Instant Games Kini Hadir di Facebook Lite dan Facebook Group

Masih ingat zaman kita membuka Facebook hanya untuk memainkan game seperti FarmVille, Restaurant City, dan lain sebagainya? Era tersebut sudah resmi berakhir sejak kebangkitan industri mobile gaming, akan tetapi bukan berarti Facebook sudah menyerah di bidang gaming.

Sebagai gantinya, Facebook ikut mengarahkan fokusnya ke mobile gaming melalui platform Instant Games, yang memanfaatkan kecanggihan HTML5 agar game dapat konsumen nikmati di perangkat apapun yang bisa dipakai untuk mengakses Facebook.

Konsep Instant Games yang tidak mengharuskan pengguna untuk mengunduh apa-apa sejatinya sangat cocok untuk konsumen di negara berkembang, yang umumnya memiliki akses internet cukup terbatas. Oleh karena itu, Facebook baru-baru ini memutuskan untuk membawa Instant Games ke Facebook Lite.

Di samping itu, Instant Games rupanya juga bakal segera hadir sebagai suatu fasilitas untuk grup Facebook seputar gaming, sehingga pengguna dapat menikmati sederet permainan yang tersedia bersama rekan-rekan sejawatnya. Untuk grup non-gaming, Facebook berencana menghadirkan Instant Games sebagai fitur yang opsional.

Facebook Instant Games

Kehadiran Instant Games di lebih banyak tempat ini pada dasarnya merupakan kabar baik bagi para developer game, apalagi mengingat Facebook sudah membuka aksesnya ke semua developer sejak bulan Maret lalu. Sejumlah opsi monetisasi tentu saja sudah disediakan agar developer bisa memanfaatkan platform ini sebagai lahan bisnis barunya.

Dilansir TechCrunch, pendapatan Facebook dari sektor gaming tentu tidak lagi sebesar pada masa keemasan FarmVille. Kendati demikian, angka $190 juta per kuartal masih tergolong lumayan, dan ini sejatinya yang mendorong Facebook agar tidak patah semangat di ranah gaming.

Belum lama ini, Facebook juga telah merilis portal gaming-nya, fb.gg, sebagai aplikasi mobile – meski baru berstatus beta. Tanpa harus terkejut, Instant Games juga merupakan salah satu fitur yang ditawarkan di aplikasi tersebut.

Sumber: TechCrunch dan Facebook.

Google+ Bakal Ditutup Agustus 2019, Tapi Versi Enterprise-nya Masih Lanjut

Apa kabar Google+? Saya tidak menyalahkan apabila Anda lupa dengan eksistensi media sosial yang satu ini, tapi jika dibandingkan Facebook dan Twitter, Google+ memang sangat tidak laku.

Sejak lama saya bertanya dalam hati, “kapan Google+ bakal ditutup?” Path belum lama ini sudah mengumumkan rencana penutupannya, dan saya semakin penasaran kapan Google bakal mengambil keputusan yang sama. Pertanyaan itu sudah terjawab: Google+ bakal berhenti beroperasi pada akhir Agustus 2019.

Namun yang menjadi alasan penutupannya bukanlah jumlah pengguna yang sedikit – meski Google pada akhirnya mengakui hal tersebut dan mengatakan bahwa 90 persen dari semua sesi penggunaan Google+ berlangsung kurang dari lima detik. Yang dijadikan alasan justru adalah kasus kebocoran data.

Kasus ini pertama dilaporkan oleh Wall Street Journal, lalu Google mengonfirmasinya dan menjelaskannya secara lebih merinci lewat blog resminya. Dijelaskan bahwa ada sebuah bug pada Google+ API yang memungkinkan aplikasi untuk mengakses informasi pada profil pengguna yang statusnya privat.

Bug tersebut sebenarnya sudah ditangani Google sejak bulan Maret lalu, akan tetapi salah mereka adalah tidak menginformasikannya sama sekali ke pengguna. Pembelaan Google adalah mereka sama sekali tidak menemukan bukti penyalahgunaan bug tersebut.

Terlepas dari itu, kasus ini pada akhirnya memaksa Google untuk berbenah. Imbasnya, Google+ pun harus dikorbankan. Namun ternyata yang ditutup hanyalah Google+ versi konsumen, versi enterprise-nya yang terbilang cukup populer masih akan lanjut beroperasi seperti biasa.

Jadi apabila Anda pernah aktif menggunakan Google+ dan merasa ada data yang perlu diselamatkan, Anda masih punya waktu sekitar 10 bulan untuk melakukannya. Dalam beberapa bulan ke depan, Google bakal menyediakan informasi lebih lengkapnya.

Sumber: Google via Engadget.

Layanan Media Sosial Path Resmi Ditutup 18 Oktober Mendatang

Layanan media sosial Path resmi mengumumkan penutupan layanannya. Per tanggal 18 Oktober mendatang, Path tidak lagi bisa diakses. Sebelum tanggal tersebut, di laman About Us-nya Path menyediakan cara-cara untuk melakukan backup untuk data-data dan refund dana langganan, baik di platform iOS dan Android.

Di laman tersebut diinfokan bahwa per 1 Oktober pengguna tidak bisa lagi mengunduh aplikasi Path di iOS App Store dan Google Play. Setelah penutupan layanan tanggal 18 Oktober, layanan pelanggan Path bakal terus beroperasi hingga tanggal 15 November.

Path didirikan tahun 2010 dengan Co-Founder Dave Morin menjadi CEO-nya. Sempat populer di berbagai kawasan dan memperoleh dana sekitar $66 juta dari investor, di bulan Mei 2015 Path dijual ke pengembang platform messaging Kakao (Korea Selatan). Kakao mendirikan entitas di Singapura (Path Mobile Ptd Ltd) sebagai perusahaan induk baru dan memindahkan pusat pengembangan Path dari San Francisco ke Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Indonesia bisa dibilang adalah pasar terbesar Path. Kakao mencoba menggunakan Path sebagai leverage untuk melakukan penetrasi ke pasar Indonesia, setelah kegagalannya dengan KakaoTalk.

Keunikan Path, dibandingkan layanan serupa, adalah eksklusivitasnya. Awalnya jumlah teman di Path dibatasi hanya 150 orang, meski kemudian jumlahnya terus diperbesar. Meskipun demikian, setelah dipindah ke Asia Tenggara, Path tidak kunjung mendapatkan model bisnis yang tepat dan jumlah penggunanya tidak menunjukkan tren yang menggembirakan. Per tulisan ini dibuat, Path sudah tidak lagi masuk di jajaran aplikasi populer di Indonesia. Path sudah diunduh lebih dari 10 juta kali di Google Play.

Di awal tahun ini kami mendapatkan informasi jika Path mengembangkan sebuah tempat/space untuk komunitas. Pun jika kita melihat ke jajaran pegawai Path saat ini, kebanyakan adalah pekerja konten kreatif, termasuk videografi. Kami belum mendapatkan konfirmasi tentang bagaimana kelanjutan bisnis perusahaan, apakah bakal pivot dengan model bisnis baru atau tidak, dan bagaimana nasib pegawainya.

Application Information Will Show Up Here

Instagram Analysis Platform Analisa.io is Officially Launched

Instagram analysis platform Analisa.io (Analisa) is officially launched. Becoming one of Mumu.id’s portfolios, Analisa strives to offer an accurate and complete information for Instagram’s hashtag and account analysis. Supported by AI (Artificial Intelligence), Analisa is optimistic to provide a complete insight into popular content, users demographics, and geotrend heat map.

Analisa claims to be able to provide data that can be followed up for campaign purposes for influencers, agencies, brand marketers and those who run social media marketing, especially those who specifically need campaigns for Instagram.

They will complete Mumu.id’s portfolios as an Instagram analysis tool providing opportunities for anyone to read Instagram trend analysis for accounts or hashtags.

“As the increasing social media’s effectiveness and its impact in public, we strive to provide tools which accessible [and capable] to bring positive and optimum impact to social media activities for anyone. Also bringing transparency and accountability to the industry. Our objective in Mumu.id is to create a powerful platform which capable to democratize social empowerment to all individuals or businesses,” Winston Muljadi, Mumu.id’s Co-Founder, said.

Analisa is optimistic to target all classes, of brand marketers, agencies, and influencers worldwide. Include in the market are individuals trying to evaluate Instagram’s hashtags or accounts performance.

No longer in beta version, Analisa offers opportunities for everyone to use their tools. They also provide paid subscription in case you need a more complete data and features.

Mumu.id’s post-pivot act is to build a complete portfolio and focus on social media segments, especially Instagram. Aside from Analisa, they also have IconReel as a platform to connect influencers with agencies.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Analisis Instagram Analisa.io Diluncurkan

Platform analisis Instagram Analisa.io (Analisa) resmi diluncurkan. Menjadi salah satu portofolio Mumu.id, Analisa berusaha menyuguhkan informasi akurat dan lengkap untuk analisa akun dan hashtag Instagram. Berbekal dukungan AI (Artificial Intelligence), Analisa cukup optimis bisa memberikan wawasan lengkap mengenai konten populer, demografi pengguna hingga geo trend heat map.

Analisa mengklaim mampu memberikan data-data yang mampu ditindaklanjuti untuk keperluan kampanye influencer, agensi, brand marketer dan mereka yang menjalakan social media marketing terutama mereka yang spesifik membutuhkan kampanye untuk Instagram.

Analisa sendiri akan melengkapi protofolio Mumu.id sebagai tools analisa Instagram yang memberikan kesempatan untuk siapa pun agar bisa membaca analisis trend di Instagram untuk akun atau hashtag tertentu.

“Seiring dengan semakin penting dan tumbuhnya efektivitas media sosial dan dampak untuk masyarakat, kami berharap dapat menyediakan tools yang dapat diakses [dan mampu] membawa perubahan yang positif dan optimal untuk aktivitas media sosial bagi siapa pun. Sambil membawa transparansi dan akuntabilitas ke industri. Tujuan kami di Mumu.id adalah selalu membangun platform yang powerful dan mampu mendemokrasi social empowerment kepada setiap individu atau bisnis,” terang co-founder Mumu.id Winston Muljadi.

Analisa optimis menyasar semua kalangan, mulai dari brand marketer, agensi, hngga influencer dari seluruh dunia. Termasuk pasarnya adalah individu yang berusaha mengukur performa akun atau hashtag Instagram.

Setelah melepas versi beta, Analisa memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk mencoba tools mereka. Jika membutuhkan data yang lebih lengkap, Analisa menyediakan versi berbayar untuk data dan fitur yang lebih lengkap.

Setelah melakukan pivot Mumu.id berusaha membangun portofolio yang lengkap dan fokus pada segmen media sosial, khususnya Instagram. Selain Analisa, mereka juga memiliki IconReel sebagai platform yang menghubungkan influencer dengan agensi.

Facebook dan Instagram Memiliki Khasiat yang Sama dalam Pemasaran Digital

Berbicara soal penggunaan Facebook, generasi muda jaman sekarang berpendapat bahwa Facebook telah ketinggalan jaman, dan pelan-pelan beralih menuju Instagram. Para pebisnis dan marketer, sebagai konsekuensinya, ikut-ikutan memiliki perspektif yang negatif tentang penggunaan Facebook dan berpendapat bahwa mengalokasikan lebih banyak budget ke Instagram merupakan pilihan yang tepat.

Menurut informasi resmi, di Indonesia hingga sekarang terdapat sekitar 130 juta pengguna aktif Facebook setiap bulannya, angka ini dua kali lebih banyak dari pengguna aktif Instagram, yaitu 53 juta per bulan. Selain itu, pengguna media sosial Facebook terdiri atas beragam kelompok usia, mulai dari 18 hingga 60 tahun. Namun pengguna Instagram hanya berkisar pada usia 18-29 tahun.

Penggunaan Instagram mungkin terlihat lebih meriah akhir-akhir ini karena para remaja yang cenderung lebih ekspresif dalam membagikan kisah dan karya mereka melalui Instagram.

Meskipun banyak yang terhipnotis dengan keramaian penggunaan Instagram, sedikit yang menyadari bahwa Facebook akan tetap menjadi media sosial terpopuler. Database milik Tagtoo sendiri membuktikan bahwa Facebook adalah channel terbaik dalam menarik pengunjung baru dan mendatangkan transaksi. Dengan perpaduan usia pengguna yang lebih beragam, Facebook memiliki visibilitas yang lebih tinggi dan dapat digunakan untuk mempromosikan produk pada kelompok usia yang berbeda. Dengan pengguna yang beragam pula, Facebook dapat menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan remarketing dan menarik konversi.

Di sisi lain, kekuatan Instagram juga tidak dapat dipungkiri. Maraknya penggunaan Instagram saat ini menjadikannya tempat yang ampuh untuk meningkatkan user engagement terhadap brand atau produkmu. Di samping itu, Instagram mungkin merupakan platform yang tepat untuk menjangkau para audiens remaja saat ini.

Serupa tapi tak sama, Facebook dan Instagram merupakan platform yang sama-sama bermanfaat bagi kampanye marketing, namun keduanya memiliki peran yang berbeda dalam meningkatkan penjualan. Dalam situasi apapun, kita memfokuskan kampanye hanya pada satu platform.

“Facebook dan Instagram sudah seperti saudara. Hanya dengan memadukan keduanya mereka dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat,” tutur JC Chang, Media Director of Tagtoo.


Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Edison Chen, diterjemahkan dan diperbarui oleh Sisylia Angkirawan. Sebelumnya pernah dimuat di situs Tagtoo

New York Public Library Luncurkan Novel Digital di Instagram

Sejak Instagram meluncurkan fitur Stories, saya melihat ada banyak pengguna yang tidak sadar bahwa dirinya telah bergelagat seperti blogger, menjabarkan cerita demi cerita dalam bentuk teks yang cukup panjang, hanya saja lewat medium yang berbeda. Pengguna lain rupanya tidak keberatan harus menahan jempolnya di layar untuk bisa membaca keseluruhan teksnya, dan akhirnya tren ini pun terus berlanjut hingga sekarang.

Kebiasaan baru pengguna internet ini rupanya memicu ide menarik bagi New York Public Library (NYPL). Bekerja sama dengan studio desain Mother in New York, NYPL meluncurkan proyek bernama Insta Novels. Sesuai namanya, Insta Novels adalah novel digital yang bisa kita baca lewat Instagram, tepatnya melalui fitur Stories.

NYPL Insta Novels

Insta Novels pertama yang diterbitkan adalah karya klasik “Alice’s Adventure in Wonderland” (lainnya akan menyusul). NYPL tidak asal mengetikkan caption yang berisikan teks dari novel tersebut, tetapi mereka telah merancang layout yang mudah dibaca – bahkan ada space kecil di ujung kanan bawah bertuliskan “Thumb here” yang disiapkan buat pengguna meletakkan jempolnya selagi membaca halaman demi halaman.

Tak hanya itu, setiap Insta Novels juga akan disisipi ilustrasi yang menarik, bahkan juga video. Cover depannya pun sungguh menggugah dan langsung kelihatan bahwa ini bukan proyek asal-asalan, melainkan merupakan bentuk upaya NYPL untuk mendorong kebiasaan membaca generasi digital.

Berhubung Story hanya bertahan selama 24 jam, NYPL pun telah menyematkan Insta Novels ini pada seksi “Highlights” di profil Instagram mereka, sehingga semua orang dapat mengaksesnya kapan saja mereka mau. Dengan begitu, akun Instagram NYPL sejatinya telah beralih fungsi menjadi rak buku digital buat seluruh pengguna Instagram.

NYPL Insta Novels

Yang mungkin menjadi pertanyaan, mengapa harus Instagram Stories? Sederhana saja, sebab setiap harinya ada sekitar 400 juta orang yang aktif di Stories. Ibaratnya seperti membuka perpustakaan di lokasi umum yang ramai pengunjung.

Bukankah NYPL punya aplikasi e-reader sendiri bernama SimplyE? Betul, dan Insta Novels ini pada dasarnya dibuat untuk memicu ketertarikan pengguna baru, sehingga mereka nantinya juga bisa ikut menjadi pengguna SimplyE (ketika ‘rasa haus’ mereka akan buku-buku digital sudah semakin kuat).

Inisiatif ini bisa dikatakan cukup berhasil. Sejak Insta Novels diluncurkan beberapa hari yang lalu, follower akun NYPL sudah bertambah sekitar 7.100 orang, atau 56 kali lebih banyak daripada pertumbuhan follower mereka biasanya. Buat yang tertarik, langsung saja buka @nypl dan lihat bagian Highlights-nya untuk mulai membaca.

Sumber: Fast Company dan NYPL.

Cara Tepat Menggunakan Media Sosial

Dahulu media sosial merupakan platform paling mudah, dengan biaya minimum, untuk memberikan hasil organik dalam melancarkan kegiatan pemasaran. Di tahun 2018 ini, dengan persaingan yang semakin ketat dan perubahan aturan (dari pemilik platform) tentang bagaimana perusahaan menggunakan media sosial, strategi seperti apa yang harus dilakukan saat memanfaatkan media sosial?

Tentukan fokus sejak awal

Berdasarkan laporan We Are Social 2018, dari empat miliar pengguna internet di dunia, 3,1 miliar atau lebih dari 75% nya merupakan pengguna sosial media aktif. Angka ini naik hingga 13% dibandingkan dengan tahun lalu. Hal inilah yang membuat platform media sosial menjadi salah satu channel yang paling berpengaruh dalam meningkatkan brand awareness sebuah produk.

“Shopback memanfaatkan channel ini untuk membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Shopback serta menciptakan sebuah komunitas yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Shopback,” kata Social Media & Community Manager Shopback Indonesia Lalitya Hayuningtyas.

Strategi konten media sosial untuk meningkatkan brand awareness yang kemudian dapat mewujudkan follower yang aktif berinteraksi, baik untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan masalah teknis, memberi masukan dan rekomendasi konten yang ingin mereka tonton, maupun melontarkan ide dan keluhan serta saran mengenai apa pun yang berhubungan dengan produk.

“Tujuan utama menggunakan media sosial bagi kami adalah menciptakan persona yang berperan sebagai teman bagi para follower yang notabene juga pengguna iflix,” kata Senior Content Marketing Executive Iflix Suryo Hapsoro.

Sementara itu, menurut VP Digital Marketing Traveloka Sandeep Bastikar, Traveloka ingin selalu hadir di semua tahapan travelling. Tujuan penggunaan media sosial adalah untuk tiga hal yaitu discovery, experience, dan sharing.

“Untuk discovery kami ciptakan dengan kehadiran kami di beberapa platform media sosial, disitu kami memberi inspirasi dan informasi travelling dan destinasi wisata. Untuk experience, kami memberikan tautan yang mengarah langsung ke app kami. Supaya follower kami bisa langsung membukanya saat mereka mempertimbangkan untuk menggunakan produk kami. Selain itu kami juga membantu menjawab pertanyaan tentang destinasi atau produk kami via media sosial,” kata Sandeep.

Sementara untuk sharing, saat pengguna share/post konten di media sosial dan menceritakan pengalaman mereka dalam menggunakan produk di media sosial, Traveloka akan memberi apresiasi, berkomunikasi langsung dengan mereka dan membagikan konten mereka di akun media sosial.

Pilihan platform dan konten

Setelah tujuan sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan platform media sosial mana yang paling ideal untuk masing-masing perusahaan.

“Saat ini Shopback lebih banyak menggunakan media sosial seperti Facebook Page, Facebook Group, Instagram, dan LINE. Keempat platform ini dirasa cocok dengan karakteristik target market dari pengguna Shopback. Platform tersebut kami nilai mampu mengakomodir kebutuhan Shopback sebagai brand, membantu membangun komunitas, meningkatkan brand awareness dan tentunya juga conversion,” kata Lalitya.

Sementara itu untuk layanan Video on Demand (VOD) seperti Iflix, sebelum menentukan platform media sosial yang tepat perlu juga dilakukan trial and error pada hampir seluruh platform media sosial yang tersedia di Indonesia.

“Instagram juga merupakan platform yang ideal bagi iflix untuk melancarkan kegiatan pemasaran, dengan adanya fitur Instagram Stories dan IGTV, kami bisa melakukan berbagai variasi kegiatan pemasaran seperti ulasan film atau mengunggah video dengan durasi yang lebih panjang,” kata Suryo.

Dalam hal ini format video diklaim memiliki keunggulan lebih saat melancarkan kegiatan pemasaran memanfaatkan media sosial. Sebagai layanan video streaming, YouTube banyak digunakan oleh perusahaan untuk mempromosikan kampanye tersebut.

“Terkait konten, Shopback biasanya menggunakan video, foto, serta blogpost dengan porsi yang berbeda-beda. Kami ingin membuat pengguna kami tidak merasa bosan dengan konten yang itu-itu saja. Untuk yang mana yang lebih ideal, semua balik lagi kepada platform serta tujuan dari konten tersebut. Misalnya untuk review produk, mungkin akan lebih ideal menggunakan video, sehingga pengguna atau audience lebih mendapatkan gambaran yang nyata,” kata Lalitya.

Sementara menurut Sandeep, di Traveloka platform media sosial yang digunakan adalah Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube. Alasan utamanya mayoritas digunakan penduduk Indonesia dan pengguna aplikasi Traveloka.

Selain itu, fokus lain yang wajib diperhatikan adalah konten apa yang paling banyak disukai pengguna. Sandeep melihat Traveloka ingin hadir di semua key points di dalam journey para traveller.

“Sebelum mereka memutuskan untuk memesan di Traveloka, mereka mencari inspirasi dan melakukan riset mengenai destinasi yang akan mereka kunjungi. Maka menjadi penting bagi kami untuk dapat menghadirkan konten-konten yang informatif bagi pengguna kami. Kami fokus di konten visual, baik berupa foto atau video, dan juga blog di website kami yang bisa memberikan inspirasi atau memberi rekomendasi destinasi dan atraksi liburan.”

Mengukur aktivitas

Untuk mengetahui kesuksesan sebuah kampanye memanfaatkan media sosial, perlu juga ditentukan cara terbaik memonitor kegiatan tersebut untuk mengetahui jenis posting yang sukses, tidak sukses, bagaimana hasilnya divisualisasikan, dan optimasi seperti apa yang memberikan hasil.

“Seluruh kegiatan di atas sebetulnya kami terapkan untuk memonitor kinerja media sosial Iflix. Laporan yang kami buat setiap minggu, kami analisis untuk melihat apa yang perlu kami perbaiki di minggu berikutnya. Tingkat keterlibatan pengguna dan para follower sejauh ini menjadi parameter evaluasi kami untuk menentukan apakah yang kami lakukan sudah tepat atau belum. Kami juga memantau data dari platform media sosial yang kami gunakan. Sehingga kami dapat mengetahui konten, waktu, dan angle seperti apa yang paling maksimal untuk menampilkan konten,” kata Suryo.

Hal senada dilakukan Traveloka yang merasa terbantu dengan adanya social media reporting tools dan tracking angka-angka yang menjadi metric dalam setiap campaign. Reporting tersebut kemudian dikaji ulang dan menjadi referensi untuk melakukan campaign selanjutnya. Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana untuk bisa mengenali sinyal dari sekian banyak noise yang ada di media sosial.

“Untuk itu, kami melakukan analisis, evaluasi, dan membuat perbaikan untuk konten berikutnya. Tentu kami melakukan ini setiap hari, karena tren media sosial yang cepat berubah, dan kami tidak mau melewatkan setiap kesempatan yang ada untuk menyajikan konten menarik. Terkadang rencana media sosial kami bisa berubah seketika jika kami melihat ada tren baru atau hasil evaluasi dari konten sebelumnya tidak seperti yang kami harapkan,” kata Sandeep.

Melihat tren

Tidak dapat dipungkiri, Instagram masih menjadi platform media sosial favorit yang banyak dipilih oleh perusahaan. Sifatnya yang viral dan paling banyak dipilih secara global menjadikan Instagram platform ideal. Munculnya fitur Stories dan IGTV juga mulai digunakan perusahaan untuk melancarkan kegiatan pemasaran.

Menurut Sandeep, dengan aktivitas di media sosial, kesempatan untuk dapat masuk ke ranah emosional (emotional mindspace) pengguna terbuka lebih lebar dibandingkan jika menggunakan jalur pemasaran lainnya.

“Tren followers kami saat ini banyak dipengaruhi Instagram Stories sebagai media baru yang terus bertambah fiturnya. Followers dapat berinteraksi dengan kami dengan berbagai cara, mulai dari rekomendasi, pertanyaan, dan berbagi cerita,” kata Sandeep.

Selain Instagram, Facebook masih menjadi platform media sosial yang paling sering diakses masyarakat. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa saat ini pengguna sudah mulai cerdas memilih dan menelaah konten dari brand. Jadi mulailah untuk lebih banyak berinteraksi dengan konsumen ketimbang memberikan konten hard selling.

“Saat ini Facebook lebih bergeser ke komunitas atau group, terlebih untuk membuat engagement yang lebih tinggi. Sedangkan untuk Instagram orang-orang lebih cenderung melihat konten yang bergerak seperti video misalnya. Penggunaan influencer masih memberikan pengaruh yang cukup besar, namun perlu diperhatikan saat ini, micro influencer lebih mendatangkan conversion yang cukup tinggi ketimbang macro influencer,” kata Lalitya.

Makin maraknya fenomena millennial dan generasi Z saat ini sangat mempengaruhi tren media sosial. Generasi ini cenderung lebih selektif dalam memilih konten apa yang ingin mereka lihat. Artinya, sebuah merek harus memproduksi konten yang relevan dan memiliki nilai tambah bagi para follower. Ketika sebuah merek tidak bisa memenuhi kriteria ini, mereka harus bersiap untuk tergerus dari pasar persaingan.

“Menurut saya pribadi, netizen saat ini sedang dalam masa jenuh dengan keindahan mereka [dan saya juga] sedang menggandrungi guyonan receh. Lihat saja beberapa konten video yang belakangan ini berhasil viral bukanlah konten yang menunjukkan keindahan, tetapi konten yang konsepnya berhasil dieksekusi dengan baik sehingga kelucuannya dapat diterima oleh semua kalangan,” kata Suryo.

IconReel is a Platform to Connect Influencer and Brand

Are you familiar with the term “selebtweet” or “selebgram”? It’s a word to call those who gain many followers on Twitter and Instagram. They’re influencing. They’re called influencer and people often hire them for any kind of product marketing campaigns or activities. The increasing use of influencer is utilized by Mumu.id (a pivot from formerly grocery service) by making an influencer discovery platform called IconReel. This platform works by connecting influencers with campaigners and brands.

IconReel provides a search engine for an easy way to find content creators, “selebtweet”, “selebgram”, and Key Opinion Leaders (KOLs) with brands to collaborate. For an optimal support, IconReel claims to use Artificial Intelligence technology for social media analysis data in helping a brand to find the suitable criteria.

In the search column, there are kinds of categories or filters that can help brands to find a specific influencer. Start from followers limit, the platforms they used, related industry, location, also countries.

Founded by Winston Muljadi and Bradian Muliadi, IconReel has been operating since August 27, 2016. As time goes by, IconReel is trying to be a leading platform for influencer marketing in Indonesia with variant features, completed with accurate analysis.

IconReel facilitates not only brands to find the right influencers, but also provide full-service agency to help brands from planning, recruitment, execution, and evaluate campaign activities. A full package for brands or those in need of social media exposure with the role of influencers.

“We look forward to empower local business and communities globally through data analytics and social media-based technology products as our vision in Building Power and Democratizing Social Empowerment Platforms,” IconReel representative told DailySocial.

To complement IconReel as influencer discovery platform, Mumu.id is about to launch another new product called Analisa.io. It is an SaaS platform with artificial intelligence technology for Instagram’s hashtag and account analysis.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

IconReel Jadi Platform Penghubung “Influencer” dan “Brand”

Pernah mendengar istilah “selebtwit” atau “selebgram”? Sebuah istilah yang diberikan kepada mereka yang memiliki banyak pengikut di platform Twitter dan Instagram. Mereka berpengaruh. Mereka ini disebut juga dengan influencer, tak jarang jasa mereka digunakan untuk berbagai jenis kampanye pemasaran produk atau kegiatan. Meningkatnya penggunaan influencer ini disambut Mumu.id (yang sudah pivot dari awalnya membuat layanan grocery) dengan membuat platform pencarian influencer IconReel. Platform ini bekerja dengan menghubungkan influencer dengan mereka yang memiliki rencana kampanye dan juga brand.

IconReel menyediakan mesin pencarian untuk memudahkan mencari para konten kreator, “selebtwit”, “selebgram” dan Key Opinion Leaders (KOLs) dengan brand untuk berkolaborasi. Untuk mendukung pencarian yang optimal, pihak IconReel mengklaim telah menggunakan teknologi artificial intelligence untuk menyuguhkan data analisis media sosial untuk membantu brand menemukan kriteria yang cocok dengan mereka.

Di dalam kolom pencarian juga disediakan berbagai macam kategori atau filter yang bisa membantu brand menemukan influencer yang spesifik. Mulai dari batasan jumlah followers, jenis media sosial yang digunakan, industri yang terkait dengan influencer, lokasi, hingga negara.

Diprakarsai Winston Muljadi dan Bradian Muliadi, IconReel sudah beroperasi sejak 27 Agustus 2016. Seiring berjalannya waktu, IconReel mencoba hadir sebagai salah satu pemimpin untuk platform influencer marketing di Indonesia dengan beragam fitur lengkap dengan analisis yang akurat.

Selain memudahkan brand dalam mencari influencer yang tepat, IconReel juga menyediakan full service agency yang bisa membantu brand, mulai dari planning, rekrutmen, eksekusi, hingga mengevaluasi kegiatan kampanye. Paket lengkap yang ditujukan untuk brand atau siapa pun yang membutuhkan exposure media sosial dengan memanfaatkan peran influencer.

“Kami berharap untuk [bisa] memperdayakan komunitas dan bisnis lokal, secara global melalui produk teknologi berbasis social media dan data analytics dengan visi kami Building Power and Democratizing Social Empowerment Platforms,” terang co-founder IconReel Winston Muljadi ketika dihubungi DailySocial.

Selain memiliki IconReel sebagai platform pencarian influencer dalam waktu dekat, Mumu.id juga akan meluncurkan produk terbaru lainnya, Analisa.io. Produk ini adalah sebuah platform SaaS dengan teknologi artificial intelligence untuk analisis akun dan hashtag Instagram yang akan melengkapi peran IconReel.