Mengenal Avana, Social Commerce yang Bantu Pelaku Usaha Go Digital

Di tengah persaingan pasar yang ketat saat ini, pelaku usaha berlomba-lomba melancarkan strateginya, guna semakin dekat dengan konsumen. Seiring dengan kondisi tersebut, hadir platform-platform social commerce  dengan misi digitalisasi sebagai solusi.

Avana merupakan salah satu platform social commerce di Indonesia yang memiliki tujuan mendukung dan membantu para pelaku usaha, termasuk UMKM, dalam mengoptimalkan pemasaran dan penjualan secara online, melalui media sosial dan website.

Umumnya, media sosial digunakan sebagai media pemasaran untuk meningkatkan tingkat konversi dan penjualan di e-commerce. Namun, dengan social commerce, pelaku usaha dapat mengoptimalkan pemasaran sekaligus penjualannya di satu sistem yang saling terintegerasi.

Avana sendiri dapat membantu pelaku usaha mengoptimalkan pemasaran dan penjualannya melalui Facebook, Instagram, WhatsApp, Line, Telegram, serta situs web toko online pribadi milik pelaku usaha.

Hingga kini, platform social commerce satu ini mengaku telah membantu lebih dari ratusan ribu pelaku usaha, yang ingin mengoptimalkan brand dan meningkatkan kemampuan berbisnis secara online.

Solusi Digitalisasi yang Ditawarkan Avana

Permasalahan yang kerap dihadapi oleh pelaku usaha saat melakukan digitalisasi atau membuka toko online di media sosial dan situs web cukup beragam.

Mulai dari kesulitan mengunggah foto dengan kualitas tinggi, berinteraksi dengan pelanggan, membalas pesan pelanggan satu per satu, serta mengkonfirmasi pembayaran dan follow up status pembelian.

Solusi yang ditawarkan social commerce Avana yakni dengan menciptakan platform di mana seluruh aktivitas dan transaksi toko online pelaku usaha di media sosial dapat terhubung dalam satu platform atau dashboard yang disediakan Avana.

Pelaku usaha dapat mengunggah produk brand dalam jumlah tidak terbatas ke berbagai saluran sosial media. Informasi stok produk juga dapat diperbarui secara otomatis. Lalu, dapat melayani pesan dari customer secara otomatis. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mengelola reseller secara praktis.

Berbagai Fitur Avana yang Bantu UMKM Berdayakan Bisnis

Dengan misinya dalam memberdayakan pelaku usaha berbisnis secara online, Avana turut menambah efektifitas dan efisiensi berbisnis secara online melalui beragam layanan yang ditawarkannya.

Ada pun beberapa layanan yang ditawarkan platform social commerce Avana, antara lain sebagai berikut:

    •  Toko Medsos

Layanan satu ini menawarkan layanan mengembangkan bisnis melalui pembuatan toko online di media sosial seperti Instagram Shop dan Facebook Shop yang dapat dihubungkan ke dashboard Avana.

Melalui layanan ini, Avana dapat membantu pelaku usaha dalam melakukan live selling, auto-respond untuk membalas semua engagement media sosial, messenger shop, manajemen inventory, mengatur orderan, metode pembayaran, hingga pengiriman barang.

    • Website Toko Online

Layanan website toko online yang ditawarkan Avana dapat membantu pelaku usaha mengembangkan bisnisnya dengan memiliki webstore sendiri. Avana menyediakan tema professional yang dapat digunakan untuk bisnis tanpa perlu coding.

Fitur yang tersedia pada layanan ini antara lain dapat menyimpan data pelanggan yang masuk ke dalam website, SEO, Facebook Pixel, Google Analytics, pembuatan kode promo, buat produk multi variation, manajemen inventory, mengatur orderan, metode pembayaran, hingga pengiriman barang.

    • Integrasi Chat dari Semua Media Sosial

Layanan satu ini memungkinkan pelaku usaha dapat merespon chat calon pelanggan secara lebih praktis dan cepat, dengan integrasi berbagai platform media sosial dan layanan pesan. Guna mendukung layanan ini, Avana memiliki sebuah fitur bernama AVAChat.

Dengan AVAChat, pelaku usaha dapat mengatur aktivitas chat di seluruh media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, Line, dan Telegram melalui satu dashboard. Fitur ini juga memudahkan pelaku usaha membagikan informasi Produk dan Status Pengiriman kepada pelanggan.

    • WA Commerce

Dengan WA Commerce, pelaku usaha dapat memberi kemudahan bagi pelanggan dalam melakukan transaksi belanja melalui Whatsapp. Selain itu, produk dan data pelanggan juga dapat disimpan untuk re-marketing.

Melalui layanan ini, Avana dapat membantu pelaku usaha dalam melakukan WA rotator untuk bagi chat yang masuk ke masing masing Admin secara merata, manajemen inventory, mengatur orderan, metode pembayaran, hingga pengiriman barang.

    • Manajemen Reseller

Selain itu, layanan Avana juga memungkinkan pelaku usaha untuk mempunyai reseller sebanyak-banyaknya. Layanan manajemen reseller ini memudahkan pelaku usaha mengelola seluruh aktivitas penjualan melalui reseller.

Cara Buat Toko Online Di Platform Social Commerce Avana

Avana adalah salah satu platform social commerce  di Indonesia yang mendukung dan membantu para pelaku usaha dalam mengoptimalkan pemasaran dan penjualan secara online, melalui website dan media sosial.

Social commerce sendiri merupakan aktivitas penjualan produk langsung melalui media sosial, tanpa perlu dialihkan ke luar aplikasi media sosial seperti e-commerce. Pelanggan dapat langsung mencari sekaligus melakukan pembayaran melalui media sosial tersebut.

Sebagai plaform social commerce, Avana memberi solusi efektifitas dan efisiensi bagi pelaku usaha dalam berbisnis online, melalui layanannya yang menghubungkan seluruh aktivitas dan transaksi toko online di media sosial dalam satu dashboard.

Langkah Membuat Toko Online di Avana

Layanan website toko online yang ditawarkan Avana dapat membantu pelaku usaha mengembangkan bisnisnya dengan memiliki webstore sendiri. Avana menyediakan tema profesional yang dapat digunakan untuk bisnis tanpa perlu coding.

Tak hanya itu, Avana juga memungkinkan pelaku usaha memiliki toko online di media sosial seperti Instagram Shop dan Facebook Shop, serta mengatur aktivitas chat di seluruh media sosial lain seperti WhatsApp, Line, dan Telegram, yang dapat terhubung menjadi satu ke dashboard Avana.

Berikut langkah pembuatannya:

  • Pertama-tama, kunjungi laman resmi Avana yakni https://avana.id/ atau klik di sini.
  • Selanjutnya, pilih menu ‘Dapatkan Gratis’ di halaman utama sebelah kanan atas, untuk terlebih dulu mendaftar akun Avana.

  • Pilih ‘Dapatkan Akun’, untuk mulai melakukan pendaftaran. Pendaftaran dapat dengan menggunakan akun Google maupun Facebook.
  • Lengkapi form pendaftaran yang disediakan. Isi data toko yang akan didaftarkan, meliputi nama toko, kategori toko, nomor telepon, dan email. Lalu, klik ‘Create Shop’.
  • Berikutnya, pelaku usaha akan diminta mengisi data produk. Unggah foto produk, nama produk, harga, berat satuan, stok yang tersedia, serta lengkapi deskripsi produk selengkap mungkin untuk membantu calon pelanggan. Sebagai informasi, kolom SKU bisa dikosongkan jika pelaku usaha belum punya. Setelah selesai, klik ‘Continue’.

  • Lalu, pada halaman ‘Setup Payment’, silakan aktifkan AVAPay, yakni rekening bersama sekaligus metode pembayaran yang disediakan oleh Avana. AVAPay dapat membantu pelaku usaha agar dapat menerima seluruh jenis pembayaran dari berbagai bank tanpa biaya admin.
  • Usai melewati proses pendaftaran akun, Anda akan diarahkan menuju halaman dashboard akun Avana milik Anda. Silakan melengkapi informasi toko di halaman ini. Lalu klik ‘Save’.
  • Selanjutnya, masuk ke menu ‘Shipping’ untuk mengatur pengiriman barang. Lengkapi informasi pengiriman, lalu klik ‘Save’.

  • Klik ‘Add Courier’ untuk pilih ekspedisi pengiriman yang akan digunakan.

  • Kemudian, tentukan office hour toko Anda, yakni hari kerja dan jam kerja pelaku usaha dapat menerima pelanggan. Lalu, klik ‘Continue’.
  • Sesuaikan titik lokasi peta dengan alamat toko Anda. Lalu, klik ‘Continue’. Pada tahap ini, Anda juga bisa memberi catatan tambahan.

  • Setelah melewati serangkaian tahapan di atas, toko online Anda telah berhasil dibuat. Anda dapat mengecek toko dengan klik ‘Open’, salin tautan toko, buka di halaman baru.

  • Berikut ini contoh bentuk toko online di Avana, yang menampilkan produk usaha Anda. Dengan begitu, transaksi jual beli online dapat langsung dilakukan. Silakan sebar luaskan tautan toko online milik Anda, sehingga dapat menarik banyak pelanggan.

  • Pelaku usaha juga dapat menghubungkan media sosial agar terintegerasi langsung dalam satu dashboard akun Avana.

Demikian serangkaian penjelasan terkait langkah-langkah pembuatan toko online lewat platform social commerce Avana, bagi pelaku usaha yang ingin mengembangkan dan mengelola bisnisnya secara digital dengan mudah.

Mimin Hadirkan Aplikasi Manajemen Pesanan, Fokus Menyasar Penjual Segmen Informal

Ketika pandemi mulai melanda di bulan Maret 2020, banyak bisnis yang geliatnya mulai menurun. Namun di masa awal itu, ada banyak juga yang mengambil kesempatan untuk mulai berjualan online lewat media sosial dengan sistem yang lebih informal, alih-alih bergabung di marketplace yang menggunakan sistem lebih formal.

Salah satunya adalah istri dari Joseph Simbar, yang memulai bisnis baru di bantu oleh suaminya sebagai admin. Selama kurang lebih satu tahun membantu mengelola proses pemesanan bisnis istrinya, Joseph menemukan tantangan yang ternyata juga dialami seorang teman bernama Bayu. Hal tersebut adalah proses yang masih manual sehingga ketika volume pesanan meningkat rentan terjadi kesalahan atau miss dalam pengelolaan pesanan.

Berangkat dari isu ini, Joseph dan Bayu pun memutuskan untuk mengembangkan solusi admin pintar yang disebut “Mimin” untuk bisa membantu para seller yang bergerak di segmen informal atau di luar platform marketplace. Menurut Joseph sendiri, peluang di segmen ini masih besar, karena ada banyak penjual yang masih nyaman menggunakan pendekatan conversational untuk menjamah konsumen.

Joseph turut menambahkan, hampir setengah transaksi e-commerce di Indonesia terjadi melalui chat. Riset yang dilakukan Facebook dan Boston Consulting Group pada 1112 responden yang tersebar di Indonesia, menunjukkan 91% masyarakat Indonesia yang disurvei berminat belanja online atau meningkatkan transaksi belanjanya setelah melakukan chat atau percakapan dagang lewat WhatsApp Business atau situs webnya sendiri.

Alasannya, menurut Joseph ada dua hal. Pertama, masalah kepercayaan. Orang Indonesia memiliki preferensi untuk melakukan interaksi terlebih dulu sebelum menentukan reliabilitas. Selain itu, salah satu kebiasaan yang ia temukan di masyarakat adalah ketika sudah berinteraksi di satu platform, enggan untuk berpindah ke platform lain. Sementara dari sisi seller, mungkin selama di marketplace trafik mereka terjaga, namun di sisi lain kompetisi harga sangat ketat.

Mimin sendiri memosisikan diri sebagai aplikasi manajemen pesanan yang fokus menargetkan UMKM, khususnya di segmen informal. Mereka adalah orang yang memiliki bisnis online namun tidak hadir di marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Gojek, dan lainnya; serta membutuhkan layanan admin pintar atau smart admin.

Ekosistem Mimin saat ini mencakup proses pengolahan data, manajemen inventaris, pemesanan, pembayaran, dan pelaporan menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi, semuanya dalam satu aplikasi. Proses pengolahan data Mimin dapat memproses pesan-pesan dari pembeli menjadi data-data yang relevan untuk digunakan di ekosistem Mimin.

Untuk menggunakan aplikasi ini, para penjual hanya perlu menyalin pesan order via chat lalu teknologi AI Mimin akan secara otomatis membaca dan mengelola pesanan. Lalu penjual akan menerima pembayaran online langsung dan bisa memeriksa harga ongkos kirim serta pesan pengiriman. Selain itu, pengguna juga bisa mendapatkan laporan dan analitik bisnis yang dijalankan.

Untuk proses pengiriman, Mimin juga sudah menyediakan menu pick-up dan delivery dalam aplikasinya. Saat ini sudah bekerja sama dengan sekitar 20 perusahaan logistik, termasuk Gojek, Grab, dan Ninja Xpress. Untuk pembayaran, layanan ini sudah bermitra dengan Xendit, dan masih akan memperluas opsi pembayaran elektronik selain OVO.

Terkait monetisasi, saat ini Mimin tidak menerapkan biaya apa pun alias gratis untuk para UMKM yang ingin mencoba aplikasinya. Namun, di bulan Maret lalu, perusahaan baru saja meluncurkan Mimin Pro yang diperuntukkan untuk usaha menengah yang bisnisnya sudah lebih stabil dengan jumlah pesanan yang lebih banyak. Untuk layanan ini, Mimin menerapkan fee per transaksi yang terjadi dalam aplikasi.

Kolaborasi dengan Bank BJB

Sebagai bagian dari strategi penguatan ekosistem yang fokus menjangkau UMKM di segmen informal, Mimin telah menjalin kerja sama dengan Bank BJB, bank BUMD milik Provinsi Jawa Barat dan Banten. Kerja sama ini memungkinkan pengguna Mimin untuk menerima pembayaran melalui DigiCash, uang elektronik milik Bank BJB, pada aplikasi. Selain itu juga berbagai keuntungan lain yang ditawarkan dalam ekosistem pembayaran melalui BJB seperti penarikan dana real-time.

Joseph juga mengungkapkan bahwa alasan dibalik kerja sama dengan bank BJB, selain sebagai bank regional terbesar, adalah karena fokus nasabahnya yang juga di UMKM. “Secara misi dan target pasar kita sudah sejalan. Selain memungkinkan pengguna menggunakan DigiCash sebagai opsi pembayaran, kerja sama ini juga memungkinkan Mimin untuk menjangkau para nasabah yang membutuhkan solusi smart admin.”

Ia juga mengungkapkan bahwa perusahaan tengah mendekati beberapa bank regional lainnya untuk bisa mereplikasi konsep kerja sama strategis ini. Secara sederhana, perusahaan bisa menawarkan proposisi nilai untuk membantu nasabah sekaligus mengembangkan bisnis mereka. Ia sendiri melihat peluang di sektor ini masih sangat besar, bahwa ada beberapa hal yang memang tidak bisa sepenuhnya bergerak secara daring.

Dari sisi pendanaan, Joseph mengaku bahwa saat ini sudah didukung oleh angel investor. Perusahaan juga sedang dalam proses fundraising. “Harapannya, bisa selesai di akhir tahun ini,” ujarnya.

Mulai beroperasi di bulan September 2021, layanan ini kini sudah tersedia di 124 kota dengan jumlah pengguna yang terdaftar mencapai 30 ribu UMKM. “Target kita saat ini adalah untuk menambah pengguna hingga 100-150 ribu hingga akhir tahun ini. Kita cukup optimis mengingat dalam waktu 6 bulan bisa menggaet 30 ribu pengguna,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Potensi Layanan E-commerce Dukung Pemulihan Ekonomi di Indonesia

Di Indonesia tercatat internet ekonomi tumbuh dari $40 miliar di 2019 menjadi $44 miliar di tahun 2020. Dari nilai tersebut sekitar 73% atau $32 miliar berasal dari sektor e-commerce. Pandemi telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup sebagian besar masyarakat dalam hal opsi pembelian kebutuhan sehari-hari hingga pembayaran digital.

Seperti apa potensi dan lanskap sektor e-commerce di Indonesia ke depannya? Co-Founder & CEO Intrepid Indonesia Sean Lawlor membagikan beberapa informasi menarik yang bisa dicermati.

Pertumbuhan layanan e-commerce saat pandemi

Sebagai platform yang mendukung keberhasilan brand melancarkan kegiatan pemasaran media sosial dan marketplace, Intrepid mencatat selama pandemi jumlah masyarakat Indonesia yang memanfaatkan layanan e-commerce untuk melakukan pembelian semakin meningkat hingga 110%. Konsumen juga lebih banyak menghabiskan waktu mereka melakukan eksplorasi di berbagai layanan e-commerce, terutama pada awal pandemi tahun 2020 lalu.

Jika sebelum pandemi mereka hanya menghabiskan waktu sekitar 3 jam saja, saat pandemi bisa 4 jam lebih menghabiskan waktu secara online. Dan tercatat saat ini ketika aturan sudah mulai longgar dan rutinitas offline kembali berjalan, waktu mereka untuk menjelajahi internet tidak menurun jumlahnya.

“Meningkatnya penggunaan online di kalangan masyarakat Indonesia saat pandemi memungkinkan ekonomi kemudian tumbuh, meskipun sektor travel mengalami penurunan yang sangat masif,” kata Sean.

Produk seperti kebutuhan harian, produk kesehatan, produk rumah dan lifestyle, hingga hobi, menjadi pilihan sebagian besar masyarakat Indonesia saat pandemi. Saat pandemi kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu di rumah dan memilih untuk belanja secara online.

Untuk pembayaran pilihan seperti mobile banking juga makin banyak penggunaannya. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi perbankan untuk meluncurkan layanan digital yang memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi dan kebutuhan lainnya secara online.

Layanan yang diluncurkan oleh BCA Digital Blu hingga bank BRI melalui BRImo, menjadi solusi terbaik dan tepat untuk saat ini. Di sisi lain SMS banking juga mendapatkan momentum saat pandemi yang terus mengalami peningkatan.

Potensi quick commerce dan social commerce

Hal menarik yang juga dicermati oleh Intrepid selama dua tahun terakhir adalah makin banyaknya pertumbuhan quick commerce, social commerce, dan kegiatan belanja memanfaatkan live streaming. Salah satu alasan mengapa tiga kategori tersebut makin banyak dilirik, karena konsumen ingin mencari lebih banyak pengalaman yang menarik saat berbelanja, dan juga kecepatan serta efisiensi saat pengiriman barang.

“Saat ini kita juga melihat makin banyak ketergantungan konsumen untuk pembelian melalui layanan e-commerce, terutama untuk pengiriman makanan dan groceries, yang membuat pertumbuhan kompetisi online groceries. Layanan yang ditawarkan oleh Astro dan Segari serta layanan e-commerce besar yang fokus kepada groceries seperti TokopediaNow dan Shopee Segar, saat ini makin banyak dipilih oleh konsumen,” kata Sean.

Selain kebutuhan harian, kebiasaan belanja konsumen di Indonesia juga mulai bergeser kepada produk tertentu. Mulai dari produk kesehatan dan produk anti-covid seperti vitamin, masker, dan sanitiser. Kategori lainnya yang juga dicermati oleh Intrepid adalah, bahan makanan, mainan anak, produk untuk hobi seperti sepeda, perlengkapan rumah dan produk pendukung bekerja, air purfier, televisi dan speaker juga masuk dalam kategori yang banyak dipilih saat ini.

Khusus untuk social commerce meskipun saat ini masih diminati untuk beberapa produk saja, namun jika dilihat dari jumlah pengguna media sosial pada tahun 2021 di indonesia sudah mencapai sekitar 62%. Jumlah tersebut meningkat sekitar 23% dibandingkan sebelum pandemi. Membuktikan bahwa semakin banyak dari mereka yang memanfaatkan media sosial bukan sekedar untuk sosialisasi saja, namun juga potensi untuk melakukan pembelian. Platform yang banyak dipilih saat ini adalah TikTok Shop dan Instagram Shop.

“Saat ini ketika generasi muda seperti Gen Z sudah mulai memasuki dunia kerja dan mendapatkan penghasilan, pastinya opsi untuk berbelanja memanfaatkan media sosial menjadi pilihan utama mereka,” kata Sean.

Ditambahkan olehnya, social commerce tentunya akan terus mengalami pertumbuhan pasar namun masih butuh banyak waktu untuk bisa terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Salah satu alasannya adalah saat ini masih dalam fase pertama penetrasi yang lebih kepada pasar C2C (consumer to consumer). Akibatnya lebih sedikit brand yang terlibat. Pola ini diprediksi serupa dengan live streaming shopping di layanan e-commerce, ketika penjualan lebih banyak didapatkan dari C2C.

Startup SaaS OrderOnline Permudah Penjual Social Commerce Kelola Bisnis

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024. Ragam solusi yang disediakan startup untuk permudah jalan masuk UMKM go digital, kini datang dari berbagai celah aspek bisnis, baik itu fintech, supply chain, logistik, e-commerce, pemasaran, dan lainnya.

Kondisi tersebut tercermin dengan laporan yang diterbitkan DSInnovate bertajuk “MSME Empowerment Report 2021”, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, seperti kekurangan modal, kesalahan penghitungan/transaksi, sulit masuk ke pasar, dan lainnya.

Apa yang terjadi di atas, dirasakan betul oleh Rovan Alfarry (CEO) dan Fazlur Rahman (CTO) bagaimana kesulitannya saat merintis usaha online kecil-kecilannya. Entah itu kesulitan mengecek rekening, lupa membalas pesan konsumer yang terlalu banyak, pencatatan penjualan yang tidak rapi, dan masih banyak lagi. Mereka pun berinisiatif membangun sendiri platform yang dapat menampung seluruh keluhannya tersebut agar semakin mudah berjualan.

“Awalnya, fitur ini hanya digunakan untuk pribadi saja. Tapi saat tahu rekan kami yang juga berjualan online merasa sangat terbantu dengan tools yang kami buat, kami berpikir untuk serius mengembangkan sebagai bisnis yang menjanjikan,” ujar Rovan saat dihubungi DailySocial.id.

Pengalaman tersebut akhirnya melahirkan OrderOnline pada Juli 2018. Rovan menuturkan, visi OrderOnline adalah platform bisnis online yang membantu UMKM bertumbuh dengan menjawab setiap permasalahan yang benar-benar mereka alami secara langsung.

Solusi OrderOnline

OrderOnline membantu pebisnis dalam penjualan melalui form order, manajemen order, manajemen customer, dan manajemen tim. Tiap pengguna dapat membuat toko online sendiri berupa katalog atau landing page di website, lengkap dengan checkout page yang telah terintegrasi dengan fitur COD, e-payment, transfer antarbank, serta tersedia sistem manajemen usaha dan laporan penjualan otomatis.

Solusi yang ditawarkan ini bukanlah barang baru yang disediakan oleh startup SaaS di Indonesia. Rovan bilang, diferensiasi yang diunggulkan OrderOnline adalah pengguna dapat menggunakan checkout page dan menjadwalkan follow up pesanan via WhatsApp. “Kedua fitur ini sangat membantu social commerce atau UMKM yang berjualan di media sosial.”

Dia merinci, setelah penjual mengirimkan checkout page ini ke beragam media sosial, konsumer dapat langsung membeli di halaman tersebut tanpa repot. Kemudian, untuk melakukan follow up konsumer secara berkala dan otomatis di platform OrderOnline yang akan terkoneksi langsung ke WhatsApp. “Hal ini sudah terbukti dapat meningkatkan keberhasilan penjualan.”

Dia melanjutkan, “OrderOnline hadir untuk menyederhanakan dan memudahkan proses bisnis online dengan fitur all-in-one-nya. Tak hanya bicara mengenai penjualan, namun juga manajemen bisnis dan tim yang dapat membantu proses kerja bisnis itu sendiri setiap harinya.”

Tak hanya itu, dari sisi logistik turut menjadi perhatian OrderOnline. Terhitung, perusahaan logistik seperti SiCepat, JNE, J&T, SAP, dan Ninja Xpress telah bergabung dengan platform. Para pebisnis dapat memilih armada logistik yang dekat dengan area usahanya.

Seluruh solusi ini tersedia dalam bentuk berlangganan untuk jangka waktu per bulan atau per tahun. Ada tiga kategori yang tersedia, yakni Personal, Business, dan Enterprise dengan biaya mulai dari Rp149 ribu.

“Kami juga memiliki fitur reseller yang dapat membantu mereka membeli barang dalam jumlah yang besar hanya dengan melakukan pembelian via website. Selain itu, kami juga memiliki media edukasi khusus (e-course) di bidang bisnis yang dapat membantu para pengusaha memajukan bisnisnya dari berbagai aspek inti yang dibutuhkan.”

Rencana berikutnya

Meski tidak dirinci secara spesifik, diklaim GMV dari OrderOnline sendiri hampir menyentuh angka Rp300 miliar dengan volume order hingga 1 juta per bulannya. Profil penggunanya berasal dari para penjual di media sosial (social commerce), bukan marketplace yang tersebar di seluruh Indonesia.

Rovan mengatakan, pihaknya fokus pada segmen ini karena ada beberapa keunggulan yang tidak dimiliki marketplace dari sisi pengeluaran yang lebih minim dan tidak adanya persaingan harga. “Kami juga menyasar pebisnis pemula atau yang baru memulai usahanya dengan kemudahan dan otomatisasi bisnis yang kami tawarkan secara online dengan harapan UMKM akan mulai go digital.”

Rencana berikutnya, OrderOnline akan lini bisnis baru seperti e-course OCademy untuk kelas bisnis dan marketing, fulfillment untuk penyediaan gudang penyimpanan dan pengemasan barang, omnichannel untuk sinkronisasi stok lintas e-commerce dan marketplace, layanan ekspedisi OExpress untuk layanan pengiriman paket, hingga financing untuk pendanaan modal usaha seller. “Untuk lini-lini bisnis tersebut sebagian besar akan dimulai di tahun ini,” tutup Rovan.

Perusahaan masih sepenuhnya mengandalkan dana sendiri (bootstrapping) dalam operasional usahanya. Namun dengan skala bisnis yang semakin besar, maka tidak menutup kemungkinan OrderOnline akan menggalang pendanaan perdananya.

Shox Is Reportedly Secures 79 Billion Rupiah Funding, Introducing Social Commerce Platform for Household

The Shox platform developer is reported to have received $5.5 million funding or equivalent to 79 billion Rupiah in the series A round. Also participated in this round Ephesus United, AC Ventures, Teja Ventures, SGInnovate, Partech, and a number of investors.

The data has been submitted to the regulator. DailySocial.id has tried to confirm the news regarding this investment from related parties, however,  there had been no response until this article was published.

This startup was founded by Sonat Yalcinkaya (Kaya) and Vyani. Kaya himsel previously had experience in handling e-commerce businesses for big brands such as Philips and Midea. Meanwhile, Vyani is known as the co-founder of the logistics startup Pakde, which acquired by Shipper in 2020.

In fact, Shox has been operating since 2019 and currently has tens of thousands of application users. Shox’s service focuses on users in rural areas, targeting the unbanked population.

Shox Rumahan is currently being transformed as an application to fulfill household demands– from kitchen utensils, electronic equipment, and so on. With a social commerce concept, this platform allows its users to earn additional income by entrepreneurship through the partnership/community program with the social gathering feature in the application.

Evolution from Soyaka AI

Previously, Kaya was also known as the founder of Soyaka AI – a developer of artificial intelligence-based social commerce platforms. The Soyaka site and team are currently rerouted to fully work on Shox Rumahan. Even though in terms of backend, Shox also utilizes the engine from the Soyaka platform.

Saoyaka’s AI capabilities allow Shox to offer excellent features, such as using scanned photos or images to find products; then come up with product ideas and inspiration according to existing trends.

Shox Rumahan is growing quite rapidly, to the day this article was published, they already have around 150 employees stated on LinkedIn. Some of the team is headquartered in Yogyakarta.

From an article published by Kaya in 2021, Shox is said to have gathered users in more than 5000 villages in various regions. By analyzing existing purchasing trends, their team has helped build a credit scoring system, which will then be used as capital to create a comprehensive digital banking and payments ecosystem.

It is also said with the current business model, the cost for customer acquisition is much cheaper than the general e-commerce concept. “Our CAC (customer acquisition cost) in this rural community is 10 times cheaper than existing players. And these customers stay because they see true value,” he wrote.

In terms of logistics efficiency, Shox is more focused on serving bulk purchases (usually on a per RT scale). Ordering in large quantities makes it easier for them to reduce logistics costs, around 5-10x cheaper. Although it must be taken to a location far enough from the city center. “Our current average order value (AOV) exceeds $200, which is 5 to 10 times that of other social commerce players,” Kaya said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Shox Dikabarkan Terima Pendanaan 79 Miliar Rupiah, Hadirkan Platform Social Commerce Kebutuhan Rumahan

Pengembang platform Shox dikabarkan telah mendapatkan pendanaan senilai $5,5 juta atau setara 79 miliar Rupiah di putaran seri A. Ephesus United, AC Ventures, Teja Ventures, SGInnovate, Partech, dan sejumlah investor berpartisipasi dalam investasi ini.

Data pendanaan telah diinputkan ke regulator. DailySocial.id juga telah mencoba meminta keterangan seputar kabar investasi tersebut ke pihak terkait, namun sampai artikel ini terbit belum mendapatkan respons.

Startup ini didirikan oleh Sonat Yalcinkaya (Kaya) dan Vyani. Kaya sendiri sebelumnya berpengalaman memegang bisnis e-commerce untuk brand besar seperti Philips dan Midea. Sementara Vyani dikenal sebagai co-founder dari startup logistik Pakde yang telah diakuisisi Shipper tahun 2020 lalu.

Sejatinya Shox sudah beroperasi sejak tahun 2019  dan saat ini sudah memiliki puluhan ribu pengguna aplikasi. Fokus layanan Shox adalah pengguna di area rural, menargetkan populasi unbankable.

Shox Rumahan saat ini menjelma sebagai aplikasi untuk pemenuhan kebutuhan rumah — mulai dari perlengkapan dapur, alat elektronik, dan sebagainya. Berkonsep social commerce, platform ini juga memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan pundi-pundi penghasilan dengan berwirausaha melalui program kemitraan/komunitas yang ada di dalamnya dengan fitur arisan yang ada di aplikasi.

Evolusi dari Soyaka AI

Sebelumnya Kaya juga diketahui sebagai founder dari startup Soyaka AI — pengembang platform social commerce berbasis kecerdasan buatan. Situs dan tim Soyaka saat ini dialihkan untuk sepenuhnya menggarap Shox Rumahan. Kendati secara backend, Shox juga memanfaatkan engine dari platform Soyaka.

Kapabilitas AI yang dimiliki Sayoka memungkinkan Shox untuk memiliki beberapa fitur unggulan, misalnya menggunakan pindaian foto atau gambar untuk menemukan produk; kemudian memunculkan ide dan inspirasi produk sesuai tren yang ada.

Shox Rumahan berkembang cukup pesat, hingga tulisan ini diterbitkan di LinkedIn mereka telah memiliki sekitar 150 pegawai. Sebagian dari tim berkantor pusat di Yogyakarta.

Dari tulisan yang diterbitkan Kaya tahun 2021 lalu, Shox dikatakan telah merangkul pengguna di lebih dari 5000 desa di berbagai daerah. Dengan menganalisis tren pembelian yang ada, tim mereka juga turut membangun sebuah sistem skoring kredit, untuk selanjutnya digunakan sebagai modal untuk menciptakan ekosistem perbankan dan pembayaran  digital yang komprehensif.

Turut dikatakan dengan model bisnis yang ada saat ini, biaya untuk akuisisi pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan konsep e-commerce pada umumnya. “CAC (customer acquisition cost) kami di komunitas pedesaan ini 10 kali lebih murah daripada pemain yang ada. Dan pelanggan ini bertahan karena mereka melihat nilai yang sebenarnya,” tulisnya.

Untuk efisiensi logistik, Shox juga lebih fokus untuk melayani pembelian borongan (biasanya dengan skala per RT). Pemesanan dalam jumlah banyak ini memudahkan mereka dalam menurunkan biaya logistik 5-10x lebih murah. Kendati harus dibawa ke lokasi yang cukup jauh dari pusat kota. “Nilai pesanan rata-rata (AOV) kami saat ini melebihi $200, yaitu 5 hingga 10 kali lipat dari pemain social commerce lainnya,” ungkap Kaya.

Application Information Will Show Up Here

Selleri Ingin Berdayakan Peranan Reseller dan Dropshiper di Kota Tier 2 dan 3

Besarnya permintaan dari kota tier 2 dan 3 akan produk fashion lokal, menjadi alasan kuat platform Selleri di luncurkan. Didirikan pada bulan Juni tahun 2021 lalu, fokusnya pada pemberdayaan reseller dan dropshiper. Sellerri menawarkan pilihan untuk semua orang bisa berjualan secara online dan offline.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Selleri Jayant Kumar mengungkapkan, memanfaatkan kemitraan strategis dengan supplier, memudahkan mereka untuk menambah kanal  penjualan memanfaatkan reseller. Selain Jayant, co-founder lainnya yang mendukung pendirian startup ini di antaranya Najmuddin Husein (COO) dan Firman Hasan (CCO).

“Saat ini kami sudah memiliki sekitar 1000 supplier, 45 ribu reseller, dan kurang lebih 120 ribu SKU dalam platform. Dengan menggunakan aplikasi Selleri, mereka yang ingin berjualan tidak perlu khawatir akan modal usaha, risiko menjalankan usaha dan juga tidak perlu memikirkan gudang untuk menyimpan barang. Semua Selleri yang kelola mulai dari transaksi awal hingga proses akhir ke pembeli,” kata Jayant.

Menargetkan mompreneur atau ibu rumah tangga yang sudah memiliki komunitas dan pertemanan yang kuat di masing-masing wilayah, Selleri hadir untuk membantu supplier memasarkan produk lebih luas sekaligus memberikan penghasilan tambahan kepada reseller. Konsep reseller dan dropship sendiri sebenarnya sudah lama diterapkan oleh marketplace, namun Selleri mencatat beberapa tahun terakhir, potensinya semakin berkembang dilihat dari permintaan yang ada.

Semua akses yang ditawarkan oleh Selleri untuk calon reseller bisa dinikmati secara gratis. Dalam hal ini Selleri mendapatkan komisi langsung dari supplier. Kebanyakan supplier-nya saat ini adalah produk fesyen lokal, yang ternyata memang membutuhkan kanal penjualan tambahan.

“Untuk pembayaran meskipun telah menyediakan bank transfer hingga QRIS, namun Selleri mencatat sebanyak 95% pilihan Cash on Delivery (COD) lebih banyak digunakan oleh pembeli untuk opsi pembayaran,” kata Jayant.

Konsep bisnis semacam ini sebenarnya sudah dikenal dengan istilah “social commerce”. Mengandalkan jaringan reseller, beberapa startup juga menyasar segmen pasar yang sama di daerah-daerah. Beberapa aplikasi yang sudah ada sebelumnya seperti RateS, Evermos, CrediMart, Dagangan, Borzo, dan sebagainya.

Pemasaran melalui media sosial

Selain di Jabodetabek, saat ini layanan Selleri juga sudah menjangkau sampai kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebanyakan wilayah tersebut adalah kota tier 2 dan 3, yang tengah mengalami peningkatan minat untuk melakukan pembelian memanfaatkan reseller.

Meskipun saat ini aplikasi seperti marketpalce dan e-commerce sudah banyak dimanfaatkan, namun untuk Selleri pilihan terbanyak para penjual untuk memasarkan produk mereka adalah memanfaatkan Facebook Marketplace hingga Facebook Live.

Fenomena ini yang diklaim membedakan Selleri dengan platform lainnya. Selain itu Selleri juga memberikan opsi pembuatan situs, bagi penjual yang ingin menggunakan pilihan tersebut. Namun kegiatan pemasaran terbanyak yang mereka gunakan adalah melalui media sosial.

Memanfaatkan data yang mereka miliki dari reseller dan dropship, kemudian bisa ditentukan produk mana yang dibutuhkan dan dicari oleh pembeli. Sehingga membantu supplier yang menawarkan fesyen lokal seperti dengan brand kecil hingga menengah bisa memasarkan produk mereka secara akurat. Hal ini diklaim oleh mereka bisa menjadi opsi bagi supplier kecil yang kesulitan untuk bersaing dengan brand lebih besar di marketplace.

Saat ini sudah ada 500 kota di 24 kecamatan yang memanfaatkan reseller dan dropship dari Selleri. Masyarakat yang tinggal di kota seperti Semarang, Banyuwangi, Bukittinggi mulai memanfaatkan konsep ini, karena masih banyak dari mereka yang kurang percaya dengan layanan e-commercre dan marketplace.

“Kami juga melihat berdasarkan pembelian dari pelanggan yang dijual dari reseller, pembeli kebanyakan tidak loyal kepada brand, marketplace dan lainnya. Namun mereka loyal kepada komunitas atau orang yang terpercaya. Karena itu konsep yang kita tawarkan cocok untuk kota di tier 2 dan 3,” kata Jayant.

Tahun lalu Selleri telah berhasil mengantongi pendanaan tahap awal dari investor senilai $610 ribu atau setara 8,7 miliar Rupiah. Venture capital yang terlibat di antaranya adalah Kejora-SBI Orbit. Jika sebelumnya perusahaan memiliki target bisa memberikan penghasilan tambahan sekitar 5 juta rupiah kepada 100 reseller, maka usai mendapatkan dana segar targetnya bertambah hingga ke 1000 reseller.

Application Information Will Show Up Here

Platform Social Commerce Berbasis Syariah “Berkahi” Resmi Meluncur [UPDATED]

Pelaku startup memanfaatkan momentum kebangkitan pasar social commerce di tengah pandemi Covid-19. Kali ini, platform Berkahi resmi hadir di Indonesia untuk membantu pelaku UMKM meningkatkan skala bisnisnya berbasis syariah.

Berkahi memampukan pelaku usaha di tanah air untuk meningkatkan penghasilan dengan memasarkan produk lokal dan halal lewat jaringan reseller. Target pasar Berkahi adalah UMKM, terutama yang berada di area pedesaan.

Berkahi didirkan oleh Rowdy Fatha, Turina Farouk, dan Andre Raditya Makmur. Ide pengembangan Berkahi telah diinkubasi sejak November 2021.

Dalam acara peluncurannya, Co-founder & CEO Rowdy Fatha mengatakan pandemi berimbas signifikan terhadap penurunan bisnis UMKM. Di situasi tersebut, banyak pelaku usaha yang sulit bertahan karena tak sedikit di antaranya yang minim kemampuan dan pengalaman dalam membangun bisnis.

Di sisi lain, ia menilai nilai-nilai syariah cocok diterapkan dalam berbisnis. Pihaknya juga ingin berperan dalam mendorong pemerataan inklusi keuangan dan digital di Indonesia. Adapun, Berkahi juga membentuk dewan penasihat syariah untuk memastikan kegiatan bisnis Berkahi sesuai dengan nilai-nilai syariah.

“Kami ingin all out dalam membantu masyarakat UMKM, tak cuma dari sisi bisnis saja, tetapi juga promosi, operasional, fulfillment, hingga logistik. Kami bahkan ikut terlibat dalam mengedukasi UMKM. Insya Allah, tahun ini kami bisa hadirkan [fasilitas] pendanaan syariah tahun ini,” tutur Rowdy.

Bentuk dukungan all out yang dimaksud adalah, Berkahi mendukung kegiatan usaha lewat sejumlah fasilitas, di antaranya aktivitas promosi melalui Key Opinion Leader (KOL), operasional melalui akses fulfillment (stokis) di 15 kota, dan mitra logistik.

Saat ini, Berkahi telah memiliki 400 UMKM yang terhubung dengan 20.000 reseller (disebut sebagai Mitra Berkahi). Sejumlah mitra strategis Berkahi di antaranya adalah SiCepat, SiBeku, Komunitas TanahAbang, Pijar, dan Koperasi XL, IWAPI, Haistar, Belanjarutin.com, Shipdeo, dan Komunitas Pijar.

“Kami tengah memperkuat jaringan agar dapat mencapai target kami untuk menjangkau 20 negara. Secara bertahap, kami akan membawa pelaku usaha yang selama ini aktif di media sosial atau berjualan secara offline untuk beralih ke platform ini,” tambah Rowdy.

Sementara, Co-founder Turina Farouk menargetkan dapat menjangkau 20 negara, memiliki 1.000 UMKM dan 30.000 mitra di akhir 2022. Untuk itu, pihaknya akan memanfaatkan momentum seasonal terdekat, yakni Ramadan dan Idul Fitri, untuk mendongkrak target yang ingin dicapai tahun ini.

Social commerce merupakan sesuatu yang baru di Indonesia. Dengan pengalaman saya bekerja di industri telekomunikasi, ilmu-ilmu yang saya dapatkan dapat menjadi bekal untuk belajar dan membangun Berkahi ke depan,” tutur Turina.

Mitra Berkahi memiliki akses ke ribuan produk halal dari UMKM lokal maupun luar negeri, di mana pengemasan dan pengiriman dilakukan dari gudang ke konsumen langsung. Bagi pelaku UMKM, fasilitas gudang dan operasional tidak dikenakan biaya.

Pendanaan dari VC

Dihubungi DailySocial secara terpisah, Rowdy mengatakan Berkahi masih mengandalkan pendanaan dari angle investor untuk menjalankan bisnisnya. Kendati begitu, pihaknya juga akan mencari pendanaan tahap awal ke Venture Capital (VC).

Pendanaan ini akan digunakan untuk memperluas skala bisnis Berkahi dengan target jangkauan hingga ke 20 negara. Salah satunya adalah fasilitas pinjaman usaha lewat skema chanelling yang ditargetkan meluncur pada semester II 2022.

“Pendanaan awal Berkahi akan dialokasikan pada seed funding dari VC,” ujar Rowdy dalam pesan singkatnya, Rabu (30/3).

Menurut laporan DealStreetAsia, Berkahi mengincar pendanaan tahap awal sebesar $1 juta untuk memperkuat teknologi, menambah SDM, dan ekspansi bisnisnya.

Pasar social commerce

Mengacu data Bain & Co, total GMV e-commerce di Indonesia mencapai $47 miliar di 2020, di mana transaksi dari social commerce berkontribusi sebesar $12 miliar. Angka tersebut menunjukkan besarnya potensi pertumbuhan social commerce di masa depan.

Menurut laporan McKinsey, Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap perubahan perilaku belanja masyarakat dari offline ke online. Di samping itu, social commerce menawarkan kesempatan kerja dengan memberdayakan jaringan distribusi atau reseller. McKinsey memproyeksi bisnis social commerce mencapai $25 miliar di 2022. 

Faktor lainnya, masyarakat di pedesaan masih mengalami keterbatasan akses dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang diperoleh secara online, dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan.

Tren social commerce berkembang juga sejalan dengan semakin banyak pelaku startup yang masuk ke vertikal ini untuk produk fashion, F&B, atau kebutuhan sehari-hari. Beberapa di antaranya adalah Evermos, Dagangan, dan RateS. Adapula Raena yang mengusung konsep reseller, tetapi khusus untuk produk kecantikan.

Kemudian, KitaBeli mengambil posisi berbeda dengan platform social commerce kebanyakan, yakni tidak membangun jaringan reseller. KitaBeli memampukan pengguna akhir memesan barang langsung lewat aplikasi dan memungkinkan mereka berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif.

WeBuy Mengonfirmasi Telah Akuisisi Chilibeli, Akan Jadi “WeBuy Indonesia”

Startup social commerce asal Singapura resmi mengakuisisi Chilibeli dengan nilai pembelian yang dirahasiakan. Mengutip DealStreetAsia, CEO WeBuy Vincent Xue menyebutkan akuisisi ini menjadi momentum yang tepat karena sejalan dengan upaya ekspansi WeBuy ke pasar Indonesia.

“Sumber daya yang dimiliki Chilibeli saat ini, baik dari group leader, warehousing, dan para stafnya itu sinergis dengan bisnis kami. Dengan kekuatan supply chain WeBuy di global, teknologi, fitur produk, kami akan menjadi platform social e-commerce terdepan di Asia Tenggara,” ungkap Xue.

Dikonfirmasi secara terpisah, Partner di Centauri MDI-KB Kenneth Li menambahkan pihak terkait belum menentukan rencana lebih lanjut terkait langkah Chilibeli ke depan.

Next phase belum diputuskan karena proses [akuisisi] baru selesai. Chilibeli memang diakuisisi WeBuy, tetapi tidak stop beroperasi. Nanti operasionalnya akan menjadi WeBuy Indonesia,” ungkap Kenneth kepada DailySocial.id.

Pada pemberitaan kami sebelumnya, WeBuy sempat dikabarkan menjadi kandidat kuat untuk mencaplok Chilibeli. Kabar ini berhembus kala Chilibeli diterpa masalah pada operasionalnya yang dihentikan sementara pada Februari lalu. Alasan yang disampaikan ke publik adalah pemindahan server dan deep cleaning resource. Chilibeli juga merumahkan sejumlah pegawai.

WeBuy diketahui tengah memperluas pasarnya ke Asia Tenggara, termasuk Malaysia dan Indonesia. WeBuy membidik Indonesia karena penetrasi media sosial dan pasar ekonomi digitalnya sangat besar. Adapun, WeBuy beroperasi di Indonesia sejak September 2021.

Sekadar informasi, WeBuy merupakan portofolio MDI Ventures, Wavemaker, KB Financial Group, dan Rocket Internet. Saat ini WeBuy melayani sebanyak 3000 group leader dan 100.000 konsumen dari Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

Sementara, Chilibeli didirikan oleh Alex Feng, Damon Yue, dan Matt Li di 2019. Chilibeli mengantongi pendanaan seri A senilai $10 juta pada Maret 2020 yang dipimpin oleh Lightspeed Ventures, Golden Gate Ventures, Sequoia Surge, Kinesys Group, dan Alto Partners.

Perusahaan mengandalkan konsep bisnis C2M (customer to manufacturer) dalam menjembatani produk segar dari petani ke konsumen akhir dalam jumlah komunitas. Konsep tersebut hadir untuk mendorong efisiensi logistik dan memastikan kesegaran produk hingga di tangan konsumen.

Tantangan online grocery

Tren layanan online grocery yang memakai model social commerce maupun quick commerce tengah tumbuh di Indonesia. Hal ini sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar di masa pandemi Covid-19.

Di tengah popularitas layanannya, online grocery masih akan menemui berbagai kerikil untuk meningkatkan penetrasinya di pasar. Salah satunya adalah tantangan untuk mengubah perilaku belanja ke online, terutama bagi kalangan ibu rumah tangga yang masih terbiasa berbelanja di pasar tradisional

Sejauh ini, model yang cukup banyak diadopsi adalah B2C dan B2B. Di segmen B2B, model ini dinilai lebih stabil karena ada kepastian demand dan supply dengan pesanan dalam jumlah besar dan permintaan secara berkala. Contohnya permintaan bahan pokok segar ke industri restoran atau perhotelan.

Sementara di B2C, Managing Partner Tunnelerate Ivan Arie Sustiawan menilai bahwa model ini akan sulit dijalankan bagi platform yang punya modal terbatas untuk subsidi di perang harga dan logistik. Kedua hal tersebut menjadi elemen penting untuk mempertahankan loyalitas pelanggan mengingat konsumen Indonesia cenderung menyukai promo/diskon.

Menurutnya, untuk memenangkan pasaronline grocery/agritech di B2C, startup perlu membangun dan menerapkan model supply chain yang paling sustainable dan efisien dari hulu ke hilir. Mereka juga perlu memikirkan profitable assortment strategy bagi bisnisnya. “Don’t sell everything to everyone for the instant or quick commerce where you do the self-fulfillment,” tuturnya kepada DailySocial.id beberapa waktu lalu.