Tips Melakukan Penggalangan Dana ke Investor ala Logisly

Penggalangan dana atau fundraising selalu menjadi topik besar bagi para pelaku startup yang tengah merintis bisnis di awal. Bahkan sejumlah unicorn yang bisnisnya sudah mapan masih melakukan penggalangan dana sampai saat ini.

Pada sesi rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA kali ini, Co-Founder dan CEO Logisly Roolin Njotosetiadi bercerita dari A sampai Z tentang pengalaman menariknya melakukan fundraising ke investor.

Bagi pelaku startup yang baru merintis bisnis, pengalaman ini dapat menjadi tips berharga yang mungkin dapat ditiru. Untuk itu, simak selengkapnya cerita dan tips menarik dari Roolin berikut ini.

Kapan waktu tepat untuk fundraising?

Untuk menjawab pertanyaan ini Roolin mengatakan, founder harus memastikan sudah memiliki rencana bisnis dan milestone yang ingin dicapai lewat produknya. Menurutnya sia-sia melakukan penggalangan dana jika tidak tahu peruntukkan investasinya ke depan.

“Salah satu advice penting lain yang saya dapatkan dari rekan founder adalah jangan fundraising ketika modal sudah mau habis. Lakukan ketika kalian sudah reach suatu milestone,” tambah Roolin.

Memilih opsi pendanaan yang tepat

Menurut Roolin, fundraising bukanlah satu-satunya cara untuk membangun startup. Tak sedikit founder yang memilih jalur bootstrapping karena mereka dapat memiliki 100% perusahaan sepenuhnya. Tidak demikian dengan fundraising yang mana ownership akan berkurang. Fundraising juga dinilai punya tanggung jawab besar kepada para investor, terutama jika pendanaannya dari angel investor.

Namun, tidak salah juga memilih fundraising karena ada jenis bisnis yang memang membutuhkan sumber pendanaan yang kuat. Pada kasus Logisly, pihaknya melakukan fundraising karena model bisnisnya membutuhkan investasi panjang untuk membangun jaringan logistik.

“Kami bukan bisnis yang dari awal sudah profitable. Sebetulnya bisa saja, but you will spend banyak laba untuk pengembangan produk dan akuisisi pelanggan, yang artinya payback period baru terealisasi lama ketika bisnisnya sudah untung,” tuturnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperhatikan cash flow ketika mencari pendanaan. Apabila cash flow memungkinkan perusahaan untuk segera profitable atau founder butuh investasi besar di awal sebelum cashflow positif, mereka dapat mempertimbangkan opsi fundraising.

Langkah memulai fundraising

Pertama, founder harus yakin dengan bisnis yang akan dibangun. Dalam banyak kasus, ada saja startup yang mendapatkan investor meski belum memiliki produk di awal. Investor memang akan lebih tertarik dengan produk, bahkan lebih bagus lagi kalau sudah punya traction.

Terlepas dari itu, ujar Roolin, founder tetap wajib punya visi dan rencana bisnis yang kuat, serta bagaimana cara memonetisasinya. Founder juga harus tahu pain point yang akan diselesaikan dengan produknya.

Founder harus punya kemampuan untuk meyakini investor bahwa dia dapat mengeksekusi [produk]. Caranya lewat business plan dan tim. Saya beruntung dapat funding ketika memulai [bisnis]. Ketika mengembangkan produk, saya meminta insight dari berbagai pelaku industri, sketching produknya, tetapi saya paralel juga bertemu investor, menyiapkan legal, dan tim,” paparnya.

Apa saja yang perlu dipersiapkan?

Founder wajib menyiapkan rencana bisnisnya, tujuan penggunaan investasi, dan kalau ada, berapa lama investasi akan bertahan. Beberapa hal yang dapat di-highlight dalam paparan bisnis ini antara lain cash flow, laba-rugi, pendapatan, biaya operasional, EBITDA, hingga pajak.

“Dalam kasus Logisly, saya menyertakan key metric lainnya, yaitu jumlah shipper, transporter, hingga jumlah pesanan. Ini semua dapat menjadi tolok ukur milestone yang ingin dicapai dengan kebutuhan investasi yang dicari. Goal bisnis itu adalah menyelesaikan pain point, bukan mencari investasi sebanyak-banyaknya,” ujar Roolin.

Ia juga menyoroti tentang pentingnya NDA atau tidak ketika melakukan pitching. Menurutnya, ada investor yang open NDA, tetapi ada juga yang tidak. Apapun itu, para founder idealnya tetap berkomunikasi dan memberikan sebanyak mungkin informasi terkait rencana bisnisnya kepada investor.

Kategori investor yang sesuai

Ketika memilih investor, Roolin merekomendasikan untuk mencari tahu dulu latar belakang calon investor. Misalnya, fokus tahapan investasi. Investor di startup umumnya terbagi atas investor tahap awal (seed funding), tahap growth (seri A ke atas), dan tahap lanjut (later stage).

“Kalau startup kita masih di tahap awal, baiknya cari investor yang fokus ke situ. Kemudian, cek juga fokus industri yang dicari. Ada investor yang fokus di agnostik atau banyak sektor ada juga yang hanya di vertikal tertentu saja,” ungkapnya.

Dengan keterlibatan investor, para founder sebetulnya dapat memperluas koneksi karena investor ini dapat menghubungkan founder dengan jaringan investor lainnya. Koneksi ini akan dibutuhkan ketika founder ingin melakukan penggalangan dana selanjutnya, terutama bagi bisnis yang butuh investasi tahap lanjut.

Cara menghitung valuasi

Bagi Roolin, menghitung valuasi tidak pernah memiliki patokan mutlak, semua tergantung dari kategori bisnis yang dijalankan. Namun, beberapa metrik yang dapat dijadikan patokan adalah melipatkan Gross Merchandise Value (GMV)/pendapatan/EBITDA.

“Dari metrik ini, investor berupaya membandingkannya dengan model bisnis serupa di Indonesia. Misal, dengan traction sekian, kira-kira startup ini bisa dapat pendanaan segini. Kalau startup belum punya traction, investor akan [hitung valuasi] dengan melihat business plan selama setahun atau dua tahun,” tuturnya.

Cara kedua untuk melihat valuasi adalah delusi kepemilikan saham. Ambil contoh, berapa persen saham yang diambil sebagai ganti investasi yang diperoleh. Menurut Roolin, kepemilikan saham yang diambil investor beragam mulai dari 10%-30%. Namun, kisaran paling umum adalah 15%-20%

Terakhir, menghitung valuasi pada discounted cash flow. Artinya, investor melihat berapa cash flow yang dihasilkan startup setiap bulan. Berapa perkiraan atau target cash flow di bulan berikutnya. Ia menilai cara ini lebih ideal diperuntukkan ke startup yang sudah profitable.

Kepemimpinan Wanita dan Keberagaman dalam Industri Logistik yang Didominasi Pria

Sering dianggap sebagai ruang yang didominasi laki-laki, logistik sebenarnya memiliki peluang besar bagi perempuan sebagai pekerja. Industri ini sangat luas, meliputi proses fisik pengumpulan sumber daya, pengangkutan atau penempatan sumber daya tersebut menuju distribusi akhir. Namun, terkadang ada kerikil kecil ketika orang mencoba bergerak melawan kepercayaan utama dalam masyarakat. Ada bias gender yang tidak disadari yang menempel di pikiran untuk bertindak sesuai dan menahan niat sebenarnya dari ambisi seseorang.

Berdasarkan penelitian International Labour Organisation (ILO) bertajuk Breaking barriers: Unconscious gender bias in the workplace, bias gender yang tidak disadari diartikan sebagai asosiasi mental yang tidak disengaja dan otomatis berdasarkan gender, yang bersumber dari tradisi, norma, nilai, budaya, dan/atau pengalaman. Asosiasi otomatis dimasukkan ke dalam pengambilan keputusan, memungkinkan penilaian cepat terhadap individu menurut gender dan stereotipnya.

Seorang asisten profesor di Departemen Psikologi Universitas Denver yang juga penulis utama makalah tersebut, Daniel Storage mengamati, “Stereotip yang menggambarkan kecemerlangan sebagai sifat laki-laki cenderung menahan perempuan untuk mencapai berbagai karir bergengsi.”

Namun, tidak demikian halnya dengan Roolin Njotosetiadi. Sebagai salah satu dari sedikit mahasiswi di jurusan teknik mesin di Nanyang Technological University, tidak pernah menjadi masalah baginya untuk mendaki jenjang pendidikan yang setara dengan kelompok pria lainnya. Semangat dan upaya tanpa akhir inilah yang membawanya ke posisi C-Suite di salah satu perusahaan logistik terkemuka di Indonesia, Logisly.

Perempuan sebagai tenaga kerja

Secara global, wanita kerap kurang terwakili di perusahaan, dan partisipasi wanita kian menurun semakin menaiki hierarki perusahaan. Namun, banyak perusahaan telah menunjukkan komitmen mereka terhadap kesetaraan gender dengan menetapkan kebijakan yang ramah keluarga dan memfasilitasi karier dan jaringan profesional wanita. Misalnya cuti hamil dan fasilitas kantor lainnya seperti ruang menyusui dan lain sebagainya.

Namun demikian, bias gender yang tidak disadari terus berdampak pada perempuan di tempat kerja, dan lebih banyak yang harus dilakukan untuk memungkinkan perempuan yang sangat terampil untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Seperti dikutip dari The Economic Times, pada 2010, perempuan hanya menyumbang delapan persen dari angkatan kerja logistik yang terus meningkat hingga 20 persen pada 2018.

Sejak ditetapkannya Raden Ajeng (RA) Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Soekarno tahun 1964, Indonesia telah mengalami perubahan sosial ekonomi dan pertumbuhan yang pesat dalam pencapaian pendidikan perempuan. Namun, selama periode ini, perempuan Indonesia hanya terlibat dalam pasar tenaga kerja, dengan rasio partisipasi angkatan kerja perempuan-laki-laki berada di sekitar 0,6, berdasarkan Female Labor Force Participation in Asia: Indonesia Country Study oleh Cornell University ILR School.

Bagi Roolin, ada dua hal yang patut disoroti. Pertama, ini semua tentang persepsi, wanita tidak pernah bisa lebih pintar dari pria merupakan salah satu hal yang sangat salah. Kedua, ketika orang mulai membangun rumah tangga dan keluarga, mereka akan menghadapi beberapa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan keseimbangan kehidupan kerja. Namun, karena ada kewajiban “kodrat” yang ditempelkan pada wanita untuk mengurus keluarga, terkadang hal itu menjadi 10 kali lebih sulit.

“Di Logisly, kami berusaha memberikan ruang aman bagi perempuan untuk membangun karir sekaligus mengampu tanggung jawab dalam rumah tangga. Dengan 40% karyawan kami adalah perempuan, saya pribadi ingin menciptakan lingkungan yang sehat bagi mereka untuk mengembangkan bakat mereka di bidang logistik ,” tambah Roolin.

Faktanya, industri teknologi Indonesia semakin mendapat dukungan dari kehadiran perempuan di dalam ekosistem. Ada juga beberapa inisiatif yang diluncurkan, misalnya gerakan non profit bertujuan untuk mendidik dan memberdayakan perempuan yang memiliki passion di bidang teknologi, Girls in Tech. Belum lagi program Elevate Women untuk memfasilitasi womenpreneur di industri kreatif.

Kehadiran perempuan di industri teknologi akan selalu dinantikan. Masalahnya, masih ada persepsi yang melekat di beberapa industri bahwa perempuan tidak memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan laki-laki. Roolin juga menyebutkan bahwa banyaknya CEO pria di Indonesia bukan karena lingkungan yang tidak mendukung, namun terkadang wanita memiliki prasangka bawah sadar terhadap diri sendiri, yang menurut mereka kurang mampu. Faktanya, tidak seperti itu.

“Bergabunglah di meja! Jika Anda memiliki kesempatan untuk berpartisipasi, lakukanlah! Jangan pernah berpikir bahwa Anda tidak pantas menjadi bagian dari sesuatu yang besar. Tingkatkan kepercayaan diri Anda. Jika Anda berada di tempat itu, Anda berhak berada di sana,” pungkasnya.

Kebangkitan sektor logistik

Dengan naik turunnya kebijakan restriksi di awal krisis pandemi, alih-alih melambat, industri logistik mampu pulih dan berakselerasi, baik dari kinerja bisnis maupun penambahan modal yang dibuktikan dengan berita pendanaan terkini dari banyak pihak platform logistik lokal.

Secara keseluruhan, ada penurunan permintaan logistik di tahun lalu, namun beberapa sektor masih tumbuh. Logisly, sebagai salah satu pemain teknologi yang mencoba melakukan diversifikasi, karena beberapa sektor melemah, secara refleks mereka beralih ke pasar yang ramai. Karena pandemi menciptakan efek yang belum pernah terjadi sebelumnya, perusahaan berusaha mempertahankan arus kas. “Beruntung bagi kami, hal itu yang menjadi proposisi nilai kami untuk transporter,” tambah Roolin.

Roolin, melalui Logisly, sekarang berfokus pada tiga hal, memperluas jaringan dengan pengirim dan pengangkut menggunakan strategi flywheel untuk meningkatkan layanannya; meningkatkan operasi dengan otomatisasi yang tersedia yang didukung oleh teknologi terbaru, dengan model B2B, kinerja sangat penting. Mereka ingin membangun tidak hanya solusi teknologi, tetapi juga kepercayaan dari semua mitra untuk mengelola kinerja ujung-ke-ujung mereka; juga bertumbuh dalam hal pengembangan manusia. Logisly adalah perusahaan teknologi dengan aset ringan, karyawan menjadi aset utamanya.

“Kami melanjutkan upaya kami untuk tidak hanya merekrut orang-orang terbaik untuk bergabung dengan tim kami, tetapi juga memastikan tim kami benar-benar tumbuh bersama Logisly dan merasa bahwa mereka dapat melihat ini sebagai tempat di mana mereka dapat tumbuh dengan potensi terbaik mereka,” tambah Roolin. .

Berdasarkan riset Startus-insights, transformasi digital menyumbang €1,42 triliun investasi di bidang logistik pada tahun 2025. Namun, penetrasi platform digital di industri logistik masih cukup rendah, setidaknya itulah yang diamati Roolin. Dalam hal shipper, inilah saatnya meninggalkan cara pemesanan manual konvensional hingga semua faktur berbasis kertas. Banyak platform tersedia untuk mendukung transformasi digital. Selain itu, bagi transporter, akan lebih leluasa dalam mendapatkan pesanan. Dengan usaha seminimal mungkin, mereka dapat meningkatkan pemanfaatan truk dan pendapatan pokok. Bisnis akan lebih mulus dan sepenuhnya digital, biaya akan semakin berkurang. Namun, dengan semua dukungan otomatisasi yang ada, disrupsi harus selalu terjadi setiap hari di dalam diri masyarakat.

“Disrupsi di bidang logistik sangatlah luas dan ini hanyalah sebagian kecilnya,” tambahnya.

Logistik sebagai industri bersinggungan dengan banyak industri lainnya, terutama e-commerce. Di Logisly, setidaknya ada dua titik untuk menghubungkan titik-titik ke bidang e-commerce. Banyak dari operasinya yang last-mile, tetapi beberapa telah berinvestasi di gudang sendiri, dimana mereka membutuhkan armada yang lebih besar dari gudang ke gudang. Selain itu, pemain jarak jauh membutuhkan dukungan dengan hub mereka di kota-kota tertentu. Selain itu, pembayaran digital juga menjadi salah satu teknologi yang wajib diadopsi. “Sebagai perusahaan teknologi, kita perlu cepat beradaptasi dengan otomasi terbaru guna meningkatkan produktivitas dan kecepatan. Selama ini yang saya tahu, kuncinya logistik adalah kecepatan,” tambahnya.

Karena tenaga kerja adalah elemen penting dari setiap model operasi logistik, maka peluang besar tidak hanya bagi laki-laki tetapi juga bagi perempuan untuk bergabung dengan angkatan kerja, dan sektor logistik sekarang mendukung perempuan berbakat dan energik dengan menumbuhkan budaya di mana perempuan diberikan berbagai platform untuk mengembangkan dan merawat diri mereka sendiri. Banyak perusahaan telah mengambil langkah positif dengan memperkenalkan budaya aman dan berorientasi pada perempuan serta inisiatif keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance).

“Logistik berada dalam posisi untuk melayani semua pihak dengan barang sampai ke tujuannya. Ini melibatkan banyak orang dan mencakup semua bidang. Kami tidak dapat melakukan semuanya sendiri, oleh karena itu, kami membutuhkan mitra, untuk mengembangkan solusi hyperlocal-on-demand. Kuncinya adalah kolaborasi. Jika hanya satu yang membangun semuanya, kita tidak akan memiliki biaya yang cukup dan tidak akan ada cukup waktu,” jelas Roolin.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Champion Women Leadership and Diversity in a Male-Dominated Logistics Industry

Often considered as the male-dominated space, logistics actually holds a big opportunity for women in the workforce. It is a very broad industry, encompasses the physical process of accumulating resources, the transportation or positioning of those resources to the final distribution. However, sometimes it hits different when people move against the major beliefs in society. There’s unconscious gender bias that plastered the mind to act accordingly and hold back the true intention of one’s ambition.

Based on a research by International Labour Organization (ILO) titled Breaking barriers: Unconscious gender bias in the workplace, unconscious gender bias is defined as unintentional and automatic mental associations based on gender, stemming from traditions, norms, values, culture, and/or experience. Automatic associations feed into decision-making, enabling a quick assessment of an individual according to gender and gender stereotypes.

An assistant professor in the University of Denver’s Department of Psychology and the paper’s lead author, Daniel Storage observed, “Stereotypes that portray brilliance as a male trait are likely to hold women back across a wide range of prestigious careers.”

However, that is not the case for Roolin Njotosetiadi. As one of the few female students in mechanical engineering major of Nanyang Technological University, it is never been much of an issue for her to climb the educational ladder along with the other male group. The spirit and unconditional effort are what carried her to the C-Suite position at one of the leading logistics companies in Indonesia, Logisly.

Women in the workforce

Globally, women are underrepresented in corporations, and the share of women decreases with each step up the corporate hierarchy. However, many companies have shown their commitment to gender equality by establishing family-friendly policies and facilitating women’s careers and professional networks. For example, pregnancy leave and other office facilities such as nursing room and so on.

Nevertheless, unconscious gender bias continues to impact women in the workplace, and more must be done to enable highly skilled women to advance into leadership positions. As quoted from The Economic Times, in 2010, women formed only eight percent of the logistics workforce which has steadily increased to 20 percent in 2018.

Since the designation of Raden Ajeng (RA) Kartini as a National Independence Hero based on the Presidential Decree of President Soekarno in 1964, Indonesia has experienced socioeconomic change and rapid growth in women’s educational attainment. However, throughout this period, Indonesian women have remained only moderately engaged in the labor market, with the female-male labor force participation ratio hovering around 0.6, based on Female Labor Force Participation in Asia: Indonesia Country Study by Cornell University ILR School.

For Roolin, there are two things that should be highlighted. First, it’s all about perception, women can never be smarter than men is a very wrong one. Second, as people starting a family, they will face some difficulty adjusting to the work-life balance. However, since there’s this naturalized obligation in women to take charge of the care of familyit sometimes becomes 10 times harder.

“In Logisly, we tried to provide a safe space for women to build a career while also having responsibility in a household. With 40% of our employees are women, I personally want to create a healthy environment for them to develop their talent in logistics,” Roolin added.

In fact, the Indonesian tech industry is getting more support from women’s presence in the field. There are also some initiatives launched, for example, non-profit aims to educate and empower women who are passionate about technology, Girls in Tech. Also, the recent one, Elevate Women program to facilitate womenpreneur in the creative industry.

Women’s presence in the tech industry will always be expected. The thing is, there’s still an inherent perception in some industries that women are less capable than men. Roolin also mentioned that the higher number of male CEO in Indonesia is not due to an unsupportive environment, but sometimes women have their own unconscious bias against themselves, that they think they’re less capable. In fact, they’re not.

“Sit at the table! If you have the opportunity to participate, do it! Don’t ever think that you don’t deserve to be part of something big. Boost your confidence. If you’re there, you deserve to be there.” She added.

The rise of logistics

With the ups and downs due to the restriction policy at the beginning of the pandemic crisis, instead of slowing down, the logistics industry was capable to recover and accelerate, both from its business performance and the additional capital as proven by recent funding news from many local logistics platforms.

Overall, there is a decline in logistics demand last year, but some of the sectors are still growing. Logisly as one of the tech players trying to make diversification, as some of the sectors lay low, they reflexively shifted into the crowded market.  As the pandemic creates unprecedented effects, companies are trying to sustain the cash flow. “Luckily for us, that is our value proposition for the transporter,” Roolin added.

Roolin, through Logisly, is now focused on three things, expanding network with shippers and transporters using the flywheel strategy in order to better its services; improving operations with available automation supported by the latest technology, with the B2B model, performance is essential. They want to build not only tech solutions, but also trust from all our partners to manage their end-to-end performance; growing in terms of people development. Logisly is an asset-light tech company, people are its main asset.

“We continue on our effort to not only recruit really good people to join our team but make sure the team we have actually grown with Logisly and feel that they can see this as a place where they can live to their fullest potential,” Roolin added.

Based on the Startus-insights research, Digital transformation accounts for €1.42 trillion investments in logistics by 2025. However, the digital platform penetration in the logistics industry is still quite low, at least, that is what Roolin observed. In terms of Shipper, it’s time to leave the conventional way of manual ordering to all the paper-based invoicing. Many platforms are available to support digital transformation. Also, for the transporter, it will be more flexible to get an order. With the minimum effort, they can increase truck utilization and basic income. The business will be more seamless and totally digital, cost will be less and less burdening. However, with all the support of all the existing automation, disruption should always happen every day within the people.

“Disruption in logistics is quite extensive and this is just the tip of the iceberg,” she added.

Logistics as an industry intersects with many other industries, especially e-commerce. In Logisly, there are at least two to connect the dots to the e-commerce field. Many of its operations are last-mile, but some are investing in its own warehouse where they need a bigger fleet from warehouse to warehouse. Also, the last-mile players need support with their hub in certain cities. In addition, digital payment is also one of the must-adopted technology. “As a tech company, we need to fastly adapt to the latest automation in order to increase productivity and speed. For as long as I know, the key of logistics is speed,” she added.

As labor is a critical element of any logistics operating model, it holds big opportunities not only for men but also for women to join the workforce and the logistics sector is now supporting talented and energetic women by fostering a culture where women are provided with a various platform to develop and groom themselves. Many companies have taken positive steps by introducing a safe and women-oriented culture as well as work–life balance initiatives.

“Logistics is in a position to serve all parties with goods to its destination. It involves many people and covers all areas. We can’t do everything on our own, therefore, we need partners, in order to develop the hyperlocal-on-demand solution. The key is collaboration. If one should build everything, we wouldn’t have enough cost and there wouldn’t be enough time,” Roolin said.

Logisly Peroleh Pendanaan Seri A 87,7 Miliar Rupiah, Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Bertujuan untuk memperluas dan memperkuat bisnis mereka di Indonesia, platform logistik Logisly baru saja merampungkan pendanaan seri A senilai $6 juta atau setara 87,7 miliar Rupiah dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures. Co-Founder & CEO Logisly Roolin Njotosetiadi mengungkapkan, fokus utama perusahaan ke depannya adalah melakukan proses digital secara menyeluruh terkait dengan industri logistik di Indonesia.

Rencananya perusahaan akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk meningkatkan tim penjualan dan tim vendor acquisition untuk memperkuat jaringan pengirim dan mitra juga produk dan pengembangan. Hal ini termasuk menyediakan tools untuk shippers atau pengirim dan mitra penyedia angkutan untuk meningkatkan operasional bisnis mereka.

“Dalam jangka panjang, tujuan kami adalah menciptakan nilai dengan menggunakan teknologi untuk menghilangkan sistem lama, dan fokus pada otomatisasi dan efisiensi. Semakin sedikit pekerjaan manusia, semakin baik dan semakin tinggi margin-nya,” kata Roolin.

Ke depannya perusahaan juga ingin membuka lebih banyak rute agar memberikan lebih banyak peluang bisnis. Hal ini termasuk mencakup lebih banyak pengiriman FCL (full container load) ke pulau-pulau terluar Indonesia. Logisly juga akan terus memikirkan penciptaan nilai untuk ekosistem dan melihat bahwa pengambilan keputusan yang cerdas akan menjadi fokus dalam hal inovasi.

Bulan Agustus 2019 lalu, Logisly telah mengantongi pendanaan awal. Putaran investasi tersebut dipimpin oleh SeedPlus, Genesia Ventures, dan Convergence Ventures. Tidak disebutkan besaran nominal dana yang diperoleh.

“Roolin dan Robbi telah membuat langkah besar dalam memecahkan inefisiensi besar di Industri logistik B2B Indonesia dan mendorong digitalisasi yang lama tertunda. Pendekatan tim pasar berbasis kepada teknologi yang dikombinasikan dengan pusat operasi yang ramping dan efisien, memberikan nilai instan bagi pengemudi truk dan pengirim yang membedakan mereka dengan pemain lainnya,” kata Partner Monk’s Hill Ventures Justin Nguyen.

Perkembangan bisnis Logisly

Tumbuhnya sektor logistik di Indonesia saat pandemi dirasakan juga oleh Logisly, sebagai platform yang menjembatani kebutuhan para pengguna dengan penyedia transportasi truk di Indonesia.

“Bisnis sebenarnya telah berkembang selama pandemi. Mengingat pendekatan kami yang sangat ramping, gesit, dan terdiversifikasi, kami dapat mengalihkan fokus dan mendukung pengirim di sektor-sektor yang melihat pertumbuhan yang kuat seperti sektor e-commerce, kesehatan, telekomunikasi, dan bantuan sosial, misalnya. Dengan mengoptimalkan proses kami, kami dapat mendorong margin kontribusi positif untuk bisnis.” kata Roolin

Logisly saat ini telah melayani lebih dari 300 pengirim perusahaan dari berbagai sektor, termasuk FMCG, bahan kimia, konstruksi, dan platform e-commerce.  Dengan jaringan lebih dari 40 ribu  truk, Logisly menyediakan 100% ketersediaan truk dengan harga terjangkau untuk pengguna.

“Model bisnis kami tidak berubah karena kami terus fokus pada keunggulan operasional, pasokan yang kuat dan hemat biaya. Covid-19 hanya membuat kami lebih berpusat pada pelanggan dan lebih tajam dalam cara kami memikirkan operasional dan logistik pelanggan kami dan apa yang dapat kami lakukan untuk menyelesaikannya, seperti menyediakan mereka truk yang mereka butuhkan,” kata Roolin.

Pendanaan startup logsitik

Perolehan Logsily menambah daftar startup logistik lokal yang bukukan pendanaan tahun ini. Belum lama ini, Andalin juga baru umumkan pendanaan terbarunya. Mereka fokus pada sistem manajemen ekspor-impor. Selain Logisly, berikut daftar startup logistik yang dapatkan pendanaan di tahun 2020 ini:

Startup Tahapan Nilai Investor
Andalin Seed BEENEXT, Access Ventures, ATM Capital
Waresix Series B EV Growth, Jungle Venture, SoftBank Ventures Asia, EMTEK Group, Pavilion Capital, Redbadge Pacific
Webtrace Seed Corin Capital, Prasetia Dwidharma, Astra Ventures
Shipper Series A $20 juta Prosus Ventures, Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, AC Ventures
GudangAda Series A $25,4 juta Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners
Kargo Technologies Series A $31 juta Tenaya Capital, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, Mirae Asset Venture Investment
Waresix Series A $25,5 juta EV Growth, Jungle Ventures
Application Information Will Show Up Here

Tingginya Permintaan Logistik di Pasar Domestik Membantu Logisly Tetap Tumbuh di Masa Pandemi

Sedikit sektor yang tidak terpukul oleh serangan wabah Covid-19. Logistik jelas adalah salah satu sektor yang terkena dampak paling berat, terutama pada awal masa pandemi. Namun logistik juga yang mungkin mengalami penyesuaian relatif cepat dengan keadaan ini. Logisly adalah salah satunya.

Dalam kasus Logisly, salah satu pasar yang menurun di segmen ekspor-impor. Penurunan volume transaksi ekspor-impor selama masa pandemi berpengaruh langsung terhadap permintaan truk. Namun menurut Co-Founder & CEO Logisly Roolin Njotosetiadi, keadaan itu dapat ditambal dengan pertumbuhan di pasar domestik.

Beberapa pasar yang kebutuhan logistiknya tetap meningkat di masa pandemi dan dilayani oleh Logisly adalah farmasi, FMCG, telekomunikasi, dan bantuan sembako dari pemerintah. Keempatnya itu menurut Roolin adalah sektor-sektor yang memungkinkan Logisly tetap tumbuh di masa pandemi.

“Logisly untungnya saat ini tidak mengalami penurunan, tapi justru terus berkembang karena kami berhasil merambah shipper-shipper yang terus bergerak,” ujar Roolin.

Seperti diketahui bersama, sejumlah sektor memang tumbuh lebih cepat justru sejak wabah Corona menimpa seluruh dunia. Laporan keuangan negara kuartal kedua tahun ini mencatat industri telekomunikasi, farmasi, layanan kesehatan, dan agrikutltur meraih torehan positif. Pencapaian tersebut otomatis menjadi roda-roda yang tersisa dalam menggerakkan ekonomi negara yang sangat lesu akibat pandemi yang tak kunjung usai.

Minat investor masih tinggi

Wakil Sekjen Amvesindo Andreas Surya pun melihat ada kecenderungan positif di industri logistik meski dikepung efek pandemi. Meski pertumbuhannya tak sekuat industri lain, Andreas mengatakan ketertarikan yang stabil para pemodal di sektor digital khususnya di food tech, fintech, dan software as a service (SaaS) merupakan ruang untuk pertumbuhan bagi pemain logistics tech seperti Logisly.

“Minat investor terbilang masih, karena di Indonesia kebutuhan logistiknya masih cukup tinggi. Sembilan bulan terakhir semua model bisnis mendapat pendanaan di logistik. Kenapa masih cukup tinggi karena kebutuhannya mendasar di Indonesia,” jelas Andreas.

Ucapan Andreas memang benar. Pengumuman keberhasilan startup di bidang logistik memperoleh pendanaan baru terus bermunculan beberapa bulan terakhir di tengah terjangan pandemi. Roolin pun mengakui, Logisly merupakan salah satu startup yang beruntung mengantongi kucuran modal baru. Terakhir Logisly mengumumkan memperoleh pendanaan awal pada Agustus tahun lalu.

“Kita belum fully announce, nanti tunggu kabar selanjutnya,” imbuh Roolin.

Saat ini Logistik telah memiliki 40 ribu unit truk yang teregistrasi di platform mereka. Dengan pendanaan baru dan bisnis yang terus berkembang, Roolin tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melebarkan layanan usahanya seperti ke pergudangan jika permintaan ke arah sana tersedia. Namun untuk saat ini ia menegaskan Logisly masih terus fokus dengan layanan truck forwarding mereka.

The Hope Remains for Logistics Sector Amidst COVID-19

The corona disease (COVID-19) is entering a new chapter. The World Health Organization (WHO) has announced the global pandemic. Indonesia followed the lead by declaring it a national disaster.

The economy was clearly impacted by this pestilence. The tourism and hospitality business is the most visible example to imagine how devastated after the explosion of the COVID-19 case in the world. This is not much different from the logistics sector which is very close to the impact of the corona virus.

Keep in mind that China is a global production hub in the current economic era. The crippling of most of the Chinese economy has disrupted the supply chain to its trading partners, including Indonesia. The effect spreads regardless of national borders.

Chinese Significance

The Chinese country is an important trading partner for Indonesia. It is visible from the value of trade transactions between the two countries which has reached US$ 72.66 billion in 2018. This figure takes a portion of 20 percent of the total trade that occurs with all partners.

Seen from the nominal it is also known that import transactions from China touched US$ 45.54 billion. Many imported raw materials needed by the domestic industry are imported there.

Chairman of the Indonesian Logistics Association (ALI) Zaidy Ilham Masita said the import tap from China had dropped 30 percent due to the corona pandemic. Shipping goods via sea is very limited, while shipping via air has been banned since last January. Exports have the same fate. Shipments to China are becoming sluggish at this time.

“Our exports to China also experienced a decline, especially perishable exports or fresh goods because China closed imports of fresh food. So for exports and imports the impact was quite severe,” Zaidy told Dailysocial.

The story of logistics players

Crewdible is one of the startups affected by this disaster. Being in the field of warehousing, they admit that their business has stalled. The CEO, Dhana Galindra said the productivity of all of their sellers dropped dramatically since the outbreak.

Logisly suffered a similar fate. The logistics business that bridges the needs of all types of freight trucks is directly affected. The CEO, Roolin Njotosetiadi stressed the sluggish export-import activities caused demand to fall on their platforms. “The container business is the most declined,” he added.

Zaidy Masita, who is also the Paxel‘s COO, said that the situation in the logistics landscape has worsened after several countries adopted a lockdown policy. China, New Zealand, Poland, Denmark, and Italy are examples of countries that have locked themselves in their struggle against the corona virus.

The situation in China is the main focus because they are like the epicenter of the global supply chain. Quoted from the New York Times, the problem in China is not in the inventory. Ports and customs have been called almost normal. The problem lies in the lack of trucks that come to deliver and pick up goods to the port. The government’s decision to impose a quarantine to lock up an area to reduce the spread of the corona virus had to be taken even though this meant to tear down their economy.

Looking for hope

In an uncertain situation for this economy, logistical startups must rack their brains to find solutions to survive. As a relatively new player, Logisly strives to continually add new shippers and transporters. It is required to patch up the quiet demand for trucks that they offer on the platform.

A similar method is taken by Crewdible. The difference is, this online warehouse platform focuses more on certain types of products. “We are more focused on local goods and fresh products now because imported goods are gone on the market,” said Dhana.

Fresh products seems to be excellent in times of crisis like this. Anticipation is higher for activities outside the home causing increased demand for fresh products. Besides Crewdible, this was also experienced by Paxel.

Zaldy said that since the corona virus became a serious threat to the community, shopping centers and food shops that were operating were increasingly limited. Therefore he was not surprised that the demand for food ingredients had risen sharply.

“In terms of Paxel, because we focus on the same day [delivery] between cities in Indonesia, even since the corona virus broke out, our volume has risen to 40%. Food and perishable shipments have risen sharply.”

In addition, Zaldy is quite confident that Paxel’s business model that relies on smart lockers can be a solution for delivering goods in situations like this. “Indeed, there are many disasters in Q1 2020 that we experience and logistics companies must be able to survive and change their business processes by using more technology,” concluded Zaldy.

Possible stagnate

The logistics industry in the country did experience many disasters during the first quarter of this year. After many times their operations were disrupted by flooding during January and February, now the corona virus is their newest block.

ALI, which previously targeted industrial growth at 12-14% with a contribution to gross domestic product (GDP) of Rp993.9 trillion, is predicted to be canceled. According to Zaldy, logistical growth for this year will be stagnant compared to last year’s achievement which was only 7-9%.

To date, no one knows how long the corona outbreak will continue to spread. While researchers are still struggling to find the right formula to fight the virus, the governments of each country are struggling to reduce its spread. As of this writing, Covid-19 has caused 117 cases with 8 patients recovering, and 5 patients dying in Indonesia. Meanwhile, the central government and a number of regions have encouraged residents to limit their activities at home to reduce the transmission of the virus.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Meski Terpukul Akibat COVID-19, Industri Logistik Punya Harapan

Serangan wabah corona disease 2019 (COVID-19) memasuki babak baru. World Health Organization (WHO) sudah mengumumkannya sebagai pandemi global. Indonesia pun melakukan hal serupa dengan mendeklarasikannya sebagai bencana nasional.

Perekonomian jelas terpukul dalam akibat sampar ini. Bisnis pariwisata dan hospitality misalnya adalah contoh paling mudah yang bisa terbayang sehancur apa setelah meledaknya kasus COVID-19 di dunia. Hal ini tak berbeda jauh dengan sektor logistik yang berada sangat dekat terhadap dampak virus corona.

Perlu diingat bahwa Tiongkok merupakan global production hub di era perekonomian saat ini. Lumpuhnya sebagian besar ekonomi Tiongkok menyebabkan rantai pasok ke para mitra dagangnya terganggu, termasuk Indonesia. Efeknya menjalar tanpa mengenal batas negara.

Signifikansi Tiongkok

Negeri Tirai Bambu adalah mitra dagang penting bagi Indonesia. Ini terlihat dari nilai transaksi perdagangan kedua negara yang mencapai US$72,66 miliar pada 2018. Angka ini mengambil porsi 20 persen dari total perdagangan yang terjadi dengan semua mitra.

Dari nominal tersebut juga diketahui bahwa transaksi impor dari Tiongkok menyentuh US$45,54 miliar. Bahan baku impor yang dibutuhkan industri dalam negeri banyak didatangkan dari sana.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaidy Ilham Masita menyebut keran impor dari Tiongkok sudah turun 30 persen akibat pandemi corona. Pengiriman barang via laut sangat terbatas, sementara pengiriman via udara sudah dilarang sejak Januari lalu. Ekspor pun bernasib serupa. Pengiriman barang ke Tiongkok kian lesu saat ini.

“Ekspor kita ke China juga mengalami penurunan terutama ekspor perishable atau barang segar karena China menutup import makanan segar. Jadi untuk ekspor dan impor dampaknya lumayan parah,” ucap Zaidy kepada Dailysocial.

Cerita pelaku logistik

Crewdible adalah salah satu startup yang terdampak bencana ini. Berada di bidang warehousing, mereka mengaku bisnisnya tersendat. CEO Dhana Galindra menyebut produktivitas semua seller mereka menurun drastis sejak wabah ini merebak.

Logisly mengalami nasib serupa. Bisnis Logisly yang menjembatani kebutuhan segala jenis truk pengiriman barang kena imbaslangsung. CEO Roolin Njotosetiadi menekankan lesunya kegiatan ekspor-impor menyebabkan permintaan di platform mereka turun. “Yang container paling turun,” imbuhnya.

Zaidy Masita yang juga COO Paxel mengemukakan situasi di lanskap logistik makin parah setelah beberapa negara mengambil kebijakan lockdown. Tiongkok, Selandia Baru, Polandia, Denmark, dan Italia adalah contoh beberapa negara yang mengunci diri dalam perjuangannya menghadapi virus corona.

Situasi di Tiongkok jadi sorotan utama karena mereka sudah seperti episentrum rantai pasok global. Dikutip dari New York Times, persoalan di Tiongkok bukan berada di persediaan barangnya. Pelabuhan dan bea cukai pun disebut sudah berjalan hampir normal. Masalahnya terletak di minimnya truk yang datang mengantar dan menjemput barang-barang ke pelabuhan. Keputusan pemerintah memberlakukan karantina hingga mengunci suatu wilayah untuk meredam penyebaran virus corona terpaksa diambil meski ini berarti menggerus perekonomian mereka.

Mencari harapan

Dalam situasi serba tidak pasti untuk perekenomian ini, startup logistik harus memutar otak menemukan solusi agar tetap bertahan. Sebagai pemain yang relatif baru, Logisly mengupayakan terus menambah shipper dan transporter baru. Hal ini perlu untuk menambal sepinya permintaan truk yang mereka tawarkan di platform.

Cara serupa juga ditempuh Crewdible. Bedanya, platform gudang online ini lebih menitikberatkan fokusnya ke jenis produk tertentu saja. “Kita lebih fokus barang lokal dan fresh product sekarang karena barang impor sudah habis di pasaran,” cetus Dhana.

Produk segar tampaknya menjadi primadona di masa krisis seperti ini. Antisipasi yang lebih tinggi untuk beraktivitas di luar rumah menyebabkan permintaan produk segar meningkat. Selain Crewdible, hal ini juga dialami oleh Paxel.

Zaldy bercerita sejak virus corona menjadi ancaman serius bagi masyarakat, pusat perbelanjaan dan toko-toko makanan yang beroperasi kian terbatas. Maka dari itu ia tak heran permintaan bahan-bahan makanan meningkat tajam.

“Untuk Paxel karena kita fokusnya same day [delivery] antarkota di Indonesia, malah sejak virus corona merebak, volume kita naik sampai 40%. Pengiriman makanan dan perishable naik dengan tajam.”

Selain itu, Zaldy cukup percaya diri model bisnis Paxel yang mengandalkan loker pintar seperti mereka dapat jadi solusi pengantaran barang di situasi seperti ini. “Memang banyak musibah di Q1 2020 yang kita alami dan perusahaan logistik harus bisa survive dan mengubah bisnis prosesnya dengan lebih banyak lagi menggunakan tekonologi,” pungkas Zaldy.

Akan stagnan

Industri logistik Tanah Air memang mengalami banyak musibah sepanjang kuartal pertama tahun ini. Setelah berkali-kali operasional mereka terganggu banjir selama Januari dan Februari, kini virus corona jadi ganjalan terbaru mereka.

ALI yang sebelumnya menargetkan pertumbuhan industri di angka 12-14% dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp993,9 triliun diprediksi bakal meleset. Menurut Zaldy pertumbuhan logistik untuk tahun ini akan stagnan dibanding raihan tahun lalu yang hanya 7-9%.

Hingga saat ini belum ada yang tahu berapa lama wabah corona bakal menerjang dunia. Sementara para peneliti masih berjibaku menemukan obat yang tepat untuk melawan virus ini, pemerintah tiap negara tengah berjuang meredam penyebarannya. Sampai tulisan ini dibuat, Covid-19 sudah menyebabkan 117 kasus dengan 8 pasien sembuh, dan 5 pasien meninggal di Indonesia. Sementara itu pemerintah pusat dan sejumlah daerah sudah menganjurkan warga membatasi kegiatannya di rumah guna menekan penularan virus.

Logisly Announces Seed Funding from SeedPlus, Genesia Ventures and Convergence Ventures

A logistics transportation solution startup, Logisly, today (8/15) announced seed funding with undisclosed value. The round was led by SeedPlus, Genesia Ventures and Convergence Ventures.

“With the founder’s experience on logistics and construction, we’re glad to support Logisly that we believed to have a unique position in providing innovative solutions for all the industry problems,” Tiang Lim Foo of SeedPlus said in the official release.

Logisly is a platform that connects producers (shippers) with logistics truck (transporters). Approximately 5 thousand trucks and hundreds of transporters are available with some variants, such as van, trailer, tronton, and flatbed.

The startup aims for B2B logistics market in Indonesia. They estimated for 8 million unit trucks all over Indonesia with economic value reaching up to US$100 billion.

As predicted, the logistics industry in Indonesia worth as much as Rp797.3 trillion last year and predicted to grow 11.56 per cent to Rp889.4 trillion this year. Logisly aims for 1,000 transporters and 1,000 shippers.

“As a B2B platform, we guarantee the consistency of our service and product quality, consumers can rely on us to be part of their supply chain,” Logisly’s CEO, Roolin Njotosetiadi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Logisly Umumkan Pendanaan Awal dari SeedPlus, Genesia Ventures dan Convergence Ventures

Startup solusi transportasi logistik Logisly hari ini (15/8) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran investasi tersebut dipimpin oleh SeedPlus, Genesia Ventures dan Convergence Ventures. Tidak disebutkan besaran nominal dana yang diperoleh.

“Dengan pengalaman para pendiri di sektor logistik dan bangunan, kami senang dapat mendukung Logisly yang kami percaya punya posisi unik untuk menghadirkan solusi yang inovatif untuk memecahkan tantangan di industri ini,” ucap Tiang Lim Foo dari SeedPlus dalam pernyataan tertulisnya.

Logisly merupakan platform yang menghubungkan produsen barang (shipper) dengan truk logistik (transportir). Saat ini ada sekitar 5 ribu truk dari ratusan mitra transportir yang tersedia dengan berbagai varian, mulai dari van, trailer, tronton, hingga flatbed.

Logisly menyasar pasar logistik B2B di Indonesia. Mereka memperkirakan ada 8 juta unit truk di seluruh Indonesia dengan potensi nilai ekonomi mencapai US$100 miliar.

Diperkirakan juga industri logistik di Indonesia bernilai hingga Rp797,3 triliun pada tahun lalu dan diprediksi tumbuh 11,56 persen menjadi Rp889,4 triliun tahun ini. Logisly sendiri menargetkan dapat menggaet 1.000 mitra transportir dan 1.000 shipper.

“Sebagai platform B2B, kami menjamin konsistensi kualitas produk dan layanan kami, konsumen mengandalkan kami sebagai bagian penting rantai suplai mereka,” tutur CEO Logisly Roolin Njotosetiadi.

Application Information Will Show Up Here

Logisly, Startup Anyar yang Bertekad Ubah Peta Bisnis Angkutan Logistik

Inefisiensi yang kerap bercokol dalam industri logistik mendorong kelahiran Logisly. Startup baru tersebut dibuat tidak hanya untuk memudahkan pemilik barang mencari truk pengangkut, tapi juga melancarkan arus transaksi dalam bisnis logistik yang dikenal lambat.

Logisly mulai beroperasi sejak April 2019 sebagai aplikasi penyedia truk angkut berbagai tipe. Baru pada Rabu (31/7) siang tadi mereka resmi memperkenalkan produknya ke publik.

Roolin Njotosetiadi adalah CEO sekaligus pendiri Logisly. Perempuan yang tadinya bekerja sebagai Head of Product Kudo ini menyebut teknologi Logisly memungkinkan pengusaha truk memperoleh klien jauh lebih mudah lewat sistem yang mereka buat.

“Sering kali truk berjalan tanpa muatan atau di pool saja, tidak mendapat order. Manajemen di perusahaan UKM truk banyak yang masih bersifat manual,” kata Roolin.

Adapun jenis truk yang tersedia dalam platform Logisly mulai dari van, trailer, tronton, hingga flatbed/reefer. Total mereka mengklaim sudah menyediakan 5000 truk dari ratusan mitra transportir

Meski sekilas menyerupai GoBox, Logisly sama sekali tidak bermain di pasar konsumen individu, melainkan di pasar business to business (B2B). Mereka juga tidak memakai sistem bagi hasil atau komisi seperti halnya kompetitor.

Roolin menuturkan pihaknya mengambil untung dari margin biaya yang mereka dapatkan dari shipper dan transportir sehingga mereka tetap dapat memperoleh profit meskipun layanannya gratis.

“Bisa juga misalnya dari layanan premium yang mana kita bisa memberikan optimalisasi rute bagi truk yang punya multi-destinasi agar efisien,” tutur Roolin memberi contoh.

Dari sisi pengusaha truk keberadaan Logisly dinilai signifikan karena mempermudah pengusaha truk menemukan klien agar kendaraan mereka tak lama menganggur. Logisly juga memberikan jaminan pembayaran dalam kurun dua hari. yang mana kerap kali ongkos jasa angkut truk baru dibayarkan setelah 14-30 hari pengantaran selesai.

Sementara dari sudut pandang shipper, layanan Logisly juga disebut memudahkan mencari truk sesuai kebutuhan hingga memudahkan pemeriksaan dokumen proof of delivery (POD).

Logisly memperkirakan saat ini ada 8 juta unit truk di seluruh Indonesia dengan potensi ekonomi dari sektor ini sekitar US$100 miliar. Dan menyitir tren industri logistik, pada tahun lalu sektor ini bernilai Rp797,3 triliun dan diprediksi tumbuh 11,56 persen menjadi Rp889,4 triliun. Dari sekian besar pasar itu, Roolin menargetkan menambah mitra transportir menjadi 1.000 dan menggaet 1.000 shipper.

“Truknya saja masih belum 1 persen, kesempatan masih besar dan perjalanan masih panjang,” pungkas Roolin.

Application Information Will Show Up Here