Jack Ma Dimungkinkan Gagal Menjadi Penasihat Ekonomi Urusan E-commerce Indonesia

Awalnya menyetujui, namun kini beredar kabar bahwa Pendiri Alibaba Group Jack Ma sudah digarap lebih dulu oleh Pemerintah Malaysia untuk mendampingi perkembangan e-commerce di negeri tersebut. Berita ini juga telah dikonfirmasikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara seperti yang dilansir dari Kompas.

“Kita sudah ribut-ribut sih, akhirnya kalah kan sama Malaysia. Mereka duluan. Sudah ada foto Jack Ma salaman dengan PM Malaysia,” ujar Rudiantara.

Hal ini sedikit mengejutkan ketika pemerintah Indonesia akhirnya mengeluarkan paket kebijakan ekonomi ke-14 Kamis (10/11). Dalam Perpres tentang Peta Jalan layanan e-commerce yang segera terbit ini, terdapat 8 aspek regulasi yang di antaranya adalah meliputi, pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan sumber daya manusia, logistik, infrastruktur, keamanan siber dan yang terakhir Pembentukan Manajemen Pelaksana yang secara sistematis dan terkoordinasi akan melakukan monitoring dan evaluasi implementasi peta jalan layanan e-commerce.

Rudiantara enggan menyebutkan mengapa pada akhirnya Jack Ma gagal menjadi penasihat ekonomi pemerintah, khususnya untuk urusan e-commerce. Namun bisa dipastikan terlambatnya ketegasan dari pemerintah Indonesia berasal dari pro dan kontra yang ada di tanah air usai kunjungan Presiden Joko Widodo pada bulan September 2016 lalu ke kantor pusat Alibaba Group di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Tiongkok.

Penggiat startup mendukung kehadiran Jack Ma

Sebelumnya DailySocial sempat mengadakan survei kecil-kecilan dan menanyakan kepada penggiat startup dan asosiasi tentang rencana pemerintah Indonesia menjadikan Jack Ma penasihat untuk urusan e-commerce di Indonesia. Kebanyakan dari mereka menyambut baik bahkan mengharapkan bakal mendapatkan insight menarik terkait dengan pengalaman dan strategi yang dimiliki oleh Jack Ma.

Namun demikian banyak juga praktisi dan kalangan lainnya yang ternyata kurang menyambut baik kehadiran Jack Ma di Indonesia, dengan berbagai alasan tentunya. Mulai dari bakal mengganggu layanan e-commerce lokal hingga kekhawatiran isu keamanan negara.

Namun demikian pemerintah diwakilkan oleh Kemenkoinfo tetap mendukung 100% kehadiran Jack Ma di Indonesia. Dengan gagalnya Jack Ma meramaikan industri e-commerce di Indonesia hal tersebut cukup menghambat rencana pemerintah untuk mengembangkan layanan e-commerce di tanah air. Untuk itu Rudiantara menegaskan masih berusaha untuk minta bantuan dalam hal insight atau nasehat langsung dari tokoh yang dikenal secara global ini. Rudiantara akan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution terlebih dahulu terkait hal itu.

“Nanti ada steering committee, anggotanya menteri. Mereka akan mendapatkan masukan, baik dalam maupun luar negeri, internasional. Masukan bisa dari siapa saja, salah satunya Jack Ma,” ujar Rudiantara.

Bank Indonesia Segera Terbitkan Revisi Aturan E-Money

Bank Indonesia (BI) akan merevisi aturan ketentuan uang elektronik (e-money) sekaligus memperkenalkan definisi baru untuk dompet elektronik, mengingat alat pembayaran ini terus berkembang, pengguna dan dana yang dihimpun semakin banyak. Kedua instrumen pembayaran ini nantinya akan tercantum dalam aturan baru yang akan diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI PTP) yang akan dikeluarkan di 14 November 2016 mendatang.

Ronald Waas, Deputi Gubernur BI, menjelaskan dalam aturan baru ada poin revisi lainnya seperti perluasan basis uang elektronik. Menurutnya, uang elektronik memiliki dua jenis, yakni berbasis kartu dan server. BI saat ini sedang mempertimbangkan untuk menambah jenis uang elektronik yang berbasis gadget.

Sebab sekarang ini sudah ada uang elektronik yang diciptakan oleh perusahaan teknologi seperti Google Pay, Samsung Pay dan Apple Pay. “Ketiga perusahaan itu sudah tidak pakai kartu kan,” katanya di sela-sela ajang Finspire, Rabu (9/11).

BI juga akan memperluas definisi penggunaan e-wallet dari awalnya hanya instrumen penyimpan data saja, kini fungsinya dapat menyimpan data nasabah dan memiliki nilai (stored-value).

Selanjutnya BI akan revisi aturan uang elektronik untuk pihak penerbit yang memiliki pengguna aktif 300 ribu orang diwajibkan mengajukan izin ke regulator. Untuk penerbit yang hanya memiliki pengguna di bawah angka tersebut, hanya diwajibkan untuk melapor saja. “Starbucks Card itu jumlah penggunanya besar, dana yang dihimpunnya pun sudah besar.”

Untuk pengawasan antara keduanya, tidak jauh berbeda. Hanya saja untuk penerbit yang memiliki pengguna 300 ribu orang bakal lebih banyak ditinjau oleh BI, sebab ada dana masyarakat yang berjumlah banyak disimpan di sana.

Sementara itu, dalam PBI terbaru nantinya untuk syarat menjadi perusahaan penerbit tetap sama seperti sebelumnya. Yakni berbadan hukum Indonesia, menggunakan mata uang rupiah dan pemrosesan transaksi untuk kawasan domestik.

Begitu pula untuk limit-nya, maksimal 1 juta rupiah untuk e-money yang tidak terdaftar dan maksimal 10 juta rupiah untuk e-money terdaftar.

idEA, Kabinet Baru, dan Perjuangan Selanjutnya

Ekosistem bisnis e-commerce di Indonesia masih akan terus bertumbuh, salah satu cara para pelakunya untuk bersama-sama menjaga dan mengawal industri ini adalah dengan mendirikan perkumpulan atau asosiasi. Asosiasi layanan e-commerce di Indonesia adalah Indonesian E-Commerce Association (idEA). Selama empat tahun terakhir idEA menjalankan program-programnya yang bertujuan untuk melindungi semua pelaku di industri e-commerce, termasuk juga pelanggan. Kini dengan susunan kabinet yang baru idEA masih berusaha memperjuangkan beberapa hal, termasuk RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) dan beberapa kebijakan lainnya terkait industri e-commerce.

idEA, di bawah pemimpin baru, Aulia E. Marinto beserta susunan kabinet yang baru, membawa 4 pilar yang diperjuangkan untuk kemajuan industri dan ekosistem e-commerce di Indonesia termasuk memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Empat pilar tersebut yakni idEA untuk asosiasi, idEA untuk pemerintah, idEA antuk bisnis, dan idEA untuk masyarakat.

DailySocial berkomunikasi dengan salah satu Executive Director idEA Irwan Edianto untuk mengetahui lebih lanjut mengenai apa saja yang diperjuangkan dan akan dilakukan idEA di bawah susunan kabinet baru ini. Irwan bercerita pandangan idEA mengenai hal-hal krusial yang harus segera diperjuangkan untuk memajukan bisnis e-commerce di Indonesia.

Salah satu yang dipandang sebagai hal krusial adalah regulasi pemerintah yang harus tetap berpihak kepada pelaku usaha dalam negeri. Ini berkaitan dengan masuknya pelaku bisnis e-commerce asing yang masuk ke Indonesia.

“Semua pihak harus Bekerja Cepat mengingat dinamika ekonomi digital yang sangat cepat sekali berubah dan inovasi teknologi yang berkembang . Beberapa regulasi-regulasi dasar yang masih dalam proses perumusan dan belum disahkan  seperti  RPP e-commerce, Safe Harbor Policy, RPM OTT  dan roadmap e-commerce. Dan idEA akan terus mengawal dan membantu pemerintah agar regulasi – regulasi tersebut dapat  segera disahkan dalam waktu dekat,” terang Irwan.

Lebih lanjut Irwan menjelaskan bahwa ada dua langkah utama yang dilakukan idEA untuk memajukan iklim bisnis e-commerce di Indonesia, yang pertama adalah dengan menjadi mitra pro-aktif pemerintah dalam mendorong percepatan realisasi regulasi yang sampai saat ini masih dalam proses finalisasi, di antaranya adalah roadmap e-commerce, safe harbour policy, RPP OTT, dan RPP e-commerce.

Langkah kedua adalah merealisasikan program-program edukasi dan sosialisasi baik kepada anggota asosiasi maupun masyarakat umum dalam bentuk workshop, event, seminar, dan lain-lain. Selain itu idEA juga akan terus membangun sara komunikasi dengan para anggota idEA yang saat ini sudah mencapai 275 perusahaan dan akan terus bertambah karena idEA akan berusaha terus merangkul semua perusahaan e-commerce,

“Pemerintah sangat mendukung semua inisiatif dan masukan yang diberikan oleh semua pihak yang terlibat di industri e-commerce mulai dari pelaku hingga dari asosiasi yakni idEA, namun  seperti yang kami telah jelaskan, kami mengharapkan eksekusi daripada kebijakan Pemerintah tersebut bisa terjadi lebih cepat di tataran operasional  sebagai contoh peta jalan e-commerce yg sangat  ditunggu oleh semua pihak yang terlibat di e-commerce terutama idEA sebagai asosiasi untuk segera disahkan oleh Presiden,” lanjut Irwan.

Tantangan bisnis e-commerce untuk bertumbuh

Industri e-commerce Indonesia sudah lama disebut sebagai salah satu pasar yang potensial. Tak hanya untuk bisnis dalam negeri tetapi juga luar negeri. Menurut Irwan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pelaku bisnis e-commerce di Indonesia untuk bertumbuh, tantangan tersebut meliputi membangun kepercayaan pelanggan di tengah era transisi digital dan membangun persaingan sehat dengan menjaga kualitas penjual dalam negeri, salah satunya harus adanya regulasi pendukung seperti SNI, izin produk, dan lainnya untuk menjaga kualitas produk-produk dalam negeri.

Irwan juga mendukung program ilmu TIK untuk kembali dimasukkan ke dalam kurikulum nasional agar dapat membentuk SDM yang mempunyai daya saing yang kuat, khususnya untuk dalam negeri dalam hal penggunaan teknologi.

Bank Indonesia Segera Hadirkan “Kantor Fintech”

Keseriusan pemerintah untuk mendukung industri Financial Technology (Fintech) di Indonesia ditunjukkan dengan segera meluncurkan kantor fintech bulan Oktober 2016 mendatang. Proyek pertama yang akan dikerjakan oleh kantor Fintech Indonesia adalah menerapkan pendekatan “regulatory sandbox“.  Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas kepada Jakarta Post.

“Rencananya bulan Oktober 2016 mendatang Bank Indonesia akan membentuk tim khusus yang bertugas untuk melakukan koordinasi dengan pelaku fintech di Indonesia,” kata Ronald.

Nantinya dengan pendekatan ini, pelaku Fintech di Indonesia memiliki ruang untuk mencoba terlebih dahulu produk yang ditawarkan hanya kepada kalangan tertentu saja, dalam hal ini adalah nasabah tertentu dengan tenor yang juga terbatas sebelum di tawarkan kepada masyarakat luas. Pendekatan ini juga merupakan cara mudah bagi regulator untuk memfasilitasi inovasi dan mencoba kebijakan berbagai isu.

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator yang bertanggung jawab langsung memonitor, melakukan koordinasi, kolaborasi dan sinergi dengan institusi keuangan, investor, startup, inkubator, asosiasi industri dan juga dari kalangan akademis.

Hingga akhir tahun 2017, Bank Indonesia dan OJK direncanakan akan membuat peraturan yang mengatur jalannya bisnis fintech di Indonesia. Salah satu hal yang menjadi fokus adalah soal transaksi pembayaran.

Menurut informasi yang kami dapatkan, setiap startup fintech yang mengelola sistem pembayaran (payment gateway) harus melaporkan sistemnya ke Bank Indonesia. Juga termasuk dalam kategori ini adalah startup yang menyediakan dompet elektronik, misalnya Go-Pay yang dikelola Go-Jek.

Rincian Aturan TKDN Produk Seluler dan Komputasi Sejenisnya

Peraturan Kementerian Perindustrian tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) telah diresmikan. Aturan tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk Telepon Seluler (Ponsel), Komputer Genggam (Handheld) dan Komputer Tablet. Sejatinya peraturan ini telah digulirkan sejak akhir Juli 2016 lalu, tetapi berbagai poin di dalamnya masih terus berubah untuk mengimbangi kesiapan tenaga lokal dan tuntutan industri.

Dalam rilis akhir aturan TKDN, telah ditambahkan skema perhitungan berbasis software dan investasi. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, aturan baru ini akan mampu membuka pasar untuk software developer lokal. Adapun ruang lingkup yang dikelola dalam regulasi ini meliputi ketentuan penilaian TKDN, tata cara penilaian TKDN, surveyor dan pengawasan. Ketentuan penilaian TKDN dilakukan terhadap tiga aspek, yaitu manufaktur, pengembangan, dan aplikasi.

Aturan Perhitungan

Aspek Manufaktur

Pembobotan aspek manufaktur dikenakan untuk beberapa hal sebagai berikut:

  1. Material
  2. Tenaga kerja
  3. Mesin produksi

Untuk (1) material, komponen yang dihitung di antaranya:

  • Modul layar sentuh
  • Kamera
  • Papan sirkuit
  • Baterai
  • Aksesoris
  • Kemasan

Selanjutnya perhitungan (2) tenaga kerja dikenakan pada bidang:

  • Perakitan
  • Pengujian
  • Pengemasan

Sedangkan (3) mesin produksi meliputi:

  • Mesin perakitan
  • Mesin pengujian

Aspek Pengembangan

Pada aspek pengembangan, pembobotan dikenakan untuk beberapa hal berikut ini:

  1. lisensi atau hak kekayaan intelektual.
  2. perangkat tegar (firmware) atau disebut sebagai perangkat lunak yang tertanam pada perangkat keras.
  3. desain industri yang terkait dengan komposisi garis dan warna pada produk.
  4. desain tata letak sirkuit atau rancangan elemen.

Aspek Aplikasi

Sementara itu pada aspek aplikasi, pembobotan dikenakan untuk tahapan kegiatan dan komponen penghitungan. Tahapan kegiatan yang dimaksud meliputi:

  • Spesifikasi prasyarat (requirements).
  • Rancangan arsitektur.
  • Pemrograman.
  • Pengujian aplikasi.
  • Pengemasan aplikasi.

Sedangkan komponen penghitungannya meliputi:

  1. Rancang bangun.
  2. Hak kekayaan intelektual.
  3. Tenaga kerja.
  4. Sertifikat kompetensi.
  5. Alat kerja.

Dijelaskan pula, aspek aplikasi ini dirinci dengan syarat pemenuhan sebagai berikut:

  1. Nilai TKDN untuk pengembangan minimal 8 persen.
  2. Aplikasi embedded (sistem yang tertanam fungsi-fungsi tertentu) ke ponsel, komputer genggam, atau komputer tablet yang dihitung TKDN.
  3. Terdapat minimal 2 aplikasi lokal embedded atau 4 aplikasi lokal embedded yang merupakan games.
  4. Memiliki minimal 250.000 pengguna aktif aplikasi.
  5. Proses injeksi software di dalam negeri.
  6. Menggunakan server di dalam negeri.
  7. Memiliki toko aplikasi online lokal.

Skema Produk Tertentu

Skema kedua yang dijelaskan pada pasal 23 di regulasi tersebut menentukan penghitungan nilai TKDN untuk produk tertentu terhadap ponsel, komputer genggam, dan komputer tablet dengan aspek manufaktur dikenakan bobot 10 persen, pengembangan 20 persen, dan aplikasi 70 persen.

Perhitungan TKDN Produk Tertentu

Produk tertentu ini diwajibkan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Nilai TKDN untuk pengembangan minimal 8 persen, aplikasi embedded ke ponsel, komputer genggam, atau komputer tablet yang dihitung TKDN.
  • Terdapat minimal 7 aplikasi lokal embeddedatau 14 aplikasi lokal embedded yang merupakan games.
  • Memiliki minimal 1.000.000 pengguna aktif untuk masing-masing aplikasi.
  • Proses injeksi software di dalam negeri
  • Menggunakan server di dalam negeri
  • Memiliki toko aplikasi onlinelokal

Skema Berbasis Investasi

Selanjutnya skema ketiga, di Pasal 25, menjelaskan penghitungan TKDN berbasis investasi. Ketentuannya yakni berlaku untuk investasi baru, dilaksanakan berdasarkan proposal investasi yang diajukan pemohon dan nilai TKDN dihitung berdasarkan total nilai investasi.

Perhitungan TKDN Investasi

Rincian nilai investasinya sebagai berikut:

  • Investasi senilai Rp 250-400 miliar mendapatkan nilai TKDN 20 persen.
  • Investasi senilai Rp 400-550 miliar mendapatkan nilai TKDN 25 persen.
  • Investasi senilai Rp 550-700 miliar mendapatkan nilai TKDN 30 persen.
  • Investasi senilai Rp 700 miliar – 1 triliun mendapatkan nilai TKDN 35 persen.
  • Investasi lebih dari Rp 1 triliun mendapatkan nilai TKDN 40 persen.

OJK Segera Luncurkan Aturan untuk Industri Fintech

Setelah menyelenggarakan Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 akhir Agustus kemarin, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikabarkan dalam waktu dekat akan meluncurkan sebuah aturan tentang layanan teknologi finansial (fintech). Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad, aturan tersebut nantinya akan menjadi panduan manajemen risiko bagi perbankan dan lembaga keuangan yang berkolaborasi atau secara mandiri mengeluarkan layanan finansial digital.

OJK juga disebutkan akan mendata perusahaan teknologi finansial untuk membicarakan tentang regulasi dengan para founder. Perusahaan-perusahaan tersebut diminta mendaftar di OJK untuk dibuatkan panduannya.

Rencana OJK yang ingin meregulasi industri fintech bukan hanya terdengar sekarang. Di awal tahun OJK juga sempat mengatakan akan segera berdiskusi dan menerima masukan dari para pelaku bisnis finansial teknologi.

Aturan yang dikeluarkan nantinya disiapkan untuk mengatur bisnis P2P lending, layanan keuangan yang memanfaatkan teknologi digital yang mampu mempertemukan pihak pemberi pinjaman dengan peminjam melalui sebuah platform, dan juga layanan crowdfunding, sebuah kegiatan pengumpulan dana yang dikelola melalui website atau teknologi digital lainnya untuk tujuan investasi atau kegiatan sosial.

Di dalam regulasi yang akan dibuat tersebut nantinya juga akan ada aturan mengenai perlindungan konsumen. Bisnis fintech adalah bisnis yang sensitif sehingga perusahaan harus transparan mengenai risiko bisnis kepada konsumen.

“Sebab, kadang-kadang oleh konsumen dipikirnya seperti tidak ada risiko karena pada umumnya seperti peer-to-peer lending-kan konsumen tidak banyak tahu mengenai calon yang akan dia biayai,” ujar Muliaman.

Setali tiga uang dengan OJK, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo juga mengatakan bahwa bisnis finansial teknologi harus melindungi konsumen, salah satunya dengan manajemen risiko yang baik. Selain itu Agus juga mengungkapkan bahwa semua transaksi fintech harus ditempatkan di bank untuk memastikan adanya unsur pelindungan masyarakat dalam hal transaksi keuangan.

Armada Transportasi Berbasis Aplikasi Diperbolehkan Gunakan Pelat Hitam dan STNK Pribadi

Untuk memajukan industri startup perlu adanya peran serta pemerintah. Salah satu peranan pemerintah yang sangat ditunggu adalah produksi regulasi yang bisa mengatur industri dan melindunginya untuk berkembang, termasuk regulasi mengenai transportasi online atau yang berbasis aplikasi. Khusus untuk regulasi ini, tak hanya bisnis startup yang berharap aturan ini segera keluar, para pebisnis konvensional, dalam hal ini pengusaha taksi juga berharap aturan ini segera terbit.

Seperti diberitakan Kompas, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menegaskan bahwa angkutan berbasis aplikasi seperti Uber atau Grab diperbolehkan untuk memakai kendaraan berpelat nomor hitam atau pribadi, dengan syarat pengemudi harus tergabung dalam koperasi. Selain itu Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) juga tidak diwajibkan atas nama badan hukum.

Kabar tersebut bersumber pada pernyataan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram. Menurut Agus pernyataan mengenai STNK dan pelat hitam telah diterima sebagai kesimpulan rapat.

“Prinsip koperasi tegas menyebutkan pengguna adalah pemilik, dan pemilik adalah pengguna. Karena itu, pemilik taksi online yang tergabung dalam koperasi berarti juga pemilik koperasi, bukan pekerja,” jelas Agus seperti dikutip dari Kompas.

Agus lebih jauh menjelaskan bahwa aset yang dimiliki anggota koperasi yang digunakan sebagai alat produksi tidak beralih menjadi aset perusahaan. Berbeda dengan supir taksi konvensional yang merupakan pekerja dari perusahaan. Jadi jika taksi atau kendaraan yang digunakan adalah mobil milik anggota koperasi, maka harus tetap ber-STNK pribadi.

Alasan untuk memperbolehkan pelat hitam dan STNK pribadi ini adalah prinsip dasar dan model pengelolaan koperasi sebagai badan hukum. Koperasi punya tata cara yang berbeda dengan perseroan, sehingga perlakukan dalam kasus ini sedikit berbeda.

Kabar ini jelas berbeda dengan yang diutarakan Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar beberapa waktu lalu. April silam, Pudji seperti diberitakan mengungkapkan bahwa selain izin operasional, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para perusahaan transportasi online, di antaranya adalah memiliki minimal lima kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, memiliki pool, adanya fasilitas perawatan, dan pengemudi dengan SIM umum.

Seharusnya pemerintah segera menerbitkan aturan pasti mengenai transportasi online ini. Kondisi ini, jika dibiarkan dalam ketidakjelasan, akan membuat pengusaha, mitra pengemudi, dan semua pihak yang terlibat dalam bisnis ini menjadi bingung dan membuat kondisi usaha tidak kondusif.

TKDN dan Upaya Pemerintah Mengokohkan Karya Lokal

Aturan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) untuk perangkat ponsel, khususnya yang berkemampuan 4G/LTE, mulai menjadi perbincangan sejak 2015 lalu. Tujuannya menarik sumbangsih pengembang/ahli lokal untuk ambil bagian dalam penyajian perangkat tersebut di Indonesia. Sejak tahun itu pula berbagai skema terus digodok, untuk terciptanya keseimbangan, dari sisi industri sebagai pemilik manufaktur dan komponen lokal yang ingin dielaborasikan dalam proses produksi.

Secara definitif, TKDN merupakan suatu nilai atau persentase komponen produksi (hardware ataupun software) buatan Indonesia yang digunakan dalam sebuah produk ponsel 4G/LTE. Tujuannya untuk mengurangi defisit perdagangan yang diakibatkan banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia. Ini belajar dari era 3G sebelumnya, ponsel diimpor ke Indonesia tidak ada batasan regulasi khusus dan menggerus nilai yang luar biasa tanpa dampak yang berarti untuk perindustrian di Indonesia.

Inisiatif ini sudah sangat kokoh. Pemerintah tampaknya sangat percaya diri bahwa TKDN akan menjadi pendekatan yang pas untuk menjayakan industri IT dalam negeri. Tiga kementerian meliputi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian ambil bagian dalam perumusan TKDN. Kendati demikian beberapa pengembang ponsel 4G keberatan, dan mengendurkan diri untuk memasarkan produknya di Indonesia. Akan tetapi vendor lainnya masih tetap setia, pasalnya pasar Indonesia menjadi “taruhan” yang berarti.

Aturan TKDN yang telah disepakati

TKDN kini dilandaskan dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet. Dalam aturan tersebut terdiri dari dua rincian pokok skema pemenuhan TKDN, yakni memberikan porsi lebih untuk aspek manufaktur (perangkat keras) atau memberikan porsi lebih untuk aspek aplikasi (perangkat lunak).

Berikut ini rangkuman detil untuk masing-masing aspek yang telah didefinisikan dalam beberapa pasal terkait dalam Permenperin No. 65 tersebut:

  • Jika perusahaan memilih aspek manufaktur

Kandungan dalam negeri 30 persen (untuk tahun ini) yang terdiri dari aspek manufaktur 70 persen, aspek riset dan pengembangan 20 persen dan aspek aplikasi 10 persen.

  • Jika perusahaan memilih aspek aplikasi

Kandungan dalam negeri 30 persen (untuk tahun ini) yang terdiri dari aspek manufaktur 10 persen, aspek riset dan pengembangan 20 persen dan aspek aplikasi 70 persen.

Aturan tersebut turut memberikan tantangan kepada para perusahaan untuk memiliki pre-load aplikasi dan game lokal di setiap ponsel terbitannya hingga mencapai pengguna aktif tertentu (untuk TKDN sisi manufaktur 250 ribu pengguna, sedangkan untuk TKDN sisi aplikasi 1 juta pengguna). Selain itu perusahaan juga diwajibkan untuk memiliki server di dalam negeri dan melakukan injeksi software di dalam negeri. Untuk menghimpun aplikasi dari pengembang lokal perusahaan juga diwajibkan memiliki marketstore aplikasi lokal.

Komitmen investasi turut menjadi bagian dari mekanisme TKDN yang harus dipenuhi perusahaan. Dimuat dalam peraturan yang sama di pasal 25, perhitungan TKDN berbasis nilai investasi hanya berlaku untuk investasi baru, dilaksanakan berdasarkan proposal investasi yang diajukan pemohon dan mendapatkan nilai TKDN sesuai total nilai investasi. Jangka investasi sendiri maksimal tiga tahun, dengan tahun pertama 40 persen dari nilai sudah harus direalisasikan.

Nilai investasi tersebut juga akan menjadi perhitungan TKDN, dengan rincian sebagai berikut:

  • Investasi senilai Rp 250 miliar – Rp 400 miliar setara dengan 20 persen TKDN.
  • Investasi Rp 400 miliar – Rp 550 miliar setara dengan 20 persen TKDN.
  • Investasi senilai Rp 550 – Rp 700 miliar setara dengan 30 persen TKDN
  • Investasi senilai lebih dari Rp 1 triliun setara dengan 40 persen TKDN.
  • Investasi tersebut juga memerlukan alokasi yang jelas dari perusahaan, termasuk tahapan penggelontoran nilainya.

Kesiapan industri menyambut TKDN

Saat ini aturan resmi TKDN belum diluncurkan, draft aturan masih disimpan oleh kementerian. Namun ketika aturan tersebut dirilis, maka pemberlakuannya akan sangat ketat. Produk yang tidak memenuhi TKDN akan dilarang dijual di Indonesia. Sebagai bagian untuk menciptakan keseimbangan industri, pemerintah juga mengusung skema penerapan bertahap untuk TKDN. Contohnya pada tahun ini ditargetkan industri ponsel 4G memenuhi 20 persen kandungan dalam negeri, dapat berupa perakitan di Indonesia atau memiliki kerja sama khusus dengan perusahaan lokal. Setelah itu akan ditingkatkan ke angka 30 persen tahun depan.

Beberapa perusahaan telah mengantisipasinya sejak sekarang, sebut saja Samsung, Lenovo, Advan dan juga Evercoss yang telah siap dengan berinvestasi pada pabrik perakitan ponsel di Indonesia. Beberapa di antaranya juga memproduksi komponen (kecil) di Indonesia, misalnya buku panduan, kardus kemasan, sekrup dan bagian lain yang tidak memiliki kerumitan berarti. ASUS dengan produk Zenfone yang cukup laris di Indonesia juga tengah mempersiapkannya. Saat ini DailySocial juga tengah mengonfirmasi langkah tersebut. Kabarnya ASUS akan banyak menyentuh kandungan di sisi perangkat lunak.

Peluang TKDN untuk akselerasi produk lokal

Sederhananya aplikasi lokal akan mendapatkan tempat yang lebih beragam untuk berkembang. Perangkat 4G/LTE memiliki kewajiban untuk menjadikan aplikasi dan game lokal sebagai pre-installed app, artinya sudah tertanam di ponsel sebelum ponsel sampai ke tangan konsumen. Namun demikian ini juga menjadi tantangan bagi pengembang aplikasi lokal, untuk menciptakan kreasi yang mampu mengimbangi kualitas produk tersebut. Terlebih akan ada marketstore yang mengakomodasi karya lokal. Tanpa konten yang berkualitas, tetap saja tidak akan mendapatkan traksi yang bagus, karena penentuan akhir sangar bergantung dengan ketertarikan konsumen.

TKDN dari sisi manufaktur yang mengisyaratkan pabrik perakitan di Indonesia sebenarnya juga sebagai strategi pemerintah untuk bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak. Namun demikian sebenarnya ada hal fundamental yang tidak boleh terlupa, yaitu bagaimana mendorong individu-individu dan teknisi lokal untuk mampu mempelajari pengembangan arsitektur tersebut, sehingga tidak hanya mengerjakan aktivitas “buruh” saja, melainkan benar-benar mencetak ahli-ahli baru belajar dari proses yang ada di pabrik tersebut.

Batas Modal Minimal Startup Fintech Segera Ditentukan OJK

Kehadiran startup di segmen financial technology (fintech) yang saat ini makin banyak bermunculan dicermati dengan baik oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK). Satu hal yang nantinya akan dibuat aturan yang jelas adalah terkait dengan penentuan batas modal minimal industri fintech.  Salah satu alasan dibuatnya aturan tersebut adalah untuk perlindungan konsumen.

“Ini lagi kita bahas, bukan hanya soal sektor IKNB (industri keuangan non bank), tapi juga di sektor perbankan, pasar modal juga. Tapi kita atur sederhana saja karena banyaknya startup company. Kita persyaratkan modal, tapi juga sedikit saja,” kata Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK Firdaus Djaelani kepada Neraca.

Selama ini fintech sebagai perusahaan yang masuk dalam kategori industri keuangan berbasis teknologi kebanyakan menggunakan modal milik sendiri untuk menjalankan bisnisnya dan bukan deposit taker atau perusahaan yang mengumpulkan dana dari masyarakat. Dengan demikian nantinya aturan akan disesuaikan dengan nominal yang tepat dan tentunya tidak terlalu besar jumlahnya. Hingga kini OJK yang masih belum bersedia menentukan berapa batas modal minimal yang tepat kepada startup fintech.

“Yang ringan-ringan dulu. Nanti awal-awal gitu, kalo udah baru kita tingkatkan yang agak besar atau bagaimana gitu. Yang penting concern kita adalah bagaimana agar tidak merugikan konsumen,” ujar Firdaus.

Salah satu aspek yang menjadi penentu dari ketetapan tersebut adalah keberadaan kantor serta penggunaan server oleh startup fintech, yang nantinya akan mempengaruhi berapa besar batas modal yang ditentukan.

“Jadi misalnya kira-kira berapa ya, sewa ruko dan lain-lain. Sewa ruko paling murah Rp100 juta, apa Rp 500 juta, atau Rp1 miliar atau berapa,” tambah Firdaus.

Selain itu yang juga diperlukan oleh startup fintech adalah keberadaan lembaga kustodi, yang berfungsi untuk menyimpan data digital nasabah, agar terhindar dari aksi kecurangan dari nasabah yang ‘nakal’.

“Misalnya nasabah agak nakal, jadi diubah-ubah sedikit, lalu nanti terjadi sengketa yang di sini begini tapi di sana berbeda. Nah kalau misalnya terjadi sengketa, kita lihat ke kustodinya karena kan dia juga punya yang digital,” kata Firdaus.

Peluang teknologi fintech diaplikasikan perusahaan asuransi

Di lain pihak, kemudahan yang ditawarkan oleh fintech untuk memberikan informasi, layanan serta kebutuhan yang diperlukan oleh nasabah, menjadikan alasan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mempertimbangkan fintech untuk diaplikasikan perusahaan asuransi.

Diharapkan nantinya fintech tidak hanya membantu penjualan produk asuransi, tetapi juga mempercepat proses pembelian, pembayaran premi, penjelasan produk dan klaim pemegang polis sehingga nasabah tidak perlu datang ke kantor cabang perusahaan asuransi.

Kemenkominfo Optimis 2019 Seluruh Kabupaten Kota Akan Terhubung Internet Cepat

Keberadaan dan manfaat internet untuk menyulut kemajuan di berbagai bidang sudah tak diragukan lagi. Banyak pembuktian yang sudah menunjukkan bagaimana transformasi cara tradisional ke modern dapat memberikan optimalisasi dan efisiensi bagi harkat hidup orang banyak. Meyakini akan hal itu, Kemenkominfo berambisi untuk memastikan seluruh kabupaten kota di Indonesia dapat terhubung ke internet broadband di tahun 2019. Tidak hanya sekedar terhubung, melainkan dengan kualitas yang baik.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menkominfo yang akrab dipanggil Chief RA. Dalam sebuah kesempatan kunjungan di Batam, Chief RA menegaskan visinya untuk membuat akses internet dapat dinikmati secara menyeluruh di Indonesia. Salah satu aksi nyata yang dipaparkan adalah pemerintah akan terjun langsung membangun dan mengawasi infrastruktur pitalebar dalam proyek Palapa Ring, yang sudah disinggung sejak tahun sebelumnya.

Menilik data Kemenkominfo, dari total 514 kabupaten kota di Indonesia, baru sekitar 400 yang telah terhubung ke akses internet cepat. Selain itu kecepatan pun tak merata. Chief RA mengambil contoh perbandingan konektivitas internet di Jakarta 20 kali lebih cepat dibanding dengan yang ada di wilayah Indonesia bagian timur. Terkait dengan persebaran harga pun demikian, di luar Jawa kebanyakan lebih mahal.

Program besar Pitalebar Indonesia sendiri yang menginisiasi langkah tersebut sudah digaungkan pemerintah sejak pertengahan 2014. Melalui Peraturan Presiden No. 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019 pemerintah akan melakukan penataan ulang strategi pembangunan pitalebar secara nasional dan menyeluruh, tentu dengan harapan agar seluruh masyarakat Indonesia di seluruh penjuru dapat menikmati manfaat dari jaringan internet.

Pembangunan akses internet berkecepatan tinggi jelas merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari strategi bangsa Indonesia untuk mewujudkan jaringan internet yang merata. Selain bertujuan untuk persebaran informasi yang tak terbatas, perwujudan ini juga ditujukan untuk meningkatkan daya saing masyarakat berkat internet.