5 Catatan Penting Seputar Merger dan Transisi

Penggabungan bisnis atau merger antara SIRCLO dan ICUBE pada Juni lalu menjadi salah satu sorotan menarik industri startup Indonesia di sepanjang 2020. Apalagi, merger ini terjadi di masa pandemi Covid-19 di mana para pelaku bisnis harus mengencangkan ikat pinggangnya.

Bicara soal merger di masa pandemi, ada banyak insight menarik seputar topik tersebut yang dibagikan langsung oleh Founder & Chief Executive SIRCLO Brian Marshal pada sesi #SelasaStartup pekan ini. Simak ulasannya berikut.

Sinyal untuk merger dan menentukan partner yang tepat

Bagaimana mengetahui bahwa merger menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan pelaku startup? Bagaimana menentukan partner merger yang tepat?

Pada kasus SIRCLO dan ICUBE, ada beberapa hal yang diperhatikan. Pertama, melihat dependensi bisnis antara kedua perusahaan dengan mengacu pada visi dan misinya. Kedua belah pihak perlu memahami sejauh mana business proposition saling melekat satu sama lain.

Baik SIRCLO dan ICUBE sama-sama mengembangkan solusi dengan teknologi sebagai kompetensi utamanya. Namun, tetap menghargai human assistance. Dari sini, ujar Brian, kedua perusahaan melihat dinamika dan perilaku pelaku bisnis di Indonesia dari sudut pandang yang sama.

Kendati demikian, bukan berarti segala aspek harus saling selaras. Menurutnya, perbedaan justru saling melengkapi kedua perusahaan. SIRCLO memiliki target pasar dan teknologi berbeda dengan ICUBE. SIRCLO menghadirkan tools untuk  UMKM dan end-to-end services untuk brand besar. Sementara, ICUBE menghadirkan solusi tools juga untuk brand besar.

Kedua adalah “gaya”, yang dapat berarti cara suatu perusahaan menuju visinya, seperti gaya kepemimpinan. Faktor ini dapat menjadi pertimbangan apakah suatu perlu melakukan merger atau sebatas kolaborasi secara transaksional saja.

“Apabila hal-hal di atas saling selaras, alangkah baiknya bisa bekerja bareng. Kalau business proposition dan visinya sama, itu bisa jadi sinyal untuk merger,” kata Brian.

Tantangan dan kesiapan internal untuk merger

Brian menilai perusahaan tidak akan pernah siap untuk merger, kecuali langsung mencobanya. Maka itu, penting untuk melihat kesiapan internal dalam proses merger.

Kesiapan internal ini berkaitan dengan proses transisi antar-perusahaan. Transisi ini dapat meliputi gaya kepemimpinan, pengambilan keputusan, proses perekrutan karyawan, pengembangan tim, hingga penilaian performa kerja dengan top level dan manajemen baru.

“Cikal bakal merger adalah kesamaan visi dan proses transisinya tidak dapat selesai dalam waktu semalam. Pada pengalaman di lapangan, salah satu PR besarnya adalah menyamakan business offering. Dengan merger, kita seharusnya bisa berikan offering lebih lengkap,” ucapnya.

Meski membutuhkan waktu, Brian menilai bahwa proses transisi dapat menghasilkan sebuah efisiensi. Penyelarasan visi, business proposition, hingga internal dapat memberikan efisiensi dari sisi operasional hingga sistem penilaian karyawan.

Komunikasi pada shareholder dan middle management

Sebagaimana diungkap Brian sebelumnya, penyelarasan visi menjadi tahapan paling pertama yang perlu dilakukan untuk memulai proses merger. Pada kasus SIRCLO dan ICUBE, proses ini dimatangkan sejak Desember 2019 hingga Februari 2020.

Pada proses ini, tentunya kedua perusahaan juga harus berdiskusi dengan para pemegang saham (shareholder) terkait kesepakatan merger. Apabila diskusi sudah rampung di top management dan mendapat persetujuan shareholder, fase selanjutnya adalah mengomunikasikan rencana merger ke middle management.  

Barulah pada fase terakhir, proses merger dapat dilaksanakan. “Baiknya, semua [karyawan] tahu, apalagi kalau mergernya signifikan. Makanya di tahap awal kami perlu menginformasikan dan mendiskusikan dengan shareholder,” ujarnya.

Proses merger saat pandemi

Ada alasan mengapa SIRCLO dan ICUBE tetap melanjutkan upaya kesepakatan mereka ketika pandemi baru merebak di Indonesia saat itu. Pembatasan sosial yang dikeluarkan pemerintah, mau tak mau menuntut masyarakat untuk bertransaksi via online.

“Kami membantu solusi e-commerce dan sektor ini tidak terdampak karena pandemi. Justru pandemi mendorong transaksi secara online. Makanya, kami tetap jalan terus saat itu,” ungkap Brian.

Hanya saja, lanjutnya, proses merger ini memakan waktu lebih lama dari target yang ditentukan semula. Pembatasan sosial membuat sejumlah proses berjalan lebih lambat, misalnya proses dengan notaris. Karena pandemi, merger yang ditargetkan bisa selesai dalam empat bulan, mundur menjadi enam bulan.

Valuasi dan biaya untuk merger

Penentuan valuasi perusahaan umumnya disepakati oleh top management. Brian menyebut bisa saja menggunakan pihak ketiga untuk membantu penghitungan valuasi. Namun, dalam kasusnya, skala bisnis perusahaan belum membutuhkan pihak ketiga untuk menghitung valuasi.

Terkait biaya merger, ini dapat berarti dua hal. Pertama, biaya yang mengacu pada nilai transaksi/kepemilikan saham di perusahaan. Menurutnya, mahal atau tidak transaksi merger itu relatif, tergantung skala bisnis dan kesepakatan dengan top management.

Kedua, biaya yang dikeluarkan kepada pihak ketiga untuk melakukan proses merger. Misalnya, biaya notaris untuk membuat draf perjanjian atau membayar konsultan untuk membantu transisi merger.

“Jika diperlukan, perusahaan bisa saja membayar konsultan untuk melakukan integrasi saat merger. Misalnya, integrasi dari sisi budaya kerja atau manajemen human resource. Ini sebetulnya tak kalah penting, tetapi tergantung kebutuhan perusahaan juga,” jelasnya.

Berikut Ini Beberapa Platform “E-commerce Enabler” di Indonesia

Pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia diproyeksikan terus meningkat. Terlebih dalam situasi pandemi, di mana interaksi masyarakat terbatas di ruang publik serta kegiatan yang terpaksa harus berjalan secara daring, solusi digital menjadi jawaban. Data terbaru Sea Insights menemukan bahwa 45% pelaku usaha lebih aktif berjualan di platform e-commerce untuk mengubah strategi penjualan di tengah pandemi.

Dalam sebuah riset, yang dilakukan Kredivo dan Katadata terkait perilaku konsumen e-commerce Indonesia, disebutkan bahwa konsumen Indonesia semakin percaya dan nyaman dalam berbelanja online. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah rata-rata transaksi e-commerce per bulan tiap kuartal di tahun 2019 yang terus meningkat.

Dalam rangka mendukung laju pertumbuhan e-commerce, salah satu yang memiliki peran penting adalah perusahaan e-commerce enabler. Pada dasarnya, e-commerce enabler adalah perusahaan yang menyediakan layanan strategi digital A-Z (end-to-end) ke unit bisnis lain yang ingin menjual produknya secara online. Ragam layanan yang ditawarkan meliputi produksi konten, pembuatan halaman Official Store di marketplace, eksekusi pemasaran, integrasi kanal penjualan online, hingga pengiriman produk ke pelanggan.

Berikut beberapa daftar perusahaan e-commerce enabler yang menawarkan layanannya di Indonesia:

1. aCommerce

Berdiri sejak 2013, Perusahaan asal Thailand ini adalah salah satu pionir ecommerce enabler yang memiliki visi untuk memudahkan realisasi ecommerce di Asia Tenggara dengan membangun teknologi & layanan untuk menghubungkan semua rantai pasok yang ada.  Perusahaan yang telah melakukan ekspansi ke Indonesia, Filipina, Singapura dan Malaysia ini menawarkan solusi terpadu berupa kanal e-commerce (solusi ritel, pemasaran, dan distribusi).

Yang menjadi salah satu fokus pengembangan di aCommerce adalah data. Sebelumnya mereka juga telah merilis produk berbasis data-driven demand generation, seperti ecommerceIQ, ReviewIQ, BrandIQ, ChannelIQ, dan CustomerIQ. Tujuannya untuk membantu brand mengoptimalkan bisnis e-commerce mereka. Belum lama ini, aCommerce mengumumkan pembaruan rencana strategis “aCommerce 2.0” dalam antisipasi mereka terhadap dampak pandemi COVID-19 serta pertumbuhan bisnis.

2. SIRCLO

Pada pertengahan tahun 2020, SIRCLO mengumumkan proses merger dengan ICUBE, sebauh agensi penyedia solusi teknologi e-commerce, dengan ambisi menjadi platform e-commerce enabler yang lebih komprehensif. Layanan utama mereka adalah SIRCLO Commerce, yakni platform yang memfasilitasi seluruh proses penjualan online: mulai dari pengaturan stok, proses pemesanan, pengiriman produk, sampai layanan konsumen. Brand bisa mengelola penjualan online melalui marketplace, chat commerce seperti Whatsapp Business, ataupun situs webnya sendiri.

Belum lama ini, SIRCLO mengumumkan perolehan pendanaan Seri B senilai 88 miliar Rupiah yang akan difokuskan untuk penguatan infrastruktur internal. Di luar produk utamanya, SIRCLO juga terus lakukan peningkatan layanan seperti menghadirkan Swift by Sirclo, platform satu-untuk-semua yang memudahkan brand atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjalankan semua kegiatan jual-beli online.

3. 8Commerce

8commerce bisa dibilang sebagai satu-satunya perusahaan lokal di bawah Linc Group yang mendalami bidang layanan e-commerce enabler. Startup ini fokus memberikan solusi bagi pelaku e-commerce di Indonesia, termasuk teknologi, pemasaran, pemenuhan logistik, dan pengiriman terintegrasi. Perusahaan yang berdiri sejak tahun 2016 ini memiliki visi untuk membantu pengecer dan distributor memasuki pasar eCommerce lebih cepat dan risiko lebih rendah dengan menyediakan operasi eCommerce siap pakai yang menggunakan sistem praktik terbaik, aset, dan proses bisnis disesuaikan dengan kebutuhan unik pelanggan.

4. JetCommerce

Jet Commerce pertama kali berdiri pada 2017 sebagai mitra distribusi resmi Alibaba.com dengan nama J&T Alibaba. Seiring berjalannya waktu, Jet Commerce kemudian merambah ke industri e-commerce dengan menyediakan layanan terpadu untuk brand yang ingin berjualan secara online. Untuk memastikan penetrasi pasar berjalan dengan baik, perusahaan merekrut tim lokal untuk store operation, digital marketing, data analyst, designer, copywriter, customer service, hingga tim warehouse.

5. Anchanto

Salah satu layanan e-commerce enabler yang teranyar adalah Anchanto. Perusahaan ini baru saja mendapatkan pendanaan Seri C sebesar $4 juta (atau setara 57.5 miliar Rupiah) dipimpin oleh MDI Ventures. Perusahaan asal Singapura ini juga sudah memiliki kantor perwakilan di beberapa negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, India dan Australia.

Anchanto merupakan pengembang SaaS untuk teknologi e-commerce. Produknya meliputi layanan manajemen logistik, pergudangan, katalog hingga sistem penjualan multi-kanal untuk membantu brand, ritel, penjual, hingga distributor meningkatkan kemampuan e-commerce. Saat ini juga telah berkolaborasi dengan Telkom untuk menyediakan integrasi solusi O2O dan kemampuan e-logistik.

SIRCLO Announces Series B Funding Worth of 88 Billion Rupiah

SIRCLO, an e-commerce enabler developer startup, today (28/8) announced the Series B funding worth of $6 million or equivalent to 88 billion Rupiah.  Investors involved in this round include East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, Sinar Mas Land, and several other names that were not mentioned.

SIRCLO’s Founder & CEO, Brian Marshal said the fresh funds will be focused on strengthening internal infrastructure. “Through this funding, we will continue to improve our capabilities and reach, therefore, we can help more brands in Indonesia. We are also optimistic that online shopping transactions will continue to increase in the future, even after the pandemic ends.”

Business expansion continues amid the rapid growth of the e-commerce market. SIRCLO continues to add new fulfillment centers and improve features of the SIRCLO Store (including the brand activation platform, marketplace, and chat commerce).

“SIRCLO is at the right time and position in this pandemic. With the developed capabilities before the pandemic, SIRCLO is helping to accelerate the digital transformation that is taking place in this country,” Willson Cuaca, Co-founder and Managing Partner at East Ventures explained.

Brands that have been relying on traditional sales channels have been encouraged to enter online platforms in order to reach more consumers. The SIRCLO Insights 2020 e-commerce report estimates 12 million new e-commerce users since the pandemic, 40% of which is said to continue to rely on e-commerce even after the pandemic ended.

The competition in this business segment is actually quite tight. Apart from SIRCLO, there are already several other platforms rolling similar business in Indonesia. Some of those are local players such as Jubelio, Jet Commerce, and IDMarco; or several regional players such as aCommerce, Perpule, Anchanto, and others. The value proposition is clearly required, by providing additional value that can help merchant partners increase their business.

Business Initiatives

Founder & Co-Founder SIRCLO: Leontius, Brian, dan Andreas / SIRCLO
SIRCLO’s Founder & Co-Founder: Leontius, Brian, and Andreas / SIRCLO

Apart from its main products, SIRCLO also continues to improve its services. Last year, they launched Connexi, a SaaS platform with multi-channel e-commerce management features. SIRCLO claims that Connexi has been widely used by the FMCG brand to manage online sales in SIRCLO Commerce.

Meanwhile, their core service remains SIRCLO Commerce, which is a platform that facilitates the entire online sales process: from stock management, ordering processes, product delivery, to customer service. Brands can manage online sales through the marketplace, chat commerce such as Whatsapp Business, or their own website.

In May 2020, SIRCLO announced a merger with e-commerce technology and solutions provider agency Icube. This corporate action has helped to unite thousands of their clients, as well as unite the strengths of both parties to help more businesses and brands carry out digital transformation.

After the merger, Founder & President Icube Muliadi Jeo assumed the position of CTO of SIRCLO. Leontius Adhika Pradhana as CTO previously changed his position to CPO. In addition, last June the company also welcomed the appointment of a new COO, Danang Cahyono. Danang was previously the Managing Director at Westcon-Comstor Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

SIRCLO Dapatkan Pendanaan Seri B Senilai 88 Miliar Rupiah

SIRCLO, startup pengembang platform e-commerce enabler, hari ini (28/8) mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $6 juta atau setara 88 miliar Rupiah. Investor yang terlibat dalam putaran ini di antaranya East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, Sinar Mas Land, dan beberapa nama lain yang tidak disebutkan.

Founder & CEO SIRCLO Brian Marshal mengatakan, dana modal tambahan akan difokuskan untuk penguatan infrastruktur internal. “Melalui pendanaan ini, kami terus meningkatkan kapabilitas dan jangkauan, agar bisa membantu semakin banyak brand di Indonesia. Kami juga optimis bahwa transaksi belanja online akan terus meningkat di masa depan, bahkan setelah pandemi berakhir.”

Perluasan bisnis terus dilakukan di tengah perkembangan pasar e-commerce. SIRCLO terus menambah fulfillment center baru dan meningkatkan fitur SIRCLO Store (termasuk di dalamnya platform brand activation, marketplace, dan chat commerce).

“SIRCLO berada pada waktu dan posisi yang tepat dalam masa pandemi ini. Dengan kemampuan yang sudah dibangun sebelum masa pandemi, SIRCLO membantu akselerasi transformasi digital yang sedang terjadi di negeri ini,” jelas Willson Cuaca, Co-founder dan Managing Partner di East Ventures.

Brand yang selama ini mengandalkan kanal penjualan tradisional pun terdorong untuk memasuki platform online agar bisa menjangkau konsumen dengan lebih baik. Laporan e-commerce SIRCLO Insights 2020 memperkirakan terdapat 12 juta pengguna e-commerce baru sejak pandemi berlangsung, 40% di antaranya mengatakan akan terus mengandalkan e-commerce bahkan setelah pandemi berakhir.

Persaingan di segmen bisnis ini sebenarnya sudah cukup ramai. Selain SIRCLO, sudah ada beberapa platform lain yang bermanuver di Indonesia. Sebut saja pemain lokal seperti Jubelio, Jet Commerce, dan IDMarco; atau beberapa pemain regional seperti aCommerce, Perpule, Anchanto, dan lain-lain. Value proposition jelas dibutuhkan, dengan memberikan nilai lebih yang mampu membantu mitra pedagang meningkatkan bisnis mereka.

Inisiatif bisnis

Founder & Co-Founder SIRCLO: Leontius, Brian, dan Andreas / SIRCLO
Founder & Co-Founder SIRCLO: Leontius, Brian, dan Andreas / SIRCLO

Di luar produk utamanya, SIRCLO juga terus lakukan peningkatan layanan. Akhir tahun lalu mereka luncurkan Connexi, platform SaaS dengan fitur manajemen e-commerce multi-channel. SIRCLO mengklaim Connexi sudah banyak digunakan oleh brand FMCG untuk mengelola penjualan online di SIRCLO Commerce.

Sementara layanan utama mereka adalah SIRCLO Commerce, yakni platform yang memfasilitasi seluruh proses penjualan online: mulai dari pengaturan stok, proses pemesanan, pengiriman produk, sampai layanan konsumen. Brand bisa mengelola penjualan online melalui marketplace, chat commerce seperti Whatsapp Business, ataupun situs webnya sendiri.

Pada Mei 2020 lalu, SIRCLO mengumumkan merger dengan agensi penyedia teknologi dan solusi e-commerce Icube. Aksi perusahaan ini turut menggabungkan ribuan klien mereka, sekaligus menyatukan kekuatan dari kedua belah pihak untuk membantu lebih banyak bisnis dan brand melakukan transformasi digital.

Pasca-merger Founder & President Icube Muliadi Jeo mengemban posisi CTO SIRCLO. Leontius Adhika Pradhana selaku CTO sebelumnya berubah posisi menjadi CPO. Selain itu, Juni lalu perusahaan juga menyambut menunjuk COO baru Danang Cahyono. Danang sebelumnya merupakan Managing Director di Westcon-Comstor Indonesia.

Potensi Penerapan Teknologi Tingkat Lanjut di Startup Indonesia

Dalam sebuah percakapan dengan beberapa investor di Indonesia, disinyalir fokus kebanyakan startup teknologi di Indonesia baru sebatas implementasi produk, pemberian layanan paripurna, dan pemasaran demi mendapatkan pertumbuhan yang pesat.

Ketika membicarakan inovasi, apakah penerapan startup hanya terbatas ke kebutuhan mendasar atau mereka bakal terus berevolusi untuk menerapkan teknologi semakin dalam seperti produk-produk di pusat teknologi dunia?

Produk tepat guna, layanan yang utama

Secara umum, kegiatan dan kemampuan startup-startup di Indonesia sudah mampu untuk mendisrupsi pasar yang sudah ada. Idealnya, untuk mengembangkan produk yang tepat guna, startup harus bisa memprioritaskan teknologi yang ingin diimplementasikan. Menurut Chief Innovation Officer DOKU Rudianto, di tahap awal dari sebuah startup teknologi, hal yang paling penting adalah mendapatkan product-market fit.

“Karena itu, startup perlu memilih teknologi yang mendukung sistem pembangunan dengan kecepatan yang ekstrem. Sedangkan untuk layanan, startup harus menghapus ide memiliki fungsi lengkap, dengan membangun fungsionalisasi minimum dan fokus pada layanan hingga pengumpulan data dan tentunya mendengarkan feedback dari pengguna,” kata Rudianto.

Sementara CEO Sirclo Brian Marshal melihat, di konteks startup yang fokus pada pasar Indonesia, layanan merupakan prioritas utama.

“Menurut saya pendekatan ini sejalan dengan mindset untuk tetap agile di kondisi pasar yang begitu dinamis. Mengidentifikasi apa yang sedang dibutuhkan oleh konsumen dapat membantu bisnis untuk menghadirkan teknologi yang tepat guna,” kata Brian.

Jika startup mampu menghasilkan teknologi yang terbilang canggih dan benar-benar dibutuhkan saat ini, pastikan mereka sudah memiliki target pasar dan menyesuaikan kondisi.

“Yang menjadi perhatian adalah tidak perlu startup Indonesia bersaing dalam hal teknologi dengan startup secara global. Ciptakan inovasi yang sesuai dan terus fokus ke pertumbuhan bisnis, strategi akuisisi target pengguna, dan penguatan unit ekonomi startup,” kata Founder & Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Fokus ke ekosistem dasar

Sesungguhnya startup Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan teknologi tingkat lanjut. Meskipun demikian, karena minimnya dukungan dari pemerintah dan pasar, startup lokal kebanyakan masih fokus ke ekosistem paling mendasar dan tidak banyak menawarkan teknologi baru.

Langkah strategis ini sah-sah saja selama startup memiliki target pasar yang tepat dan unit ekonomi yang kuat. Pada akhirnya, menyesuaikan kondisi dan seiring berjalannya waktu, teknologi yang relevan dan “lebih dalam” bisa dikembangkan sesuai capital yang dimiliki dan kegiatan fundraising yang terus dilakukan.

“Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga startup di negara Asia Tenggara lainnya. Keuntungan yang dimiliki startup Indonesia adalah populasi generasi muda yang besar dan pasar yang luas. Menjadi penting untuk kemudian [startup lokal] fokus kepada pasar dan pondasi unit ekonomi yang kuat,” kata Chandra.

Menurut Brian, teknologi yang langsung dirasakan oleh pengguna di Indonesia belum ada yang sifatnya “frontier“. Masih jarang ditemukan startup lokal yang mengadopsi teknologi yang belum pernah diterapkan di region lain.

“[Meskipun demikian] berbagai startup besar di Indonesia mampu menghadirkan teknologi dengan infrastruktur kuat dan sophisticated guna enabling aktivitas digital yang kompleks. Contohnya seperti enabling transaksi yang berlangsung selama flash sale Harbolnas 12.12 tanpa adanya downtime,” kata Brian.

Menurut CEO DycodeX Andri Yadi, tidak dapat dipungkiri masih sedikit investor yang tertarik menggelontorkan dana mereka ke startup yang memang fokus untuk mengembangkan teknologi. Namun, pada akhirnya, kendala tersebut tidak membuat penggiat startup patah semangat untuk terus membangun teknologi baru.

“Pada akhirnya, apakah mendapat dukungan pendanaan atau tidak, bisnis harus terus berjalan. Dan teknologi serta inovasi baru tetap harus diciptakan,” kata Andri.

Di sisi lain, para investor melihat, ketika founder berniat menggalang dana ke VC, pastikan teknologi yang diterapkan adalah nyata. Hindari melakukan sugar coating dengan harapan bisa mendapatkan pendanaan saja.

“Sebenarnya startup Indonesia memiliki potensi, namun masih belum cukup. Sulit bagi mereka untuk meyakinkan pasar jika teknologi dan inovasi baru dihadirkan. [..] Pastikan ide dan teknologi tersebut adalah jujur dan nyata,” kata VP Investment Kejora-SBI Orbit Fund Richie Wirjan.

Potensi penerapan teknologi lanjutan

Saat ini sudah ada beberapa startup yang fokus ke penerapan teknologi AI, IoT, Big Data, dan lainnya. Namun kenyataannya, lebih dari 90% kasus bisnis sebenarnya dapat dipenuhi dengan teknologi yang mendasar untuk saat ini. Kebanyakan penggiat startup masih belum melihat adanya urgensi untuk fokus ke pengembangan teknologi lanjutan.

“Standar ‘dasar’ saat ini menjadi lebih meningkat kualitasnya. Integrasi berkelanjutan juga menjadi lebih umum saat ini,” kata Rudianto.

Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi startup yang menawarkan inovasi dan teknologi tingkat lanjut untuk masyarakat Indonesia.

“Agar mampu menghadirkan teknologi yang sophisticated, para stakeholder harus mengutamakan aspek riset dalam pengembangan infrastruktur yang memadai,” kata Brian.

Selain itu, cara lain untuk memancing lebih banyak inovasi baru adalah merekrut tenaga kerja profesional yang sudah memiliki pengalaman bekerja di perusahaan teknologi luar negeri, khususnya di pusat-pusat teknologi dunia.

“Sebenarnya Indonesia memiliki kumpulan diaspora yang telah bekerja di perusahaan teknologi global. Untuk merekrut orang-orang ini dengan pengetahuan teknologi tingkat dunia, misalnya PhD di Computer Vision, kita perlu memiliki cadangan keuangan yang sangat kuat. Cara lain yang lebih terjangkau adalah mengembangkan sendiri world-level people,” kata Rudianto.

Mengenal Istilah “Startup WhatsApp”, Membangun Bisnis di Atas Platform Komunikasi

WhatsApp secara de facto adalah platform percakapan paling populer di Indonesia. Tak hanya untuk percakapan sehari-sehari, platform ini juga telah menjadi platform komunikasi di kalangan bisnis–termasuk ketersediaan akun khusus bisnis.

Sebuah tren baru mendorong pemanfaatan WhatsApp yang lebih luas. Sebuah startup, dengan sumberdaya terbatas pun, bisa mulai membangun bisnisnya menggunakan WhatsApp sebagai kanal komunikasi dan distribusi.

Di artikel ini, DailySocial mencoba menjabarkan peranan WhatsApp sebagai sebagai platform yang memudahkan startup menjalankan bisnis dan scale up.

Aplikasi untuk bisnis

WhatsApp Business adalah aplikasi yang dapat diunduh secara gratis dan didesain khusus untuk pemilik bisnis kecil. Pengguna dapat membuat katalog untuk menampilkan produk dan layanan dan terhubung dengan pelanggan  menggunakan fitur-fitur untuk mengautomasi, menyortir, dan menjawab pesan secara cepat.

Semua pilihan tersebut menjadi menarik bagi startup baru yang masih terkendala untuk menciptakan platform secara mandiri.

Menurut Lisa Enckell, Partner Antler, membangun produk di atas WhatsApp terbilang lebih cepat dibandingkan membangun untuk beberapa platform, seperti web, iOS, dan Android. Hal tersebut memungkinkan startup bertemu dengan calon pengguna di platform yang sudah mereka gunakan setiap hari. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan startup untuk membangun Minimum Viable Product (MVP) dan dengan cepat menguji permintaan untuk produk baru.

“Kami juga telah melihat contoh hebat beberapa startup [binaan Antler] yang telah memanfaatkan WhatsApp. Di antaranya adalah Sama [Singapura] dan Sampingan yang terus membangun produk mereka di WhatsApp saat mereka berkembang,” kata Lisa.

Beberapa startup telah menemukan jalan keluar keterbatasan sumberdaya mereka dan sekarang menjalankan banyak layanan di atas WhatsApp. Memvalidasi dengan pelanggan lebih cepat dan murah. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mobile-first, tetapi mereka juga WhatsApp-first.

“Ada banyak friksi ketika mereka harus mengunduh aplikasi baru, sementara aplikasi yang digunakan setiap harinya tidak banyak. Menjadi bagian dari aplikasi yang sudah digunakan banyak orang bisa menjadi cara yang tepat untuk terlibat dengan pengguna. Ini adalah kanal komunikasi dan distribusi, mirip dengan kehadiran di media sosial atau menggunakan pemasaran email,” kata Lisa.

Ia melanjutkan, “Ini adalah emerging platform. Anda harus terbuka terhadap perubahan besar. Pelajari API mereka dan pastikan Anda dapat melakukan semua hal yang ingin Anda lakukan dengan produk Anda. Uji dan coba. Pada akhirnya alasan menggunakan WhatsApp mungkin hanya untuk onboarding atau komunikasi dengan pengguna, kemudian ciptakan produk yang independen dan relevan.”

Melayani enam ribu seller Sampingan

Untuk memastikan aktivitas bisnis yang dilakukan sudah tepat, Sampingan selalu melakukan testing dan eksperimen. Sampingan kini melayani 6000 Reseller dan menjual lebih dari 150.000 produk menggunakan WhatsApp sebagai salah satu kanal utama. Perusahaan melihat potensi WhatsApp sebagai alat untuk scaling up

“Startup diharuskan untuk jeli dalam melihat fitur yang disediakan dan bagaimana fitur itu dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk mengembangkan bisnis,” kata CEO Sampingan Wisnu Nugrahadi.

Untuk memperkuat bisnis, Sampingan selalu fokus kepada customer, baik dari sisi experience, product, maupun feature

Keamanan data pengguna dan perusahaan adalah salah satu fokus Sampingan dalam menjalankan bisnis. WhatsApp sebagai channel komunikasi yang dipilih oleh Sampingan juga membantu dalam meningkatkan sisi keamanan. Terlebih lagi, dengan end-to-end  encryption yang dimiliki oleh WhatsApp,” kata Wisnu.

SIRCLO Chat

Sebagai platform e-commerce enabler, SIRCLO memiliki alasan yang kuat mengapa perusahaan menjadi partner WhatsApp Business API. Sejak pertengahan tahun 2019, SIRCLO menjadi partner WhatsApp Business API dalam menyediakan solusi chat commerce (SIRCLO Chat) agar merchant di Indonesia dapat semakin mengoptimalkan kanal/aset digital yang mereka miliki untuk meningkatkan transaksi via online.

“Menurut riset We Are Social, pada tahun 2019 ada 125 juta pengguna WhatsApp di Indonesia. Di sini kami melihat potensi yang besar dari medium berbasis chat (chat commerce) yang digunakan oleh pemilik bisnis untuk mengelola transaksi dengan pelanggan, khususnya melalui WhatsApp,” kata perwakilan SIRCLO.

Di Indonesia sendiri transaksi melalui chat sudah terjadi lebih dari satu dekade yang lalu, saat penjual dan pembeli menggunakan Blackberry Messenger untuk transaksi jual beli. Hanya saja, waktu itu, transaksi akan dilakukan atau direkap secara manual.

“Dengan memanfaatkan WhatsApp, penjual dengan mudah dapat terhubung dengan pelanggan mereka. Sifat orang Indonesia yang suka chat untuk membeli barang juga menjadi alasan kenapa penjual dapat beralih menggunakan WhatsApp. Dengan adanya solusi bisnis seperti SIRCLO Chat, saat ini merchant tidak hanya bisa mengirim pesan saja, tapi aktivitas ini juga didukung oleh sistem e-commerce dari sisi backend-nya.”

Untuk startup yang memiliki niat memanfaatkan WhatsApp ke dalam bisnis mereka, ada beberapa poin menarik yang ditekankan. Teknologi tidak sekadar chatbot/aplikasi untuk chat, tapi yang bisa melayani transaksi, mulai dari create order, integrasi dengan pembayaran otomatis, dan integrasi dengan sistem pengiriman. Startup juga harus siap melakukan scale up. Sistem WhatsApp yang dipilih harus siap ketika merchant menerima ratusan hingga ribuan chat tiap harinya.

“Semua tetap butuh sentuhan manusia. Robot tidak bisa menggantikan manusia seutuhnya. Ketika memilih teknologi WhatsApp, chatbot digunakan untuk membantu meringankan kerja manusia mengautomasi hal-hal repetitif. Tapi ketika bicara tentang pelanggan, pertanyaan mereka bisa jadi sangat unik dan beragam, sehingga sentuhan manusia tetap dibutuhkan.”

Asisten digital Botika

Selain popularitas WhatsApp yang tidak tertandingi di Indonesia, Botika memilih WhatsApp sebagai kanal distribusi dan komunikasi untuk memperkuat produk dan teknologi yang dimiliki. Saat ini Botika telah menyiapkan satu kanal di WhatsApp sebagai Assistant, yang nantinya memudahkan kosumen berinteraksi dengan produk Botika yang bernama LUNA.

“Botika melihat penggunaan WhatsApp oleh startup merupakan tool awal dalam scale up startup. Karena memang mereka menjaga komunikasi dan mengelola konsumen melalui WhatsApp, sehingga menjadi tantangan pengembangan selanjutnya dalam penggunaan teknologi pendukung, misalnya aplikasi. Kami juga melihat startup yang sudah besar pun saat ini menguatkan kanal komunikasinya melalui chat dengan chatbot, dan melakukan otomatisasi di kanal WhatsApp API Business,” kata Co-Founder & CMO Botika Eri Kuncoro.

Terkait concern keamanan, Botika melihat penerapan sistem yang berlapis dalam proses ini didukung standard privacy policy WhatsApp. Tujuannya agar data tidak digunakan atau diberikan ke pihak lain untuk kepentingan di luar kepentingan klien.

“Saran [saya] untuk startup yang ingin menggunakan WhatsApp untuk berinteraksi dengan klien atau konsumen mereka, mulailah gunakan tools pendukung proses interaksi di kanal WhatsApp tersebut. Salah satunya menggunakan satu dashboard yang bisa menghubungkan berbagai kanal dengan banyak tim customer service yang dimiliki,” kata Eri.

Potensi jadi platform pembayaran

Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil
Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil

Setelah Gojek mendapatkan dana segar dari Facebook awal bulan Juni 2020 lalu, gaung rencana Facebook menggunakan WhatsApp sebagai platform pembayaran di Indonesia semakin kencang. Di negara lain, seperti India dan Brazil, WhatsApp Pay sudah diimplementasikan untuk membantu UKM berjualan dan menerima pembayaran.

Uji coba penggunaa WhatsApp sebagai alat pembayaran di Brazil dilakukan atas kerja sama dengan beberapa mitra, di antaranya adalah perbankan dan penyedia layanan proses pembayaran. Di Indonesia, GoPay menjadi kandidat kuat partner perdana jika fitur ini diimplementasikan.

[Weekly Updates] Massive Seed Funding for Ula; SIRCLO and ICUBE Merge; and More

Last week the headline was highlighted by $10.5 million seed funding for Ula, an e-commerce platform for the small retail stores, founded by a group of co-founders led by former Sequoia India’s employee. It’s soon to launch pilot project in East Java.

Also in the news was the merger between SIRCLO and ICUBE to be the champion in e-commerce enabler business, seed funding for Soul Parking, a smart parking infrastructure for motorcycle, and Series A funding for Wallex, an online remittance platform.

Ula Receives 148 Billion Rupiah Seed Funding, Offers Supply Chain Platform and Capital Support

Ula, a startup working on supply-chain solutions for small shops and SMEs, has received seed funding worth of US $10.5 million or equivalent to 148 billion Rupiah. The round led by Sequoia India and Lightspeed India, with the participation of SMDV, Quona Capital, Saison Capital, and Alter Global. Several angel investors are also participated, including Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, and Rahul Mehta.

The business concept relies on e-commerce-based applications. It consists of a wide selection of wholesale merchandise with high demand by stall owners or other SMEs, specifically related to daily needs (FMCG). A unique thing about this service unique is that it allows users to use the pay later feature in the application. This flexible payment is considered to solve capital problems that often blocked small stalls to grow.

SIRCLO and ICUBE Merge, Aims to be a Comprehensive E-commerce Enabler

SIRCLO, an e-commerce enabler platform, has merged with tech solution agency ICUBE. Through this action, the new entity expects to combine thousands of clients with a variety of businesses. ICUBE, however, will still be operating as an independent entity, with both companies have 450 employees in total.

Muliadi Jeo, ICUBE’s Founder, will serve as SIRCLO’s CTO, while Leontius Adhika Pradhana switches role to CPO.

Soul Parking Secures Seed Funding, Developing Smart Parking Infrastructure

Smart parking startup Soul Parking has received seed funding led by AC Ventures and Agaeti Ventures with an undisclosed amount. Several undisclosed angel investors also participate.

Soul Parking developed a smart parking solution called Compact Motorcycle Storage (CMS), portable parking space for motorcycles. It is designed to create a proper parking environment in strategic locations with tight space. The parking infrastructure is equipped with a digital application, which is able to facilitate the preparation, monitoring, and payment of vehicle parking, as well as facilitate the reporting of parking transactions to landowners.

Online Remittance Platform Wallex Secures Series A Funding

Wallex Technologies has received Series A funding with an undisclosed amount from BAce Capital, SMDV, and Skystar Capital. Also participated are some existing investors.

The recent funding will be used to scale its business in several new markets, as well as to maintain the current products.

Another plan is to develop new services and upgrades its existing products, including virtual receivable accounts and digital wallets with currency options in certain countries.

SIRCLO and ICUBE Merged, Aims to be a Comprehensive E-commerce Enabler

The e-commerce enabler platform SIRCLO announced the business merger with ICUBE, which is an agency providing e-commerce technology solutions. Through this corporate action, they expect to get more clients from both companies with different business variations.

The business merger also gathers more than 450 employees of the two companies. Nevertheless, it was agreed that ICUBE would still be operated as an independent entity integrated with SIRCLO services. Muliadi Jeo, as the founder of ICUBE is to replace Leontius Adhika Pradhana as SIRCLO’s CTO; While Leontius switched roles to CPO.

“SIRCLO wants to continue to provide the best services and solutions for brands to develop online businesses. We keep our doors open for opportunities to improve our capabilities. When we see the potential of joining ICUBE, we are confident to run this mission in a larger scale and more comprehensive way through a combination of the two companies,” SIRCLO’s CEO Brian Marshal said.

The two companies, through this merger, have ambitions to become e-commerce solutions providers through a more comprehensive end-to-end platform in facilitating various types of businesses. Currently, SIRCLO has focused on big brands and SMEs. Meanwhile, ICUBE is focused on medium scale businesses willing to have their own online sales site.

“After 20 years of service, we want to accommodate more clients from various types of business with the solution we offer. SIRCLO is the right and strategic partner in achieving these goals. Together we can build the main e-commerce ecosystem in Indonesia,” said Muliadi Jeo.

This pandemic encourages more businesses and consumers to depend on e-commerce platforms to meet their needs. In the current situation, technology owners and e-commerce solutions are very complex for brand owners to be able to discuss the market at large.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

SIRCLO dan ICUBE Lakukan “Merger”, Berambisi Jadi “E-commerce Enabler” Komprehensif

Platform e-commerce enabler SIRCLO mengumumkan proses merger dengan ICUBE, yang merupakan agensi penyedia solusi teknologi e-commerce. Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui aksi korporasi ini adalah untuk menggabungkan ribuan klien dari kedua perusahaan yang memiliki varian bisnis yang berbeda.

Penggabungan bisnis turut menyatukan lebih dari 450 pegawai kedua perusahaan. Kendati demikian, dikatakan ICUBE masih akan beroperasi sebagai entitas independen yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Muliadi Jeo selaku Founder ICUBE akan menggantikan Leontius Adhika Pradhana sebagai CTO SIRCLO; sementara Leontius beralih peran menjadi CPO.

“SIRCLO ingin terus memberikan layanan dan solusi terbaik bagi brand untuk mengembangkan bisnis online. Kami selalu terbuka terhadap peluang untuk meningkatkan kemampuan kami. Ketika kami melihat potensi untuk bergabung dengan ICUBE, kami semakin yakin bahwa kami dapat melaksanakan misi ini dalam skala yang lebih besar dan lebih komprehensif melalui kekuatan gabungan kedua perusahaan,” kata CEO SIRCLO Brian Marshal.

Melalui merger ini, kedua perusahaan berambisi menjadi penyedia solusi e-commerce melalui platform end-to-end yang lebih komprehensif dalam memfasilitasi berbagai jenis bisnis. Sejauh ini, SIRCLO fokus kepada brand besar dan UKM. Sementara itu ICUBE fokus pada bisnis skala menengah yang ingin memiliki situs jualan online-nya sendiri.

“Setelah 20 tahun, kami ingin mengakomodasi lebih banyak klien dari berbagai jenis bisnis dengan layanan yang kami tawarkan. SIRCLO adalah mitra yang tepat dan strategis dalam mencapai tujuan-tujuan ini. Bersama-sama kita dapat mencoba membuat ekosistem e-commerce utama di Indonesia,” kata Muliadi Jeo.

Pandemi mendorong lebih banyak bisnis dan konsumen untuk bergantung pada platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat-saat seperti ini, kehadiran teknologi dan solusi e-commerce yang terintegrasi sangat krusial bagi pemilik brand, agar tetap bisa menjangkau pangsa pasarnya secara luas.

Pilihan “Work From Home” Seterusnya Jadi Opsi Menarik Sejumlah Startup Pasca Pandemi

Sebagai salah satu jenis perusahaan yang telah terbiasa menerapkan skema remote working, startup di berbagai lini bisnis tidak menemui banyak kendala ketika aturan bekerja di rumah dan PSBB diberlakukan pemerintah. Dinamika dan rutinitas bekerja di rumah berjalan secara seamless, didukung tools yang selama ini sudah biasa digunakan. Setelah hampir 3 bulan aturan bekerja di rumah diterapkan, sejumlah perubahan dan kebijakan baru kemudian diambil.

Twitter menjadi perusahaan teknologi pertama yang kemudian memberikan pilihan kepada pegawai di seluruh dunia, tempat Twitter beroperasi, untuk bekerja di rumah seterusnya.

“Perlu diingat, bahwa ‘bekerja dari rumah selamanya’ adalah salah satu opsi yang ditawarkan, bukan sebuah keharusan. Jika memang ada pegawai yang ingin melakukan hal tersebut, tentunya perlu melalui diskusi lebih lanjut dengan atasan masing-masing,” kata Country Industry Head Twitter Indonesia Dwi Adriansah.

Sebelum Covid-19 merebak, Twitter telah memiliki opsi serupa–pegawai bisa bekerja dari mana saja. Terbuka, kolaboratif, dan multitasking merupakan kultur bekerja yang diklaim diterapkan di Twitter Indonesia. Menurut Dwi, tiga kata tersebut sangat merepresentasikan bagaimana tim bekerja selama ini.

“Sejak dibuka secara resmi di Indonesia 5 tahun lalu, tim kami terbilang gesit dan multitasking. Seperti kata pepatah, ‘kecil-kecil cabe rawit’, situasi itulah juga yang terjadi di tim kami,” kata Dwi.

Selain Twitter, DailySocial mencoba untuk melihat seperti apa kebijakan startup Indonesia dalam memberilakukan Work From Home (WFH) saat ini dan nanti ketika (suatu saat) pandemi berakhir.

Menyesuaikan tanggung jawab pegawai

Sebagai startup teknologi, praktik kerja dari rumah sudah diterapkan Sirclo sebelum masa pandemi, meski pada umumnya hanya berlaku untuk pegawai yang sesekali membutuhkan fleksibilitas untuk bekerja sembari mengurus keperluan pribadi dari rumah. Perusahaan menjunjung tinggi budaya kolaborasi, ketika berbagai aktivitas, seperti meeting atau diskusi grup, sesungguhnya jauh lebih produktif saat bertemu tatap muka.

Meskipun demikian, karena alasan kesehatan dan keselamatan pegawai merupakan prioritas utama, Sirclo berupaya agar menerapkan kebijakan WFH untuk mayoritas tim hingga situasi kondusif kembali. Perusahaan juga terus memaksimalkan penggunaan teknologi yang merupakan solusi untuk #PulihkanJarak antar sesama anggota tim, dengan pelanggan, dan dengan rekan bisnis.

“Sebagian dari tim operasional Sirclo yang tetap berkantor secara fisik di fulfillment centre kami yang berlokasi di Taman Tekno BSD, dikarenakan bisnis e-commerce enabler Sirclo turut bertanggung jawab dalam pemenuhan pesanan online melalui marketplace. Sebagai langkah preventif, kami menerapkan kebijakan berikut, melakukan pengecekan suhu, pemakaian masker secara wajib, menjaga jarak fisik, aktif memantau kondisi kesehatan karyawan secara langsung. Karyawan yang bertugas melakukan pemenuhan pesanan juga masuk kerja secara bergilir dengan sistem shift, agar keamanan dan produktivitas tetap terjaga,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Hal serupa diberlakukan PrivyID. Sebagai startup yang wajib mengikuti aturan regulator, kebijakan untuk bekerja di rumah tidak semua diberlakukan kepada pegawai. Untuk kantor yang berlokasi di Jakarta, misalnya, kebijakan WFH diterapkan secara keseluruhan. Namun untuk kantor di Yogyakarta, ada beberapa pegawai yang tetap wajib bekerja di kantor.

“Saat pandemi saat ini kantor Jakarta sudah melakukan WFH secara total. Namun untuk kantor di Yogyakarta, WFH diberlakukan kecuali untuk verifikator dan customer service yang tetap bekerja di kantor untuk memenuhi standar ISO 27001 tentang manajemen keamanan informasi, terutama data pelanggan. Hanya spacing tempat duduk diubah menjadi berjarak 2 kali lipat, PC untuk kerja didesinfektan setiap pergantian shift, [dilakukan] cek suhu, [dan] mereka yang sakit tidak dibolehkan bekerja di kantor,” kata CEO PrivyID Marshall Pribadi.

Mengamini kedua pernyataan di atas, sebagai platform jasa desain interior dan konstruksi, Dekoruma memberlakukan kebijakan serupa. Beberapa pegawai, terutama mereka yang bertugas di bagian operasional, tidak memungkinkan untuk bekerja di rumah.

So far, kami masih belum merasakan kendala productivity yang berarti. Ada hal-hal atau aktivitas yang sebenarnya jauh lebih efisien, tapi ada juga beberapa bagian dari aktivitas yang menjadi challenging. Terutama untuk simple and short discussion. Contohnya kalau dulu sesama tim bisa diskusi lebih cepat, sekarang tidak bisa dan semakin sulit karena harus melalui chatting/call,” kata CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Tools pendukung produktivitas bekerja

Salah satu alasan kegiatan bekerja di rumah efektif dilakukan adalah ketersediaan berbagai tools pendukung, mulai dari platform video conference, platfrom messaging, organizer, dan calendar untuk memaksimalkan pekerjaan pegawai di rumah.

“Karena meeting dan presentasi dilakukan melalui video call, atasan kemudian bisa ikut di setiap meeting. Sebelumnya hanya mendapatkan laporan dari mereka setelah kembali ke kantor. Kemudian manajemen juga bisa berkomunikasi lebih sering lewat concall. Sebelumnya pertemuan jarang dilakukan, karena banyak meeting di luar dan kemacetan lalu lintas yang menyulitkan mereka untuk kembali ke kantor,” kata Marshall.

Penggunaan tools juga menjadi hal yang wajib dilakukan pegawai Mekari. CEO Mekari Suwandi Soh mengungkapkan, online meeting dan sinkronisasi komunikasiseperti internal memo, secara rutin dilakukan. Perusahaan juga menyediakan lebih banyak data ke tim yang relevan, sehingga mereka bisa mengambil keputusan. Hal ini ternyata mampu meminimalisir kegiatan yang kurang produktif, seperti diskusi ringan tanpa agenda, ataupun watercooler chat.

“Untuk tim yang selama ini tidak membutuhkan banyak kolaborasi, WFH menjadi lebih efektif. Selama ini kami juga sudah memiliki metriks untuk tiap pekerjaan, sehingga standar produktivitas bisa terus dipantau. Tetapi untuk yang membutuhkan diskusi dengan tim di pelanggan, ada banyak tantangan karena tidak semua pelanggan memiliki infrastruktur dan teknologi memadai,” kata Suwandi.

Untuk layanan fintech seperti Akseleran, selama WFH perusahaan mengedepankan nilai-nilai yang sudah dipegang sebelumnya, khususnya terkait excellence, reliability, dan kerja sama tim.

“Kami percaya bahwa orang-orang yang berkualitas baik akan bisa memaksimalkan performanya bila diberikan kepercayaan tanpa harus melakukan micro manage. Yang penting kita tentukan strategi dan tujuan yang ingin diraih, dan kita komunikasikan hal tersebut dengan baik kepada seluruh tim. Setelah itu tim dapat memenuhi pekerjaan mereka masing-masing tanpa harus diatur terlalu detail termasuk tanpa harus bertatap muka,” kata CEO Akseleran Ivan Tambunan.

Perusahaan lain, seperti Tokopedia, menggunakan parameter Objectives and Key Results (OKR) saat memberlakukan kebijakan bekerja di rumah. Untuk menjaga produktivitas seluruh Nakama (sebutan karyawan Tokopedia), setiap karyawan sudah memiliki OKR pribadi, tim, dan perusahaan yang sejalan. Di sisi lain, praktik bekerja dari rumah sudah lumrah dilakukan, bahkan jauh sebelum sebelum adanya pandemi.

“Demi memastikan efektivitas lebih dari 4.900 Nakama dalam melayani kebutuhan masyarakat Indonesia di tengah pandemi, kami mewajibkan setiap pegawai untuk tetap menjalankan komunikasi virtual antar tim secara berkala sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” kata juru bicara Tokopedia.

Penerapan WFH jika pandemi usai

Menanggapi kebijakan WFH selamanya yang Twitter terapkan, manajemen startup Indonesia melihat kemungkinan itu ada, namun dengan beberapa catatan.

“Selama beberapa bulan terakhir, kami pun bersyukur dapat memenuhi target dari segi pertumbuhan jumlah klien dari seluruh lini bisnis, karena semakin banyak pelaku usaha yang berminat masuk ke ranah e-commerce. Dengan segala kapasitas/resources yang telah kami bangun untuk menunjang produktivitas saat WFH, kami terbuka untuk menerapkan sistem kerja yang paling efektif untuk mendukung kinerja pegawai di masa yang akan datang. Hingga hari ini, tim Sirclo berjumlah lebih dari 350 pegawai,” kata Brian.

Sementara itu, kebijakan WFH di PrivyID masih akan diberlakukan hingga akhir Mei 2020 sambil dievaluasi lebih lanjut. Marshall melihat proses WFH cukup efektif–ada karyawan yang semakin produktif, namun ada pula yang menurun. Salah satu faktornya adalah kondisi rumah mereka dengan gangguan yang bersifat domestik.

“Jumlah karyawan PrivyID saat ini sekitar 160 orang. Kami membuat aturan dalam jam kerja setiap karyawan harus merespon chat/email maksimal dalam 30 menit kecuali sedang concall. Nanti setelah pandemi berakhir pun, kami arahkan tim sales/BD untuk tetap menghindari meeting in person dengan klien. Dari segi waktu dan biaya transport, jauh lebih hemat [ketika WFH] dan malah deal bisa dicapai relatif lebih singkat,” kata Marshall.

Dukungan perusahaan juga menjadi fokus Mekari agar kegiatan bekerja di rumah saat ini dan selanjutnya bisa berjalan secara efektif. Perusahaan memastikan tim memiliki teknologi yang tepat untuk mendukung pekerjaan.

“Bahkan kami juga memberikan tunjangan, seperti paket data sebagai benefit yang kami sesuaikan dengan kondisi saat ini, yang dapat diakses karyawan dengan mudah di fitur Mekari Benefit dalam Talenta Mobile,” kata Suwandi.

Untuk meningkatkan produktivitas pegawai setelah pandemi usai, Akseleran akan tetap bekerja bersama-sama sebagai satu tim yang diharapkan bisa menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Hingga 18 Mei 2020, jumlah karyawan Akseleran mencapai 157 orang atau naik 51% dibandingkan Mei 2019.

“Di Dekoruma kami masih dalam proses diskusi untuk policy setelah PSBB. Namun kebijakan work from home akan menjadi opsi. Hanya saja implementasi dan pengaturannya belum rampung. Masih ada beberapa divisi di Dekoruma yang tidak memungkinkan untuk WFH, seperti operasional dan lainnya,” kata Dimas.