Terlepas Dari Sejumlah Kekurangan, Mayoritas Reviewer Menyukai Final Fantasy XV

Lamanya masa pengembangan Final Fantasy XV berdampak pada tingginya harapan serta antusiasme para fans, membuatnya jadi salah satu permainan yang paling dinanti di 2016. Tepat di tanggal 29 November ini, Square Enix akhirnya melepas mahakaryanya itu – maka jangan heran jika ada beberapa rekan Anda yang cuti atau tiba-tiba ‘sakit’ dalam satu atau dua hari ini.

Meski FFXV sangat ditunggu-tunggu, aturan main membeli game tetaplah sama: sebelum mengeluarkan uang, Anda sangat direkomendasikan untuk membaca ulasan-ulasannya terlebih dulu. Dan di artikel ini, saya sudah menyiapkan rangkumannya.

Menurut saya, review tanpa skor Eurogamer merupakan yang paling komprehensif. Mereka memuji banyak faktor di FFXV, di antaranya ialah chemistry masing-masing karakter utama, sistem pertempuran, sampai penyajian open world. Sayangnya, ada kelemahan di sisi penyampaian cerita dan plot. Sang reviewer berpendapat, narasi FFXV berpotensi membingungkan para pendatang baru, bahkan potongan-potongan trailer Omen dan adegan di film Kingsglaive tak bisa mengobatinya.

GamesRadar sendiri memberikan skor tinggi, yakni 9 dari 10, mengapresiasi tiga faktor dalam game: epiknya dunia permainan, kekompakan dari empat tokoh utama ala anime-nya, serta cara Square Enix menyuguhkan pertempuran. Meski demikian, GamesRadar juga mengakui bahwa jalan cerita FFXV berantakan serta tak masuk akal. Sang pengulas berpendapat, boleh jadi hal ini adalah dampak dari tercampur aduknya beragam ide dalam lamanya proses penggarapan.

Andrew Reiner dari Game Informer bilang, FFXV tak seperti RPG open world yang pernah ia mainkan. Developer berusaha mati-matian untuk membuatnya unik, dan meski keputusan itu membuat desain game sedikit bermasalah, Final Fantasy XV tetap mampu menyuguhkan pengalaman bermain yang memuaskan. Game Informer berharap, Square Enix berkenan memanfaatkan struktur permainan serupa FFXV di kreasi-kreasi mereka selanjutnya.

Gamespot menyodorkan skor 8 buat FFXV. Sang reviewer tidak menyalahkan jika ada fans ataupun gamer baru yang kecewa dengan permainan ini. Karakter-karakter permainan kurang mengesankan, lalu plot-nya gampang ditebak. Beberapa hal terasa dangkal, namun aspek lainnya terlalu kompleks. Walau demikian, keindahan dunia game serta kontennya membuat Gamespot tetap merekomendasikan Anda menikmati Final Fantasy XV.

Skor paling rendah diberikan oleh ThisGenGaming, hanya 7 dari 10. Di judul ulasan, Charlie Oakley menuliskan bahwa FFXV merupakan pengalaman mengecewakan untuk pemula. Hype tidak sesuai dengan eksekusi. Sang pengulas memang memuji penyampaian karakter, dialog mereka, dan kemampuan permainan menghidangkan sensasi berpetualang. Sayang sekali aspek-aspek negatif menodai hal itu, ditambah lagi game berjalan kurang optimal di Xbox One.

Via situs agregat review OpenCritic, Final Fantasy XV berhasil mengumpulkan skor rata-rata sementara 85.

Apakah Watch Dogs 2 Lebih Baik Dari Game Pertamanya?

Tepat di tanggal 15 November ini, Ubisoft merilis Watch Dogs 2 di Xbox One dan PlayStation 4, segera disusul versi PC-nya dua minggu lagi. Permainan action open world ini menyuguhkan beragam perubahan serta penyempurnaan pada gameplay. Jika Anda sedang menimbang-nimbang untuk membeli Watch Dogs 2, beberapa media sudah memublikasikan ulasan-ulasan mereka.

Tentu saja pertanyaan mayoritas gamer adalah, apakah Watch Dogs 2 lebih baik dari permainan pertamanya? Memang ada sedikit kendala teknis di awal pelepasannya, tapi Anda tak perlu cemas, sejauh ini Watch Dogs 2 memperoleh respons positif dari para reviewer.

Zack Furniss dari Destructoid menyodorkan skor 8.5 buatnya. Ia memuji keputusan Ubisoft untuk tidak hanya fokus pada kuantitas konten, tapi juga memberikan kebebasan bagi pemain dalam menikmatinya. Walaupun mengangkat tema yang serius, jalan ceritanya lebih ringan, lebih mengesankan, dan lebih menyenangkan. Destructoid menyukai presentasi unik dari tiap karakter game, dan kini reviewer tidak sabar menanti permainan ketiga di seri ini.

Menariknya, IGN ialah salah satu media yang memberikan nilai paling rendah, hanya 6.5 di artikel review-in-progress mereka. IGN memuji bervariasinya misi, elemen puzzle serta banyaknya aktivitas (dari mulai balapan hingga jadi supir ala Uber); sayangnya kendala teknis menyebabkan hampir seluruh mode multiplayer Watch Dogs 2 tidak bisa diakses. Sang pengulas mengeluhkan hal ini, dan menyarankan Anda baru membeli game setelah developer memperbaikinya.

Apresiasi tertinggi diungkapkan oleh Cheat Code Central dengan skor 4.9/5.0. Reviewer Jenni Lada bilang ia menyukai Marcus dan kawan-kawannya, lalu menurutnya, cerita permainan mewakilkan masalah di dunia nyata dan membuat para pemain jadi berpikir. Di segi gameplay, Watch Dogs 2 menawarkan keleluasaan menjelajahi kota San Francisco, membebaskan Anda mengerjakan beragam aktivitas dan side quest, atau silakan fokus menyelesaikan narasi utamanya.

Polygon menjelaskan, Watch Dogs 2 mengisahkan bagaimana rasanya jadi pemuda yang marah pada sistem, dan merasa yakin bahwa Anda sedang melakukan hal terbaik. Permainan ini penuh energi dengan fitur hacking yang lebih pintar. Jalan ceritanya berada di titik seimbang antara tema serius dan konyol. Meski begitu, Polygon berpendapat bahwa perbaikan pada sejumlah aspek permainan belum bisa mengeluarkan seluruh potensinya. Watch Dogs 2 mendapatkan nilai 8 dari mereka.

Skor 4.5/5 dari Hardcore Gamer merupakan salah satu yang paling tinggi. Bagi reviewer Chris Shive, Watch Dogs 2 menyajikan apa yang seharusnya disajikan oleh sekuel, yaitu tetap menghidangkan aspek andalannya sembari menyempurnakan kekurangan di game sebelumnya. Dalam Watch Dogs 2, Ubisoft berhasil menemukan formula yang membuat Grand Theft Auto V begitu epik namun tak lupa diperkaya ide-ide baru sehingga petualangan Marcus Holloway terasa menyegarkan.

Di situs agregat review  OpenCritic, Watch Dogs 2 berhasil memperoleh skor sementara 84.

Antusiasme Reviewer Terhadap Call of Duty: Infinite Warfare Tak Setinggi Harapan Activision

Minggu lalu, persaingan antara game Call of Duty baru dengan dua permainan shooter andalan EA akhirnya dimulai. Sayang sekali perilisan Infinite Warfare diwarnai masalah. Mereka yang membeli game di Windows Store tak bisa bermain bersama gamer di Steam, memicu penurunan tajam angka pemain. Padahal, penjualan Infinite Warfare sendiri jauh lebih sedikit dari Black Ops 3.

Terlepas dari bundel eksklusif versi remaster Modern Warfare, ada kemungkinan gamer merasa lelah pada formula game yang begitu-begitu saja meski kali ini Infinity Ward mengangkat tema sci-fi di judul terbarunya. Rata-rata para reviewer tampaknya mempunyai opini serupa, menunjukkan kurangnya rasa antusias dalam ulasan-ulasan mereka.

Gamesbeat adalah salah satu media yang memberikan penilaian tinggi, 93. Reviewer Dean Takahashi mengapresiasi kombinasi gameplay tradisional Call of Duty di latar belakang baru sehingga fans tidak merasa bosan. Menurutnya, hal ini ialah efek positif dari kegagalan Call of Duty: Ghosts, memaksa Infinity Ward mengambil langkah beresiko untuk mengubah penyajian game. Ceritanya lebih baik, dan ada banyak momen-momen mengesankan.

Infinite Warfare mendapatkan skor empat dari lima bintang dari GamesRadar. Leon Hurley berpendapat, kesan Call of Duty tidak bisa dihilangkan dari game, tapi jalan cerita Infinite Warfare terasa lebih berbobot dari permainan sebelumnya, lalu setting dunia sci-fi-nya masuk akal. GamesRadar turut memuji struktur misi permainan yang terbuka, dan berkat adegan-adegan pertempuran dengan pesawat Jackal, gameplay jadi lebih bervariasi.

Bagi Destructoid, Infinite Warfare masih lebih baik dari Ghosts. Kehadiran mode zombie di sana memperkaya konten, kemudian multiplayer-nya tidak mengecewakan meski momentumnya telah disusul oleh Titanfall. Namun jika mengharapkan sesuatu yang baru atau pengalaman campaign yang lebih lama, Destructoid menyarankan Anda buat berpaling dari Infinite Warfare. Tentu saja, kehadiran versi remaster Modern Warfare menambah nilai jualnya.

Giant Bomb sangat menyukai campaign Infinite Warfare, menyebutnya sebagai mode singleplayer Call of Duty terbaik berisi pertempuran yang sangat keren. Sayangnya, sisa konten permainan tidak memuaskan, dan kekurangan itu tidak bisa ditutupi oleh kehadiran Modern Warfare. Giant Bomb mempertanyakan praktek bundel remaster Modern Warfare bersama Infinite Warfare, dan berharap Activision berkenan menjualnya secara terpisah. Mereka hanya menyodorkan nilai 6.

PC Gamer  merupakan salah satu media yang memberikan nilai paling rendah: 48 dari 100. Infinite Warfare tampil cantik, namun game ini minim improvisasi dan populasi multiplayer-nya di platform PC terus menurun. Konten bonus seperti mode zombie serta remaster Modern Warfare malah lebih baik dari ‘atraksi utama’, tapi penawaran itu tetap tidak menarik saat Activision mematok harga US$ 70. Reviewer Tyler Wilde bilang, ia jauh lebih menikmati Titanfall 2.

Di situs agregat review OpenCritic, Call of Duty: Infinite Warfare hanya berhasil mendapatkan skor sementara 76.

Para Reviewer Ungkapkan Apresiasi Tinggi Terhadap Titanfall 2

Titanfall 2 ialah game shooter blockbuster kedua yang EA lepas di bulan Oktober, memberikan alternatif bagi gamer yang lebih menyukai tema futuristis. Antisipasi gamer cukup besar karena developer Respawn Entertainment telah berjanji mereka akan menyempurnakan sejumlah aspek di permainan: kini betul-betul memisahkan elemen campaign singleplayer dan multiplayer.

Sedang menimbang-nimbang apakah Titanfall 2 layak dibeli? Ada datang ke tempat yang tepat. Beberapa hari sebelum peluncurannya di PC, Xbox One dan PlayStation 4, reviewer-reviewer ternama telah memublikasikan ulasan mereka, dan di artikel ini Anda bisa menyimak rangkumannya.

Agar seru, saya memulainya dari media yang memberikan skor paling rendah sejauh ini: Polygon. Arthur Gies mengeluhkan ketidakkonsistensian Titanfall 2, padahal seluruh mode permainan telah didukung mekanisme permainan fantastis. Game terasa lebih lengkap dari sebelumnya, sayang penyajiannya kurang pas. Atas dasar ‘hilangnya fokus’, Polygon cuma menyodorkan nilai 7 dari 10.

Kontras dari Polygon, Game Informer menghadiahkan Titanfall 2 nilai sangat tinggi, 9.5/10. Javy Gwaltney memuji tingginya kualitas singleplayer dan melimpahnya konten multiplayer, memungkinkan pemain menikmati game dengan gaya mereka sendiri. Di era ketika developer harus mengorbankan satu mode buat fokus ke mode lain, Titanfall 2 merupakan sebuah paket lengkap. Bagi Game Informer, Titanfall 2 adalah game wajib pecinta first-person shooter.

Gamespot punya pendapat senada. Sedikit konfigurasi pada multiplayer membuat Titanfall 2 lebih dinamis dan lebih pintar. Lalu singleplayer-nya secara cerdas mampu membangun momentum di tiap misi, dengan klimaks bombastis, menuntut Anda mengeluarkan seluruh kemampuan pilot dan Titan. Game ini mengerti bahwa, kadang kala, laju harus diturunkan agar pemain bisa menikmati seluruh kontennya. Bagi Gamespot, Titanfall 2 ialah sekuel fantastis, shooter energik, dan game spektakuler.

Bagi TrustedReviews, Titanfall 2 merupakan kejutan terbaik di musim gugur 2016. Game ini pintar, momentumnya digarap sempurna, dan dipenuhi adegan-adegan menegangkan; tidak sulit baginya buat menyingkirkan Halo 5 dan Killzone: Shadow Fall, serta menjadi penghalang terbesar bagi Call of Duty: Infinite Warfare untuk merebut gelar sci-fi shooter terbaik di 2016. Tanpa ragu, sang reviewer bilang bahwa Titanfall 2 adalah kreasi Respawn paling baik dan paling esensial.

Digital Spy sendiri mengaku, Titanfall 2 bukan hanya sekuel istimewa, tapi juga menyempurnakan game pertamanya dengan campaign singleplayer yang luar biasa. Di sana, permainan sukses mengombinasikan aksi bertempo cepat dan akrobat bersama narasi jempolan. Dan saat bagian ini rampung, robot-robot rakasa telah menanti Anda di dalam multiplayer. Digital Spy menyuguhkan skor 4.5 dari 5 bintang pada ‘mahakarya digital’ ini.

Di situs agregat OpenCritic, Titanfall 2 memperoleh skor rata-rata sementara 86 dari 100. Akan ada lebih banyak review diterbitkan menjelang perilisannya, yakni tanggal 28 Oktober 2016.

Titanfall 2 2

Sajikan Medan Tempur Perang Dunia Pertama Merupakan Arahan Tepat Bagi Battlefield 1

Meski didukung nilai produksi tinggi, kelemahan utama Star Wars: Battlefront ialah kontennya yang ringan dan casual. Itu mengapa penantian Battlefield 1 terasa menggelisahkan bagi fans. Mereka cemas ‘penyakit’ Battlefront akan menular ke game baru DICE itu, apalagi gamer masih bisa mengingat kurang mulusnya pelepasan Battlefield 4. Lalu bagaimana nasib Battlefield 1?

Battlefield 1 dijadwalkan untuk meluncur tanggal 21 Oktober besok, dan game sudah lebih dulu dijajal oleh para media ternama. Kabar gembiranya, ulasan-ulasan mereka mengindikasikan bahwa DICE berhasil meramu permainan secara optimal. Developer lagi-lagi membuktikan, mengombinasikan elemen sejarah dengan formula action merupakan kemahiran utama mereka.

Battlefield 1 1

Dahulu sempat memberikan skor sangat rendah untuk Battlefield 4, Polygon kini menyatakan bahwa Battlefield 1 jauh di luar ekspektasi mereka. Game memang tidak lepas dari sedikit kendala, tapi DICE tampak tidak takut mengambil resiko. Mode multiplayer  Battlefield 1 terasa berbeda, lalu singleplayer-nya digarap dengan penuh keterampilan. Selain diakui sebagai salah satu permainan terbaik di seri ini, Battlefield 1 juga menyuguhkan konten terlengkap.

Battlefield 1 4

The Daily Dot mengapresiasi cara DICE dalam membuat game jadi tidak membosankan: menghidangkan persenjataan asli ‘yang menyenangkan untuk dipakai’ meski saat itu jumlahnya tidak banyak, lalu membuat zeppelin terbang rendah sehingga bisa bertempur langsung melawan pasukan darat. Memang tidak akurat, tapi jadi sangat menyenangkan. Bagi Daily Dot, Battlefield 1 tersaji cantik dan mampu memberi rasa segar di genre action yang disesaki tema-tema futuristis.

Battlefield 1 2

Destructoid sendiri masih mengulik permainan, namun dalam review-in-progress, mereka menyampaikan kekaguman pada bagaimana Battlefield 1 menyampaikan cerita ala film dokumenter, serta berharap DICE dapat menjaga kualitas dan menyiapkan konten tambahan di singleplayer dalam season pass. Untuk multiplayer-nya sendiri, DICE memang sengaja mengorbankan aspek realisme demi keseimbangan gameplay, dan hal ini patut dipuji.

Gamespot memberikan Battlefield 1 nilai tinggi setara Overwatch, yakni 9 dari 10. Menurut reviewer Miguel Concepcion, EA berhasil membuktikan bahwa Perang Dunia pertama layak dijadikan setting permainan shooter. Developer juga mengedepankan negara-negara yang berperan besar dalam membentuk hidup kehidupan kita sekarang – beberapa dari mereka mungkin sudah tak ada lagi. Selain medium hiburan, Battlefield 1 dapat jadi alat edukasi sejarah mengasikkan.

Battlefield 1 3

Sejauh ini, penilaian terendah diberikan oleh Attack of the Fanboy. Menurut sang pengulas, bergesernya haluan Battlefield ke cerita-cerita yang lebih intim dipadu kualigas audio dan visual jempolan membuat mode singleplayer-nya sangat menarik. Sayang multiplayer-nya terasa kurang ambisius dibanding judul-judul Battlefield terdahulu, walaupun masih sanggup memuaskan fans yang menginginkan kacaunya pertempuran dan keharusan bekerja sama.

Di situs agregat review  OpenCritic, Battlefield 1 mencetak skor rata-rata 85. Sama sekali tidak mengecewakan.

Simak Pendapat Para Reviewer Mengenai Sony PlayStation VR

Bulan Oktober ini menandai langkah resmi Sony masuk ke kancah persaingan headset virtual reality yang sudah dimulai oleh Rift dan Vive berbulan-bulan lalu. Keduanya memang didukung teknologi canggih, tapi PlayStation VR menyimpan setidaknya dua senjata andalan: 40 juta lebih playerbase PlayStation 4 serta harga terjangkau dibanding rival-rivalnya itu.

PlayStation VR baru benar-benar dilepas ke publik pada tanggal 13 Oktober nanti, namun beberapa media ternama sudah lebih dulu menjajal headset virtual reality eksklusif console PS4 tersebut. Dan lewat Artikel ini, Anda bisa menyimak apa pendapat para reviewer mengenainya. Sedikit bocoran: beberapa dari mereka terlihat sangat puas.

PlayStation VR

Brett Phipps dari TrustedReviews memberi PSVR skor sempurna, lima dari lima bintang. Ia menjelaskan bahwa headset Sony sudah didukung banyak game, mudah dipasang, nyaman dikenakan oleh user berkacamata, superior dalam menyajikan film, dan walaupun jadi produk VR termurah di kelasnya, tidak ada kompromi terhadap performa dan kualitas. Meski demikian, TrustedReview mengaku level detail dan immersion belum mampu menyamai Vive.

The Verge sendiri bilang, performa PSVR yang tergolong ‘cukup baik’ membuatnya istimewa. Device tidak memberikan terobosan besar, kurang ambisius, bahkan Sony tidak menawarkan alasan kuat untuk membelinya. Walau begitu, ia menghidangkan keseimbangan, kenyamanan, dan ditopang koleksi konten yang menarik. Dibanding kompetitor, PSVR memang jauh lebih murah, tapi tetap saja harganya berada di atas bundel console.

PlayStation VR 1

Diklaim mempunyai mutu mendekati PC serta memuji banyaknya pilihan game, Nick Pino dari TechRadar menyampaikan bahwa PSVR adalah sebuah perkenalan ke konten VR berkualitas yang terjangkau. Level ketajaman dan immersion tidak sebaik Rift atau Vive, tapi untuk sebuah sistem bertenaga console PlayStation 4, tak ada banyak hal yang dapat dikeluhkan. Setelah mencobanya, Anda akan penasaran buat mencicipi BioShock Infinite atau GTA V di mode VR.

Salah satu penilaian terendah diungkapkan oleh Stuff, hanya menyodorkan tiga dari lima bintang. Terlepas dari harga ekonomis dan kapabilitas menangani konten dengan baik, reviewer Tom Parsons berargumen bahwa teknologi-teknologi pendukung PlayStation VR-lah yang menghambat headset. Menurutnya, akan lebih baik jika Sony turut menyediakan kamera serta motion controller baru. Harganya sudah tepat, namun PSVR belum bisa menyuguhkan pengalaman terbaik.

PlayStation VR 2

Gamespot melihat sebuah kendala teknis yang bisa berbuntut panjang: banyak game-game PSVR belum berjalan optimal dan menyebabkan pengguna jadi pusing. Jika hal ini tidak buru-buru ditangani, ia akan memberi kesan bahwa virtual reality dapat memicu rasa mual. Selain itu, reviewer Jimmy Thang berpendapat, tidak ada alasan kuat untuk memiliki PSVR. Gamespot malah menyarankan Anda menabung buat membeli headset VR yang lebih canggih.

Sudahkah Saatnya Beralih ke New PlayStation 4? Simak Rangkuman Review-nya

Semakin canggih dan menuntutnya konten digital mendorong Sony me-refresh console current-gen mereka serta menyiapkan sistem pamungkas buat menangani VR. Hal ini menarik sekaligus mengesalkan developer dan gamer karena perbedaan hardware berpotensi memicu terciptanya kesenjangan di kalangan pemain. Tapi sebelum PS4 Pro dilepas, kita perlu tahu dulu apakah varian standar perlu diganti dengan New PlayStation 4 yang lebih ramping.

Untuk menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita menyimak ulasan para reviewer yang sudah lebih dulu mencobanya. Ini dia rangkumannya:

IGN menyampaikan, secara keseluruhan PlayStation 4 baru ini memenuhi tugasnya dengan sangat baik, meskipun tidak menawarkan peningkatan signifikan. Sang reviewer mengeluhkan, wujudnya tidak lebih kecil dari yang ia harapkan dan sistem ventilasinya terbilang minim. PS4 slim juga tidak mempunyai port audio optical, sehingga tak bisa dipasangkan ke perangkat audio high-end. Bagi IGN, tidak ada alasan buat mengganti PS4 Anda dengan versi ‘New’ ini.

TrustedReviews menilai, rancangan ramping New PlayStation 4 boleh jadi bukanlah favorit semua orang, namun tetap sebuah langkah ke arah yang tepat. Ia lebih kecil, bekerja lebih hening, dan mengonsumsi listrik lebih sedikit – membuatnya jadi ‘PS4 terbaik di pasar saat ini’. Sebetulnya tidak ada dalih kuat buat membelinya, kecuali Anda sama sekali belum memiliki PS4 dan tidak tertarik bermain game di TV 4K/HDR. Jika video jadi perhatian Anda, maka Xbox One S merupakan opsi lebih baik.

T3 sendiri bilang bahwa tidak ada salahnya mengadopsi versi baru console favorit ini. Harganya terjangkau, controller-nya juga jempolan, meski reviewer mengeluarkan pernyataan senada media lain: menyayangkan hilangnya port audio optical dan merasa kurang ‘sreg’ dengan rancangannya. Sebelum membeli, T3 meminta Anda bertanya satu hal pada diri sendiri: apakah Anda menginginkan kemampuan 4K? Jika iya, maka PS4 Pro ialah console yang Anda cari, atau silakan lirik Xbox One S.

Respons paling hangat diungkap oleh Stuff. Bagi sang reviewer, PS4 Slim menyempurnakan hampir seluruh aspek sang pendahulu: lebih kecil, lebih ringan, lebih hening dan lebih murah. Mereka juga mengerti, beberapa orang pasti akan ‘merindukan’ koneksi audio optiknya. Terlepas dari itu, lagi-lagi komentar Stuff identik seperti rekan-rekan sejawatnya, menyarankan Anda menambahkan sedikit modal dan meminang PlayStation 4 pro. Andai bukan untuk sekarang, maka buat masa depan ketika Anda telah memiliki TV 4K.

Kesimpulan dari Mirror  buat PS4 Slim cukup sederhana: versi tipis dan padat console Sony ini patut jadi pertimbangan jika Anda sedang mencari alternatif yang lebih ringan di dompet serta di lemari. Tapi tanpa upgrade besar-besaran, Anda jangan berharap ada dongkrakan visual ataupun performa. Seandainya Anda menginginkan hal tersebut, silakan tunggu PlayStation 4 Pro.

Apa Nasib ReCore Lebih Baik dari Mighty No. 9? Ayo Simak Pendapat Para Reviewer

Setelah performa Mighty No. 9 yang mengecewakan, perhatian tertuju pada ReCore. Ekspektasi jadi kian tinggi karena selain dinahkodai Keiji Inafune, permainan turut digarap oleh tim pencipta Metroid Prime serta didukung Microsoft. ReCore dilepas hari ini di Xbox One serta PC, dan pertanyaannya adalah: apakah kombinasi tiga nama besar itu mampu menghasilkan sebuah mahakarya?

Sayang sekali jawabannya bukan seperti yang kita harapkan. Respons reviewer terhadap ReCore memang lebih baik dari Mighty No. 9, namun ia tidaklah sehebat janji Comcept dan Armature Studio. Di situs agregator OpenCritic, ReCore cuma mendapatkan nilai ‘lemah’.

ReCore Inquisitive Mack

IGN mengakui bahwa skala permainan ReCore cukup mengejutkan. Awalnya, dunia permainan memang asik untuk dijelajahi, tetapi tidak banyak hal menarik terjadi di sana, termasuk jika dilihat dari perspektif sistem pertempuran. Menurut reviewer Vince Ingenito, dunia game tersaji terlalu luas dan pada akhirnya menyuguhkan konten yang sama. IGN hanya memberikan nilai 73.

Kritik GamesRadar lebih pedas lagi. Sam Prell mengungkapkan, game memang dibekali ide-ide unik, tapi eksekusinya berantakan: ReCore dipenuhi bug dan kendala teknis semisal lamanya waktu load. Lalu di sisi gameplay, musuh-musuh menggunakan cara-cara ‘murahan’ buat mengalahkan Anda, misalnya mengeksploitasi kemampuan skill stun berkali-kali. Kemudian, tingkat kesulitan tiba-tiba meroket di bagian akhir permainan.

ReCore 2

GameSpot cuma memberikan nilai 6 buat ReCore. Sang pengulas bilang, ReCore mempunyai pesona permainan platformer era Gamecube serta Dreamcast, dan kelirunya arahan developer sangat disayangkan. Lagi-lagi aspek teknis jadi kendala, Gamespot mengeluhkan lamanya waktu load di console Xbox One – memaksanya menunggu dua sampai tiga menit. Beberapa kali, game juga berhenti tiba-tiba serta mengalami crash.

Review terbaik diberikan oleh WCCFtech dengan nilai 80. Francesco De Meo memuji jalan cerita, formula gameplay serta melimpahnya konten, menyarankan ReCore bagi mereka yang sedang mencari permainan action adventure. Meski demikian, WCCFtech melihat adanya kelemahan dari minimnya tantangan, sehingga menyebabkan pertempuran jadi repetitif. Mereka juga mengonfirmasi kehadiran bermacam-macam masalah tekniks.

ReCore 1

Keri Honea dari Game Revolution mengaku bahwa narasi dan gameplay ReCore mampu membuatnya kecanduan selama beberapa jam pertama. Tapi setelah itu, permainan jadi terasa hambar dan ‘kecantikan’ para karakternya mulai pudar, seakan-akan game berjalan mundur ke era PlayStation 2. Hanya keinginan buat menyelesaikan ceritanya-lah yang mendorong sang reviewer untuk menyelesaikan ReCore.

Saat artikel ini ditulis, ReCore memperoleh skor rata-rata 61 dari 28 reviewer yang berhasil dirangkum OpenCritic; dan mendapatkan nilai 63 dari 28 media di Metacritic untuk versi Xbox One.

ReCore 4

Seperti Apa Komentar Para Game Reviewer Mengenai No Man’s Sky?

Penantian panjang akhirnya usai beberapa jam lalu saat No Man’s Sky resmi dirilis di PS4, meski gamer PC harus sabar menunggu hingga tanggal 12 Agustus. Di momen peluncuran permainan, Anda mungkin sudah mendengar banyak kabar mengenainya, dari mulai klarifikasi developer bahwa ia bukan permainan multiplayer hingga update besar untuk memoles konten.

Sebagai salah satu game dengan hype tertinggi, pertanyaan terbesarnya adalah, apakah Hello Games menggarap No Man’s Sky sesuai janji mereka? Saat artikel ini ditulis, belum ada satu pun media memublikasikan ulasan lengkap (mengingat besarnya permainan), namun Anda bisa menyimak rangkuman dari kesan-kesan awal para reviewer. Silakan dinikmati:

No Man's Sky 3

Dalam sesi tes selama 10 jam, Polygon menyampaikan, No Man’s Sky memberikan sensasi yang sulit ditandingi: ketika Anda lepas landas dari permukaan planet, terbang melesat menuju planet lain, melewati atmosfer hingga mendarat; semuanya disajikan tanpa loading. Sejauh ini, pengalamannya menyenangkan karena lokasinya sangat bervariasi, namun keharusan mengumpulkan sumber daya buat bertahan hidup sedikit menghambat eksplorasi.

No Man's Sky 4

Destructoid menilai, No Man’s Sky mampu memuaskan dahaga pecinta sci-fi, tapi mereka juga bilang bahwa game kemungkinan bukan seperti harapan banyak orang. Ia dideskripsikan sebagai campuran antara Minecraft dan space  simulator, disajikan dalam perspektif orang pertama. Ketiadaan mode multiplayer ditambah dunia virtual yang begitu luas membuat pemain terasa terisolasi.

No Man's Sky 5

Menurut IGN, butuh banyak waktu untuk menakar seluruh aspek No Man’ Sky, dan besarnya permainan membuat mereka kewalahan. Game mendorong Anda untuk terus bereksplorasi dan membuka teknologi-teknologi baru. Senada dengan Polygon, sensasi menjelajahi bintang memang mengagumkan, dan Anda dapat melakukannya saat sudah menemukan cara membuat bahan bakar. Sistem pertempuran No Man’s Sky cukup ringan, dan kematian karakter protagonis tak memberi penalti besar bagi pemain.

No Man's Sky 1

Komentar kurang hangat diungkap oleh US Gamer. Repetisi di sejumlah aspek No Man’s Sky tampaknya jadi masalah. Lalu minimnya aksi tempur membuat reviewer bertanya-tanya, apa lagi yang bisa disuguhkan permainan selain meminta Anda mengumpulkan sumber daya. Untung saja, rasa penasaran dan kejutan di tiap tempat mendorong gamer buat terus bertualang, baik di permukaan planet hingga menuju planet terdekat.

No Man's Sky 2

Metro GameCentral mengeluhkan minimnya variasi gameplay, apalagi seharusnya No Man’s Sky mensimulasikan jagat raya. Dari enam planet yang dijelajahi, reviewer merasa semuanya cukup mirip: tumbuh-tumbuhan dan fauna liar tampak sama dengan sedikit perbedaan pada fisik serta warna. Namun bertolak belakang dari US Gamer, MGC memuji aspek pertempuran, karena ternyata lebih baik dari harapan sebelumnya.

Masih belum dapat menentukan apakah No Man’s Sky layak dimainkan atau tidak? Jangan lupa simak video review dari Jim Sterling di bawah:

EDIT: Ada sedikit perbaikan pada judul.

Rangkuman Review Xbox One S, Apakah Versi Slim Console Current-Gen Microsoft Ini Layak Anda Miliki?

Gelombang pertama versi mungil console current-gen Microsoft yang diberi nama Xbox One S akhirnya meluncur kurang dari dua bulan setelah ia resmi diperkenalkan, tepatnya di tanggal 2 Agustus kemarin. Sejumlah website teknologi dan gaming ternama sudah menguji sistem game anyar itu secara intensif dan mempublikasi ulasannya beberapa jam lalu.

Apakah Xbox One S layak dimiliki, dan haruskah gamer Xbox beralih ke varian anyar itu? Ayo simak tanggapan para reviewer:

Menurut Gamespot, kehadiran Project Scorpio di tahun depan menyebabkan Xbox One S berada di posisi yang janggal. Mereka mempertanyakan, untuk siapa sebenarnya sistem ini ditujukan? Jika sudah mempunyai versi terdahulu, reviewer beropini bahwa One S tidak menawarkan banyak perbedaan, kecuali Anda benar-benar menginginkan sistem game berfitur HDR dan video 4K sekarang juga.

Di ulasan singkatnya, Ryan McCaffrey dari IGN bilang bahwa sebagai pemilik Xbox One, ia lebih baik menghemat uang dan menunggu Scorpio. Pada dasarnya, Xbox One S tak memberi banyak manfaat seandainya Anda tidak mempunyai TV 4K HDR. Meski demikian, IGN memuji Microsoft karena kehadiran Xbox One S artinya memberikan lebih banyak pilihan bagi konsumen, serta membuat Xbox One tipe standar turun harga.

Tim Digital Foundry Eurogamer merasa fitur video 4K Xbox One S kurang dikembangkan secara sempurna, kemudian performa GPU-nya belum mampu memberikan perbedaan signifikan buat meningkatkan pengalaman bermain. Namun mereka mengapresiasi Microsoft karena Xbox One S menyuguhkan segala permintaan fans, satu contohnya ialah desain yang lebih kecil dan lebih baik. Eurogamer mengakui, Xbox One S merupakan sebuah lompatan penting dari varian standar.

Dibanding media lain, pandangan Engadget sangat menarik. Di judul ulasan, mereka menekankan: Xbox One S ialah penerus sejati Xbox 360. Tapi bagian konsklusi terasa senada dengan IGN dan Gamespot: Xbox One S tidak wajib dimiliki kecuali Anda mempunyai TV high-end. Satu-satunya keunggulan versi slim ini adalah ruang penyimpanan yang lebih luas, namun bukan alasan kuat karena Anda sebetulnya bisa meng-upgrade kapasitas storage Xbox One standar.

Tech Radar sendiri memberikan Xbox One S skor tinggi, 4,5 dari 5 bintang. Bagi mereka, Xbox One S menetapkan sebuah tingkatan baru dalam pengembangan console, yang seharusnya Microsoft lakukan tiga tahun lalu. Xbox One S lebih anggun, lebih murah (dibanding varian bundel Kinect 2.0), dan lebih bertenaga dari sang pendahulu. Tak hanya sempurna bagi konsumen yang ingin mulai menikmati game Xbox, Tech Radar menilai, upgrade dari Xbox One ke Xbox One S merupakan langkah pintar.

Meski tampaknya bukan sebuah produk ‘esensial’, respons media terhadap Microsoft Xbox One S terbilang cukup positif.