Pemerintah Siapkan Regulasi tentang Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Kreatif

Pemerintah saat ini sedang membahas regulasi yang akan menggantikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, terhitung sudah resmi tidak berlaku lagi sejak 2015. Draft regulasi sudah jadi dan pembahasan antar kementerian dan lembaga (KL) masih terus bergulir.

Rencananya Bekraf dan kementerian terkait akan membentuk kelompok kerja untuk membahas lebih lanjut sebelum diresmikan Presiden. Regulasi tersebut dikatakan sudah lewat tahap pembahasan di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Targetnya akan segera terbit pada tahun ini.

Sebelumnya, Inpres ini disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (pada saat itu) dengan menugaskan Kementerian Perdagangan yang dipimpin Mari Elka Pangestu sebagai koordinator pengembangan ekonomi kreatif antar KL terkait.

Inpres memuat kebijakan pengembangan 14 sub sektor industri kreatif sepanjang tahun 2009 sampai 2015. Terdapat 28 KL yang diinstruksikan terlibat dalam ekonomi kreatif, mulai dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perdagangan, hingga level Gubernur, Bupati/Walikota.

Namun ketika Mari Elka pindah tugas menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia pada 2011, Inpres tersebut belum mengalami perbaharuan sama sekali hingga akhirnya kadaluarsa di 2015. Inpres tidak lagi aktif sampai pemerintah membentuk Bekraf melalui Peraturan Presiden (PP) Nomor 6 Tahun 2015.

“Kami sedang mengusahakan aturan ini terbit lagi, supaya tidak jalan sendiri-sendiri. Aturan ini akan jadi instruksi presiden tentang strategi nasional pengembangan ekonomi kreatif, di dalamnya akan berisi detil tentang pokok tugas KL sebab banyak sekali persimpangan di ekonomi kreatif,” terang Wakil Kepala Bekraf Ricky J Pesik, Kamis (2/3).

Nantinya, dalam aturan terbaru akan menentukan kementerian yang bakal ditunjuk untuk pengembangan salah satu sektor ekonomi kreatif, membantu Bekraf sebagai lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas mendorong pengembangan 16 sektor ekonomi kreatif Indonesia. Tujuannya agar tidak saling tumpang tindih dan menciptakan efisiensi.

Ricky memastikan ketika regulasi ini diresmikan hal pertama kali yang akan dilakukan Bekraf adalah melakukan komunikasi antar KL untuk penyelarasan program. Lagipula, Bekraf membutuhkan payung hukum yang lebih kuat agar dapat berkoordinasi dengan antar KL. Pasalnya, dalam beberapa kementerian memiliki aturan tersendiri untuk ekonomi kreatif.

Ricky mencontohkan Bekraf membutuhkan koordinasi dengan Kemendikbud untuk industri film dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait dicabutnya bioskop dari daftar negatif investasi (DNI).

“Kerja besarnya kita harus mapping semua kegiatan terkait ekonomi kreatif di seluruh KL, tujuannya supaya kelihatan ruang kerja dan kewenangan agar integrasi jadi lebih mudah dan tidak tumpang tindih.”

Terkait efisiensi anggaran, tahun ini pemerintah menganggarkan dana negara untuk Bekraf sebesar Rp902 miliar. Dana tersebut akan dibagi-bagi sesuai pokok permasalahan dalam ekonomi kreatif.

Ricky bilang fokus anggaran Bekraf pada tahun adalah perbaikan infrastruktur. Besaran dana yang disiapkan sebesar Rp180 miliar, sekitar 19,96% dari total anggaran. Salah satu proyek yang disiapkan Bekraf adalah dukungan pendirian creative hub di berbagai daerah. Sementara, sisa dana akan dipergunakan untuk pemasaran, pengembangan riset, dan lainnya.

idEA, Kabinet Baru, dan Perjuangan Selanjutnya

Ekosistem bisnis e-commerce di Indonesia masih akan terus bertumbuh, salah satu cara para pelakunya untuk bersama-sama menjaga dan mengawal industri ini adalah dengan mendirikan perkumpulan atau asosiasi. Asosiasi layanan e-commerce di Indonesia adalah Indonesian E-Commerce Association (idEA). Selama empat tahun terakhir idEA menjalankan program-programnya yang bertujuan untuk melindungi semua pelaku di industri e-commerce, termasuk juga pelanggan. Kini dengan susunan kabinet yang baru idEA masih berusaha memperjuangkan beberapa hal, termasuk RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) dan beberapa kebijakan lainnya terkait industri e-commerce.

idEA, di bawah pemimpin baru, Aulia E. Marinto beserta susunan kabinet yang baru, membawa 4 pilar yang diperjuangkan untuk kemajuan industri dan ekosistem e-commerce di Indonesia termasuk memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Empat pilar tersebut yakni idEA untuk asosiasi, idEA untuk pemerintah, idEA antuk bisnis, dan idEA untuk masyarakat.

DailySocial berkomunikasi dengan salah satu Executive Director idEA Irwan Edianto untuk mengetahui lebih lanjut mengenai apa saja yang diperjuangkan dan akan dilakukan idEA di bawah susunan kabinet baru ini. Irwan bercerita pandangan idEA mengenai hal-hal krusial yang harus segera diperjuangkan untuk memajukan bisnis e-commerce di Indonesia.

Salah satu yang dipandang sebagai hal krusial adalah regulasi pemerintah yang harus tetap berpihak kepada pelaku usaha dalam negeri. Ini berkaitan dengan masuknya pelaku bisnis e-commerce asing yang masuk ke Indonesia.

“Semua pihak harus Bekerja Cepat mengingat dinamika ekonomi digital yang sangat cepat sekali berubah dan inovasi teknologi yang berkembang . Beberapa regulasi-regulasi dasar yang masih dalam proses perumusan dan belum disahkan  seperti  RPP e-commerce, Safe Harbor Policy, RPM OTT  dan roadmap e-commerce. Dan idEA akan terus mengawal dan membantu pemerintah agar regulasi – regulasi tersebut dapat  segera disahkan dalam waktu dekat,” terang Irwan.

Lebih lanjut Irwan menjelaskan bahwa ada dua langkah utama yang dilakukan idEA untuk memajukan iklim bisnis e-commerce di Indonesia, yang pertama adalah dengan menjadi mitra pro-aktif pemerintah dalam mendorong percepatan realisasi regulasi yang sampai saat ini masih dalam proses finalisasi, di antaranya adalah roadmap e-commerce, safe harbour policy, RPP OTT, dan RPP e-commerce.

Langkah kedua adalah merealisasikan program-program edukasi dan sosialisasi baik kepada anggota asosiasi maupun masyarakat umum dalam bentuk workshop, event, seminar, dan lain-lain. Selain itu idEA juga akan terus membangun sara komunikasi dengan para anggota idEA yang saat ini sudah mencapai 275 perusahaan dan akan terus bertambah karena idEA akan berusaha terus merangkul semua perusahaan e-commerce,

“Pemerintah sangat mendukung semua inisiatif dan masukan yang diberikan oleh semua pihak yang terlibat di industri e-commerce mulai dari pelaku hingga dari asosiasi yakni idEA, namun  seperti yang kami telah jelaskan, kami mengharapkan eksekusi daripada kebijakan Pemerintah tersebut bisa terjadi lebih cepat di tataran operasional  sebagai contoh peta jalan e-commerce yg sangat  ditunggu oleh semua pihak yang terlibat di e-commerce terutama idEA sebagai asosiasi untuk segera disahkan oleh Presiden,” lanjut Irwan.

Tantangan bisnis e-commerce untuk bertumbuh

Industri e-commerce Indonesia sudah lama disebut sebagai salah satu pasar yang potensial. Tak hanya untuk bisnis dalam negeri tetapi juga luar negeri. Menurut Irwan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pelaku bisnis e-commerce di Indonesia untuk bertumbuh, tantangan tersebut meliputi membangun kepercayaan pelanggan di tengah era transisi digital dan membangun persaingan sehat dengan menjaga kualitas penjual dalam negeri, salah satunya harus adanya regulasi pendukung seperti SNI, izin produk, dan lainnya untuk menjaga kualitas produk-produk dalam negeri.

Irwan juga mendukung program ilmu TIK untuk kembali dimasukkan ke dalam kurikulum nasional agar dapat membentuk SDM yang mempunyai daya saing yang kuat, khususnya untuk dalam negeri dalam hal penggunaan teknologi.

Armada Transportasi Berbasis Aplikasi Diperbolehkan Gunakan Pelat Hitam dan STNK Pribadi

Untuk memajukan industri startup perlu adanya peran serta pemerintah. Salah satu peranan pemerintah yang sangat ditunggu adalah produksi regulasi yang bisa mengatur industri dan melindunginya untuk berkembang, termasuk regulasi mengenai transportasi online atau yang berbasis aplikasi. Khusus untuk regulasi ini, tak hanya bisnis startup yang berharap aturan ini segera keluar, para pebisnis konvensional, dalam hal ini pengusaha taksi juga berharap aturan ini segera terbit.

Seperti diberitakan Kompas, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menegaskan bahwa angkutan berbasis aplikasi seperti Uber atau Grab diperbolehkan untuk memakai kendaraan berpelat nomor hitam atau pribadi, dengan syarat pengemudi harus tergabung dalam koperasi. Selain itu Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) juga tidak diwajibkan atas nama badan hukum.

Kabar tersebut bersumber pada pernyataan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram. Menurut Agus pernyataan mengenai STNK dan pelat hitam telah diterima sebagai kesimpulan rapat.

“Prinsip koperasi tegas menyebutkan pengguna adalah pemilik, dan pemilik adalah pengguna. Karena itu, pemilik taksi online yang tergabung dalam koperasi berarti juga pemilik koperasi, bukan pekerja,” jelas Agus seperti dikutip dari Kompas.

Agus lebih jauh menjelaskan bahwa aset yang dimiliki anggota koperasi yang digunakan sebagai alat produksi tidak beralih menjadi aset perusahaan. Berbeda dengan supir taksi konvensional yang merupakan pekerja dari perusahaan. Jadi jika taksi atau kendaraan yang digunakan adalah mobil milik anggota koperasi, maka harus tetap ber-STNK pribadi.

Alasan untuk memperbolehkan pelat hitam dan STNK pribadi ini adalah prinsip dasar dan model pengelolaan koperasi sebagai badan hukum. Koperasi punya tata cara yang berbeda dengan perseroan, sehingga perlakukan dalam kasus ini sedikit berbeda.

Kabar ini jelas berbeda dengan yang diutarakan Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar beberapa waktu lalu. April silam, Pudji seperti diberitakan mengungkapkan bahwa selain izin operasional, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para perusahaan transportasi online, di antaranya adalah memiliki minimal lima kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, memiliki pool, adanya fasilitas perawatan, dan pengemudi dengan SIM umum.

Seharusnya pemerintah segera menerbitkan aturan pasti mengenai transportasi online ini. Kondisi ini, jika dibiarkan dalam ketidakjelasan, akan membuat pengusaha, mitra pengemudi, dan semua pihak yang terlibat dalam bisnis ini menjadi bingung dan membuat kondisi usaha tidak kondusif.

Batas Modal Minimal Startup Fintech Segera Ditentukan OJK

Kehadiran startup di segmen financial technology (fintech) yang saat ini makin banyak bermunculan dicermati dengan baik oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK). Satu hal yang nantinya akan dibuat aturan yang jelas adalah terkait dengan penentuan batas modal minimal industri fintech.  Salah satu alasan dibuatnya aturan tersebut adalah untuk perlindungan konsumen.

“Ini lagi kita bahas, bukan hanya soal sektor IKNB (industri keuangan non bank), tapi juga di sektor perbankan, pasar modal juga. Tapi kita atur sederhana saja karena banyaknya startup company. Kita persyaratkan modal, tapi juga sedikit saja,” kata Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK Firdaus Djaelani kepada Neraca.

Selama ini fintech sebagai perusahaan yang masuk dalam kategori industri keuangan berbasis teknologi kebanyakan menggunakan modal milik sendiri untuk menjalankan bisnisnya dan bukan deposit taker atau perusahaan yang mengumpulkan dana dari masyarakat. Dengan demikian nantinya aturan akan disesuaikan dengan nominal yang tepat dan tentunya tidak terlalu besar jumlahnya. Hingga kini OJK yang masih belum bersedia menentukan berapa batas modal minimal yang tepat kepada startup fintech.

“Yang ringan-ringan dulu. Nanti awal-awal gitu, kalo udah baru kita tingkatkan yang agak besar atau bagaimana gitu. Yang penting concern kita adalah bagaimana agar tidak merugikan konsumen,” ujar Firdaus.

Salah satu aspek yang menjadi penentu dari ketetapan tersebut adalah keberadaan kantor serta penggunaan server oleh startup fintech, yang nantinya akan mempengaruhi berapa besar batas modal yang ditentukan.

“Jadi misalnya kira-kira berapa ya, sewa ruko dan lain-lain. Sewa ruko paling murah Rp100 juta, apa Rp 500 juta, atau Rp1 miliar atau berapa,” tambah Firdaus.

Selain itu yang juga diperlukan oleh startup fintech adalah keberadaan lembaga kustodi, yang berfungsi untuk menyimpan data digital nasabah, agar terhindar dari aksi kecurangan dari nasabah yang ‘nakal’.

“Misalnya nasabah agak nakal, jadi diubah-ubah sedikit, lalu nanti terjadi sengketa yang di sini begini tapi di sana berbeda. Nah kalau misalnya terjadi sengketa, kita lihat ke kustodinya karena kan dia juga punya yang digital,” kata Firdaus.

Peluang teknologi fintech diaplikasikan perusahaan asuransi

Di lain pihak, kemudahan yang ditawarkan oleh fintech untuk memberikan informasi, layanan serta kebutuhan yang diperlukan oleh nasabah, menjadikan alasan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mempertimbangkan fintech untuk diaplikasikan perusahaan asuransi.

Diharapkan nantinya fintech tidak hanya membantu penjualan produk asuransi, tetapi juga mempercepat proses pembelian, pembayaran premi, penjelasan produk dan klaim pemegang polis sehingga nasabah tidak perlu datang ke kantor cabang perusahaan asuransi.

OJK Keluarkan Paket Kebijakan untuk Perusahaan Modal Ventura

Beberapa waktu lalu tersiar kabar bahwa OJK ingin membuat regulasi mengenai startup di Indonesia. Akhirnya paket regulasi ini resmi dikeluarkan pada 31 Desember tahun lalu. Regulasi tersebut nantinya akan mengatur beberapa hal terkait modal ventura seperti perizinan dan kelembagaan, menjalankan bisnis, tata kelola perusahaan yang baik, dan mengawasan langsung oleh OJK.

Seperti diberitakan The Jakarta Post untuk membentuk modal ventura, investor atau lembaga tersebut setidaknya harus menyediakan dana sebesar Rp. 50 miliar ($ 3,6 juta) untuk sebuah perseroan terbatas (PT) dan Rp. 25 miliar untuk CV. Sedang bagi investor atau lembaga yang ingin mendirikan modal ventura berbasis syariah harus menyediakan modal minimum Rp. 20 miliar untuk PT dan Rp. 10 miliar untuk koperasi atau CV.

Dikutip dari Kontan setidaknya ada delapan (8) poin kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan modal ventura dan perusahaan modal ventura syariah. Yang pertama (1) adalah pengembangan suatu penemuan baru. Kedua (2), pengembangan perusahaan atau usaha orang perseorangan yang pada tahap awal mengalami kesulitan dana. Ketiga (3), pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.

Poin keempat (4), membantu perusahaan atau usaha orang perseorangan yang mengalami kemunduran usaha. Kelima (5), mengambil alih perusahaan atau usaha yang mengalami kemunduran usaha. Keenam (6), pengembangan proyek penelitian dan rekayasa.

Poin ketujuh (7) adalah pengembangan berbagai penggunaan tekhnologi baru baik dari dalam dan luar negeri. Dan yang terakhir (8) adalah membantu kepemilikan perusahaan.

Komisaris Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Dumoli Pardede mengatakan dengan adanya regulasi baru ini diharapkan mampu meningkatkan ekosistem modal ventura dalam negeri. Pasalnya mereka bisa membantu startup atau perusahaan baru dalam hal alternatif pembiayaan.

“Perusahaan modal ventura adalah bentuk yang up-to-date dan perusahaan finansial yang progresif yang akan beradaptasi dengan kebutuhan kreativitas dan inovasi dari usaha kecil dan startup di negara ini,” ujarnya.

Dumoli menambahkan bahwa berdasar penelitian OJK saat ini usaha kecil dan startup telah menunjukan potensi positif di berbagai sektor, seperti ekonomi teknologi, kuliner, traveling, dan fashion. Sejauh ini OJK telah berkordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan menemukan fakta bahwa angel investor sebagian besar adalah orang asing yang sudah “berbelanja” di banyak inkubator tanah air.

Terkait angel investor, Dumoli mengatakan bahwa saat ini angel investor dari luar negeri bisa menggunakan dana dari modal ventura lokal untuk membantu usaha kecil dan startup yang bersiap untuk ekspansi.

Di regulasi baru ini modal ventura juga diperbolehkan untuk mengembangkan fee-based income melalui layanan mereka, termasuk dengan menawarkan bantuan konsultasi dalam hal administrasi dan distribusi hal untuk klien mereka.

“Perusahaan modal ventura di Thailand telah tumbuh secara signifikan dari layanan konsultasi mereka yang ditawarkan ke berbagai klien, seperti produsen makanan. Mereka telah membantu produsen makanan di Thailand untuk memasarkan produk mereka secara global,” Dumoli mencontohkan.

Kemkominfo Bocorkan Fokus Utama Penyelenggaraan E-Commerce di Tanah Air

Perbaikan infrastruktur, membuat regulasi, dan menyiapkan dana investasi menjadi fokus utama Kemkominfo dalam penyelenggaraan e-commerce / Shutterstock

Segmen e-commerce di Indonesia sebagai salah satu bagian dari bisnis digital memang memiliki potensi yang luar biasa. Selain Indonesia memiliki pangsa pasar yang menjanjikan, sekarang mulai muncul berbagai macam startup yang mengusung konsep e-commerce dengan berbagai jenis barang atau jasa yang ditawarkan. Kondisi ini mengharuskan pemerintah dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk merancang fokus utama untuk tata kelola penyelenggaraan e-commerce di Indonesia. Continue reading Kemkominfo Bocorkan Fokus Utama Penyelenggaraan E-Commerce di Tanah Air

Kemenkominfo Rumuskan Kebijakan Tarif Ritel Layanan Internet

Kemenkominfo seriusi rencana pengaturan tarif retail layanan akses internet / Kemenkominfo

Melalui rilis resminya, Kemenkominfo menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang dalam tahap merumuskan kebijakan terkait pengaturan tarif pungut/ritel layanan internet. Sebelum peraturan ini diresmikan dan berlaku, tarif pungut/ritel untuk layanan internet masih disesuaikan secara mandiri oleh penyelenggara layanan mengacu pada mekanisme pasar. Continue reading Kemenkominfo Rumuskan Kebijakan Tarif Ritel Layanan Internet

Kemenkumham dan Kemenkominfo Kolaborasi Rumuskan Peraturan Hak Cipta

Pemerintah ingin lindungi haki dengan regulasi / Shutterstock

Kemenkumham dan Kemenkominfo sepakat untuk berkolaborasi menyusun peraturan terkait dengan hak cipta dalam sistem elektronik. Peraturan bersama ini mengatur dua hal yang terkait dengan penutupan konten dan hak akses yang terkait dengan pelanggaran hak cipta dalam sarana multimedia, termasuk yang terdapat di dunia maya. Continue reading Kemenkumham dan Kemenkominfo Kolaborasi Rumuskan Peraturan Hak Cipta

Pemerintah Akan Mendukung Industri E-Commerce Indonesia, Dengan Mematikannya


Ada sebabnya kenapa RPP E-commerce yang masuk ke tahap uji publik oleh Kementerian Perdagangan beberapa hari lalu membuat gerah para pemain e-commerce di Indonesia. Melalui RPP ini, Pemerintah mengklaim akan mendukung pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia sembari melindungi konsumen di ekosistem tersebut.

Meskipun Kementerian Perdagangan mengklaim sudah merilis RPP tersebut ke publik dan ke asosiasi, idEA sebagai asosiasi untuk pemain e-commerce membantah telah menerima RPP tersebut dan saat ini menjadi polemik yang kian panas. Salah satu pasal yang dirumorkan di RPP tersebut adalah bagaimana siapapun yang ingin menjadi penjual ataupun pembeli online, harus melalui tahap verifikasi atau yang biasa disebut KYC (Know Your Customer).

Secara konkrit, proses KYC ini mengharuskan penjual dan pembeli online untuk terverifikasi data-nya melalui input nomor KTP dan NPWP. Dan kalau anda berfikir hal tersebut sangat absurd, maka anda bisa bergabung dengan banyak pemain e-commerce yang juga masih kebingungan bagaimana KYC tersebut bisa membantu mendorong industri e-commerce.

Inilah yang akan terjadi ketika RPP tersebut resmi menjadi PP dan diimplementasikan.

Ketika anda ingin menjual barang di situs seperti Tokopedia, Bukalapak, Kaskus atau OLX, anda harus terlebih dahulu terverifikasi sebagai warga negara yang sah dengan memberikan nomor KTP/NPWP anda. Dan jika menurut anda hal itu terlalu merepotkan, mungkin anda bisa pindah menjual barang anda di Facebook, Instagram, eBay atau Craigslist.

Jika anda ingin membeli barang dari Tokopedia, Bukalapak, Kaskus atau OLX, anda-pun harus melalui proses verifikasi berupa KTP/NPWP sebelum melakukan transaksi. Dan Kementerian Perdagangan melakukan hal ini agar bisa melacak transaksi yang terjadi online, sembari memantau implikasi pajak yang mungkin terjadi, dan juga bisa melindungi konsumen ketika terjadi penipuan atau hal-hal lain yang tidak diinginkan. Lagi-lagi, jika menurut anda proses itu terlalu menyulitkan, anda bisa memilih untuk melakukan transaksi pembelian di AliExpress, Amazon, eBay, atau situs-situs yang tidak terekspos ke regulasi Indonesia.

Untuk pemain/pemilik situs e-commerce yang terekspos regulasi ini, saya memprediksi akan banyak yang pindah entitas ke luar negeri. Mungkin ke Singapura, atau Malaysia atau negara tetangga lain yang tidak memiliki regulasi tersebut. Pastinya tidak etis dan non-patriotis.

Entah bagaimana, RPP ini seharusnya bisa mendorong pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia. Saya pribadi kurang bisa mengikuti arus pemikiran dari para pembuat regulasi yang keluar dengan ide-ide semacam ini, namun saya berharap suatu hari saya bisa melihat ke belakang dan melihat bagaimana regulasi ini benar-benar bisa mendorong industri e-commerce di Indonesia secara signifikan. Sampai waktu itu datang, ada baiknya saya menjauh dulu dari industri e-commerce di negeri ini.

Rudiantara: Semakin Sedikit Peraturan Semakin Baik

Menkominfo Rudiantara baru-baru ini mengatakan bahwa dalam industri startup, “lebih sedikit peraturan lebih baik”. “Pemerintah seharusnya tidak memberlakukan terlalu banyak peraturan [bagi startup] karena mereka masih dalam masa pertumbuhan. Kita bahkan sebaiknya memberi kelonggaran [bagi industri ini] untuk 3 atau 5 tahun ke depan,” tambahnya. Continue reading Rudiantara: Semakin Sedikit Peraturan Semakin Baik