Dua Tahun QRIS: Adopsi di Tengah Akselerasi Keuangan Digital Indonesia

Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia (BI) menyebutkan total transaksi pembayaran dengan metode QRIS meningkat pesat selama satu tahun terakhir. Nilai transaksi QRIS mencapai sebesar Rp9 triliun di semester I 2021 atau melesat 214% dibandingkan periode sama tahun lalu. Total merchant yang menggunakan QRIS juga naik menjadi 8,2 juta. Setidaknya, ada penambahan sekitar 3 juta dari 6 juta merchant di akhir 2020.

Dalam sebuah webinar Digi X yang digelar Infobank, Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta mengungkapkan, pandemi Covid-19 memberikan efek booster luar biasa terhadap percepatan keuangan digital di Indonesia. Selain faktor peralihan perilaku konsumen ke digital, akselerasi ini terbantu kolaborasi para pelaku di ekosistem digital di sektor bank dan non-bank yang semakin erat.

“Dalam waktu dekat, kami juga akan segera meluncurkan fitur Customer Presented Mode karena sekarang kita baru ada Merchant Presented Mode. Kami juga sedang piloting transaksi QRIS untuk cross border, baik inbound maupun dan outbound,” ungkap wanita yang karib disapa Fili ini.

Dengan pencapaian yang tidak terduga ini, bagaimana asa implementasi QRIS ke depan di situasi saat ini, dan apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong adopsinya?

Tentang QRIS

QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan bagian dari lima inisiatif besar yang dicanangkan Bank Indonesia untuk menuju Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025.

Menuju Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 / Bank Indonesia

QRIS dikembangkan Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menggabungkan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menjadi satu QR Code. Sebagai sistem pembayaran digital, QRIS dirancang sebagai Standar QR Code untuk aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet digital, dan mobile banking.

Secara teknis, QRIS tersedia dalam dua jenis. Pertama, dalam format statis (media cetak/stiker, QR Code sama setiap transaksi, QR Code belum ada nominal sehingga input manual). Kedua, dinamis (QR Code lewat struk yang dicetak mesin EDC/tampil di monitor, QR Code selalu berbeda tiap transaksi, QR Code punya nominal pembayaran).

Masyarakat dapat membayar transaksi di merchant dengan satu QR Code untuk semua platform. Skenarionya begini, apabila Anda tidak bisa membeli minuman karena merchant terkait tidak menerima opsi pembayaran Anda, QRIS akan memampukan merchant untuk menerima setiap pembayaran dari setiap platform. Tidak perlu lagi satu mesin EDC untuk satu platform. QRIS memberikan ruang bagi masyarakat untuk melakukan pembayaran apapun platformnya dengan satu QR Code.

Lalu, mengapa kita memerlukan QRIS? Teknologi ini dapat memperluas akseptasi pembayaran nontunai nasional secara lebih efisien. Melalui penggunaan satu standar QR Code, penyedia barang dan jasa tidak perlu memiliki berbagai jenis QR Code dari penerbit yang berbeda.

Jauh sebelum QRIS diluncurkan, sebetulnya pemerintah sudah menerapkan QR Code sebagai alat pembayaran sejak paruh 2015. Namun, saat itu PJSP masih menggunakan QR secara eksklusif. Dengan pertumbuhan penetrasi smartphone dan peluang untuk membantu segmen unbanked dan underbanked, BI memutuskan melakukan standardisasi QR Code.

Alasan lainnya adalah BI melihat contoh keberhasilan tinggi pada QR sebagai alat pembayaran di beberapa negara, yaitu Tiongkok melalui Alipay dan WeChatPay, serta India lewat PayTm dan BharatQR.

Dua tahun berselang peluncuran resminya, QRIS menuai pencapaian positif–sebagian besar terbantu karena pandemi. Berdasarkan data BI, volume transaksi QRIS naik 247% di kuartal kedua 2021 menjadi 83,85 juta transaksi. Sementara, nilai transaksinya meroket 336% menjadi Rp5,59 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu.

BI mencatat kenaikan transaksi QRIS di masa pandemi / Diolah kembali oleh DailySocial
BI mencatat kenaikan transaksi QRIS di masa pandemi / Diolah kembali oleh DailySocial

Sama halnya seperti QRIS, pelaku dan industri di ekosistem keuangan digital lainnya juga mengalami pertumbuhan positif dikarenakan pandemi. Sebagaimana disampaikan Fili pada webinar tersebut, pertumbuhan ekosistem keuangan digital (EKD) di tahun ini diproyeksi terus meningkat.

Proyeksi Ekosistem Keuangan Digital (EKD) 2021 / Bank Indonesia
Proyeksi Ekosistem Keuangan Digital (EKD) 2021 / Bank Indonesia

Adopsi dan tantangan

Mengingat QRIS masih seumur jagung, progress adopsinya pun belum masif. Konsumen banyak menemui kesulitan dalam penggunaannya, terlebih dengan batasan ruang gerak masyarakat saat ini. Hal ini diketahui dari survei kecil, yang melibatkan 65 responden, yang dilakukan DailySocial di bulan Agustus 2021 secara online.

Survei ini mungkin memang belum dapat mewakili mayoritas isu yang ada di lapangan, namun responden memberikan perspektif menarik yang sebetulnya dapat menjadi ruang perbaikan bagi pemangku kepentingan yang terlibat.

Pertama, tantangan ketika bertransaksi dengan QRIS. Menurut responden, sebanyak 65,6% responden mengaku banyak merchant belum mengadopsi QRIS. Kemudian, sekitar 55,7% menilai koneksi internet mempersulit transaksi, dan 29,5% responden menyebut proses scan QRIS relatif lama.

Yang cukup menarik adalah beberapa responden menyoroti bagaimana merchant yang mereka temui hanya menjadikan QRIS sebagai pajangan. Mereka menilai, ada merchant yang telah mengaktifkan QRIS, tetapi kasir jarang menawarkan kepada konsumen karena tidak tahu cara menggunakannya.

Sementara itu, sebagian responden mengaku belum berminat menjajal QRIS karena ketersediaan QRIS di merchant terbatas (60,9%), konsumen tidak tahu cara menggunakannya (17,4%), fitur belum tersedia di perangkat (13%), dan kasir jarang menawarkan pembayaran dengan QRIS (4,3%).

Dari sudut pandang pelaku usaha, sebetulnya BI sudah melonggarkan kebijakan agar tidak memberatkan impelementasinya. Mengutip Kontan, BI menetapkan biaya transaksi atau merchant discount rate (MDR) yang ditanggung oleh mitra/merchant hanya 0,7%. Menggunakan QR hanya mengeluarkan biaya Rp35 ribu untuk satu kode QR di setiap merchant.

Perluasan merchant

Pandemi Covid-19 membawa dampak positif terhadap ekosistem keuangan digital Indonesia. Akan tetapi, pemerintah dan para pemangku kepentingan idealnya jangan menjadikan ini sebagai momentum emas sementara. Perlu ada ruang perbaikan lebih agar adopsi QRIS dapat meningkat secara konsisten hingga sampai era pasca-Covid nanti. Apalagi, mumpung sebagian masyarakat sudah mulai terbiasa dengan transisi pembayaran digital,

Masih dari survei yang kami lakukan, banyak responden berharap adopsi QRIS dapat diperluas penggunaannya dan tidak terbatas pada transaksi makanan dan minuman saja. Sebanyak 87,3% responden mengharapkan QRIS dapat digunakan pada pedagang kaki lima, 81% di pasar, 76,2% layanan pemerintah, dan 68,3% untuk transportasi publik.

Pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana memaksimalkan adopsi QRIS apabila pembatasan sosial masih akan terus berlanjut. Dengan pengetatan aktivitas di tempat publik, seperti pusat perbelanjaan, bagaimana memberlakukan QRIS apabila merchant saja sudah banyak yang tidak beroperasi. Kecuali untuk pemesanan food delivery.

Sebagaimana diberitakan Bisnis, BCA sempat mengalami penurunan transaksi fisik sehingga memengaruhi layanan dengan metode QRIS. Sementara, menurut responden kami, mereka mulai jarang menggunakan QRIS dengan pengetatan aktivitas beberapa bulan terakhir. Sebanyak 20% responden mengaku masing-masing hanya bertransaksi 1 kali dalam 3 bulan ke atas dan 2-3 kali per bulan. Sebanyak 16,7% menyebut bertransaksi QRIS sekitar 2-3 kali per minggu.

DailySocial sempat mencoba meminta tanggapan Bank Indonesia terkait isu-isu di atas, tetapi belum ada pernyataan lebih lanjut. BI sebetulnya sudah memperbarui kebijakan penggunaan QRIS dengan menaikkan limit transaksi dari Rp2 juta menjadi Rp5 juta.

Dalam waktu dekat, BI juga akan merilis fitur Customer Presented Mode di mana merchant yang melakukan scan. Namun apakah ini sudah cukup? Pemerintah diharapkan tidak sampai kehilangan momentum dengan gejolak akselerasi digital dan perubahan perilaku konsumen saat ini.

QR Code Based Payment Will Soon be Available in Jakarta’s MRT

Jakarta’s PT Mass Rapid Transit (MRT) is to provide QR code payment next year. At first, the innovation arises of the partnership with three mobile payment services, Ovo, LinkAja, and Dana.

“To date, three e-payment service providers have partnered up and the mechanism is through a beauty contest,” Head of Jakarta’s PT MRT, William Sabandar said.

The QR Code that integrates with Jakarta’s MRT app is to be launched in January 2020. The QR code is to be available at the MRT station’s gate in/out. Their team has also prepared the QR code to be optimized, it comes with a briefing schedule since December 2019. In addition, Jakarta’s MRT will also launch the multi-trip card in November.

“Currently, only single-trip card available. We’re processing the license with Bank Indonesia to publish the payment card,” he added.

The QR code payment is a part of the innovation in the payment sector. Bank Indonesia was previously announced QRIS (QR Code Indonesian Standard) supporting payment through server-based e-money, e-wallet, and mobile banking using code unification. The regulation is to start running throughout Indonesia by 2020.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

MRT Jakarta Segera Hadirkan Pembayaran Berbasis QR Code

PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan menghadirkan pilihan pembayaran menggunakan QR Code tahun depan. Di awal, inovasi ini hadir berkat kerja sama dengan tiga penyedia layanan pembayaran mobile Ovo, LinkAja, dan Dana.

“Sejauh ini ada tiga penyedia layanan jasa pembayaran elektronik yang sudah bekerja sama dan itu mekanismenya melalui proses secara beauty contest,terang Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar.

Sistem pembayaran QR Code yang terintegrasi dalam aplikasi MRT jakarta rencananya akan diluncurkan pada awal Januari 2020. QR Code nantinya digunakan pada pintu masuk dan keluar peron stasiun MRT. Pihak MRT juga tengah menyiapkan fasilitas QR Code ini agar bisa digunakan dengan maksimal, lengkap dengan sosialisasi yang dijadwalkan pada Desember 2019.

Selain penggunaan QR Code, MRT Jakarta juga akan menerbitkan kartu Multi Trip MRT pada November mendatang.

“Saat ini, kartunya hanya single trip. Kita lagi urus izin di Bank Indonesia, izin menerbitkan kartu pembayaran,” imbuhnya.

Pembayaran menggunakan QR Code merupakan salah satu bentuk inovasi di bidang pembayaran. Bank Indonesia sebelumnya sudah meresmikan QR Code Indonesian Standar (QRIS) yang mendukung membayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, hingga mobile banking melalui unifikasi kode. QRIS ini dijadwalkan berlaku menyeluruh di Indonesia mulai tahun 2020.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Resmi Kenalkan Sistem Pembayaran QRIS di 1000 Mitra

Bukalapak meresmikan implementasi sistem pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di 1000 Mitra Bukalapak yang tersebar di kawasan Kemang, Jakarta. Lokasi lainnya segera menyusul secara bertahap.

QRIS adalah standar QR Code yang dapat diakses menggunakan seluruh penerbit uang elektronik berbasis server, termasuk Dana, LinkAja, GoPay, Ovo, dan lainnya. QRIS diresmikan bertepatan pada hari kemerdekaan Indonesia oleh Bank Indonesia.

Bukalapak menjadi perusahaan teknologi yang menerbitkan QRIS di gerai Mitra Bukalapak yang telah bergabung. Dengan kode QR tersebut, konsumen bisa berbelanja di gerai dan membayarnya dengan aplikasi dompet digital yang mereka pakai.

“Awalnya bermula dari interaksi kami dengan BI. Kami tidak punya lisensi e-wallet dan tidak terlibat dalam pilot project. BI lihat interaksi kita dengan Mitra Bukalapak dan merasa implementasi QRIS akan bagus karena ini sesuatu yang potensial,” ujar VP of O2O (Online to Offline) Bukalapak Rahmat Danu Andika, Rabu (21/8).

Dia melanjutkan 1000 Mitra Bukalapak ini terdiri atas warung kelontong dan pedagang keliling. Mereka sudah dibekali dengan kode QR tersendiri dan bisa langsung di-scan oleh pembeli.

Seluruh pembayaran dari konsumen, apapun itu aplikasi yang mereka pakai, akan masuk ke dalam Saldo Mitra secara langsung. Aplikasi yang bisa diterima adalah Dana, Ovo, Gopay, LinkAja, Sakuku, dan Go Mobile CIMB Niaga.

Mitra dapat memutar kembali saldo tersebut untuk berjualan produk virtual seperti pulsa, token listrik, paket data, atau membeli stok barang lewat merchant Bukalapak. Saldo juga dapat dicairkan bila mereka mau.

“1000 Mitra ini adalah pilot project kami selama dua bulan. Lokasinya sengaja di Kemang agar eksperimen lebih mudah karena kami ingin pastikan ada added value-nya atau tidak.”

Menarik pedagang untuk bergabung tentunya menjadi tantangan tersendiri. Selama ini mereka sudah terbiasa dengan cara konvensional. Perputaran uang terjadi secara harian untuk membeli kebutuhan usaha sekaligus memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Untuk bergabung sebagai Mitra Bukalapak, persyaratannya juga tidak rumit. Pedagang hanya cukup mengisi data diri. Setelah itu, mereka bisa berjualan produk virtual berbasis komisi untuk meningkatkan pendapatannya.

Terhitung ada lebih dari 2 juta Mitra Bukalapak bergabung di 477 kota di seluruh Indonesia sejak pertama kali dimulai pada dua tahun lalu. 1 juta di antaranya berbentuk warung kelontong, sementara sisanya adalah usaha perseorangan, termasuk pedagang keliling. Ditargetkan sampai akhir tahun ini ada 3,5 juta Mitra Bukalapak yang bergabung.

Potensi penggunaan QRIS ini sebenarnya tidak hanya sebatas untuk transaksi di gerai offline saja. Di level pemerintah pun bisa memanfaatkannya untuk program penyaluran bantuan sosial atau inisitif lainnya, agar lebih efisien biaya yang dikeluarkan. Di Tiongkok, adopsi kode QR juga sudah mendalam, misalnya untuk memberi sumbangan ke pengamen.

Head of Project Management Office SNKI (Strategi Nasional Keuangan Inklusif) Djauhari Sitorus yang turut hadir dalam peresmian ini menjelaskan, kode QR adalah metode pembayaran yang paling mudah untuk dipelajari dan murah karena tidak perlu perangkat tambahan. Beda halnya ketika mereka harus berhadapan dengan pembayaran dengan kartu.

Application Information Will Show Up Here

QRIS dari Bank Indonesia Akan Jadi QR Code Tunggal di Indonesia

Bank Indonesia akhirnya resmi memperkenalkan dan meluncurkan QR Code Indonesian Standard (QRIS) ke publik bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Indonesia, tanggal 17 Agustus lalu. BI menciptakan QRIS untuk menyederhanakan sistem pembayaran menggunakan QR Code di seluruh Indonesia.

QRIS berfungsi mendukung pembayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, atau mobile banking. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan QRIS akan menjadi standar QR Code tunggal yang berlaku di seluruh Indonesia.

“Jadi ini betul-betul QRIS, satu-satunya yang berlaku di Indonesia tidak boleh ada yang lain. Yang lain harus tunduk pada QRIS ini dan InsyaAllah unggul  (universal, gampang, untung, langsung),” ucap Perry seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

QRIS beroperasi dengan metode merchant present mode. Artinya pihak pedagang yang akan menampilkan QR Code untuk dipindai para konsumen.

Konsumen dapat menggunakan fasilitas QRIS ini lewat semua aplikasi pembayaran digital, dompet elektronik, atau mobile banking yang memiliki fitur QR Code sebagai metode pembayaran. BI menegaskan tidak ada biaya tambahan bagi konsumen saat bertransaksi menggunakan QRIS.

Untuk pihak merchant, biaya yang dibebankan dalam transaksi QRIS ini cukup bervariasi. BI mematok biaya merchant discount rate (MDR) sebesar 0,7 persen dari transaksi. Khusus untuk sektor pendidikan, biayanya menjadi 0,6 persen, untuk pembelian bahan bakar minyak di SPBU menjadi 0,4 persen, dan untuk donasi jadi 0 persen.

QRIS menjadi upaya BI menggenjot efisiensi perekenomian dan keuangan inklusif dalam bentuk nontunai. Dengan QRIS, merchant tak perlu lagi menyediakan sejumlah QR Code dari sejumlah penerbit berbeda. QRIS disusun berdasarkan standar internasional EMV Co yang memungkinkan interoperabilitas antar penyelenggara, antar instrumen, termasuk antar negara.

BI dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) merupakan pihak yang mengembangkan QRIS. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran atau penerbit QR Code diberi waktu hingga 31 Desember 2019 untuk melakukan transisi dan per 1 Januari 2020 QRIS berlaku menyeluruh di seluruh Indonesia.

Standardisasi QR Code Ditargetkan Mulai Berlaku Paruh Kedua 2019

Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan standardisasi QR Code untuk sistem pembayaran uang elektronik mulai mencapai titik terang. Baru-baru ini pihaknya telah melakukan percobaan yang kedua mengenai teknisnya. Hal tersebut dijelaskan oleh Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ricky Satria. Ia juga mengatakan, seperti dikutip dari Tirto, bahwa standardisasi tersebut diharapkan bisa mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2019.

Ini adalah uji coba kedua setelah sebelumnya dilakukan pada bulan November 2018 lalu. Program standardisasi ini oleh BI disebut sebagai “QR Indonesia Standard” (QRIS). Nantinya bakal bersifat merchant presented mode dan dapat memperluas interkoneksi. Tujuannya mendukung ekonomi keuangan digital di Indonesia. Adanya QRIS juga memungkinkan QR Code yang dimiliki perbankan dan fintech dapat saling dikolaborasikan.

Mengenai pengujian tahap dua ini Ricky turut memaparkan bahwa mereka fokus pada berbagai kemungkinan isu. Misalnya untuk penanganan isu ketika terjadi kasus pengguna melakukan transaksi dan saldo terpotong, namun merchant belum mendapatkan nominal dana. Selain itu juga melakukan antisipasi di daerah blankspot (tidak ada sinyal).

Hal lain yang tak kalah menarik, nantinya QRIS ini akan menghadirkan efisiensi kaitannya dengan penerimaan dana. Merchant dapat menerima dana yang berasal dari berbagai instrumen pembayaran, baik dari uang elektronik yang berbasis server, tabungan, maupun kartu debit.

Sebelumnya dalam uji coba pertama di tahun 2018 BI telah memberikan izin penggunaan QR Code untuk pembayaran kepada 12 perusahaan, termasuk Go-Pay, Ovo, TCash, BNI Yap! dan BRI (tiga nama terakhir kini sudah bersatu di platform LinkAja). Selain bersama industri fintech, BI kala itu juga menunjuk Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai lembaga khusus yang akan merampungkan standardisasi QR Code.

ASPI adalah lembaga yang dibentuk BI dengan melibatkan representasi seluruh pelaku industri sistem pembayaran di Indonesia. Lembaga tersebut diberi kewenangan dalam lingkup mikro dan teknis untuk membuat aturan main dalam industri sistem pembayaran dengan tetap memperhatikan ketentuan dan kebijakan.

Layanan Fintech Salim Group “OttoPay” Percepat Usaha Mikro Adopsi Pembayaran Digital

Tersedianya opsi pembayaran digital di merchant besar sudah jadi hal wajib saat ini. Namun opsi ini belum tentu ada di merchant kecil, terutama skala mikro. OttoPay mencoba menghadirkan solusi lewat stiker kode QR dan bisa digunakan berbagai penerbit layanan pembayaran yang sudah bergabung ke layanannya.

OttoPay (PT Reksa Transaksi Sukses Makmur) adalah layanan terafiliasi Salim Group yang resmi beroperasi di Januari 2018. Selain OttoPay, Layanan fintech yang berada di bawah grup adalah OttoCash, iSaku, dan Pede (hasil JV dengan Allianz SE).

CTO OttoPay Budi Hartono menjelaskan OttoPay memosisikan diri sebagai payment aggregator via kode QR dari berbagai penyedia e-money yang sudah bekerja sama. Konsep ini masih cukup baru di Indonesia.

“Kami coba bangun jaringan merchant yang sifatnya open loop atau agnostik, sehingga siapapun pemain [e-money] bisa bergabung dengan kami sehingga mereka bisa fokus ke penambahan user saja,” terangnya, kemarin (26/3).

Perusahaan juga menyasar usaha mikro dan level di atasnya untuk bergabung sebagai mitra. Bila ditotal kini telah mencapai sekitar 600 ribu merchant tersebar di Sumatera dan Jawa. Persentasenya 95% adalah pengusaha UMKM dan toko ritel.

Gerai ritel besar pun juga ada, termasuk KFC, Warunk Upnormal, Yogya Dept Store, Popolamama, dan platform e-commerce Elevenia. Seluruh merchant ini bisa menerima pembayaran dari JakOne, BNI Yap (kini LinkAja), OCBC NISP, BRI Syariah, iSaku, Pede, dan OttoCash. Kemitraan terbaru adalah dengan adalah True Money.

“Visi kami adalah bangun transaksi digital di merchant, regardless apapun aplikasi e-money atau e-wallet yang dipakai konsumen.”

Proses akuisisi yang dilakukan OttoPay di setiap merchant diklaim hanya memakan waktu sampai 15 menit. Penjual hanya perlu mengunduh aplikasi dan memindai stiker QR yang sudah diberikan tim sales OttoPay.

Setelah memasukkan nomor ponsel dan sejumlah syarat keamanan, setiap pembayaran dari konsumen akan ditampung ke rekening sementara OttoCash. Penjual dapat langsung mencairkannya dari rekening tersebut dalam bentuk tarik tunai atau transfer ke rekening yang dimilikinya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur True Money Indonesia Rio da Cunha menambahkan bergabungnya TrueMoney sebagai mitra terbaru OttoPay adalah bentuk nilai tambah untuk para anggota dan agennya. Dana yang tersimpan di aplikasi True Money bisa dimanfaatkan buat pembayaran di merchant OttoPay, selain untuk bayar PPOB dan kirim uang.

“Target kita dari awal adalah menjangkau orang-orang yang belum terjangkau oleh institusi keuangan. Ini sejalan dengan apa yang dilakukan OttoPay, makanya kami tertarik untuk kerja sama,” kata Rio.

Rencana OttoPay

Tampilan aplikasi OttoPay / OttoPay
Tampilan aplikasi OttoPay / OttoPay

Memasuki tahun kedua beroperasi, Budi menyebut perusahaan memasang target ambisius untuk menggaet dua juta merchant mitra tahun ini. Lokasinya akan diperluas sampai ke Kalimantan dan Sulawesi. Kemitraan dengan pemain e-money lainnya juga bakal terus ditambah, meski dia enggan menyebut detailnya.

Jumlah transaksi yang sudah diproses OttoPay pun juga enggan disebut. Budi beralasan ini bergantung pada pihak pemain itu sendiri, sehingga butuh proses edukasi yang lebih intensif agar orang-orang semakin paham.

“Dari kita menyarankan ke pihak issuer untuk tidak ikut-ikutan pakai promo diskon karena itu buat short term saja. Juga enggak begitu edukatif buat masyarakat.”

Budi mengaku saat ini OttoPay belum melakukan monetisasi bisnis. Perusahaan masih menunggu aturan standarisasi kode QR disahkan Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran. Di samping itu, aturan mengenai merchant discount rate (MDR) juga belum rampung.

OttoPay tidak tergabung sebagai peserta uji coba kode QR yang diselenggarakan BI, namun Budi mengaku perusahaan terus melakukan komunikasi yang intensif dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) bersama para peserta uji coba demi mendapat kabar terbaru.

Pihaknya tidak ingin buru-buru melakukan monetisasi karena bisa jadi penghalang dalam adopsi penetrasi pembayaran digital di merchant. Saat ini merchant yang bergabung hanya dikenakan biaya 500 Rupiah setiap bulan sebagai ongkos untuk pemeliharaan sistem.

“Yang penting kita kenalkan dulu konsep OttoPay sembari menunggu uji cobanya selesai,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Warunk Upnormal Rilis “Pay at Table”, Pembayaran dengan Kode QR Berbasis Aplikasi

Gerai makanan dan minuman asal Bandung Warunk Upnormal menghadirkan inovasi pembayaran non tunai dengan pemindai kode QR “Pay at Table” yang dapat diakses lewat aplikasi Upnormal. Inovasi ini untuk menjawab kebutuhan konsumen yang banyak berasal dari kalangan milennial dan generasi Z yang adaftif terhadap perkembangan teknologi.

Konsumen tidak perlu mengantre di depan mesin kasir setiap kali memesan menu. Cukup mengunduh aplikasi Upnormal, tersedia di Google Play dan iOS, dan melakukan registrasi. Di tiap meja tersedia kode QR yang dapat dipindai lewat aplikasi, secara otomatis akan terhubung ke layar menu makanan dan siap dipilih.

Dalam aplikasi ini tersedia opsi pembayaran dengan tunai di kasir atau dengan Go-Pay. Apabila memilih dengan Go-Pay, akan diarahkan langsung ke halaman Go-Pay untuk menyelesaikan pembayarannya. Metode ini dianggap lebih efisien daripada sebelumnya, konsumen memasukkan secara manual lewat secarik kertas berisi menu dan mengantre di depan kasir sebelum pesanan diantar.

“Dalam CRP Group ini kami selalu berinovasi dan fokus menciptakan consumer experience yang reliable. Ada keinginan dari target market kita yaitu kelompok milennial yang butuh sesuatu yang keren dan kekinian. Akhirnya kita jawab itu dengan fitur Pay at Table untuk mengakomodir mereka yang tidak ingin beranjak dari kursi,” terang Deputy Director Corporate Communication CRP Group Sarita Sutedja, Rabu (20/3).

Warunk Upnormal adalah salah satu dari sembilan brand yang ada di bawah naungan Cita Rasa Prima (CRP Group). Brand lainnya adalah Nasi Goreng Rempah Mafia, Bakso Boedjangan, Sambal Khas Karmila, Fish Wow Cheese, Ayam Bersih Berkah, Bakso Abang Sayang, Martabak Maskulin, dan Juice Kidding.

Tak hanya memudahkan dari sisi konsumen, inovasi tersebut juga memudahkan tim dalam memberikan pelayanan yang optimal. Waktu tunggu pun dipersingkat, sehingga pada akhirnya tim dapat mengirimkan pesanan dalam waktu tidak lama.

Untuk sementara fitur ini baru bisa dimanfaatkan di gerai Warunk Upnormal yang berlokasi di Indofood Tower (Jakarta) dan Dipati Ukur (Bandung). Implementasi di gerai lainnya akan secara perlahan digulirkan sepanjang tahun ini.

Gerai baru yang siap beroperasi, sambungnya, kemungkinan besar akan mengadopsi fitur ini lebih dahulu. Bila ditotal saat ini ada 97 gerai Warunk Upnormal tersebar di seluruh Indonesia. Ditargetkan bakal ada tambahan 100 gerai baru sepanjang tahun ini.

Ke depannya, perusahaan akan membuka opsi pembayaran non tunai lainnya agar konsumen memiliki semakin banyak pilihan. Hanya saja, untuk tahap awal ini dimulai dari Go-Pay, lantaran memiliki basis pengguna aktif yang cukup tinggi.

Sarita melanjutkan, terkait pengembangan fitur di aplikasi, akan lebih difokuskan untuk program loyalitas. Konsumen akan diajak untuk mengumpulkan poin setiap kali bertransaksi dan bisa ditukar dengan sejumlah keuntungan. Aplikasi ini sudah dirilis sejak Oktober 2018 dan telah menjaring sekitar 30 ribu pengguna aktif.

Adopsi teknologi lainnya

Tak hanya untuk kebutuhan eksternal, secara internal grup juga mulai memanfaatkan teknologi terkini agar tetap sejalan dengan perkembangan teknologi. Sarita menyebutkan, perusahaan bekerja sama dengan studio game Agate untuk pengembangan game interaktif untuk pelatihan karyawan.

Di dalam game ini karyawan akan diberi arahan terkait penyajian pesanan dan cara memasak sesuai takaran. Visualnya sama seperti saat bermain game masak memasak. Secara internal, metode ini sudah dipakai untuk melatih karyawan Warunk Upnormal, namun baru sebatas gerai milik sendiri, belum untuk gerai franchise milik mitra.

“Sebab gerai dari mitra ini cakupannya sudah sangat luas, sampai Gorontalo. Untuk mengadakan sesi pelatihannya itu butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit, belum lagi kalau ada perubahan SOP. Kami masih menyempurnakan aplikasi game ini baru nanti dilepas untuk pelatihan mitra.”

Application Information Will Show Up Here

Produk E-Money Bank BUMN Berbasis Server Segera Dilebur Jadi LinkAja

Perusahaan fintech BUMN LinkAja (PT Finarya) bakal diresmikan pada 1 Maret 2019. Empat bank yang tergabung dalam Himbara (Perhimpunan Bank Negara) secara paralel akan melakukan migrasi produk e-money berbasis server milik mereka menjadi LinkAja.

BNI jadi bank pertama yang mengumumkan informasi peleburan ini kepada publik pada pekan lalu, bersamaan dengan T-Cash.

General Manager Divisi E-Banking (EBK) BNI Anang Fauzi menjelaskan, penyebaran informasi ini merupakan langkah bank dalam melakukan sosialisasi yang menurut aturan harus dilakukan setidaknya sebulan sebelumnya.

BNI menyebar informasi berbentuk pesan singkat ke konsumen tentang penggabungan produk Yap! dan UnikQu ke dalam LinkAja ini.

Di situsnya, BNI menjelaskan LinkAja adalah produk fintech sinergi milik BUMN (Himbara, Telkomsel, Pertamina, dan Jiwasraya) yang menghadirkan layanan untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi untuk kebutuhan masyarakat.

LinkAja akan jadi produk fintech milik BUMN yang fokus menjalankan bisnis e-money berbasis server. LinkAja menghadirkan layanan holistik dengan beragam fitur pembayaran, seperti pembayaran tagihan (listrik, PDAM, BPJS, internet), transaksi di merchant, pembayaran moda transportasi, hingga pembelian online.

Anang melanjutkan, saat ini secara paralel pihaknya sedang menyiapkan proses migrasi dengan baik agar pengalaman pengguna tetap baik dan nyaman. Secara bertahap migrasi dimulai dari Maret 2019. Namun ia enggan menjelaskan lebih detail apakah BNI akan jadi bank pertama yang meleburkan sistemnya dengan LinkAja.

“Migrasi bertahap di bulan Maret. Apakah BNI pas tanggal tersebut? Belum tahu, lihat kesiapan teknis nanti karena masih koordinasi. Tanggal launching nanti akan ada press release tersendiri,” jelasnya kepada DailySocial.

UnikQu dirilis pada 2016, sementara Yap baru tahun lalu. Bila ditotal, keduanya telah memiliki sekitar 400 ribu pengguna. Adapun jumlah merchant-nya sebanyak 200 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Anang berharap ide menggabungkan seluruh platform uang elektronik berbasis server dan e-wallet Himbara dan BUMN menjadi hal yang positif. Pasalnya penerimaannya akan sangat luas karena melibatkan semua BUMN yang ada.

Direktur IT BRI Indra Utoyo menambahkan, peleburan ke LinkAja ini hanya berlaku untuk produk e-money berbasis server. Sementara yang berbasis kartu masih dikelola sendiri oleh perbankan.

“Yang dialihkan bukan Brizzi tapi nasabah T-Bank yang berbasis server. Brizzi masih dikelola kami. Rencananya per bulan Maret 2019 sudah bisa beralih ke LinkAja,” katanya.

BRI merilis produk e-money berbasis server bernama T-Bank di 2013, yang kini disebutkan memiliki sekitar 520 ribu pengguna. Sementara kartu Brizzi sudah tersebar sebanyak 12,5 juta buah.

“Tentu kita berharap di era digital payment dengan kolaborasi LinkAja bisa lebih menguntungkan.”

Sementara itu, Bank Mandiri juga mengonfirmasi bahwa peresmian LinkAja akan dimulai pada 1 Maret.

“Ya. Rencana launch 1 Maret,” kata Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans.

Saat ini Bank Mandiri memiliki E-Money dan E-Cash yang bila ditotal jumlahnya mencapai 47 juta buah.

Rico tidak menjelaskan lebih detail bagaimana nasib Mandiri Pay setelah kehadiran LinkAja. Sebelumnya diinfokan Mandiri Pay akan jadi aplikasi pembayaran dengan pemindai QR yang terintegrasi dengan e-money, kartu debit, dan kredit. Modelnya seperti Yap yang diusung BNI.

Bank BUMN lain, BTN, juga turut mengisi berpartisipasi kepemilikan di LinkAja. Dibandingkan bank pelat merah lainnya, inovasi BTN tidak agresif. BTN baru merilis kartu e-money Blink hasil co-branding dengan Bank Mandiri E-Money.

Saat ini 99,99% saham di LinkAja (dengan entitas Finarya) dikuasai Telkomsel. Nantinya kepemilikan Telkomsel tersebut akan terdilusi seiring masuknya sejumlah BUMN yang tergabung dalam konsorsium. BNI, BRI, dan Bank Mandiri masing-masing akan menguasai 20%, Telkomsel (25%), BTN (7%), dan Jiwasraya (1%). Belum ada informasi lebih lanjut tentang Pertamina, yang disebut-sebut juga ikut di dalam konsorsium, dan jumlah kepemilikannya.

Wifi Porter Dirancang Agar Tak Ada Lagi Tamu yang Menanyakan Password Wi-Fi

Dewasa ini, kita mungkin lebih sering menanyakan password Wi-Fi ketimbang lokasi kamar mandi saat berkunjung ke rumah seseorang. Oke, mungkin imajinasi saya yang terlalu berlebihan, tapi setidaknya Anda sendiri punya gambaran mengenai pentingnya Wi-Fi dalam keseharian manusia modern.

Itulah mengapa perangkat seperti Wifi Porter ini punya alasan untuk eksis. Dikembangkan oleh firma desain Ten One Design, Wifi Porter berfungsi untuk memudahkan para tamu terhubung ke jaringan Wi-Fi saat bertandang ke rumah seseorang. Caranya cukup dengan mendekatkan ponsel ke Wifi Porter.

Ya, di balik rangka kayu minimalisnya, tersimpan chip NFC yang memungkinkan mayoritas perangkat Android maupun iPhone generasi terbaru (XS, XS Max dan XR) untuk tersambung secara instan. Seandainya ponsel milik sang tamu tidak dilengkapi NFC, cara lainnya bisa dengan memindai kode QR yang terpampang di sisi belakang Wifi Porter.

Wifi Porter

Selain di rumah atau apartemen, Wifi Porter juga sangat ideal ditempatkan di ruang rapat sebuah kantor maupun lokasi-lokasi lain di mana para pengunjungnya kerap menyambungkan perangkatnya ke jaringan Wi-Fi. NFC atau kode QR jelas merupakan solusi yang lebih praktis dan efisien ketimbang harus mengetikkan kata sandi yang rumit dan panjang.

Saat ini Wifi Porter dapat dipesan langsung melalui situs Ten One Design seharga $40 per unit, atau berupa bundel isi dua seharga $75, dan bundel isi empat seharga $129. Anda punya rumah atau apartemen yang sering disewakan via AirBnB? Saya kira Wifi Porter merupakan salah satu barang yang wajib untuk dimiliki.

Sumber: Digital Trends.