Robot Anki Vector Bakal Kedatangan Kepribadian Baru dalam Wujud Integrasi Alexa

Salah satu kelebihan utama robot Anki Vector dibandingkan pendahulunya adalah kemampuannya untuk memahami perintah suara yang diberikan orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut jelas membuatnya sangat ideal untuk berperan sebagai asisten, dan pengembangnya sadar betul akan itu.

Sebulan pasca pemasaran Vector, Anki merilis teaser yang mempertontonkan integrasi Amazon Alexa pada robot mungil tersebut. Alexa pada robot seharga $250 itu ibarat kepribadian keduanya. Saat pengguna memanggil “Alexa”, seketika itu juga Vector akan berhenti melakukan apapun yang sedang ia kerjakan, lalu ganti Alexa yang mendengarkan ucapan sang pengguna.

Video di bawah menunjukkan bagaimana pengguna dapat mengontrol beragam perangkat smart home melalui Vector yang menjadi ‘rumah’ baru buat Alexa. Anki mengaku bahwa integrasi Alexa ini merupakan salah satu fitur yang paling banyak diminta oleh konsumennya, dan Anki sudah siap mewujudkannya sebelum musim liburan tiba tidak lama lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Anki juga merilis update yang membawa sejumlah penyempurnaan untuk Vector. Yang paling utama adalah tambahan ratusan animasi dan reaksi yang bisa diterapkan oleh Vector, termasuk ketika merespon frasa-frasa seperti “good robot”, “good morning”, “I love you”, dan “be quiet”.

Terakhir, performa Vector turut dibenahi lewat update ini, spesifiknya kemampuannya untuk mendeteksi ujung meja, sehingga ia bisa langsung mundur dan tidak terjatuh dari atas meja. Dibandingkan sebelumnya, Vector kini dapat bereaksi dengan lebih sigap berkat algoritma pemetaan ruang yang lebih baik.

Sumber: VentureBeat.

Kebun Indoor dengan Tenaga Kerja Robot Sebagai Solusi Atas Menurunnya Jumlah Pekerja Bidang Agrikultur

Bicara soal pemanfaatan teknologi di industri agrikultur, yang kita ingat mungkin hanya sebatas bertambah banyaknya drone komersial yang dirancang khusus untuk membantu para petani dan pemilik kebun. Namun siapa yang menyangka pembahasan ini sebenarnya bisa berlanjut ke bidang automasi alias tenaga kerja robot.

Visi tersebut tengah diwujudkan oleh sebuah startup asal Amerika bernama Iron Ox. Terus menurunnya jumlah tenaga kerja bidang agrikultur di AS memaksa mereka untuk bereksperimen dengan bidang robotik demi merealisasikan kebun otomatis yang bisa beroperasi sendiri tanpa bantuan tangan manusia.

Meski belum sepenuhnya berhasil, upaya mereka sudah mulai kelihatan hasilnya. Mereka baru saja membuka kebun hidroponik indoor di kota San Carlos. Luas fasilitas itu memang cuma sekitar 750 m², akan tetapi kapasitas produksinya bisa mencapai 26.000 bonggol sayur per tahun, setara kebun outdoor yang luasnya lima kali lebih besar.

Iron Ox automated farm

Dua jenis robot yang diperkerjakan di antaranya adalah robot besar yang bertugas memindah bak demi bak berisi tanaman, serta robot yang bertugas untuk memindah bonggol demi bonggol sayur ke bak yang baru sesuai dengan usia perkembangannya.

Agar robot-robot tersebut bisa saling membantu satu sama lain, dibutuhkan software yang mengatur semuanya. Iron Ox mengembangkannya sendiri dan menjulukinya “The Brain”. Beberapa tugasnya antara lain adalah memonitor kadar nitrogen, suhu, serta lokasi tiap-tiap robot.

Hampir semua pekerjaan di kebun Iron Ox ini ditangani oleh robot. Untuk sekarang, yang belum adalah tahap pembibitan dan pengolahan hasil panen. Ke depannya, Iron Ox berharap tahap-tahap ini juga bisa diautomasi dengan robot.

Iron Ox automated farm

Hasil panen dari kebun Iron Ox juga belum dijual selagi mereka masih bernegosiasi dengan restoran dan pedagang setempat. Puluhan ribu bonggol selada yang dihasilkan untuk sementara baru disimpan di gudang makanan setempat, sekaligus dijadikan santapan di kantin karyawan Iron Ox sendiri.

Apa yang dilakukan Iron Ox ini sejatinya bisa menjadi contoh bahwa tidak selamanya robot atau AI harus menjadi momok buat tenaga kerja manusia. Permintaan akan sayuran terus naik, sedangkan jumlah pekerjanya turun; peran automasi dan robot di sini tidak lain dari membantu mengatasi masalah.

Di samping itu, Iron Ox juga ingin mempersingkat waktu perjalanan sayuran dari kebun ke konsumen, sehingga yang mereka dapat adalah sayuran yang lebih segar. Berhubung yang diperkerjakan adalah robot, Iron Ox pun tidak harus memusingkan masalah standar gaji kawasan perkotaan yang lebih tinggi daripada daerah pinggiran.

Sumber: MIT Technology Review.

Robot Sphero Bolt Dirancang untuk Memberikan Pengalaman Belajar dan Bermain yang Amat Bervariasi

Produsen robot mainan Sphero kembali membuktikan bahwa fokus utama mereka adalah menciptakan produk yang mendidik, bukan sebatas untuk keren-kerenan saja seperti miniatur BB–8 maupun Spider-Man. Usai meluncurkan Sphero Mini tahun lalu, tahun ini mereka memperkenalkan Sphero Bolt yang bahkan mengemas filosofi STEM (science, technology, engineering, math) yang lebih mendalam lagi.

Bolt masih berwujud bola, sama seperti Sphero orisinil. Perbedaan yang langsung kelihatan adalah sebuah LED matrix dengan layout 8 x 8 yang dapat diprogram untuk beragam kebutuhan, mulai dari sesederhana menampilkan emoticon senyum, sampai menampilkan data secara real-time.

Sphero Bolt

Komponen baru lain yang diusung Bolt adalah empat buah sensor infra-merah, yang memungkinkannya untuk berinteraksi dengan unit Bolt lain. Sphero bilang bahwa hingga lima unit Bolt sekaligus dapat berbicara satu sama lain dalam radius lima meter, dan ini merupakan pertama kalinya ada robot Sphero yang dapat saling berkomunikasi.

Sensor ambient light turut disematkan agar Bolt bisa diprogram berdasarkan kondisi pencahayaan di sekitarnya. Semua tahap coding ini berlangsung melalui aplikasi Sphero Edu yang memadukan bahasa pemrograman JavaScript dengan Scratch Blocks yang lebih visual.

Sphero Bolt

Ekosistem Apple turut didukung melalui kompatibilitas dengan Swift Playgrounds, dan kalau memang sudah bosan coding, Bolt tetap bisa dipakai untuk sekadar bersenang-senang dengan bantuan aplikasi Sphero Play. Juga telah disempurnakan adalah baterainya, yang kini bisa tahan sampai sekitar dua jam pemakaian.

Saat ini Sphero Bolt sudah dipasarkan dengan harga $150. Ia memang tidak seekonomis Sphero Mini (yang memang dirancang untuk menjangkau lebih banyak kalangan konsumen), akan tetapi kapabilitasnya memang jauh lebih banyak berkat kehadiran sederet sensor barunya.

Sumber: TechCrunch dan The Verge.

Anki Vector Adalah Robot Mungil yang Mandiri dan Penuh Kepribadian

Melihat perkembangan pesat teknologi robotik dan artificial intelligence (AI) dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit yang membayangkan skenario masa depan di mana robot berhasil memperbudak manusia. Bahkan sosok jenius macam Elon Musk dan almarhum Stephen Hawking pun percaya kemungkinan seperti ini bisa terjadi.

Lain halnya dengan perusahaan robotik dan AI bernama Anki. Mereka ingin membuktikan hal sebaliknya, bahwa robot juga bisa berteman dengan manusia. Dua tahun lalu, mereka pun memperkenalkan Cozmo, robot mungil yang punya kepribadian dan dirancang untuk menjadi penggembira keseharian manusia.

Anki Vector

Anki masih sangat percaya dengan visinya itu. Mereka bahkan ingin membuktikannya lebih jauh lagi. Dari situ lahirlah Anki Vector, saudara sekaligus suksesor Cozmo yang jauh lebih cerdas. Wujudnya memang mirip, begitu juga fungsi-fungsi mendasarnya, akan tetapi Anki telah menerapkan sederet pembaruan yang punya dampak sangat signifikan.

Yang paling utama, kalau Cozmo memerlukan koneksi konstan ke smartphone untuk melancarkan semua aksinya, Vector tidak demikian. Sambungan dengan smartphone hanya diperlukan pada setup awalnya. Setelahnya, Vector bisa ‘hidup’ sendiri tanpa bantuan smartphone.

Anki Vector

Rahasianya terletak pada penggunaan prosesor Qualcomm APQ8009, yang pada dasarnya mirip seperti prosesor smartphone, hanya saja dirancang secara spesifik untuk perangkat IoT (Internet of Things) dengan mempertimbangkan faktor-faktor krusial seperti dimensi, efisiensi energi, dan lain sebagainya. Sebagai robot mungil yang mandiri, Vector merupakan kandidat kuat untuk prosesor ini.

Berkat prosesor tersebut, Vector bisa menerapkan kapabilitas berbasis AI maupun kebutuhan komputasi lainnya secara lokal. Ia memang masih perlu terhubung dengan jaringan cloud (via Wi-Fi), akan tetapi ini hanya untuk menerima firmware dan software update, serta untuk mengolah perintah suara dengan teknik natural language processing.

Anki Vector

Perintah suara? Ya, Vector bisa mendengar. Tidak seperti Cozmo, Vector telah dibekali empat buah mikrofon berteknologi beam-forming. Cukup panggil dia dengan frasa “Hey Vector”, maka Vector langsung siap menerima instruksi maupun mendengar pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya.

Kamera HD dengan sudut pandang 120º masih ada dan masih berperan sebagai indera penglihatan di sini. Wajahnya juga diisi oleh panel layar IPS berwarna untuk mengekspresikan beragam perasaannya. Ia bahkan bisa bereaksi terhadap sentuhan manusia berkat panel kapasitif yang tertanam di bagian punggungnya.

Anki Vector

Anki mengklaim bahwa secara total ada nyaris 700 komponen yang membentuk Vector. Itu termasuk beraneka sensor seperti 4 sensor infra-merah di bagian bawahnya yang berfungsi untuk mencegah Vector terjatuh saat berada di ujung permukaan, serta scanner laser di bawah wajahnya untuk memetakan lingkungan di sekitarnya dengan radius maksimum sekitar 90 cm.

Ketika baterainya hampir habis, Vector bakal bergerak sendiri menuju charging dock-nya untuk ‘mengisi bensin’. Sifat mandiri dan disiplin memang sudah semestinya tidak mengenal ukuran, apalagi dalam konteks robot.

Anki Vector

Sama seperti Cozmo, Vector juga dipastikan bakal bertambah pintar seiring Anki merilis update demi update. Komitmen Anki ini pun sudah terbukti; selama dua tahun Cozmo berkiprah, sudah ada 23 update yang dirilis untuknya, dan itu semua bisa didapat tanpa biaya ekstra.

Berhubung Vector lebih pintar, wajar kalau harga jualnya lebih mahal ketimbang Cozmo. Anki bakal memasarkannya mulai tanggal 12 Oktober mendatang seharga $250. Anki pun juga melangsungkan kampanye crowdfunding di Kickstarter bagi yang tertarik melakukan pre-order sekaligus mendapatkan potongan harga, meski ini hanya berlaku untuk konsumen di Amerika Serikat saja.

Sumber: 1, 2, 3.

Rolls-Royce Kembangkan Robot Mini untuk Membantu Mempercepat Perbaikan Mesin Pesawat

Rolls-Royce mungkin lebih dikenal sebagai produsen mobil super-mewah, akan tetapi pabrikan asal Inggris itu sebenarnya sudah memproduksi mesin pesawat sejak era Perang Dunia I, dan masih terus aktif sampai saat ini. Mereka pun juga tidak mau ketinggalan perihal teknologi. Buktinya, mereka sedang mengembangkan robot untuk membantu mempercepat proses perbaikan mesin pesawat.

Proyek ini Rolls-Royce kerjakan bersama para cendekiawan asal Harvard, University of Nottingham, dan sejumlah mitra lainnya. Bukan cuma satu, total ada empat robot yang tengah ditelusuri konsepnya, serta ada pula yang sudah mulai masuk dalam tahap pengembangan.

Robot yang pertama dijuluki Swarm, memiliki bentuk menyerupai kecoak dengan diameter sekitar 10 mm. Fungsinya adalah untuk merayap ke bagian tengah mesin, melakukan inspeksi visual di area-area yang sulit, yang sebelumnya mustahil dijangkau tanpa melepas mesin dari rangka pesawat.

Rolls-Royce Swarm robot

Setiap unit Swarm dilengkapi kamera kecil berdimensi 15 mm sehingga apa yang dilihat bisa langsung dipantau oleh tim operator secara real-time. Sebelum memulai aksinya, Swarm akan terlebih dulu ‘diantar’ oleh robot kedua yang bernama Flare. Flare memiliki bodi yang fleksibel macam seekor ular, sehingga ia dapat dioperasikan layaknya sebuah endoskop.

Kombinasi ini diyakini dapat mempercepat proses perbaikan secara drastis. Berbicara kepada CNBC, James Kell yang menjabat sebagai Technology Specialist di Rolls-Royce memperkirakan waktu inspeksi yang diperlukan oleh robot-robot ini mungkin hanya sekitar lima menit, sedangkan kalau ditangani tim mekanik seperti yang ada sekarang, bisa memakan waktu sampai lima jam.

Robot yang ketiga dinamai Inspect, persis sesuai fungsinya. Secara teknis, Inspect merupakan kamera kecil berwujud ala periskop yang ditanamkan secara permanen ke dalam mesin. Berdasarkan observasinya dari waktu ke waktu, Inspect bakal melapor ketika masa perawatan mesin sudah tiba.

Mesin pesawat Rolls-Royce Trent XWB / Rolls-Royce
Mesin pesawat Rolls-Royce Trent XWB / Rolls-Royce

Robot yang terakhir disebut dengan istilah remote boreblending, dan ini yang sudah mulai masuk tahap pengembangan. Robot ini bertugas melakukan perbaikan, semisal mereparasi bilah kompresor menggunakan laser, dan sesuai namanya, ia bisa dikendalikan secara remote oleh tim operator di markas Rolls-Royce, yang berarti waktu tidak akan terbuang sia-sia hanya untuk menerbangkan tim mekanik ke lokasi pesawat.

Kalau kita perhatikan, robot-robot ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran manusia secara menyeluruh. Mereka tidak lebih dari sebatas alat bantu, dan kehadiran tim ahli tentu masih sangat diperlukan. Jadi, ya, sepertinya profesi teknisi mesin pesawat masih aman dari jarahan robot, setidaknya untuk beberapa tahun mendatang.

Sumber: CNBC dan Rolls-Royce.

Drone Ini Dapat Berubah Bentuk dengan Sendirinya Selagi Mengudara

Sudah ada cukup banyak drone yang mampu mengudara di dalam ruangan dengan cekatan, tapi sejauh ini baru yang ukurannya kecil saja. Drone besar di sisi lain bakal kesulitan ketika harus berhadapan dengan pintu, tembok dan berbagai perabot lainnya di dalam ruangan.

Namun drone buatan para ahli robotik di JSK Lab University of Tokyo ini berbeda. Ukurannya besar, tapi ia dapat berubah bentuk dengan sendirinya, menyesuaikan dengan kondisi di sekitarnya selagi mengudara. Kalau memang perlu, bentuknya bahkan bisa menyerupai seekor naga seperti pada gambar di atas.

Drone ini dinamai DRAGON, namun seperti proyek sains pada umumnya, nama tersebut ada kepanjangannya: “Dual-rotor embedded multilink Robot with the Ability of multi-deGree-of-freedom aerial transformatiON”. Ya, lebih baik kita panggil dia DRAGON saja.

DRAGON drone

Prototipe robot terbang ini sebenarnya terdiri dari empat modul yang disatukan. Masing-masing modul memiliki sepasang rotor yang tersambung ke gimbal, sehingga arah dorongannya bisa diatur sesuai kebutuhan. Setiap modul kemudian disambungkan dengan semacam lengan robotik, dan yang menjadi otak semuanya adalah komputer mini Intel Euclid yang dilengkapi kamera 3D.

Pengembangnya membayangkan skenario di mana DRAGON dapat memanfaatkan kemampuan transformasinya untuk berinteraksi dan memanipulasi objek di sekitarnya. Misalnya, kedua ujungnya bisa ditemukan lalu membentuk semacam penjepit, atau malah ‘memeluk’ sebuah objek dan membawanya dari titik A ke B.

DRAGON tentu saja masih belum benar-benar matang. Prototipenya untuk sekarang baru bisa mengudara selama 3 menit saja. Selain itu, pengembangnya juga bilang bahwa DRAGON sebenarnya bisa terbentuk dari 12 modul, bukan cuma 4.

Sumber: IEEE Spectrum.

Amazon Akan Meluncurkan Robot Rumah ‘Vesta’ Tahun Depan?

Lewat peluncuran Alexa secara luas di Amerika pada bulan Juni 2015, Amazon resmi menyelami ranah asisten virtual. Sederhananya, asisten virtual adalah agen software ‘pelayan’ individu dengan metode interaksi yang alami. Namun belakangan juga diketahui bahwa Amazon punya niatan untuk mengembangkan asisten yang bisa membantu manusia secara fisik.

Dilaporkan oleh Bloomberg berdasarkan info dari narasumber mereka, sang raksasa eCommerce asal Seattle itu kabarnya tengah menciptakan robot rumah tangga. Robot tersebut mereka beri codename ‘Vesta’, diambil dari nama dewi keluarga dan rumah dalam kepercayaan Romawi Kuno. Upaya tersebut juga bukan sekadar wacana. Pengembangannya sudah dimulai bertahun-tahun lalu dan Vesta rencananya akan didistribusikan tak lama lagi.

Pengerjaan Vesta diawasi oleh Gregg Zehr, kepala divisi riset hardware Amazon Lab126 yang berlokasi di Kalifornia. Lab126 merupakan tim yang berjasa menciptakan speaker Echo, set-top box Fire TV, tablet Fire serta Fire Phone. Mereka mempercayakan mantan eksekutif Apple Max Paley untuk mempimpin pengembangan bagian computer vision-nya, lalu Amazon juga telah menyewa sejumlah pakar ilmu mekanik ternama di industri robotik.

Belum diketahui jelas apa saja kemampuan Vesta, dan seperti apa penampilannya. Para informan berspekulasi, boleh jadi sang robot merupakan ‘vesi mobile’ dari Alexa, mampu menemani pengguna di bagian-bagian rumah yang tidak mempunyai perangkat Echo. Unit purwarupa dari Vesta dibekali rangakaian kamera dan software computer vision, memungkinkannya mengenali keadaaan lingkungan di sekitarnya.

Proyek Vesta berbeda dari robot kreasi Amazon Robotics. Tim berbasis Massachusetts itu fokus pada perancangan robot ‘pemindah barang’ untuk keperluan pengelolaan gudang. Amazon Robotics adalah anak perusahaan yang dahulu dikenal sebagai Kiva Systems – sebelum Jeff Bezos dan tim mengakuisisinya. Solusi-solusi dari Kiva Systems telah digunakan oleh The Gap, Office Depot hingga Walgreens.

Meski penggarapan Vesta dilakukan cukup lama, baru di tahun ini Amazon tampak gencar merekrut lebih banyak talenta. Blooomberg menyampaikan bahwa ada lusinan lowongan kerja sempat terbuka di laman Lab126, dari mulai ‘teknisi software robot’ sampai ‘teknisi sensor’.

Hal paling menarik dari kabar ini adalah, kita mungkin akan berkenalan dengan Vesta dalam waktu dekat. Narasumber bilang bahwa jika semuanya berjalan lancar, proses distribusi untuk keperluan uji coba akan dilakukan di akhir tahun nanti, kemudian Vesta akan tersedia bebas buat konsumen di awal 2019.

Tentu saja tidak menutup kemungkinan bagi divisi Lab126 dan Amazon Robotics untuk berkolaborasi demi menyempurnakan Vesta jika Amazon melihat kebutuhan itu. Selamat datang di masa depan.

Gambar: The Verge.

LG Umumkan Trio Robot untuk Memanjakan Tamu Hotel, Bandara dan Pasar Swalayan

Kita sudah melihat bagaimana LG mencoba mewujudkan visinya menjadi perusahaan AI (artificial intelligence) lewat branding baru berlabel ThinQ. Di saat yang sama, pabrikan asal Korea Selatan ini tidak lupa akan visinya di bidang robotik, yang sejatinya sudah mulai mereka gencarkan sejak setahun silam.

Menyambut CES 2018, LG akan kembali memperkenalkan robot baru. Bukan cuma satu, tapi tiga robot yang dikembangkan secara spesifik untuk kebutuhan komersial di sektor hotel, bandara dan pasar swalayan. Ketiganya merupakan bagian dari brand baru khusus robot LG, yaitu CLOi, yang digarap secara paralel dengan lini ThinQ.

Robot yang pertama adalah Serving Robot, dimaksudkan untuk melayani para tamu hotel maupun lounge bandara dengan menyajikan makanan dan minuman secara cepat dan efisien. Tidak berhenti sampai di situ saja, Serving Robot juga bertanggung jawab mengumpulkan gelas kosong dari para tamunya.

Robot yang kedua, Porter Robot, didesain untuk memangkas waktu pelayanan di hotel. Selain bertugas mengantarkan barang bawaan tamu ke kamarnya, robot ini juga siap melayani proses check-in dan check-out, bahkan sampai ke proses pembayarannya, sebelum kemudian mengantarkan barang bawaan tamu keluar dan sampai di kendaraan yang menjemputnya.

Robot yang terakhir, Shopping Cart Robot, dirancang untuk memberikan pengalaman berbelanja yang nyaman kepada pengunjung pasar swalayan. Sang robot dibekali barcode scanner dan display untuk menampilkan harga produk sekaligus daftar belanja konsumen. Selain itu, ia juga bisa membantu menunjukkan letak suatu produk yang konsumen pilih di aplikasi ponsel.

Ketiga robot ini menyusul jejak Airport Guide Robot dan Airport Cleaning Robot yang belum lama ini sukses menjalani uji coba di Incheon International Airport. Kemudian ada juga Lawn Mowing Robot dan Hub Robot yang baru-baru ini juga diuji di salah satu institusi finansial terbesar di Korea Selatan.

Sumber: LG.

Sphero Mini Adalah Bola Robotik Mungil yang Siap Diajak Bermain atau Belajar Coding

Kesuksesan miniatur robot BB-8 di tahun 2015 menjadi penggerak Sphero untuk terus mengebut perkembangannya di kategori connected toys lewat sejumlah franchise lain Disney, mulai dari Lightning McQueen sampai Spider-Man. Namun semua ini tidak membuat Sphero lupa akan jati diri mereka sebenarnya, dan kali ini mereka memutuskan untuk kembali ke akarnya.

Dari situ lahirlah Sphero Mini, yang pada dasarnya merupakan Sphero 2.0 versi mungil. Dengan diameter 42 mm (tidak lebih besar dari bola pingpong) dan bobot 46 gram, Sphero Mini harus rela mengorbankan sejumlah kelebihan kakaknya yang lebih besar, utamanya wireless charging dan ketahanan air.

Sphero Mini

Selebihnya, Sphero Mini masih secanggih kakaknya. Berbekal gyroscope, accelerometer dan konektivitas Bluetooth, ia dapat dikendalikan layaknya mobil R/C hanya dengan menggunakan smartphone. Sphero bahkan tak lupa menambahkan fitur Face Drive, yang memungkinkan pengguna untuk mengendalikan Mini menggunakan ekspresi wajahnya.

Lebih lanjut, Mini dapat dijadikan controller untuk sejumlah mini game pada aplikasi pendamping Sphero. Sphero bilang kalau Mini dapat mendeteksi Mini lain di dekatnya, namun mereka sejauh ini masih menggodok fitur yang ideal untuk kemampuan tersebut. Terakhir, Sphero Mini juga merupakan medium belajar coding yang menyenangkan.

Sphero Mini

Mini turut dilengkapi lampu LED yang bisa menyala dalam jutaan warna yang diinginkan. Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 45 menit sebelum perlu diisi ulang via micro USB selama sekitar satu jam.

Pada akhirnya, tujuan utama Sphero menciptakan Mini adalah untuk memastikan produknya lebih mudah diakses oleh semua kalangan konsumen. Itulah alasan di balik banderol Mini yang cukup terjangkau, tepatnya $50.

Sumber: TechCrunch.

Sphero Dirikan Perusahaan Baru Demi Berfokus pada Pengembangan Robot Rumahan

Sphero, produsen robot mainan sekaligus merchandise super-keren untuk sejumlah franchise Disney macam Star Wars, Cars dan Spider-Man, mengumumkan bahwa mereka tengah mendirikan perusahaan baru yang berfokus pada pengembangan robot untuk kebutuhan rumahan. Mengambil nama Misty Robotics, perusahaan ini sebenarnya sudah mulai berjalan di bawah bendera Sphero selama sekitar satu setengah tahun.

Setidaknya ada sekitar enam personil Sphero yang dipindah tugaskan ke Misty Robotics, termasuk co-founder Sphero sendiri, yaitu Ian Bernstein. Mereka memutuskan untuk memberi lampu hijau pada ‘perpecahan’ ini demi mengejar misi yang lebih ambisius.

Ambisius karena ke depannya Misty Robotics ingin robot bisa menjadi mainstream dalam konteks rumahan. Robot-robot ini dipastikan bisa mengerjakan tugas secara otomatis, dengan premis mirip seperti yang ditawarkan lini robot vacuum cleaner Roomba dari iRobot.

Misty Robotics

Sejauh ini belum jelas seperti apa robot yang sedang dikerjakan oleh Misty. Mereka hanya memberikan secuil gambar teaser seperti di atas, dan kelihatannya lebih menyerupai manusia atau hewan ketimbang Roomba yang berwujud bak hockey puck raksasa.

Berbekal pengalamannya bersama Sphero dan pendanaan Seri A sebesar $11,5 juta, tim Misty Robotics berharap bisa meluncurkan produk pertamanya paling cepat tahun depan. Kendati demikian, sejumlah produk awal Misty ini bakal ditargetkan untuk kalangan hobbyist ketimbang konsumen mainstream. Dari situ mereka berniat untuk terus mematangkan teknologinya sekaligus memikirkan fungsionalitas yang tepat untuk meracik robot yang ideal bagi banyak kalangan.

Sumber: TechCrunch.