pendamping Android Wear dalam beberapa hari ke depan.

Sumber: Android Blog.

Smartwatch Ini Jalankan Android Lollipop, Bukan Android Wear

Belum lama ini, fans Android Wear dibuat kecewa dengan kabar bahwa LG Watch Urbane 2 batal dirilis. Banyak yang menaruh ekspektasi tinggi pada smartwatch tersebut. Pasalnya, ia merupakan smartwatch Android Wear pertama yang dilengkapi konektivitas seluler, yang berarti ia dapat dioperasikan secara mandiri tanpa tersambung ke smartphone.

Kini sebuah startup asal Hong Kong, Omate, ingin menawarkan produk serupa. Hanya saja, smartwatch bernama Omate Rise ini tidak mengusung Android Wear sebagai sistem operasinya, melainkan Android 5.1 Lollipop seperti yang ada di smartphone.

Dengan kata lain, Rise sebenarnya juga bisa dianggap sebagai sebuah smartphone. Ia dilengkapi sebuah slot kartu microSIM untuk mengaktifkan konektivitas seluler – sayang cuma 3G. Di saat yang sama, pengguna juga bisa memperlakukannya seperti smartwatch biasa dengan menyambungkan ke smartphone (Android atau iOS) via Bluetooth.

Tapi tentu saja tampilan OS Android yang dijalankan Rise berbeda dibanding di smartphone, mengingat layarnya yang membulat cuma berukuran 1,3 inci, dengan resolusi 360 x 360 pixel. Di sini Omate telah menambatkan skin OUI 4.0 hasil rancangannya sendiri supaya Rise bisa dinavigasikan dengan mudah.

Omate Rise

Dari segi fisik, bodi Rise terbuat dari bahan polycarbonate dengan bezel serat karbon. Tidak terlalu istimewa memang, tapi paling tidak layarnya telah dilapisi kaca safir dan ia tahan air hingga kedalaman 1 meter. Terdapat satu tombol saja di sisi kanan atasnya, sedangkan diameternya berkisar 44 mm dan lebar strap-nya menuruti standar yaitu 22 mm.

Selain mengemas sederet sensor yang dibutuhkan untuk fitness tracking, Omate Rise juga ditenagai oleh prosesor dual-core 1,2 GHz, RAM 512 MB dan memori internal 4 GB – tanpa slot microSD. Baterainya berkapasitas 580 mAh, sedikit lebih besar daripada smartwatch Android Wear biasanya.

Yang cukup mengejutkan adalah cara Omate memasarkan produk ini. Pada tanggal 7 Desember 2015 nanti, kampanye crowdfunding-nya di Indiegogo akan dimulai. Tapi kita cuma punya waktu 48 jam untuk memesan. Harga yang dipatok sendiri berkisar mulai $200, termasuk bonus aksesori heart-rate monitor yang bisa diikatkan ke dada.

Sumber: Digital Trends.

Arloji Swatch Bellamy Diciptakan Khusus Buat Pembayaran Elektronik

Di saat produsen jam tangan asal Swiss berlomba-lomba memberikan penawaran smartwatch Android Wear-nya masing-masing, Swatch malah tenang-tenang saja. Kita sebenarnya tidak perlu terlalu heran karena Swatch memang sudah sangat berbeda dari akarnya. Lihat saja desain jam tangannya.

Namun hal itu bukan berarti Swatch benar-benar mengabaikan pasar smartwatch begitu saja. Bulan Februari kemarin, mereka sempat merilis Swatch Touch Zero One yang ditujukan secara khusus buat penggemar voli pantai. Kini mereka kembali memperkenalkan smartwatch dengan ide yang jauh lebih sederhana lagi, yaitu pembayaran elektronik.

Dinamai Swatch Bellamy, smartwatch ini cuma punya satu fungsi, yaitu melangsungkan pembayaran elektronik. Karena fungsinya terbatas pada itu saja, saya pun agak ragu menyebutnya sebagai sebuah smartwatch. Terlepas dari itu, sampai sekarang memang belum ada arloji tradisional yang dibekali fitur serupa.

Seperti yang kita tahu, pembayaran elektronik memerlukan mitra yang berpengalaman di bidangnya. Dalam kasus ini, Swatch memilih untuk bermitra langsung dengan Visa, yang berarti semua pemilik kartu Visa bisa melangsungkan pembayaran dengan menempelkan arlojinya ke mesin khusus. Bellamy bisa digunakan di negara mana saja asalkan mesin yang mendukung tersedia.

NFC sudah pasti menjadi komponen utama Bellamy. Tapi uniknya, ia sama sekali tak dibekali Wi-Fi maupun Bluetooth. Hal ini ternyata berkaitan dengan faktor keamanan; Swatch rupanya tidak mau ada celah berbahaya sedikitpun pada Bellamy yang disebabkan oleh koneksi dengan jaringan cloud.

Swatch juga memastikan bahwa komponen NFC ini sama sekali tak mengonsumsi energi untuk bekerja. Dengan demikian, daya tahan baterai Bellamy pun tidak berbeda dari jam tangan Swatch pada umumnya.

Swatch pertama kali mengumumkan Bellamy di Tiongkok pada bulan Oktober kemarin. Pada saat itu harga yang diumumkan adalah ¥580 atau sekitar Rp 1,25 juta. Swatch Bellamy rencananya juga bakal dipasarkan di AS, Swiss dan Brasil mulai awal tahun depan. Belum ada keterangan apakah ia bakal menyusul ke kawasan lainnya.

Nama Bellamy sendiri dipilih sebagai bentuk apresiasi terhadap seorang novelis bernama Edward Bellamy yang pernah mengisahkan dunia utopia dimana uang tunai telah digantikan oleh kartu kredit/debit. Entah dari mana beliau mendapat idenya, mengingat novel tersebut dirilis di tahun 1888.

Sumber: Swatch dan Wareable.

Apple Watch Masuk Indonesia Secara Resmi 4 Desember 2015

Judul di atas bukannya mengada-ada. Bukan rumor ataupun kabar burung yang berasal dari kicauan seseorang di media sosial. Kabar ini datang langsung dari situs resmi Apple Indonesia. Di situ terpampang jelas tulisan “Tersedia 4 Desember”. Memang tidak ada informasi tahunnya, tapi pasti 2015 – kebangetan kalau sampai maksudnya tahun depan.

Seperti yang kita tahu, Apple Watch sendiri sudah mulai dipasarkan di negara-negara lain sejak sekitar tujuh bulan yang lalu. Kedatangannya di sini memang sangat terlambat – bahkan didului oleh Samsung yang telah membuka pre-order Gear S2 – tapi toh masih ada banyak penggemarnya yang setia menunggu.

Apple Watch Indonesia

Soal harga, tidak ada yang tahu berapa pastinya. Di AS, harga Apple Watch bervariasi mulai $349 sampai $17.000, tergantung model yang dipilih. Belajar dari iPhone, iPad dan Mac, kemungkinan besar harganya bakal melebihi kurs rupiahnya.

Berhubung di Indonesia sampai sekarang belum ada Apple Store, konsumen bakal menjumpai Apple Watch di sejumlah reseller. Saya sendiri penasaran dengan model-model yang bakal disediakan oleh para reseller, terutama model Apple Watch Edition yang terbuat dari emas 18 karat.

Firasat pribadi saya mengatakan yang bakal tersedia adalah Apple Watch Sport dan Apple Watch yang terbuat dari stainless steel, sedangkan model Edition harus dipesan terlebih dulu dari jauh-jauh hari. Model lain yakni Apple Watch Hermes sepertinya bakal dipasarkan lewat butik resmi Hermes yang bisa kita temui di salah satu pusat perbelanjaan di ibukota.

Update: Salah satu reseller produk Apple di Indonesia, iBox, telah mengonfirmasi ketersediaan Apple Watch mulai 4 Desember 2015 ini. Harga jualnya mulai dari Rp 6 juta.

Sumber: MakeMac.

Inilah Rincian Spesifikasi Smartwatch Fossil Q Founder

Belum lama ini, kita sudah melihat debut Fossil dalam meramaikan kompetisi perangkat wearable. Dari total 4 perangkat yang diperkenalkan, ada satu yang mempunyai daya tarik terbesar, yaitu smartwatch Fossil Q Founder. Namun pada saat mengumumkan, Fossil sepertinya masih malu-malu untuk mengungkap detail spesifikasinya.

Sekitar satu bulan berselang, kini Fossil sudah siap memasarkan smartwatch Android Wear perdananya tersebut. Maka dari itu, sudah semestinya Fossil membeberkan spesifikasinya secara blak-blakan.

Fossil Q Founder sejatinya merupakan hasil kerja sama dengan Intel dan Google – langkah serupa juga diambil oleh Tag Heuer. Buah dari kolaborasi tersebut adalah chipset Intel Atom yang menjadi otak dari perangkat, bukan Qualcomm Snapdragon seperti yang biasa kita jumpai di smartwatch Android Wear lain. Di saat yang sama, Google tentu saja bertanggung jawab atas sistem operasi yang dijalankan.

Fossil sepertinya enggan mengungkap informasi merinci terkait prosesor Intel Atom yang dipakai maupun jumlah RAM yang tertanam. Soal layar, Q Founder mengandalkan layar sentuh yang dikemas dalam case berdiameter 46 mm, dengan ketebalan 13 mm – cukup besar sekaligus berat di angka 72 gram berkat penggunaan bahan stainless steel.

fossil-q-founder-02

Q Founder mengusung sertifikasi ketahanan air IP67. Strap-nya yang memiliki lebar 22 mm bisa dilepas pasang. Untuk sekarang, Fossil baru akan menawarkan strap dengan bahan stainless steel, tapi ke depannya juga bakal tersedia yang terbuat dari kulit.

Terdapat kapasitas penyimpanan sebesar 4 GB, yang tentunya menjadi rumah bagi OS Android Wear. Meski demikian, Fossil turut menyematkan sejumlah modifikasinya sendiri yang mencakup beragam watch face khusus dan fitur unik bernama Q Curiosity, dimana pengguna bakal disodori sejumlah tantangan setiap harinya.

Menurut Fossil, fitur ini sengaja dirancang supaya pengguna bisa beranggapan bahwa setiap hari adalah hari yang istimewa. Sederet sensor seperti accelerometer dan gyroscope turut hadir guna mengaktifkan fungsi fitness tracking. Oh ya, karena ditenagai Android Wear, Q Founder pun kompatibel dengan perangkat Android maupun iOS via Bluetooth 4.1.

fossil-q-founder-03

Perihal baterai, Q Founder dibekali dengan baterai berdaya 400 mAh yang diperkirakan bisa bertahan selama 24 jam pemakaian. Proses charging-nya mengandalkan sebuah dock khusus yang juga berfungsi sebagai ‘meja display‘ dari smartwatch itu sendiri.

Soal harga, Fossil tampaknya tidak ingin mengambil jalan eksklusif yang ditempuh Tag Heuer. $295 adalah banderol resmi Fossil Q Founder, cukup kompetitif kalau dibandingkan smartwatch Android Wear lain seperti Moto 360 atau Huawei Watch.

Sumber: Digital Trends.

Fitbit Rilis Fitur Baru, Bisa Memulai Tracking Secara Otomatis

Di kancah wearable, nama Fitbit populer bukan cuma karena hardware yang mereka ciptakan berkualitas, tetapi juga karena mereka kerap menghadirkan fitur-fitur baru yang pengaruhnya sangat signifikan via software, membuat pengguna merasa seakan-akan mempunyai fitness tracker anyar.

Hal tersebut bakal segera dirasakan oleh pengguna Fitbit Charge HR dan Fitbit Surge. Pasalnya, kedua perangkat tersebut baru saja kedatangan fitur SmartTrack. Apa fungsinya? Memulai tracking dan merekam semua data secara otomatis.

Yup, kedua fitness tracker ini sekarang bisa tahu dengan sendirinya ketika Anda selesai beraktivitas, lalu mengidentifikasi jenis aktivitasnya dan meneruskan data-data yang dikumpulkan ke aplikasi pendampingnya. Semuanya berjalan secara otomatis tanpa campur tangan dari Anda.

Fitur SmartTrack ini hanya bisa mengenali aktivitas yang melibatkan pergerakan secara terus-menerus, seperti misalnya berjalan, berlari, bersepeda maupun olahraga macam basket, sepak bola, tenis sampai dengan senam Zumba. Pengguna bisa mengatur durasi tracking yang ingin dilakukan. Jadi kalau lebih dari itu, perangkat tak akan merekam data.

Fitbit SmartTrack

Di saat yang sama, Fitbit turut mengirimkan update untuk teknologi PurePulse milik Charge HR dan Surge. Berkat update ini, kinerja tracking laju jantung kedua perangkat saat berada dalam Exercise Mode diklaim semakin sempurna ketimbang sebelumnya.

Lalu bagaimana dengan pengguna perangkat Fitbit lainnya? Tenang, Anda juga kebagian jatah fitur baru kok. Pengguna kini dapat menetapkan target mingguan dengan jumlah hari yang spesifik. Jadi semisal dalam seminggu Anda mau bermalas-masalan selama 2 hari di akhir pekan, tetapkan target untuk 5 hari saja.

Sumber: Fitbit Blog.