Pets.id Hadir sebagai “One Stop Solution” untuk Kebutuhan Hewan

Hadir sebagai layanan untuk binatang peliharaan, Pets.id (selanjutnya disebut Pets) mencoba menghadirkan layanan lengkap. Tak hanya menjual kebutuhan binatang peliharaan, Pets juga menjual produk IoT (Internet of Things) yang digunakan sebagai penanda dengan passive GPS yang dapat diaktifkan melalui teknologi QR Code dan NFC. Termasuk juga asuransi untuk binatang peliharaan.

CEO Pets Edmund Carulli kepada DailySocial menceritakan, Pets memiliki visi menjadi one stop solution bagi pemilik hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kelinci, burung, dan hamster. Selain menyediakan barang yang dijual di marketplace, Pets juga menyediakan layanan-layanan untuk memanjakan dan menjaga binatang peliharaan.

“Untuk layanan kita memiliki Pet Insursance. Pertama di Indonesia. Hasil partnership dengan Asuransi Simasnet. Untuk pengembangan berikutnya kami sedang men-develop on demand booking system untuk groomer, pet hotel dan klinik. Satu lagi yang kami lagi kejar adalah untuk digital konten. Kami mau app lebih interaktif dan bisa menjadi everyday app. Ke depannya kita mau ekosistem dunia pets tersambung di app kita,” terang Edmund.

Lebih jauh mengenai layanannya, marketplace Pets memiliki daftar yang menggunakan kombinasi marketplace dan inventory. Sebagian barang yang ditampilkan adalah kerja sama dengan petshop di Indonesia dengan sistem dropshipping. Petshop terpilih akan ditentukan melalui algoritma yang menghitung berdasar jarak kirim dan harga kepada pelanggannya.

“[…]petshop terpilih ditentukan dari algoritma kita yang menghitung berdasar jarak kirim dan harga kepada customer-nya. Petshop-nya tidak dimunculkan untuk. Memaksimalkan experience belanja di Pets.id. Sebagian barang terutama dog food juga kita stok di gudang kita. Hal ini juga untuk memaksimalkan kecepatan pengiriman dan margin profit. Selain itu kita juga ada produk sendiri seperti Pet Tag. Tidak menutup kemungkinan kita juga akan mengimpor brand dog food sendiri dan juga produk-produk IoT lainnya,” terang Edmund.

Untuk meningkatkan pengalaman pengguna Pets juga menyediakan fitur berlangganan yang memungkinkan pengguna membeli makanan anjing atau kucing sekaligus untuk tiga kali atau enam kali dalam jangka waktu yang bisa ditentukan. Dengan demikian pengguna tidak akan pernah kehabisan stok di rumah.

Sementara itu ketika ditanya soal target dan tujuan tahun ini Edmund menjelaskan, proyek Pets masih seumur jagung. Sehingga fokus saat ini ada pada pertumbuhan dan retensi pengguna. Termasuk pengembangan fitur-fitur yang ada.

Application Information Will Show Up Here

Pendekatan Digital Produsen Kasur “Mimpi” dan Efektivitas yang Dihasilkan

Membicarakan startup digital tak melulu tentang sebuah bisnis yang menjual solusi berbasis aplikasi atau layanan perangkat lunak. Bisa saja inti dari produk yang dikembangkan bukan sebuah barang digital, namun proses bisnis yang dipilih cenderung memaksimalkan potensi digital. Di Indonesia sudah ada beberapa startup yang mengusung konsep tersebut, yang paling baru ada Mimpi.

Dikembangkan oleh dua orang berkebangsaan Belgia, Frank De Witte dan Sven Vervaert, Mimpi menjadi sebuah platform e-commerce untuk produk mebel kasur. Brand dari produk tersebut juga bernama Mimpi, yang dinilai sebagai produk kasur revolusioner. Tidak hanya mengklaim istilah revolusioner sebagai nama, tim Mimpi melakukan riset dan pengembangan mendalam untuk menghadirkan produk kasur berkualitas.

Disrupsi dengan pendekatan digital, didukung kepercayaan diri dengan produk

Mimpi resmi memulai debut pada 10 Oktober 2017 dan berbasis di Jakarta. Menariknya, tidak seperti produsen mebel pada umumnya yang memilih untuk menjual melalui gerai fisik, Mimpi dijual sepenuhnya secara online. Cara ini dipilih untuk dapat memotong rantai penjualan, sehingga dari produsen menyampaikan langsung produknya ke konsumen. Dari perhitungan Mimpi, efisiensinya bisa mencapai 1/3 harga di toko.

“Kasur kami terbuat dari latex foam, memory foam, high resilience foam dan support foam, Mimpi membandrol kasur mewah ini dengan harga terjangkau. Mimpi adalah kasur pertama di Indonesia yang membawa ide seperti ini. Mimpi percaya bahwa kualitas tidur yang baik tidak membutuhkan harga yang tinggi. Guna mengaplikasikan ide ini, kasur Mimpi hanya tersedia secara online melalui website Mimpi,” ujar tim Frank De Witte.

Tampak sudah sangat dipikirkan secara matang, dari desain produk sampai pemilihan proses distribusi secara online. Produk kasur Mimpi dikemas secara optimal dengan metode vacuum-compressed, sehingga kasur dapat dimuat dalam kotak yang relatif kecil, dengan proses pelipatan dan penggunaan. Hal ini tentu menjadi faktor yang memberikan efektivitas untuk kegiatan distribusi.

Teknik vacuum-compressed untuk pengemasan yang lebih ringkas / Mimpi
Teknik vacuum-compressed untuk pengemasan yang lebih ringkas / Mimpi

Sebagai langkah awal untuk memulai penetrasi basis pelanggan, kepercayaan diri terhadap produk Mimpi memberikan jaminan dengan program 100 malam percobaan gratis. Mimpi menyediakan fasilitas 100 malam percobaan gratis untuk mencoba kasur secara langsung. Disampaikan juga jika masih kurang puas, Mimpi menyediakan pengembalian uang secara penuh jika kasur dikembalikan. Menjadi terobosan yang “berani”, dibandingkan dengan hanya mencoba kenyamanan  kasur beberapa saat saja di toko.

Apa yang bisa dipelajari dari debut Mimpi?

Menjadi penting, lantaran apa yang dilakukan mimpi sebenarnya applicable dengan industri kreatif di Indonesia kebanyakan. Keunggulannya biasanya pada produk yang orisinal dan unik, sebut saja kerajinan atau produk kreatif lain. Kadang apa yang dibutuhkan adalah sebuah terobosan, dengan menciptakan kanal sendiri guna terhubung dengan calon konsumen prospektif. Jika ditarik sebuah kesimpulan, ada dua hal yang bisa direplikasi untuk sebuah transformasi bisnis.

Pertama, kepercayaan diri terhadap produk sudah selayaknya didukung dengan pendekatan pemasaran dan distribusi yang tepat, jika perlu dilakukan secara mandiri untuk berbagai pertimbangan, misalnya penekanan harga. Kedua, pendekatan digital membawakan pada satu kesatuan proses, tidak hanya memikirkan sebuah pengembangan situs untuk menampilkan dan transaksi produk, melainkan juga perlu penyesuaian di sisi produknya, misalnya untuk proses distribusi.

Mengenal Synchro, Startup Pengembang Layanan Transmisi dan Distribusi Data

Dalam transformasi digital yang ada saat ini, optimasi pengelolaan data menjadi salah satu yang banyak dikonsentrasikan bisnis. Melihat peluang tersebut, Synchro hadir menawarkan salah satu solusi untuk sinkronisasi data. Dengan semboyan “Any Data to Any Target”, sistem Synchro akan membantu bisnis menarik data dan mentransmisikan untuk selanjutnya diproses sesuai kebutuhan. Synchro baru saja mendapatkan dana investasi dari PT Multidata Rancana Prima senilai 2,7 miliar rupiah.

Paket aplikasi Synchro terdiri dari dua bagian, Agents dan Master. Aplikasi Agents dipasangkan dan ditanamkan pada titik-titik data yang akan dikompresi, biasanya disesuaikan dengan kemampuan bandwidth yang ada. Kemudian data tersebut ditarik dan dikirimkan secara aman melalui konektivitas terenkripsi ke aplikasi Master. Aplikasi Master akan melakukan dekripsi dan melakukan ekstraksi data yang telah dikompresi untuk dimasukkan ke basis data tujuan.

Semua proses yang berjalan di paket aplikasi Synchro dapat dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan. Layanan ini juga mendukung untuk otomasi proses di Machine-to-Machine (M2M), sehingga dapat meminimalkan proses operasi manual dari administrator.

Didesain untuk jaringan yang kurang stabil

Latar belakang Synchro adalah banyak area di Indonesia yang belum terjangkau konektivitas jaringan (internet) stabil, sehingga proses sinkronisasi dalam pengiriman data menjadi salah satu keunggulan yang ingin ditawarkan. Setelah data dikompresi dan dikirimkan (umumnya berukuran besar), bisa saja koneksi terputus, namun algoritma yang ditanamkan dapat menghadirkan model auto-resume. Saat koneksi terputus proses pengiriman data akan terhenti, ketika terhubung akan menyambung kembali tanpa harus mengulang dari awal.

“Synchro ini bisa bekerja di berbagai jenis sistem operasi, platform, aplikasi, dan basis data. Istilahnya gula untuk semua jenis kopi. Synchro berusaha membantu menyederhanakan pengiriman data, seiring sistem dalam proses bisnis yang makin kompleks. Kami menyediakan ojek data,” ujar Co-Founder Synchro Sindarta Gemilang.

Dari proses bisnis yang ada saat ini, Synchro cocok diterapkan untuk B2B dan B2G dengan skala sistem yang besar dan lingkungan kompleks yang membutuhkan konsolidasi dan distribusi data. Pangsa pasar yang dituju untuk implementasi aplikasi ini saat ini memfokuskan pada sistem IoT dan smart city, perbankan, pemerintah, korporasi, supply chain, logistik, dan ritel.

“Desain awal Synchro ada karena makin kompleksnya environment untuk technology dan berbagai macam arsitektur serta berkembangnya ide-ide baru membuat data adalah komoditas penting, sama seperti mencari jawaban bagaimana mengirimkan barang dengan cepat. Bahkan pada era sekarang bukan cuma data terkirim, tapi terkirim dalam waktu secepatnya untuk keluar dan masuk sistem yang berbeda-beda,” lanjut Sindarta.

Synchro didirikan sejak tahun 2014 oleh Sindarta Gemilang, Argon Usman dan Eko Sukaryanto. Terakhir Synchro sempat mengikuti ajang inkubasi Indigo Creative Nation.

Sempat terpikir untuk mengikat di perangkat keras

Pada awalnya para tim Synchro sempat berpikir untuk mengaplikasikan layanannya dalam bentuk kotak perangkat keras, jadi semacam router. Tapi faktor kompleksitas hardware manufacturing (harga, ukuran, jaminan, dukungan dll) membuat Synchro memutuskan untuk hanya menjadi aplikasi saja. Sebagai aplikasi Synchro harus menjadi efisien dan bisa masuk dari berbagai sistem perangkat keras, mulai dari server, ponsel, tablet, desktop, router, sensor, dan banyak lagi.

“Banyak orang merasa bahwa pengiriman data selesai dengan bandwidth internet besar, bagaimana mengirimkan dan metodologinya perlu diperhatikan. Misalnya mengirimkan data atau menyalin data film blueray yang besarnya fantastis, banyak yang gagal. Synchro membantu mengoptimalkan cara dan hasil pengiriman data, bandwidth hanyalah sarana. Bayangkan bila pengiriman data via sensor dilakukan terus menerus via mobile network yang menghabiskan daya dan biaya karena broadcast terus menerus,” lanjut Sindarta.

Era IoT adalah kesempatan berkembang bagi Synchro

Tahun ini, Synchro memiliki target untuk mensosialisasikan solusi yang ia miliki ke kalangan yang lebih luas. Salah satunya untuk sinkronisasi data di dalam Pemerintahan, Kementerian dan Lembaga Negara, karena saat ini kondisinya data tersebar dan tidak saling terintegrasi antar badan.  Di samping itu, target lainnya adalah melakukan banyak vertical testing dengan mitra startup yang menggunakan platform data Synchro untuk membantu memecahkan masalah-masalah spesifik di industri. Karena menurut tim Synchro dalam IoT tidak ada single vendor dan solution provider yang bisa semua bidang, perlu kolaborasi.

“IoT adalah kebutuhan dan faktor utama untuk pembangunan infrastruktur yang mengarah ke pendekatan digital, jadi opportunity costs harus diperhitungkan untuk membuat enhancements dalam teknologi kami. Perjalanan kami masih jauh,” tutup Sindarta.

Mengenal Traventure, Marketplace yang Mengemas Bisnis Wisata secara Unik

Bisnis wisata masih menjadi salah satu andalan di Indonesia. Kekayaan dan pengalaman berlibur ditawarkan dengan berbagai macam dan paket. Solusi ini kemudian memicu banyak pebisnis digital atau startup mencoba menghadirkan solusi. Salah satunya adalah layanan Traventure.

Traventure merupakan sebuah marketplace yang mencoba menemukan para kreator wisata dengan para pencari kreasi wisata baru di Indonesia. Traventure ini tak ubahnya tempat transaksi dan berbagi pengalaman berwisata, bedanya mereka mengemasnya dalam paket bisnis wisata.

Sederhananya, startup yang memulai versi beta sejak Juli silam ini membukakan peluang kepada siapa pun yang mempunyai cara menikmati wisata unik atau berbeda untuk mendapatkan pendapatan lebih dengan menjual paket wisata dengan ciri khasnya sendiri.

Berdiri dan mencoba peruntungan di segmen wisata unik dengan menawarkan pengalaman liburan yang berbeda, Bondan Sentanu Mintardjo salah satu orang yang berada di bali Traventure ini menuturkan, pihaknya memiliki visi untuk memiliki koleksi konten aktivitas yang kaya, beragam, alternatif dan unik yang dibuat oleh semua orang di seluruh pelosok Indonesia.

“Saat orang yang gemar jalan-jalan merasa bosan dengan alternatif paket trip yang ada di pasaran, karena mainstream, kami ingin menawarkan solusi paket trip yang lebih berasa ‘personal’ di Traventure,” terang Bondan.

Traventure akan berperan sebagai penengah antara pembuat paket wisata dan pembeli. Saat pembayaran sudah dilakukan sistem Traventure akan memberikan notifikasi, saat ini via email, kepada para penyedia paket wisata dan pembeli. Semua informasi mengenai paket wisata akan disampaikan.

Saat aktivitas wisata sudah dilakukan, dengan mekanisme validasi yang dipakai saat ini sistem akan berkomunikasi dengan pembuat paket dan pembeli, jika tidak ada kendala atau masalah uang akan langsung di transfer ke pembuat paket wisata. Selanjutnya pembeli juga akan diminta feedback dan review akan aktivitas yang sudah dilakukan untuk perbaikan layanan baik bagi Traventure maupun penyedia paket wisatanya.

Sadar posisinya sebagai startup dan bisnis baru, Traventure saat ini masih berusaha menggaet banyak pengguna dengan fokus pada penguatan komunitas, edukasi ke masyarakat luas mengenai potensi wisata yang mungkin ada di daerah masing-masing.

“Kami tidak memproyeksikan mereka menjadi agen travel, tapi kami ingin mereka bisa melihat diri mereka adalah local genius yang bisa memamerkan daerahnya kepada orang lain dan memberikan jasa menemani indahnya alam dan budaya (makanan, gaya hidup, tradisi dan sebagainya) daerah mereka sendiri. Kegiatan yang membuka kreativitas mereka untuk mendapatkan tambahan uang saku,” tutup Bondan.

Startup Agregator Perusahaan Logistik Shipper Resmi Meluncur

Logistik menjadi salah satu komponen krusial dalam mendukung bisnis yang ada saat ini. Keberadaannya sangat mendukung roda ekonomi dan menghidupkan berbagai usaha kecil maupun menengah, khususnya yang berjualan secara online melalui platform e-commerce dan marketplace.

Untuk mengatasi berbagai kesenjangan terkait layanan logistik, startup agregator perusahaan logistik Shipper resmi meluncur di Indonesia. Shipper bertindak sebagai agregator yang menghubungkan penjual dengan perusahaan logistik dalam wadah online.

Setelah menerima pesanan dari pembeli, penjual dapat membuat booking dengan memasukkan alamat pengambilan barang. Penjual bisa memilih dari berbagai macam jasa logistik sesuai kebutuhan, mau yang paling murah atau yang paling cepat.

Berikutnya kurir Shipper akan datang menjemput barang dan mengantarkannya ke hub Shipper terdekat. Dari sana, kurir dari perusahaan logistik yang dimaksud akan datang mengambil barang dan mengantarkan ke pembeli.

“Penjual online atau perusahaan akan memiliki lebih banyak waktu untuk hal yang lebih penting dan banyak kurir yang akan mendapatkan pekerjaan yang bisa bantu kehidupan mereka. Kami juga memonitor setiap pergerakan barang kiriman setiap hari dengan tracking ke perusahaan logistik tanpa diminta penerima barang,” terang Founder dan CEO Shipper Budi Handoko, Rabu (4/9).

Terhitung, Shipper telah bermitra dengan 19 jasa logistik seperti POS Indonesia, JNE, J&T, Tiki, RPX, REX, hingga logistik untuk pengiriman ke luar negeri yakni Fedex, DHL, dan Aramex. Adapun wilayah operasional Shipper telah tersebar di area Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Kediri, dan Solo.

Rencana Shipper

Sampai akhir tahun ini, Budi menargetkan Shipper dapat ekspansi ke 20 kota lainnya di seluruh Indonesia dengan membuka hub di sana. Tak hanya itu, perusahaan berencana untuk menambah fitur produk baru, di antaranya WordPress Plugin untuk memudahkan integrasi dengan sistem e-commerce dan chatbot dalam platform LINE dan Facebook Messenger untuk tracking order dan cek ongkos kirim.

Produk Shipper yang tersedia sementara ini situs yang dapat diakses untuk cek tarif dan melacak barang. Kemudian, ada web app dinamai Bos Portal dikhususkan untuk pedagang yang ingin melacak barang kiriman mereka, dan host to host API.

“Kami juga ingin meluncurkan Warehouse Management System (WMS) yang mengintegrasikan perusahaan logistik dengan hub Shipper dan menghadirkan aplikasi Shipper. Seluruh rencana ini ditargetkan akan meluncur tahun depan.”

Terkait monetisasi bisnis, Shipper tidak membebankan biaya tambah baik untuk pembeli maupun pedagang. Melainkan ke perusahaan logistik itu sendiri. Besaran komisi tergantung volume pengiriman, kisarannya antara 5% sampai 40% dari total biaya pengiriman.

Untuk operasional bisnis, sejauh ini Shipper masih menggunakan dana dari kantong sendiri. Budi menerangkan, pihaknya berencana untuk melakukan penggalangan dana dari investor agar bisnis dapat lebih ekspansif.

“Masih dalam tahap diskusi dengan beberapa investor lokal. Kami masih pakai dana sendiri untuk operasionalnya,” pungkas Budi.

Shipper baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari berbagai kompetisi, di antaranya Juara 2 Amvesindo Demo Day, Juara 2 Seedstars World Jakarta, Juara 3 G-Startup World Jakarta, dan Finalis Creative Business Cup 2017.

Pundi X Luncurkan Layanan POS untuk Cryptocurrency

Cryptocurrency tampaknya menjadi salah satu tema populer untuk pengembangan bisnis startup. Nilai Bitcoin yang terus naik menjadi daya pikat dan peluang tersendiri yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh startup. Pundi X, salah satu startup yang berkecimpung di sektor blockchain dan cryptocurrency baru-baru ini telah meluncurkan layanan Pundi X POS.

Pundi X POS (Point on Sales) merupakan sebuah layanan yang memungkinkan pengguna membeli atau menjual cryptocurrency di merchant-merchant terdaftar. Sekaligus memberikan kesempatan bagi pengguna menggunakan cryptocurrency yang mereka miliki untuk membeli barang-barang di merchant tersebut.

Layanan Pundi X POS ini bekerja dengan satu set perangkat lengkap. Alat yang nantinya terpasang di merchant termasuk X Pass Smart Card yang digunakan pengguna dan beberapa layanan pendukung seperti Bitcoin Wallet Apps yang nantinya menampung nilai yang dimiliki pengguna. Dengan diluncurkannya Pundi X POS ini diharapkan pengguna bisa dengan mudah melakukan transaksi cryptocurrency dan membeli barang-barang yang ada di merchant.

Pundi X POS

“Target pengguna kami adalah semua orang yang menyambut dan mengerti cryptocurrency. Jika Anda bertanya mengenai target merchant, kami akan mengatakan bahwa kami akan memfasilitasi berbagai macam merchant dengan Pundi X POS di mana orang dapat membeli atau menjual cyrpto dari para merchant tersebut,” ujar CEO Pundi X Zac Cheah.

Tantangan terbesar Pundi X POS ini adalah memasyarakatkan cryptocurrency kepada masyarakat awam. Diakui Zac, saat ini masih sedikit masyarakat yang tidak memiliki cryptocurrency. Zac sendiri berambisi untuk memudahkan masyarakat membeli, menjual dan memiliki cryptocurrency.

“Kami ingin mengubahnya (jumlah kepemilikan cryptocurrency) dengan memudahkan proses membeli dan memiliki cryptocurrency semudah membeli air mineral di toko. Langkah pertama untuk adopsi yang lebih banyak adalah, kami akan membuat banyak kampanye di dunia dan di seluruh dunia untuk mengedukasi masyarakat mengenai bagaimana mudahnya memiliki Bitcoin dan cryptocurrency,” papar Zac.

Lebih lanjut Zac juga menjelaskan pihaknya akan menghabiskan tiga tahun ke depan untuk membangun jangkauan ke pusat perbelanjaan, pedagang retail, outlet, kafe, restoran dan toko-toko lainnya. Tujuannya untuk memudahkan pengguna menggunakan cryptocurrency mereka di merchant terdekat.

Selanjutnya, Indonesia akan menjadi pasar utama. Setelahnya mungkin Pundi X POS akan segera berekspansi ke Thailand, Malaysia, dan beberapa pasar Asia tenggara lainnya. Pundi X juga berencana masuk ke pasar global dengan mengimplementasikan model agen partnership.

RajaTender Permudah Perusahaan Kelola Tender

Teknologi merupakan salah satu solusi untuk kemudahan, transparansi, dan efisiensi untuk permasalahan-permasalahan konvensional yang ada. Dengan teknologi pekerjaan konvensional banyak diarahkan ke bentuk digital untuk mengoptimalkan kelebihan teknologi, beberapa di antaranya memangkas waktu dan jarak. RajaTender berangkat dan dikembangkan didasari oleh alasan-alasan tersebut. Tujuannya, membantu perusahaan dan vendor untuk sama-sama bertemu dalam sebuah proses tender yang disederhanakan melalui teknologi digital.

RajaTender memungkinkan perusahaan menampilkan tender atau kebutuhan yang diinginkan. Selanjutnya, vendor menanggapi dengan menawarkan kebutuhan dengan harga yang disesuaikan. RajaTender menyediakan ruang untuk kemudahan proses lelang tender ini. Dilengkapi juga dengan fitur e-auction, RajaTender memudahkan perusahaan mendapatkan kesepakatan dengan vendor dengan waktu dan proses yang tidak berbelit.

Johanes Andria, founder yang berada di balik RajaTender kepada DailySocial mengungkapkan saat ini RajaTender tengah mempersiapkan diri untuk peluncuran yang bakal dijadwalkan dalam waktu dekat. Dalam prosesnya, RajaTender akan menyempurnakan fitur-fitur yang nantinya akan menjadi unggulan RajaTender.

“Beberapa fitur tersebut antara lain, online briefing room, sebuah fitur yang memungkinkan vendor dan perusahaan berkomunikasi menjelaskan mengenai berbagai kebutuhan. Di sisi lain, perusahaan atau pembeli tidak harus berhubungan dengan vendor satu per satu,” ungkap Johanes.

Fitur selanjutnya adalah e-auction. Fitur ini memungkinkan pengguna tidak perlu melakukan negosiasi secara manual karena vendor yang lolos akan langsung berkompetisi dengan menggunakan metode lelang untuk memberikan harga yang termurah.

Dengan sederet fitur yang diberikan RajaTender menyasar perusahaan swasta dan startup yang belum memiliki tim untuk proses procurement dan belum memiliki sistemnya secara online. Johanes juga mengakui bahwa RajaTender ini terinspirasi dari LPSE yang banyak digunakan pemerintah daerah. Hanya saja, fitur dan pengalaman pengguna coba ditingkatkan oleh RajaTender untuk memberikan yang terbaik bagi setiap penggunanya.

“Saat ini kami masih dalam tahap persiapan akhir sebelum soft launching di November awal. Rencananya awal 2018 kami akan grand launching. Fokus kami dalam tahun ini adalah untuk melakukan validasi market opportunity dan juga mencari investor awal yang dapat mendukung kami dalam pengembangan bisnis. Selain itu juga tahun ini kami akan manfaatkan untuk menyempurnakan sistem dan juga enhancement dari fitur-fitur berdasarkan saran atau masukan dari pasar,” tutup Johanes.

Feedr.work Hadirkan Kanal Penjualan dengan Sistem Peer-to-Peer Business

Cara kerjanya cukup unik, mengajak masyarakat berbisnis jualan tanpa harus memiliki modal dan barang dagangan. Itulah Feedr.work dengan konsep platfom peer-to-peer business. Seseorang bisa membuat sebuah akun di Feedr.work, kemudian mendesain sebuah kanal berjualan dengan menjajakan produk yang tersedia di marketplace Feedr. Tipe penggunanya ada dua, yakni merchant yang hendak menempatkan barangnya untuk dibantu dijualkan dan dipasarkan dan reseller yang akan menjualkan serta memasarkan produk dari merchant yang dipilih.

Sistem otomatisasi yang didesain dalam Feedr.work juga memungkinkan reseller mendapatkan pembagian penjualan secara langsung setiap kali produk terjual. Menjadi bagian dari sistem e-commerce enabler Feedr, layanan Feedr.work kini juga telah terintegrasi dengan sistem pembayaran & eLogistic, termasuk kemampuan payment gateway yang terpasang di setiap lapak online yang dibuat oleh mitra.

Sama dengan Feedr.id, layanan Feedr.work akan resmi diluncurkan pada 28 Oktober 2017 mendatang, bersamaan dengan peringatan Sumpah Pemuda.

“Feedr.work itu adalah salah satu automation platform channel management kita yang berbentuk peer-to-peer business, kami menyediakan satu platform untuk menghubungkan merchant dengan online reseller. Cara kerjanya murni penjualan oleh agen reseller. Misalnya saya punya produk, kemudian produk saya didaftarkan di Feedr.work untuk dijual di sana. Maka Feedr.work akan memasarkan dengan menghubungkan ke reseller, misalnya kepada seseorang yang memiliki banyak followers di media sosial, blogger atau internet marketers yang ingin mendapatkan income tambahan. Dan reseller itu bisa memilih produk apa yang ingin mereka jual. Setiap reseller akan memiliki toko sendiri, dengan brand toko yang dapat dikustomisasi,” terang Co-Founder dan CEO Feedr Hadi Kuncoro.

Hadi menjelaskan perbedaan Feedr.work dengan Feedr.id. Ia menerangkan bahwa Feedr.id berperan sebagai integrator dashboard-nya. Sementara Feedr.work didesain sebagai sebuah kanal, sama dengan marketplace. Sistem Feedr.id akan mengkomunikasikan setiap operasi di dalamnya, mulai dari pengelolaan katalog, pemesanan, inventory, dan fulfillment, termasuk di dalamnya proses delivery. Jadi Feedr.work adalah satu dari beberapa channel yang dikembangkan Feedr.id. Yang lain adalah social commerce dan marketplace.

Menyempurnakan konsep affiliate yang selama ini ada

Sekilas konsep ini mirip dengan model affiliate yang selama ini banyak ditawarkan layanan e-commerce. Hadi tidak menyangkal hal itu. Ia menerangkan bahwa Feedr.work ini versi yang lebih lengkap dari affiliate. Selain diberikan saluran penjualan, setiap kanal yang digunakan reseller sudah terintegrasi dengan berbagai layanan yang dimiliki Feedr.id, sehingga untuk payout atau pembayaran komisi pun bisa dilakukan secara otomatis tatkala barang berhasil dijual.

Komisi untuk reseller sendiri cukup beragam, bergantung harga barang. Untuk barang yang dijual dengan harga di bawah Rp250 ribu, komisinya 15-25 persen. Untuk barang berkisar Rp250-500 ribu komisinya 10-15 persen, sedangkan untuk barang di atas Rp500 ribu komisinya 5-10 persen. Feedr.work juga memotong komisi dari hasil penjualan untuk operasional sistem.

Filosofi Feedr adalah transparansi dan demokratisasi data

Hadi menjelaskan permasalahan yang coba ingin diselesaikan dengan Feedr.work terkait kepemilikan aset informasi digital UMKM. Selama ini UMKM yang berjualan di marketplace atau sejenisnya tidak pernah mendapatkan informasi berkaitan dengan konsumen. Yang mereka tahu data transaksi saja. Menurut Hadi, data tersebut sangat diperlukan untuk proyeksi bisnis dan lain sebagainya.

Digital game itu kan data game. UMKM banyak yang mengeluh, ketika brand mereka laku keras dan trafik penjualannya bagus, misalnya baju muslim atau baju renang, si marketplace biasanya membuat white label dengan brand mereka sendiri. Akhirnya bisnis yang dimiliki UMKM tersebut terganggu bahkan ditutup,” ujar Hadi menceritakan salah satu kasus yang sering dijumpai di lapangan.

Feedr.work mencoba menyelesaikan ini dengan membuat data lebih terbuka bagi supplier ataupun reseller. Menurut Hadi, seharusnya aset informasi itu diberikan dan dimiliki orang yang menjalankan bisnis itu, bukan hanya pemilik platform. Hal ini diyakini menjadi salah satu landasan penting untuk memajukan digital economy Indonesia, khususnya di segmen UMKM.

Platform Circledoo Sajikan Tempat Belajar Ketrampilan

Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di era digital semakin mudah. Banyak bisnis dan layanan yang menghadirkan solusi tersebut. Circledoo adalah salah satunya. Circledoo mencoba menghadirkan sebuah platform yang secara sederhana mempertemukan orang-orang yang memiliki keterampilan. Selanjutnya dengan bergabung dengan “circle” tersebut diharapkan mereka bisa saling belajar dan mengasah kemampuannya.

Circledoo hadir dengan mengusung konsep memudahkan generasi muda untuk belajar dan mendapatkan keahlian dan keterampilan dengan mudah, cepat, transparan, dan murah. Sebagai sebuah platform, Circledoo memungkinkan setiap orang membagi dan belajar keterampilan. Proses pertukaran atau belajar ini yang diharapkan berperan untuk meningkatkan keterampilan di masyarakat.

Circledoo bekerja seperti layaknya platform pembelajaran. Setiap pengguna bisa memilih untuk membuka kelas atau mengikuti kelas orang lain. Ketika memilih kelas, pengguna bisa memilih lokasi, waktu hingga harga (bisa juga gratis) untuk kelas yang dibukanya. Jika pengguna lain mengikuti kelas tersebut kemudian bisa dilanjutkan sesuai jadwal dan waktu yang dilakukan.

Layanan yang pertama kali diperkenalkan pada Januari lalu ini sudah berhasil mendapatkan setidaknya 500 pengguna terdaftar dengan keterampilan dan ketertarikan yang beragam. Kepada DailySocial CEO Circledoo Tasa Nugraza Barley memaparkan pihaknya memang memfokuskan pada kalangan millennials. Tepatnya mereka yang berusia 17 hingga 35 tahun.

Sementara itu dari segi fitur, selain sistem pembayaran online, Circledoo juga dilengkapi beberapa fungsionalitas seperti fitur pesan, social networking, dan pencarian event untuk memudahkan pengguna di dalamnya berinteraksi.

Taza lebih jauh juga menceritakan pihaknya telah berhasil mendapatkan pendanaan dari beberapa investor. Bahkan diberitakan media pendanaan yang didapat mencapai US$ 200.000. Dengan dana tersebut Circledoo diprediksi akan memperkuat komposisi tim dan untuk keperluan marketing.

Tahun ini kabarnya Circledoo juga tengah mengembangkan produk dan beberapa inovasi lain untuk terus meningkatkan kualitas platform. Sejauh ini yang berbeda dari Circledoo dibanding dengan bisnis lainnya adalah konsentrasinya yang tidak hanya pada daring, tetapi juga memberikan kesempatan tatap muka atau bertemu langsung namun rencana dan tata kelolanya tetap disiapkan secara online.

“Fokus kami saat ini adalah mengembangkan produk dan tim serta kegiatan-kegiatan untuk edukasi pasar. Secara bersamaan kami terus membangun komunikasi yang kuat kepada para pengguna dan calon pengguna, sehingga kami bisa terus melakukan pengembangan produk yang benar-benar sesuai seperti apa yang dibutuhkan,” tutup Tasa.

Blinkzap Sajikan Platform yang Menghubungkan Pengiklan dengan Pemilik Billboard

Menurut kajian Brand & Marketing Institute (BMI) Research & Iconic, media luar ruang seperti billboard dinilai masih sangat efektif untuk dipilih brand untuk mengiklankan produknya. Hal tersebut cukup valid jika melihat di sekeliling kita saat ini, iklan billboard masih menjadi primadona dan ada di mana-mana. Melihat antusias yang masih tinggi terhadap model iklan tersebut, PT Bahagia Lintas Iklan baru saja meluncurkan Blinkzap.

Blinkzap merupakan sebuah platform berbasis web yang menghubungkan antara pemilik billboard dengan brand atau perusahaan. Melalui kanal ini pengiklan dapat mendapatkan informasi dan memilih seputar media luar ruang yang bisa dijadikan tempat untuk menempelkan iklannya. Di debut awalnya, Blinkzap mengaku sudah menyimpan lebih dari 3000 titik billboard dalam basis data miliknya.

Sebelumnya ada juga KlikAdv, sebuah platform yang menyuguhkan layanan sejenis. Masalah yang hendak diselesaikan pun juga tidak berbeda, yakni seputar efisiensi dan efektivitas pagi pengiklan untuk mengetahui titik billboard sebagai referensi. Proses manual kadang membuat deal menjadi lebih lama, karena informasinya pun masih harus dicari secara manual.

“Blinkzap memiliki visi mengumpulkan seluruh perusahaan penyedia billboard dalam sebuah wadah besar dan luas dengan misi yang sama untuk dapat dipertemukan dengan seluruh perusahaan yang ingin menggunakan jasa Media Luar Ruang dengan sistem online, cepat dan tentunya mempunyai database yang aktual,” tulis perwakilan dari tim dalam rilisnya.

Sementara itu kemunculan platform yang coba mematangkan proses bisnis iklan billboard ini ada di tengah tren car advertising yang telah menjamur. Kini mulai banyak startup yang mencoba keberuntungan dalam bisnis iklan tempel di mobil ini. Apa yang mendasari mereka untuk berdiri juga hasil riset yang menunjukkan efektivitas yang sama. Survei dari The American Trucking Association salah satunya, yang menunjukkan grafik yang selalu meningkat pada tingkat keefektifan iklan di kendaraan.

Menjadi sebuah titik menarik, ketika digitalisasi justru masih coba dioptimalkan untuk meningkatkan traksi dan potensi model iklan “tradisional”. Sementara itu kampanye online seperti melalui media sosial juga tengah menjadi tren di kalangan pemasar.