Pimpin Transformasi Digital Kalbe Farma, Risman Adnan Eksplorasi Inovasi Kemanusiaan

“Bagi saya, industri kesehatan lebih beresonansi karena dampaknya sangat luas terhadap masyarakat. Business nature-nya tidak balapan seperti industri lain, karena kita punya waktu panjang untuk berinovasi.”

Risman Adnan tidak sepenuhnya meninggalkan industri teknologi setelah hampir dua dekade berkarier di sana. Selepas Microsoft dan Samsung, Risman melakukan transisi karier signifikan dengan bergabung ke PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) pada Januari 2023. Masih dalam pusaran elemennya, ia tertantang mentransformasi digital salah satu perusahaan farmasi terbesar Indonesia ini untuk go global.

Transformasi digital, ungkapnya, adalah sebuah maraton inovasi dengan proyeksi ROI jangka panjang. Yang terjadi saat ini, banyak perusahaan go digital, tetapi hanya diartikan sebagai another IT. Lalu, peta jalan apa yang dipersiapkan Risman untuk membawa Kalbe Farma ke tingkat global?

Transformasi Kalbe

Risman didapuk sebagai Corporate Digital Technology Director di Kalbe Farma, berperan mendorong inovasi pada bisnis existing dan mengeksplorasi peluang baru secara bersamaan. Untuk menjalankan dua fungsi itu, Kalbe Farma membentuk divisi Corporate Digital Technology (CDT) yang dipimpin olehnya.

CDT kembali terbagi dalam dua divisi besar, yakni Kalbe Digital University (KDU) untuk pembelajaran berkelanjutan di bidang teknologi; dan Kalbe Digital Lab (KDL) untuk pengembangan inovasi maupun riset. KDL akan membantu unit bisnis di Kalbe Farma untuk menghadirkan fitur/layanan atau komersialisasi ide/inovasi berdasarkan riset yang dilakukan.

Sebagai informasi, saat ini Kalbe Farma menaungi berbagai lini bisnis kesehatan dari hulu ke hilir, mulai dari pembuatan obat, produk kesehatan, klinik, hingga distribusi. Kalbe Farma juga memiliki layanan berbasis digital, seperti KlikDokter (telemedis), Mostrans (logistik), dan EMOS (distribusi).

(Ki-ka) Aplikasi mobile EMOS, KlikDokter, dan Mostrans / Sumber: situs resmi

“Melewati lebih dari 50 tahun, apa langkah selanjutnya untuk bertahan sebagai perusahaan kesehatan terbesar di Asia Tenggara? Kalbe sudah mulai ekspansi ke luar Indonesia. Namun, untuk mengikuti regulasi yang lebih advanced, ternyata butuh teknologi yang lebih efisien. Kami harus mempersiapkan tech value agar dapat bersaing di lokal, regional, dan global. Kalbe punya R&D yang mengikuti inovasi  dari hulu ke hilir,” jelasnya saat berbincang dengan DailySocial.id.

Ia mengaku saat ini tengah fokus menggarap peta jalan transformasi serta membangun kapabilitas dan jumlah timnya di CDT. Fokusnya tak mencari pro-hire, melainkan lulusan baru yang dapat di-nurture talentanya sejak awal.

“Di Indonesia, bicara pengalaman orang, itu pasti praktikal, tidak punya pemahaman fundamental. Mereka hanya familiar dengan tools atau framework. Mudah dilatih, tetapi fundamentalnya susah dibangun. Orang dengan pengalaman praktikal tidak akan membawa inovasi. Kalau mau invonasi harus  sering baca paper atau riset akademis.”

Life science dan logistik

Risman mengamati banyak perusahaan bertransformasi digital, tetapi baru sebatas pada tahap eksperimental. Layanan digital masih diamini sebagai bisnis tambahan yang memanfaatkan teknologi dan perilaku konsumen. Ia mengaku digital mindset menjadi tantangannya untuk mentransformasi ribuan karyawan.

“Apa itu inovasi? Apakah merujuk pada hasil sebelumnya, standar industri, atau riset akademis? Bisa banyak. Di Samsung, inovasi itu mengacu pada ‘what you can do in term of product features and capabilities that your competitor can’t do’. Di Kalbe, inovasi adalah ‘what we can do better compare to before‘. Misalnya, inovasi tahap lanjut demi kemanusiaan, tidak didorong oleh kompetisi,” ujar Risman.

Risman menyebutkan dua area besar yang akan menjadi prioritas pengembangan inovasinya tahun ini, yakni life science (berkaitan dengan makhluk hidup serta distribusi dan logistik. Pada fokus pertama, ia tengah mendalami studi mengenai genomik dan patologi, turut didukung dengan pemanfaatan teknologi AI.

“AI punya dua bidang besar, yakni computer vision dan NLP—ya termasuk juga robotic automation. Ini penting karena berkaitan dengan intelegensi manusia. Kita sedang eksplorasi ketiga kompetensi ini untuk genomik dan patologi. Di lini distribusi, saya banyak habiskan waktu di Enseval dan BioFarma (mitra) untuk belajar dan bantu pengembangan produk digital. Secara garis besar, kami sedang fokus diferensiasi lini digital, termasuk aplikasi, layanan, dan digital biology.”

Ia mengungkap tengah menginkubasi produk genomik. Sedikit informasi, genomik adalah studi tentang genom sebuah organisme. Pemeriksaan genomik diyakini dapat menjadi alternatif perawatan preventif  karena dapat mengetahui risiko penyakit hingga pengobatan yang tepat seseorang. Terlepas manfaatnya, ujarnya, butuh waktu lama untuk menginkubasinya menjadi sebuah produk.

“Alat [untuk ambil sample] sudah ada. Namun, apakah sudah optimal digunakan sesuai teknologi sekarang? Sistem paling kompleks ada pada tubuh manusia karena terdapat sel, kromosom, dan DNA. Terdapat jalinan protein yang meregulasi tubuh kita. Mulai banyak yang masuk ke sini sekarang. Bisa mengetahui, kalau sakit, bagusnya pengobatan bagaimana. ”

Venture builder

Belakangan, perusahaan skala besar telah melirik pengembangan inovasi atau model bisnis baru melalui partisipasi investasi, mulai dari telekomunikasi, keuangan, hingga industri kreatif. Risman mengungkap berinvestasi di perusahaan teknologi tidak selalu menjadi pilihan tepat. Dalam kasus Kalbe, contohnya, investasi bukan menjadi hal menarik jika melihat skala perusahaan.

Pihaknya kini tengah mengeksplorasi model venture builder yang dinilai lebih menarik untuk pengembangan inovasi di luar lingkungan Kalbe. Menurutnya, bisa jadi venture builder itu menjadi jalan pembuka untuk bermitra dengan pihak di luar negeri.

“Kami masih pelajari apakah [venture builder] cocok untuk perusahaan, seperti Kalbe. Dengan mindset dan kultur kerja baru, mungkin saja inovasi yang diinkubasi sebelum pilot sampai komersialisasi, dapat dibantu dengan venture builder. Kalau sebatas investasi, itu bukan hal yang menarik untuk Kalbe. Digital itu masih sulit untuk menghitung valuasinya,” ungkapnya.

Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah mencari founder, yang tidak hanya menghasilkan ide, tetapi juga mampu mengeksekusinya dan meningkatkan skala bisnisnya sehingga bisa mencapai profitabilitas. “Jadi, kami harus mencari bentuk yang pas untuk masuk ke korporasi. Bring and scale ideas.”

Perang algoritme

Di tengah ledakan data internet, pelaku bisnis dituntut untuk lebih memahami kebutuhan customernya. Pasar dapat berubah dengan cepat, sedangkan masyarakat menginginkan pelayanan yang lebih personal.

Berkaca dari perkembangan industri teknologi selama satu dekade terakhir, Risman menilai bahwa pengembangan aplikasi sudah tidak lagi relevan untuk bersaing di masa depan. Justru algoritme akan menjadi faktor kunci dalam memenangkan pasar.

Ia mencontohkan raksasa e-commerce dunia Amazon yang membangun algoritme untuk memperkuat kata pencarian produknya. Algoritme ini menjadi salah satu kekuatan Amazon untuk bersaing di pasar.

Pada layanan e-commerce, algoritme dapat dimanfaatkan pada use case lain, misalnya meningkatkan pengalaman belanja, memprediksi next purchase date, atau memperkirakan kapan stok barang penjual akan habis. 

“Saya rasa sekarang kita berada di fase equilibrium pada pengembangan layanan digital lewat aplikasi, API, atau database. Selanjutnya apa? Customer intelligence, intelligence service, dan data analytic di dalam aplikasi. Membuat aplikasi itu mudah, yang sulit adalah merancang user experience dengan fitur intelegensi,” tuturnya.

The real war selanjutnya adalah diferensiasi terhadap algoritme untuk meningkatkan pengalaman customer. Namun, menurutnya, kemampuan di Indonesia belum sampai di level intelligence experience karena membutuhkan level matematika yang lebih tinggi.

Pendidikan Sains dan Teknologi Saat Pandemi

Saat terjadi wabah besar di London sekitar tahun 1665-1666 yang membunuh hampir 20% populasi, Sir Isaac Newton harus berdiam di rumah seperti yang kita semua alami saat ini. Saat itu dia masih mahasiswa di Trinity College di Cambdridge dan terpaksa harus menghabiskan waktu di rumah, penuh ketakutan terhadap wabah. Tidak banyak yang bisa dia lakukan, kecuali membaca dan menyibukkan diri untuk menyelesaikan banyak masalah. Salah satu yang dia berhasil dia selesaikan adalah teori tentang gravitasi, yang konon dia temukan karena kejatuhan buah apel.

Cerita tentang buah apel dan teori gravitasi Sir Isaac Newton sangat menginspirasi. Sejak masa WFH, saya banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak dan mengamati bagaimana mereka belajar dan bagaimana guru-guru mereka mengajar. Tentu saja sangat tidak ideal dan banyak kekurangan. Kemampuan para guru menjelaskan topik sains dan teknologi yang sangat terbatas sangat berpotensi membuat siswa justru tidak tertarik sama sekali. Ini bukan saatnya untuk mencari kambing hitam, melainkan memberi solusi.

Sudah ada beberapa materi pembelajaran online yang berkualitas dunia, seperti Khan Academy. Tetapi karena berbahasa Inggris, tidak banyak siswa yang mampu mengikutinya karena keterbatasan kemampuan bahasa, termasuk anak-anak saya. Mirisnya, solusi serupa berbahasa Indonesia dijadikan komoditas yang berbayar, yang tentu saja bukan solusi yang tepat saat krisis seperti ini.

Pendidikan sains dan teknologi itu tidak bisa dipisahkan karena semua pencapaian manusia dalam teknologi adalah hasil eksplorasi sains sebelumnya. Sudah banyak data yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sains dan teknologi kita di Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia. Ini sangat menyedihkan, apalagi mengingat tingginya biaya pendidikan di sekolah-sekolah terbaik.

Tidak semua anak Indonesia memiliki kesempatan untuk masuk ke sekolah-sekolah terbaik tersebut. Fakta ini sangat menganggu tidur malam saya dan mengingatkan masa kecil di Poso, kabupaten kecil di Sulawesi Tengah. Jutaan anak Indonesia masih mengalami masalah yang sama hingga saat ini. Tidak mendapatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas.

Saya tidak melihat solusi untuk memberikan kemerdekaan belajar, apalagi yang bisa menginspirasi siswa dalam sains dan teknologi. Tingkat pemahaman matematika, fisika dan komputasi yang sangat rendah tidak akan melahirkan inovator di masa depan. Yang ada hanya menghasilkan golongan kaum pekerja praktikal dan Indonesia hanya menjadi pasar bagi teknologi-teknologi baru, bukan perintisnya.

Ketertarikan terhadap sains dan teknologi harus diawali dari masa pendidikan K12, tidak hanya di Universitas. Yang sangat mengkhawatirkan, di semua tingkatan pendidikan, kondisinya sama buruknya. Pemahaman sains dan teknologi kita termasuk paling rendah di dunia. Ada ilusi bahwa kita sudah berhasil melahirkan perusahaan-perusahaan teknologi yang berstatus unicorn, tapi pada dasarnya mereka hanya menjalankan bisnis biasa dengan teknologi digital. Jumlah paten dan kontribusi riset teknologi kita masih sangat-sangat rendah.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk mengubah kondisi ini, bahkan mungkin tidak banyak yang peduli untuk memikirkan solusinya. Masalah ini sudah sangat menganggu pikiran kami sejak lama jauh sebelum pandemi.

Contoh pembelajaran di kanal Kucing Fisika
Contoh pembelajaran di kanal Kucing Fisika

Di tahun 2008, bersama Prof. Rosari Saleh dan murid-muridnya dari Universitas Indonesia, kami membuat Kucing Fisika, kanal pembelajaran online gratis untuk mendidik siswa mengenai fisika eksperimen. Kucing Fisika telah merilis ratusan video untuk 6 ribuan guru dan siswa belajar secara online dengan alat-alat sederhana yang ada di rumah. Kontribusi tersebut tentu saja tidak cukup untuk mempersiapkan sains dan teknologi bagi siswa K12 dan guru-gurunya.

Tahun 2020 adalah titik balik untuk kembali ke visi awal. Kami ingin berkontribusi nyata ke perkembangan sains dan teknologi. Kali ini bukan untuk fisika eksperimen, tetapi untuk matematika, fisika dan komputasi. Ketiga disiplin tersebut adalah satu kesatuan yang perlu diajarkan dengan baik sejak dini. Dengan kondisi pendidikan kita saat ini, saya percaya bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah kontribusi nyata dari orang-orang yang masih peduli.

Kami merilis RAM School, sebagai kanal pembelajaran matematika, fisika dan komputasi yang disusun berdasarkan kurikulum Cambridge. RAM School berisi rekaman proses belajar dan mengajar yang saya lakukan di rumah dengan anak-anak. Materinya dirancang untuk memberikan pemahaman yang baik tentang sains dan teknologi bagi siswa setingkat SMP dan SMA. Semoga dengan karya sederhana ini kami bisa berkontribusi untuk pendidikan yang lebih baik.


Disclosure: artikel tamu ini ditulis oleh Risman Adnan Mattotorang. Risman adalah Direktur R&D di Samsung R&D Institute Indonesia. Ia bisa dikontak melalui laman LinkedIn.

Melihat Langkah Samsung Menopang Ekosistem Tizen OS di Indonesia

Berakhirnya ajang kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 (INA 3.0) kemarin menjadi langkah awal Samsung untuk memperkenalkan sistem operasi Tizen ke publik Indonesia lewat peluncuran smartphone Samsung Z2. INA 3.0 sendiri menjadi salah satu upaya Samsung untuk memperkaya konten dalam ekosistem Tizen. Ke depannya, selain tetap menggelar INA, Samsung juga berjanji untuk berinvestasi di sisi edukasi agar bisa membantu pengembang dalam menciptakan aplikasi dan juga menemukan model monetisasi yang tepat.

Kehadiran Tizen sebagai sistem operasi anyar sebenarnya bisa membuka banyak peluang baru dari sisi inovasi untuk para pengembang lokal. Pada kenyataanya teknologi adalah sesuatu yang dinamis dan kesuksesannya sangat ditopang oleh bagaimana cara industri yang merangkulnya dapat mengalirkan strategi pertumbuhan pangsa pasar yang tepat. Bila melihat angka, smartphone Samsung sendiri merupakan handset terpopuler yang berhasil terjual di Indonesia per tahun 2015.

Pun begitu, Samsung memang tidak langsung memposisikan Tizen sebagai sistem operasi saingan untuk dua platform paling populer saat ini-Android dan iOS. Samsung lebih memilih untuk menempatkan Tizen sebagai jembatan pengguna feature phone yang ingin beralih ke smartphone untuk merangkul lebih banyak pengguna. Toh Samsung sendiri sudah berkembang menjadi brand yang cukup kuat yang berhasil mendominasi pasar smartphone di Indonesia untuk berbagai kelas, baik itu low-end devices atau high-end devices.

Satu hal yang ingin dijaga setelah Tizen resmi masuk ke Indonesia sebagai sistem operasi smartphone di perangkat Samsung Z2 adalah momentum. Ya, momentum untuk terus merangkul lebih banyak pengembang lokal untuk memperkaya konten di Tizen. Salah satu caranya adalah melalui kompetisi INA yang akan digelar kembali tahun depan.

Manager Content & Service Samsung Indonesia Dolly Surya Wisaka mengatakan, “Samsung akan terus menjaga momentum engagement dengan developer ini. Setiap tahun kami juga memang ada program ini [kompetisi INA], walaupun temanya berbeda-beda. […] Tahun depan, semoga kami juga bisa mengadakan program yang sama lagi [kompetisi INA] untuk menjaga hubungan dengan developers plus encourage teman-teman lainnya untuk lebih produktif membuat aplikasi-aplikasi yang lebih mumpuni.”

“Di samping itu, […] kami juga akan men-develop para evangelist untuk teman-teman developer. […] Evangelist ini dibuat untuk educate teman-teman developer kepada ekosistem Tizen-nya Samsung,” tambah Dolly.

Tidak jauh berbeda, Direktur Samsung R&D Institute Indonesia Risman Adnan juga mengungkapkan bahwa next step yang akan diambil Samsung untuk menopang ekosistem Tizen adalah berinvestasi di edukasi. Tujuan dari investasi ini adalah untuk mengenalkan ekosistem Tizen ke para pengembang lokal. Di samping itu, pengembangan aplikasi yang memiliki dampak positif di masyarakat dan juga menemukan model bisnis yang tepat akan menjadi salah satu elemen yang diperhatikan.

Risman mengatakan, “Ibaratnya ada 1000 steps untuk menjadi entrepreneur yang sukses, sedangkan INA ini baru step dari 0 ke 1 karena menjadi entrepreneur itu ada banyak sekali aspeknya. […] Menjadi entrepreneur [teknologi] itu bukan hanya bisa coding, submit apps, lalu app-nya ada yang download saja, jalannya masih panjang dan Samsung berharap bisa berkontribusi di sini. […] Di saat dia [developers] bilang ‘saya bisa teknis’, tetapi yang non-teknis itu ada banyak sekali [yang belum tentu diketahuinya].”

“Jadi, untuk next step-nya itu Samsung akan investasi di edukasi, membantu pengembangan monetisasi untuk app terbaik, dan membantu dalam menciptakan aplikasi yang memiliki impact langsung ke konsumen,” lanjut Risman.

Risman juga mengungkap bahwa tak menutup kemungkinan di tahun depan pihaknya akan mengembangkan platform untuk memudahkan para developers belajar mengenal Tizen lebih jauh. Misalnya, melalui online learning course untuk menjangkau para developer di luar jawa atau melalui Forum yang dapat menjadi tempat untuk berdiskusi.

Sebagai sebuah sistem operasi baru, Tizen yang merupakan open source platform memang memerlukan dukungan yang tidak sedikit agar bisa tumbuh. Para pengembang lokal yang mengikuti INA pun sempat menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang mereka hadapi dalam mengembangkan aplikasi Tizen adalah minimnya dokumentasi.

Hal tersebut sebenarnya wajar dan bila Anda sempat merasakan bagaimana mengembangkan aplikasi untuk Android di awal kemunculannya, hal yang sama juga pasti pernah dirasakan. Namun, seiring berjalannya waktu dan dokumentasi yang lebih banyak terkumpul, Android kini bisa menjadi sistem operasi mobile paling populer di dunia.

Satu-satunya yang sulit diprediksi adalah reaksi pasar dalam menerima Tizen sebagai sistem operasi alternatif. Meski target pasarnya sudah sangat spesifik, perlu diingat juga bahwa ada cukup banyak perangkat Android menyasar segmen yang sama dengan Tizen.

Kunci paling penting untuk merengkuh pasar di sini adalah inovasi yang lahir dari tangan para developer yang bersedia mengembangkan aplikasi untuk Tizen dan bisa menjawab rasa haus pengguna yang sudah mulai bosan dengan sistem operasi yang ada. Bila ada, bukan tidak mungkin Tizen dapat tumbuh sebagai salah satu sistem operasi alternatif yang patut diperhitungkan.

Samsung sendiri adalah brand besar yang produknya pun tidak terbatas hanya pada perangkat teknologi seperti smartphone, TV pintar, atau laptop. Masih ada produk seperti kulkas, mesin cuci, atau AC yang merupakan home electronic product dan bagian dari potensi pasar smart home yang hingga kini belum digarap maksimal.

Dampak Kompetisi Pengembangan Aplikasi untuk Ekosistem Teknologi Digital

Ajang kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 yang digelar Samsung bersamaan dengan peluncuran perangkat Samsung Z2 yang berbasis sistem operasi Tizen telah berakhir kemarin. Dalam kompetisi tersebut, para peserta yang berpartisipasi berlomba untuk menunjukkan inovasi terbaik mereka dalam membuat aplikasi. Namun pernahkan Anda bertanya, dampak apa yang bisa diberikan oleh sebuah ajang kompetisi pengembangan aplikasi terhadap ekosistem teknologi digital?

General Manager Infinys System Indonesia Dondy Bappedyanto yang menjadi salah satu juri untuk kategori Tizen Apps dalam kompetisi Indonesia Next Apps 3.0 (INA 3.0) menyampaikan bahwa kompetisi seperti INA sebenarnya bisa menjadi langkah awal para developer untuk memvalidasi apakah ide mereka bisa dilempar ke pasar atau tidak. Di samping itu, ini juga bisa mengisi kekosongan yang ada sekarang karena kompetisi-kompetisi serupa mulai jarang di Indonesia.

Dondy mengatakan, “Kompetisi seperti INA ini bagus karena yang seperti ini sudah mulai jarang di Indonesia. […] Jadi yang Samsung lakukan ini bisa mengisi kekosongan yang ada sekarang dan para developer di Indonesia bisa memanfaatkannya untuk menunjukkan karya mereka dan mendapatkan apresiasi. […] Setidaknya dengan kegiatan seperti ini mereka bisa melakukan validasi awal, apakah produknya cocok untuk dilempar ke pasar atau tidak.”

CEO Omni VR Nico Alyus yang menjadi juri di kategori virtual reality (VR) pun memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda. Nico mengatakan bahwa industri VR yang saat ini masih berada di tahap sangat awal pertumbuhannya mebutuhkan hal-hal seperti kompetisi INA. Alasannya sederhana, kompetisi dianggap Nico bisa menjadi trigger bagi orang-orang untuk mulai membuat konten VR karena dari sini peluangnya bisa terlihat.

“Ini [kompetisi] harusnya bisa encourage orang untuk berani mencoba karena melihat opportunity-nya itu ada kalau memang dia [pengembang-pengembang] benar-benar ingin membuat sesuatu. Jadi, tidak hanya berpikir kalau ‘ini kayaknya seru’ karena itu hanya akan berakhir di situ saja. You have to make it, benar-benar membuatnya dan acara seperti ini bisa menajadi trigger bagi orang-orang untuk membuat apa yang mereka inginkan [di VR]. Ini yang harus di jaga agar ekosistemnya bisa berjalan,” kata Nico.

Nada yang sama juga datang dari CEO Setipa Razi Thalib yang menjadi juri di kategori wearable dalam kompetisi INA 3.0. Razi berpandangan, kompetisi seperti INA bisa memberikan indikasi awal bahwa developer yang mengembangkan aplikasi sudah mulai paham siapa target pasar mereka. Apalagi di ranah wearable yang membutuhkan perhatian dari sisi UI/UX karena memiliki limitasinya sendiri.

Pun begitu, ada satu hal yang masih menjadi perhatian yakni di sisi monetisasi layanan. Baik Razi, Dondy, maupun Nico sepakat bahwa salah satu kendala produk yang lahir dari sebuah kompetisi adalah model bisnis yang umumnya masih belum matang.

“Dari sisi kualitas, aplikasi yang ada itu sudah bagus. Tapi yang menjadi kekurangan, yang juga menjadi bagian dari proses nantinya, adalah maturity dari bagaimana men­-generate business model. […] Ini expected sebenarnya, karena saat ini orang kita memang masih lemah kalau membicarakan model bisnis yang kreatif,” ujar Dondy.

Dondy menambahkan, “Contohnya, kalau paid app itu kan kita sudah tahu susah laku di Indonesia. Sedangkan untuk in-app purchase yang dicari adalah bagaimana caranya agar orang mau melakukannya. Kalau tidak menarik, ya itu juga tidak laku. Hal-hal seperti ini yang saya lihat masih kurang, tetapi kalau dari sisi kualitas aplikasi itu sudah sangat bagus.”

Sementara itu Director at Samsung R&D Institute Indonesia Risman Adnan menyampaikan bahwa jika ada 1000 steps untuk menjadi entrepreneur yang sukses, kompetisi INA ini baru step dari 0 ke 1. Meski demikain, ini merupakan langkah paling penting karena artinya dia sudah mau memulai.

Di sisi yang lain, kompetisi INA 3.0 ini juga menjadi salah satu upaya Samsung untuk membantu melengkapi eksositem Tizen yang mulai dibawa masuk ke Indonesia. Melalui kompetisi ini, Samsung secara perlahan mulai memenuhi aplikasi-aplikasi yang bisa dijalankan di sistem operasi Tizen miliknya.

Lewat kompetisi ini juga, menurut Razi, harusnya para pengembang lokal dapat melihat peluang baru yang terbuka. Ada pasar baru yang bisa digarap jika memang eksositemnya nanti bisa berjalan, bertahan, dan tumbuh dengan subur di Indonesia.

Razi mengatakan, “Dari beberapa yang menang atau [nantinya] sukses dari kompetisi ini [INA 3.0] mungkin bisa menjadi contoh atau panutan bagi beberapa pengembang muda yang lain untuk melihat bahwa ini ada potensi untuk mengembangkannya. Merebut pasar lah istilahnya, daripada kita menunggu game dari luar.”

“Kalau ini bisa menjadi contoh atau panutan, harusnya bisa membantu orang-orang mengambil langkah untuk mengembangkan sesuatu [aplikasi]. […] Kalau nanti pasarnya berkembang, bisnis-bisnis, ide-ide, atau games development yang dibikin sekarang itu bisa menjadi membantu mengurangi barrier seseorang untuk mau mencoba hal yang baru [Tizen OS], “ tandasnya.

Hal-hal yang Harus Disiapkan Mahasiswa IT Saat Masuk ke Dunia Industri

Di universitas, jurusan IT dan ilmu yang serumpun seperti ilmu komputer, teknik informatika, dan sistem informasi tergolong menjadi jurusan favorit. Hal yang cukup wajar mengingat industri digital yang kian maju di Indonesia. Tapi dengan banyaknya lulusan IT di Indonesia diikuti dengan kabar mengenai kualitas lulusannya yang mengecewakan. Lalu bagaimana seharusnya mahasiswa atau lulusan IT agar memiliki kualitas yang industri inginkan?

Banyak yang beranggapan bahwa perbedaan kualitas pendidikan IT di Indonesia dan industri IT yang ada disebabkan oleh lingkungan belajar mereka. CEO Dicoding Narenda Wicaksono menilai beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah sumber daya pendidik yang tidak up to date, tidak terhubungnya dunia pendidikan dengan industri, dan terlalu banyaknya informasi yang diterima sehingga pemahaman mahasiswa tidak terlalu dalam.

Beberapa orang menganggap hal ini menjadi permasalahan yang cukup serius, beberapa lainnya tidak. Direktur Samsung R&D Indonesia Risman Adnan adalah salah satu orang yang memandang jurang kualitas dunia pendidikan dan industri adalah sebuah kesempatan. Kesempatan bagi perusahaan yang bisa membimbing dan menginspirasi mereka menjadi orang-orang berkualitas dan berkompetensi di dunia IT.

Menurut Risman, permasalahan ketersediaan informasi dan bahan belajar sudah terpecahkan. Berkat teknologi yang ada, cara belajar mereka berubah. Tak hanya sebatas di ruang kelas, mereka bisa memanfaatkan kurus daring, dan buku-buku digital sebagai sumber ilmu atau informasi.

Permasalahannya adalah belajar membutuhkan rasa ingin tahu. Risman memaparkan bahwa isu utama di Indonesia adalah kekurangan orang-orang pemikir cerdas yang bisa menjadi sumber inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswa. Di sinilah perusahaan bisa mengambil keuntungan. Menginspirasi mereka dengan menumbuhkan rasa ingin tahu untuk belajar.

Kemampuan utama yang harus dimiliki mahasiswa IT

Bagi kalian lulusan IT tentu sudah akrab dengan lowongan pekerjaan yang mencantumkan penguasaan teknologi atau bahasa pemrograman tertentu. Sesuatu yang beragam. Pernahkah terlintas pertanyaan sebenarnya kemampuan apakah yang wajib dikuasai? Kedua narasumber sepakat bahwa algoritma menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki.

Seperti disebutkan di atas akses informasi kini semakin tidak terbatas. Permasalahan-permasalahan teknis dapat dengan mudah teratasi jika mahasiswa menguasai kemampuan dasar seperti algoritma dan kemampuan memahami dan memecahkan sebuah masalah.

Narenda secara spesifik menyebutkan struktur data dan pengetahuan pemrograman berbasis obyek sebagai pendamping kemampuan algoritma. Sedangkan Risman menekankan pada kemampuan dan keterampilan untuk mempelajari hal-hal kompleks sebagai hal yang wajib dimiliki seorang lulusan IT.

“Ambil contoh kemampuan membaca. Ada berapa banyak engineer yang masih membanyak buku konseptual? Atau (ambil contoh) pemecahan masalah, ada berapa dari mereka (engineer) yang masih mengembangkan kompetensi inti mereka pada algoritma? Ini adalah keterampilan dasar yang hilang dan menjadi akar pemasalahan sumber daya di Indonesia.” ujar Risman.

Tips bagi mahasiswa IT untuk menguasai keterampilan IT

Ada banyak cara untuk belajar menguasai keterampilan di dunia IT. Narenda menyebutkan beberapa cara yang bisa dicoba adalah dengan bergabung dengan komunitas. Bergabung dengan komunitas bisa memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang perkembangan teknologi terkini. Selain komunitas, Narenda juga menganjurkan untuk terlibat dalam pengembangan proyek, membuat proyek sendiri, atau mengikuti kompetisi agar memiliki deadline dan terbiasa dengan jadwal yang tertata rapi.

Sementara itu Risman menyarankan agar para mahasiswa mematangkan konsep matematika dan algoritma. Ini bisa sangat membantu mahasiswa dalam berpikir sistematis dan memudahkan dalam mengadopsi teknologi terbaru.

“Saran saya bagi mahasiswa adalah benar-benar menempatkan perhatian pada keterampilan dasar di perkuliahan. (Hal ini bisa) Memudahkan untuk mengejar ketertinggalan teknologi kemudian, tapi tidak sebaliknya,” ungkap Risman.

Membangun Skema Teknis Yang Baik untuk Produk Startup (Bagian 2 – HABIS)

 / Shutterstock

Ini adalah bagian kedua dari dua tulisan. Silakan simak tulisan bagian pertama di tautan ini.

Produk aplikasi saat ini dituntut untuk tersedia di berbagai jenis platform, minimal untuk Android, iOS dan web-based karena pangsa pasarnya tinggi. Banyak pengembang meyakini bahwa porting aplikasi dengan tools tertentu tidak akan lebih baik dari pengembangan aplikasi secara native untuk platform tertentu. Benarkah demikian? Kami membahas topik ini dengan Direktur Samsung R&D Institute Indonesia (SRIN) Risman Adnan. Continue reading Membangun Skema Teknis Yang Baik untuk Produk Startup (Bagian 2 – HABIS)

Membangun Skema Teknis yang Baik untuk Produk Startup (Bagian 1)

Penyelarasan komponen teknis dalam sebuah startup menjadi salah satu faktor keberhasilan / Shutterstock

Ini adalah bagian pertama dari dua tulisan. Silakan simak tulisan bagian kedua di tautan ini.

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk mewawancara Risman Adnan yang saat ini menjabat sebagai Direktur Samsung R&D Institute Indonesia (SRIN). Pada sesi wawancara kali ini tema yang diperbincangkan ialah seputar bagaimana menciptakan pondasi kode yang baik untuk sebuah produk software di kancah startup. Saya mengawali pertanyaan dengan meminta pendapat terkait kematangan produk tech-startup yang ada di Indonesia saat ini. Hype startup yang kian bertumbuh, dan makin banyaknya penggelontoran funding menjadikan salah satu indikasi sektor ini berpotensi untuk dibawa go global. Continue reading Membangun Skema Teknis yang Baik untuk Produk Startup (Bagian 1)

[Menjadi] “Software Engineer” yang Baik?

Biasanya saya memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjawab pertanyaan tersebut atau hanya tersenyum untuk menanggapinya karena konteksnya yang tidak terdefinisi dengan baik. Kita mendengar banyak mitos tentang bagaimana menjadi teknisi software yang baik dan kebanyakan dari kita lebih sering membicarakan tentang hal sebaliknya – kebiasaan buruk dari para teknisi software, seperti peretas pemalas, diktator, superman yang super kuat, ahli tai-chi yang ceroboh, terlalu berhati-hati, terpaku pada Google, pembenci dokumentasi, tidak suka coba-coba, ahli sandi yang licik, kura-kura ninja, atau mungkin lebih memikirkan bisnis, kita sebut mereka investor jangka pendek. Anda tidak perlu berkonsultasi dengan para ahli di Quora untuk tahu perilaku buruk mereka, karena pastinya Anda sudah cukup hapal. Continue reading [Menjadi] “Software Engineer” yang Baik?

Good Software Engineer?

It takes quite some time to become good software engineer / Shutterstock

Usually it takes sometime for me to answer such question or I just give my best two cents smile because the context is not well defined. We hear a lot of myth of being good software engineers and mostly more familiar with the other side of the equation – the bad habits of software engineers, such as lazy-pseudo-hacker, dictator, brute-force superman, careless tai-chi master, overcautious, Google-bot, documentation-hater, not-a-tester, dirty coders, ninja-turtle, or maybe to be more business-centric, we call them short-term-investor. You don’t need to consult the experts in Quora to get to know their bad behaviors, as obviously you are familiar.

Continue reading Good Software Engineer?

Microsoft Umumkan Finalis Imagine Cup 2013 Indonesia

Imagine Cup 2013, ajang kompetisi teknologi bagi para pelajar yang digelar Microsoft Indonesia kini memasuki babak final. Tiga tim terbaik dari kategori Games, Innovation, dan World Citizenship bertarung pada final yang diselenggarakan pada 12 April 2013 mendatang. Selanjutnya, tim yang keluar sebagai pemenang akan mendapat kehormatan mewakili Indonesia, bergabung dengan pemenang dari negara lain untuk berkompetisi di Worldwide Finals pada Juli mendatang di St. Petersburg, Rusia. Continue reading Microsoft Umumkan Finalis Imagine Cup 2013 Indonesia