Ide Startup di Sektor Riil yang Belum Banyak Terjamah

Memberikan solusi pada sektor riil menjadi salah satu tujuan yang banyak diidam-idamkan oleh startup digital. Terbukti, bahwa dengan memudahkan masyarakat dalam menjalani kegiatan ekonomi, sebuah produk digital masif diminati. Beberapa sektor sudah mulai ramai dimasuki, di antaranya sektor transportasi, pendidikan, perdagangan dan perjalanan. Namun masih banyak sektor lain yang belum banyak tersentuh, dengan berbagai permasalahannya masing-masing.

Pertumbuhan sektor pertanian masih rendah

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), per kuartal pertama tahun 2016 pertumbuhan pertanian di Indonesia hanya 1,85 persen. Mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 4,03 persen. Selain isu perubahan iklim yang disebabkan musim El-Nino di Indonesia, menurut Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS permasalahan kredit petani turut mendasari isu lemahnya perkembangan industri ini.

Investasi di sektor pertanian tak signifikan bertumbuh, padahal dari perhitungan ekonomi nasional, porsi industri pertanian masih sekitar 13,56 persen. Luasnya lahan subur dan sebaran flora yang sangat bervariasi menjadikan sebuah tamparan besar jika sektor ini tak mampu dioptimalkan.

Dalam acara Rembuk Petani Nusantara 2016 juga dipaparkan salah satu permasalahan di industri pertanian nasional, yakni terkait regenerasi. Sekitar 62 persen petani yang ada saat ini berusia di atas 55 tahun. Sementara petani muda hanya 12 persen. Kemiskinan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan petani. Sebuah keniscayaan di negara subur namun petaninya berada dalam ambang kemiskinan. Lalu apa yang salah?

Dari analisis yang disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad, permasalahan paling mendasar petani di Indonesia adalah ketersediaan modal. Sementara itu, modal menjadi bagian krusial dalam memulai usaha. Ketika modal kecil, pemuaian bibit yang dilakukan pun sedikit, sehingga hanya memproduksi hasil tani yang sedikit pula. Harga pun terdorong tinggi ketika hasil sedikit, sementara harus bersaing dengan produk impor dari luar.

Ide yang bisa diimplementasikan terkait masalah tersebut (dengan bentuk aplikasi ke arah edukasi):

  1. Layanan manajemen pertanian terpadu.
  2. Analisis persebaran lahan dan periode pembibitan.
  3. Layanan fintech permodalan khusus sektor pertanian secara umum.
  4. Aplikasi konsultasi pertanian komprehensif.

Beberapa startup di bidang pertanian yang sudah ada dan bisa memberikan inspirasi: 8villages (forum interaktif), Ci-Agriculture (analisis pertanian), Eragano (panduan bercocok tanam), iGrow (menghubungkan dengan pemodal), Karsa (informasi petani), Kecipir (marketplace), LimaKilo (marketplace), Pantau Harga (informasi petani), TaniHub (marketplace).

Sebagai negara maritim, potensi laut belum dimaksimalkan

Dengan panjang pantai mencapai 95.181 km dan luas wilayah laut mencapai 5,4 juta km2, potensi maritim Indonesia tak bisa diragukan lagi. Besaran potensi hasil laut dan perikanan Indonesia mencapai 3000 triliun Rupiah per tahun, akan tetapi yang sudah dimanfaatkan hanya sekitar 225 triliun Rupiah atau sekitar 7,5 persen saja.

Menurut David Setia Maradong, S.E., Analis Perekonomian pada Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan, Deputi Bidang Kemaritiman Sekretariat Kabinet, pengembangan usaha perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat tinggi. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai $ 82 miliar per tahun.

Dalam roadmap pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019 yang dirilis KADIN, salah satu poin permasalahan yang ada di Indonesia ialah terkait peningkatan kapasitas SDM kelautan dan perikanan, peningkatan iptek kelautan dan perikanan serta diseminasi teknologi, dan peningkatan tata kelola pembangunan kelautan dan perikanan nasional. Selain itu pengelolaan hasil panen ikan juga masih perlu dikaji, jika tujuan utamanya untuk menyejahterakan para pelaku di industri maritim tersebut.

Ide yang bisa diimplementasikan terkait masalah tersebut (dengan bentuk aplikasi ke arah edukasi):

  1. Aplikasi tentang tata kelola industri perikanan.
  2. Sistem analisis maritim terpadu.
  3. Layanan pengelolaan hasil tangkap/panen ikan terpadu.

Beberapa startup di bidang perikanan yang sudah ada dan bisa memberikan inspirasi: Blumbangreksa (IoT – pemantau kondisi air), eFishery (IoT – pakan ternak otomatis) dan Aruna (layanan manajemen industri perikanan).

Hal yang melandasi keyakinan di sektor tersebut di atas

Angka-angka yang telah disebutkan pada dua sektor di atas setidaknya menjadi jalan pembuka, bahwa potensi sudah pasti ada. Permasalahan yang ada di lapangan bahkan lebih klasik, tentang mengubah paradigma dan pola produksi yang telah menjadi tradisi. Hal serupa sebenarnya juga yang dialami saat transisi industri transportasi dan perdagangan dari konvensional menuju digital. Mungkin tak sebanyak itu (transportasi) jika dibandingkan dari sisi pengguna, akan tetapi dari dampak yang dihasilkan mampu melebihinya.

Kolaborasi dengan berbagai pihak berkepentingan menjadi langkah strategis yang harus digalakkan. Melalui beberapa program, pemerintah pun sudah mencanangkan keinginannya untuk berkolaborasi dengan inovator digital guna memajukan sektor tersebut. Mereka menyadari bahwa implementasinya harus benar-benar dimulai dari dasar dan merupakan sebuah proyek yang berimbas secara jangka panjang.

Sikap-sikap yang Perlu Dimiliki Pemimpin yang Baik

Startup membutuhkan tim yang tangguh untuk bisa berkembang dan sukses. Tapi untuk merealisasikannya, hal mendasar yang dibutuhkan adalah pemimpin yang baik, dari segi personal maupun dari segi manajemen. Setiap orang bisa menjadi pemimpin, tapi butuh usaha ekstra untuk menjadi pemimpin yang baik. Ada beberapa sikap yang setidaknya wajib dimiliki seseorang untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Beberapa di antaranya sebagai berikut.

Fokus

Setiap pemimpin yang baik harus bisa mengarahkan seluruh tim untuk melakukan yang terbaik dan mencapai tujuan. Untuk itu pemimpin sangat perlu memiliki fokus yang baik. Baik fokus secara tim maupun fokus secara personal. Harus ada prioritas yang menjadi tujuan bersama agar tim tidak kehilangan arah.

Percaya diri

Untuk sikap percaya diri tampaknya wajib untuk dimiliki setiap orang dalam tim. Tanpa terkecuali. Hanya saja ini menjadi sangat penting bagi seorang pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin bisa mengarahkan tim tanpa memiliki rasa percaya diri ? tidak mungkin bukan

Transparansi atau keterbukaan

Pemimpin ibarat seorang nakhoda bagi sebuah kapal atau pilot untuk pesawat terbang. Keterbukaan menjadi sikap yang penting untuk menyelamatkan tim dalam kondisi genting. Semakin terbuka seorang pemimpin semakin mudah anggota tim untuk menyampaikan opini atau masukkannya. Ini akan menjadi bahan bakar yang bagus untuk tumbuh kembang bisnis.

Komunikasi yang baik dan pemikiran terbuka

Komunikasi yang baik bisa menjadi dasar yang baik untuk tim startup. Sebagai pemimpin, diperlukan skill khusus dalam berkomunikasi. Dilengkapi dengan pemikiran terbuka pemimpin akan menjadi jembatan yang baik yang bisa mengakomodir segala jenis pemikiran dari setiap anggota tim. Kemampuan ini akan membantu pemimpin membangun fondasi tim yang bahagia dan produktif.

CEO Shark Branding Daymond John dalam sebuah artikel menyebutkan bahwa pemimpin harus tetap berpikiran terbuka dan menjadi fleksibel. Menyesuaikan jika diperlukan. Penting untuk memiliki rencana dan tujuan di awal, tetapi tidak harus statis. Ini lah yang membedakan pemimpin yang baik. Adaptasi.

Sabar

Sikap sabar yang dimaksud di sini merupakan sabar secara umum, secara menyeluruh. Kondisi naik turun pada sebuah bisnis tentu hal biasa, tetapi tidak semua pemimpin bisa bersikap atau menyikapi hal tersebut dengan baik. Kesabaran diperlukan untuk menjaga pemikiran tetap tenang dan dingin, untuk menjaga kejernihan keputusan yang diambil.

Pagelaran LocalStartupFest Segera Dihelat, Fokus Mempertemukan Startup dan Pengguna

Local.co.id dan Komunitas #StartupLokal menginisiasi LocalStartupFest untuk membantu para penggiat startup lokal mengenalkan produknya kepada ribuan calon pengguna potensial dan meraih target pengguna yang tepat. LocalStartupFest akan diselenggarakan di The Space Senayan City pada 24-26 Februari 2017.

Akan ada lebih dari 100 startup yang hadir di acara ini, di antaranya adalah Kukuruyuk.com, Bitcoin.co.id, FoodishMarket.com, Ubiklan.com, Purwadhika IT Entrepreneur School, dan berbagai accelerator, salah satunya GnB Accelerator.

Berbagai kegiatan mulai dari talkshow yang akan diisi oleh pembicara berpengalaman di industri startup, workshop tentang bagaimana membangun sebuah startup, startup pitch battle sebagai tempat para startup akan saling bersaing untuk mendapatkan hadiah yang menarik, recruitment pitch untuk para startup yang akan  mencari talenta terbaik untuk bergabung bersama mereka, hingga networking night yang bisa menjadi tempat bagi para startup, media, investor untuk berkumpul.

Akan turut dihadirkan puluhan pembicara yang telah berpengalaman, beberapa di antaranya:

  • Hadi Wenas CEO MatahariMall.com
  • Natali Ardianto Co-Founder & CTO Tiket.com
  • Aulia Ersyah Marinto Chairman of idEA & CEO Blanja.com
  • Hendrik Tio CEO Bhinneka.com
  • Norman Sasono Co-Founder Bizzy.co.id
  • Shinta Dhanuwardoyo Founder BUBU.com
  • Andi S Boedimana Managing Partner Ideosource
  • Keenan Pearce sebagai Creativepreneur

Sayed Muhammad sebagai penggagas Local.co.id menuturkan bahwa LocalStartupFest akan berbeda dengan festival startup lainnya yang lebih fokus untuk mencari partner dan investor. LocalStartupFest akan fokus untuk mempertemukan startup dengan user baru sebanyak-banyaknya.

Sayed berupaya mengemas acara ini sebagai festival startup teknologi yang lebih santai dan tertuju pada pengunjung dari berbagai kalangan. Dengan datang ke acara ini, pengunjung akan mendapatkan berbagai macam promosi eksklusif dari para startup dan mencoba langsung produk startup yang dapat mempermudah serta memenuhi kebutuhan dalam keseharian.

Poster LSF


Disclosure: DailySocial adalah media partner acara LocalStartupFest

Berpikir Selayaknya Startup

Startup digital tidak hanya membudaya di Indonesia, tren yang digadang-gadang berasal dari pusat inovasi di Silicon Valley ini berhasil diadaptasi di berbagai wilayah di seluruh dunia. Perkembangan infrastruktur teknologi, terutama broadband dan perangkat yang menghubungkannya, membuat sebaran semakin signifikan. Tren ini bahkan sudah mampu mengubah pola kehidupan pengguna sehari-hari.

Dari perjalanan bertumbuhnya startup di seluruh dunia tersebut, ada beberapa hal yang dapat dipetakan, menjadi sebuah pola pikir, cara kerja, hingga bagaimana mereka menciptakan kultur dalam lingkungannya. Berikut ini beberapa hal yang berhasil ditangkap baik tentang tech-entreprneur penggerak startup digital di dunia. Poin-poin berikut ini coba kami jabarkan dari sebuah presentasi yang dirilis Loic Le Meur.

Bagaimana memfokuskan pikiran untuk ide-ide cemerlang

“Pada pemikiran atau mindset seorang pemula akan selalu ada banyak kemungkinan, tapi pada pemikiran ahli sebaliknya, hanya ada sedikit kemungkinan,” — Shunryu Suzuki.

Meditasi dan mindfulness menjadi salah satu yang populer di lingkungan Silicon Valley. Sebagai sebuah rutinitas, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi sebuah ajang untuk memusatkan dan menyegarkan pikiran untuk melahirkan dan mematangkan ide-ide baru. Ide dan konsep bisnis yang dilansir juga terus difokuskan pada konsumen. Dijabarkan dalam buku The Lean Startup karya Eric Ries, disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan potensi bisnis baiknya memfokuskan untuk memberikan keuntungan bagi konsumen. Di luar itu hanya akan menjadi sesuatu yang kurang krusial.

Fokus kepada konsumen akan berdampak pada kualitas produk yang terukur. Apa yang dikembangkan menjadi benar-benar apa yang dibutuhkan oleh pasar. Untuk menemukan formulanya tak ada cara lain, selalu belajar, entah sampai di manapun level capaian yang sudah didapat.

Memulai debut untuk penyelesaian masalah riil

Airbnb dimulai karena sebuah kegelisahan, kurangnya persediaan kamar hotel saat banyak permintaan di San Francisco. Uber dimulai dari kurangnya ketersediaan taksi di Paris. Ryan Hoover, pengembang Product Hunt, memulai bisnisnya hanya dari sebuah daftar email, guna memberdayakan komunitas kecil bagi orang-orang yang menggemari produk baru. Naval Ravikant dengan Angel List menyediakan email mingguan tentang Angel Investor yang terkurasi. Jamie Siminoff mencoba mewujudkan tiga ide startupnya dalam garasi rumah yang dimiliki, di awal sangat berjuang keras untuk mendapatkan pendanaan awal, namun saat ini telah memiliki 1000 pegawai bersama Ring.

Startup dimulai dari beragam proses, namun ada sebuah kata kunci yang dapat ditarik dari beberapa cerita awal pendirian startup-startup di atas, yakni “menemukan”. Mulai dari menemukan masalah yang belum terselesaikan, menemukan celah, atau menemukan sebuah ide yang bisa diaplikasikan dengan baik bersama kemampuan yang dimiliki. Nyatanya dari beberapa startup di atas idenya cukup sederhana. Angel List contohnya.

Membuat kehidupan menjadi mudah

“Saya hanya ingin lebih banyak mobil listrik di jalan raya,” — Elon Musk.

Sifat generasi millennial (entrepreneur) tidak menginginkan untuk memiliki semua hal, sangat berbanding terbalik dengan era saat kehidupan dipisah-pisahkan dalam kasta. Namun ada kepedulian mendasar yang sangat mempengaruhi mereka, yakni kebanggan ketika berhasil membuat kehidupan menjadi lebih mudah, dengan mencoba memberikan solusi atas isu sosial yang ada di masyarakat. Apa yang mereka lakukan ialah dengan menghadirkan pendekatan baru, atau menyempurnakan pendekatan yang sebelumnya sudah ada.

Mereka tidak peduli tentang persaingan dari menyalin sebuah proses, tapi selalu berusaha membuatnya menjadi lebih baik. Contoh Lyft dan Uber, Instagram Stories dan Snapchat Stories, dan sebagainya. Persaingannya justru bukan pada orisinilitas, tapi bagaimana menciptakan sebuah sistem yang paling nyaman bagi pengguna.

Tren dalam lingkungan pekerjaan

Modal finansial saja tidak cukup. Saat ini para pengusaha di Silicon Valley lebih suka mendekatkan diri pada investor yang memberikan lebih dari sekedar uang. Hal ini turut didopsi banyak startup di dunia. Beberapa startup memilih investor lantaran menginginkan insight yang dimilikinya untuk mengakselerasi proses ekspansi, beberapa di antaranya menginginkan tokoh senior dalam sebuah capital membantu membaiki struktur internal startup, dan sebagainya. Bagaimana mereka bekerja pun juga mengalami banyak penyesuaian.

Digitalisasi membukakan banyak pintu untuk melakukan penyesuaian. Salah satunya tren bekerja secara remote. Banyak founder yang melakukan kepemilikan atau kepemimpinan bisnis secara virtual, dan melegalkan pekerjanya untuk melakukan hal yang sama. Beberapa mengaku dengan virtual workspace terdapat keterbukaan yang lebih berarti, kendati tetap tidak meninggalkan model pertemuan secara langsung. Hal ini berdampak dari sebuah sistem kerja yang dituntut serba cepat.

Bagaimana mereka berhadapan dengan masalah

Gojek dan Uber banyak menerima penolakan di awal mereka berdiri, tapi sampai saat ini tetap terus beroperasi, bahkan membesar. Airbnb diilegalkan di beberapa wilayah, tapi tetap terus beroperasi dan terus melakukan ekspansi. Pengusaha selalu dapat menemukan jalan keluar. Hal ini lantaran apa yang ditawarkan kepada konsumen adalah lebih baik dari sisi efisiensi dan efektivitas. Salah satunya dengan membuat berbagai hal lebih transparan. Contohnya memberikan pengguna kesempatan langsung untuk menilai kinerja dengan rating.

Penanganan masalah yang dilakukan pengusaha dengan pendekatan inovasi. Ketika menemui khasus, sistem yang sudah dibangun tersebut dapat disesuaikan, karena sistem digital lebih bisa dipacu untuk menjadi dinamis.

Kecepatan dalam menggerakan roda bisnis

Media sosial, layanan email, chatting bot dan berbagai fitur lainnya membuat pengusaha dapat memberikan respon cepat kepada pelanggan. Membuat pelanggan nyaman dan percaya, namun memaksa bisnis harus cepat tanggap dalam menyesuaikan berbagai hal. Kecepatan dalam melakukan sebuah perubahan memang sudah menjadi syarat ideal bagi startup. Kecepatan dalam mengendalikan bisnis akan memberikan keuntungan dalam berbagai aspek. Kecepatan membangun produk akan menguatkan kompetisi. Kecepatan menelurkan hasil kerja membangun moral tim dan menghasilkan banyak ketertarikan hingga meningkatkan valuasi. Bisnis yang cepat juga harus selalu peka terhadap momentum.

Untuk itu bagi sebuah bisnis dinamis menentukan waktu akan lebih baik, ketimbang menentukan target output. Jadi pertanyaannya lebih kepada “produk apa yang dapat dibuat dalam waktu sekian hari?”. Sebuah produk digital akan berevolusi seiring penggunaannya.

Flickr sebenarnya bisa menjadi setenar Instagram dengan kapabilitasnya, tapi mereka tidak cukup cepat untuk berubah.

Keterbatasan membukakan jalan

Mengapa banyak starutp yang kini menang dan mendunia, karena di dalamnya menawarkan kebebasan dan keleluasaan. Tidak terpaku pada kebijakan tertentu, tidak ada studi kusus tertentu untuk memulai, tidak kewajiban quality assurance, tidak ada politik, bahkan kadang tidak ada pengeluaran pemasaran. Dari situ pengusaha digital belajar dari pengalaman. Pengusaha gagal lebih cepat, namun melakukan pivot, bukan menyerah untuk menemukan bakal kesuksesan yang baru. Contohnya kegagalan Glitch yang melahirkan Slack.

Semua bisa menjadi pengusaha digital. Berbagai kanal telah dibuka. Dan yang paling menguntungkan, semua pengusaha digital di dunia menekankan pada volunteer collaboration style. Berjuang dan belajar bersama untuk tumbuh dan besar bersama-sama, menciptakan sebuah ekosistem digital yang menyeluruh dengan spesialisasinya masing-masing.

Pengusaha menantang pemain bisnis terkini dengan menemukan kembali model bisnis baru dan secara konsisten terus inovasi yang telah ditemukan.

Tiga Cara Tepat Mewujudkan Ide Startup Menjadi Bisnis yang Menguntungkan

Setelah melakukan brainstorming yang cukup intens dengan rekan Anda akhirnya ditemukan ide serta formula yang tepat dan terbaik untuk usaha Anda. Idealnya adalah ide yang ada merupakan ide yang original dan belum diimplementasikan oleh orang lain. Apa pun ide yang telah didapatkan langkah selanjutnya yang ternyata merupakan langkah krusial yang bakal dilakukan adalah, bagaimana mewujudkan ide yang telah dimiliki menjadi bisnis yang berfungsi dengan baik dan mendatangkan profit.

Pada artikel berikut ini, Co-founder Have To Have Kimberly Skelton berbagi tips bagaimana cara yang tepat mengimplementasikan sebuah ide menjadi bisnis yang menguntungkan.

Melakukan riset pasar

Langkah pertama yang wajib dilakukan untuk startup baru adalah melakukan riset pasar. Lancarkan kegiatan tersebut secara mendetil hingga akhirnya Anda menemukan jawaban, mengapa belum ada yang menciptakan ide ini? Bagaimana saya bisa memberikan produk yang lebih baik dari layanan yang sudah ada di pasar? Jangan lupa untuk melakukan perencanaan keuangan, dalam arti berapa besar dana yang Anda butuhkan agar bisnis bisa berjalan. Lakukan pula kalkulasi target pasar yang ingin diincar, apakah di awal Anda berniat untuk menargetkan pasar yang langsung besar atau dalam skala kecil terlebih dahulu.

Setelah semua dilakukan, langsung buat roadmap untuk mewujudkan ide yang dimiliki, seperti apa bentuk produk nantinya akan dibuat, siapa target pasar yang paling ideal dan seperti apa potensi dari distribusi yang akan dilancarkan. Buatlah konsep awal meskipun masih dalam draft atau mendasar.

Menciptakan tim

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mulai untuk mencari anggota tim yang cocok dengan kebutuhan Anda saat ini. Apakah Anda membutuhkan co-founder yang memiliki kemampuan yang tidak Anda miliki, engineer yang bisa membuat prototipe terlebih dahulu, tim pemasaran untuk melancarkan kegiatan promosi dan lainnya.

Tentukan juga pendanaan awal yang ingin Anda gunakan, apakah dengan uang pribadi, meminjam di bank, atau memutuskan untuk melakukan pendekatan dengan angel investor.

Mengeksekusikan segera

Sambil Anda melakukan pencarian anggota tim yang sesuai, langsung eksekusikan ide tersebut dengan membuat produk secara langsung. Kebanyakan startup memilih untuk membuat produk hingga sempurna sebelum melemparkannya ke pasar, namun cara yang lebih ringkas dan terbukti berhasil untuk mendapatkan feedback adalah, dengan membuat “minimum viable product” yaitu cara paling murah yang bisa dilakukan agar produk bisa segera di uji coba ke pasar.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah membuat prototipe kasar terlebih dahulu, kemudian dites langsung kepada target konsumen atau klien yang sesuai dengan jenis produk yang diciptakan. Feedback yang pada umumnya negatif akan bisa dimanfaatkan untuk mengkoreksi produk hingga sempurna.

Menerapkan tiga cara tersebut tentunya bakal menghabiskan waktu, tenaga dan uang yang cukup besar. Belajar dari pengalaman Kimberly Skelton yang telah sukses meluncurkan startup Have To Have dengan melakukan eksekusi segera, tips ini dijamin bisa menghasilkan bisnis yang sukses dan bertahan lama.

Pelajaran Penghentian Operasional Agate Jogja

Kabar berhentinya operasional Agate Jogja sempat menjadi perhatian di kalangan pengembang game. Di Yogyakarta sendiri, startup yang fokus pada produk game cukup diminati, dengan komunitas aktif bernama Bengkel Gamelan secara rutin mengadakan pertemuan dan pelatihan bersama. Sosok Co-Founder Agate Jogja Frida Dwi (atau biasa disapa Ube) memang sangat akrab di kalangan komunitas tersebut. Kemampuannya tak diragukan lagi. Beberapa waktu lalu tim yang dipimpinnya juga menyabet juara dalam perlombaan Indonesia Next Apps 3.0 yang diinisiasi Samsung dan DailySocial.

Agate Jogja tidak sepenuhnya tutup. Ube menjelaskan Agate Jogja terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) brand Agate Jogja, (2) Co-Founder dan timnya di Yogyakarta, dan (3) kegiatan operasionalnya. Saat ini poin( 2) sudah dibubarkan dan poin (3) dihentikan. Brand sendiri masih dipegang Agate Studio, sehingga ada kemungkinan jika brand Agate Jogja akan digalakkan kembali dengan komposisi yang berbeda.

Kami mencoba menggali apa yang bisa dipelajari dari perjalanan Ube bersama Agate Jogja, termasuk permasalahan yang melatarbelakangi keputusannya meninggalkan Agate Jogja.

Komposisi sebuah tim startup

Produk menjadi komponen penting dalam sebuah bisnis, namun bukan satu-satunya karena ada aspek lain yang harus sama-sama kuat bersinergi untuk membantu bisnis berakselerasi. Seringkali kita menemui sebuah produk yang sangat sederhana tapi mampu dikemas secara apik sehingga menarik banyak peminat, karena ditempatkan pada pangsa pasar spesifik sesuai dengan target.

Dalam startup digital umumnya pengembang akan fokus bagaimana produk tersebut dilahirkan, lalu di luar itu ada divisi lain seperti pemasaran dan riset yang mampu membungkus produk tersebut dengan branding yang tepat dalam waktu peluncuran yang tepat dan target pasar yang pas.

Hal ini disebut sebagai alasan paling mendasar penghentian operasional Agate Jogja. Kepada DailySocial, Ube mengatakan:

“Kendala terbesar saya adalah skill management kurang mumpuni, kebetulan selama 5 tahun ini saya multihat, memegang manajemen dan produksi. Ini yang membuat perkembangan Agate Jogja stagnan, membuat kami (bersama Estu Galih) selaku Co-Founder Agate Jogja merasa tidak memiliki kemampuan membantu tim berkembang dengan baik.”

Pengelolaan manajemen dalam sebuah bisnis sendiri mencakup banyak hal. Mulai dari kebutuhan operasional internal, kebutuhan pengelolaan bisnis, hingga mengakomodasi sumber daya manusia dan finansial di dalam kegiatan bisnis. Dalam kasus Agate Jogja, dua Co-Founder memiliki backgroud mendalam seputar pengembangan aplikasi. Kepiawaian keduanya dalam coding dan mendesain game sudah tidak diragukan lagi.

Pangsa pasar game di Indonesia besar, namun masih sangat dinamis

Angka pengguna ponsel pintar dan internet yang terus bertumbuh secara signifikan memang membuka banyak kesempatan baru bagi industri kreatif untuk mendulang untung, tak terkecuali di segmentasi game mobile. Beberapa survei merilis bahwa game masih mendominasi tangga atas aplikasi yang paling sering digunakan oleh pengguna ponsel pintar, beriringan dengan media sosial.

Hal yang ama dirasakan pengembang game lokal. Potensinya terasa besar, namun masih banyak yang perlu dipahami lebih dalam.

“Potensi game mobile di Indonesia besar. Hampir di setiap acara startup maupun seminar digital kreatif pasti menyajikan data dan angka yang sangat menarik. Tapi yang saya pribadi rasakan adalah user mobile game Indonesia ini unik sekali, susah ditebak. Butuh banyak hal yang perlu dipelajari dari user mobile game kita […] Soal segmentasi game mobile di Indonesia, user-nya banyak sekali dan unik butuh banyak penyesuaian yang kadang di luar cara berpikir kita sebagai developer.”

Hal tersebut mungkin senada dengan apa yang pernah DailySocial temukan dalam survei tentang pengembang game mobile lokal. Dari survei tersebut diungkapkan bahwa 49,61% dari total responden kurang aware dengan keberadaan pengembang game lokal. Kadang mereka tidak menyadari bahwa permainan yang dimainkan adalah karya anak bangsa.

Meskipun demikian, ada strategi unik yang sangat jitu dilakukan oleh para pengembang lokal, yakni mendompleng tren terkini untuk dijadikan konten berbasis game. Jika ingat game Tahu Bulat atau Dimas Kanjeng Gandakan Uang, para pengembang sangat cekatan membaca apa yang sedang menjadi pusat perhatian masyarakat, sehingga dijadikan media untuk berkreasi yang berimplikasi pada proses promosi yang sangat cepat. Di balik tantangan tersebut selalu ada jalan bagi kreator untuk memaksimalkan potensi yang ada.

“Suka duka sangat umum, sukanya saat game menjadi feature di Google Play, jumlah unduhan meningkat tajam, income turut naik. Termasuk memenangkan beberapa kompetisi, ketemu banyak rekanan yang membantu. Dukanya pun ada, seperti piutang yang terbayar dan baca komentar bintang satu dulu kalau sudah bagus baru ditambah. Overall perjalanan bersama Agate Jogja menyenangkan karena banyak kreasi yang bisa bebas saya lakukan.”

Selalu siap dan menyiapkan dalam segala kemungkinan

Tim Agate Jogja sendiri resmi dibubarkan pada Juni 2016 awal sebelum puasa. Hingga hanya menyisakan dua Co-Founder saja untuk melanjutkan aktivitas operasional dan mengikuti beberapa kompetisi. Bulan Oktober, Ube dan Estu sempat ke Bandung sementara bergabung dengan Agate Studio, tujuannya transfer pengetahuan dan diskusi soal rencana setup tim Agate baru lagi di Jogja.

Setelah berdiskusi panjang lebar akhirnya diputuskan Agate fokus produksi di Bandung saja dan kedua co-founder memutuskan kembali ke Yogyakarta dengan alasan masing-masing tidak berminat relokasi ke Bandung.

Per bulan Desember 2016 semua game Agate Jogja di Google Play sudah dipindahkan ke akun Agate Studio. Kemudian Ube dan Estu menyampaikan pengunduran diri dari Agate. Sekarang (Januari 2017) operasional Agate Jogja yang dikomandoi Ube dihentikan.

Startup tak jarang dihadapkan pada liku-liku dan dinamika bisnis yang menantang. Seperti cerita Ube di atas, banyak hal besar yang harus diputuskan, termasuk keputusan untuk mengakhiri sebuah bisnis. Risiko harus selalu menjadi salah satu pertimbangan pelaku bisnis, dan semua perlu disiasati dengan matang untuk menciptakan ketenangan.

Setidaknya ketika bisnis berhenti, para anggota tim yang ada di dalamnya tidak “kaget” karena sudah disiapkan sejak awal. Mungkin hal tersebut yang ada di benak Ube saat itu.

“Demi kebaikan semua anggota tim pula akhirnya Co-Founder Agate Jogja sepakat membubarkan tim disertai pesangon beberapa kali gaji sebagai tanda terima kasih kami atas pengabdian mereka selama ini. Pemberitahuannya juga tidak mendadak, kita sampaikan keputusan itu ke tim sebulan sebelum benar-benar berpisah jadi mereka bisa mempersiapkan rencana mereka ke depan seperti apa.”

Mati satu, tumbuh seribu

Setiap orang berhak memiliki pilihan, karena ia sendirilah yang akan menjalani dan menanggung pilihan tersebut. Melanjutkan ceritanya, Ube menerangkan bahwa setelah co-founder mundur dan operasional dihentikan, brand Agate Jogja telah dikembalikan kepada Agate Studio. Keputusan selanjutnya tentang Agate cabang Jogja ataupun Agate Jogja sudah diserahkan sepenuhnya pada tim di Bandung.

Ube dan Estu masih akan tetap bernaung dalam pengembangan game. Saat ini keduanya tengah menyelesaikan proyek pengembangan game terbarunya.

“Untuk saya sendiri saat ini tetap di game development, bersama co-founder saya kita mulai setup lagi tim kecil mulai dari awal lagi, hanya dua orang saja. Harapannya jauh lebih mudah mengelolanya. Nama kita sudah ada tapi mungkin baru kita umumkan saat game pertama yang sedang kita garap sekarang selesai dan rilis, mohon doanya.”

Tujuh Pertanda Salah Memilih Partner Bisnis

Kolaborasi bisnis menjadi suatu keniscayaan, terlebih bila tujuannya ingin mengembangkan bisnis ke jenjang yang lebih tinggi. Jarang sekali menemukan suatu perusahaan, terutama startup, yang mampu tumbuh berkat kemampuan sendiri (beragam hal dikomandoi oleh satu orang).

Akan tetapi tidak semua kolaborasi bisnis berjalan mulus, di tengah jalan tiba-tiba perkembangan tidak sesuai apa yang dibayangkan sejak awal. Atau kondisi lebih parah, mitra kerja menunjukkan sikap yang mengarah ke sisi negatif. Artikel berikut akan membahas lebih jauh pertanda apa saja yang menandakan bahwa Anda sudah salah memilih kerja sama bisnis:

1. Lebih banyak bermimpi daripada bertindak

Kasus ini tidak selalu terjadi dalam kerja sama bisnis. Menurut Angela Delmedico dari Elev8 Consulting Group, pihaknya pernah mengalami kejadian ini ketika beberapa startup mendekati perusahaannya dengan iming-iming pembayaran akan dilakukan ketika bisnisnya mendapat pendanaan atau ketika bisnis sedang tinggi-tingginya.

Tawaran ini sangat tidak sesuai dengan model bisnis yang dianut oleh Delmedico. Sebab semua orang itu punya ide, langkah eksekusi dan membawa ide tersebut ke pasar adalah kunci terpenting dalam meraih kesuksesan.

2. Tidak ada ketertarikan

Jessica Baker dari Aligned Signs mengatakan, ketika Anda tidak dapat menargetkan konsumen secara spesifik, berarti ada kemungkinan bisnis Anda tidak berhasil. Untuk itu, menurutnya sebaiknya Anda lakukan riset pasar. Cari tahu demografi konsumen Anda, mulai dari usia, jenis kelamin, lokasi, dan apa ketertarikannya.

3. Mereka tidak menjelaskan alasan melakukan kemitraan bisnis

Steven Buchwald dari Buchwald & Associates menerangkan, perusahaan itu memiliki taste masing-masing. Tapi dia menemukan ada beberapa ciri kesalahan umum dari orang-orang yang mengandalkan praktik saat berbisnis. Salah satunya sangat bergantung pada unsur konsep, contohnya seperti kemajuan karier, desakan untuk berkolaborasi demi mendapat kesempatan yang lebih besar, namun disertai keengganan untuk elaborasi lebih dalam.

4. Terlalu terburu-buru

Kejadian ini sering kali dirasakan oleh beberapa founder startup. Salah satunya, Ben Walker dari Transcription Outsourcing LLC. Dia menceritakan sudah beberapa kali jadi korban dari mitra bisnisnya. Tiba-tiba seseorang datang ke tempat Anda untuk menawarkan kerja sama dan sangat berusaha agar bisa dekat dengan Anda.

Dia sering kali terhenyuh dengan penawaran-penawaran tersebut dan dengan cepat memutuskan untuk segera bisa bekerja sama dengan cepat bersama mereka, tanpa mencari tahu motif apa di balik itu semua.

Maka dari itu, saran dari Walker adalah sebaiknya Anda pergunakan waktu dengan baik untuk mempertimbangkan kerja sama tersebut dan melakukan due diligence. Selain itu, cari tahu perusahaan tersebut lewat internet.

5. Mereka terlambat membayar tagihan

Christopher Rodgers dari Colorado SEO Pros bilang, “Secara tradisional kami sangat berhati-hati memilih mitra bisnis. Kami hati-hati memilih dokter hewan untuk setiap klien untuk memastikan mereka cocok bekerja sama dengan kami, memiliki potensi kerja sama jangka panjang. Sayangnya, jika klien Anda tidak dapat membayar tagihan mereka, artinya mungkin mereka tidak dapat mengelola bisnis dengan baik. Anda pun bisa jadi korban berikutnya.”

6. Mereka agak pemilih

Menurut Ajmal Saleem dari Suprex Learning, mitra bisnis yang pemilih (picky) itu adalah tanda peringatan terkuat dari kerja sama bisnis yang buruk. Orang yang picky itu menunjukkan kepribadian dari orang tersebut dan berpotensi menyebabkan perpecahan. Saleem bilang, sebaiknya Anda cari orang yang lebih fleksibel dan bersedia untuk bekerja dengan Anda.

7. Terlalu muluk-muluk

Arry Yu dari GiftStarter mengatakan sebaiknya Anda mendengar intuisi. Jika terlalu muluk-muluk untuk jadi kenyataan dan merasa semuanya bergerak terlalu cepat, maka sudah saatnya untuk memperlambat. Menurutnya sebaiknya Anda membuat fondasi bisnis yang lebih solid dan kokoh, dan kembali menata visi misi bisnis Anda sesuai semangat awal.

Memberikan Manfaat Dulu, Baru “Mengganggu” Pasar

Ada sebuah pernyataan menarik yang kami dapatkan ketika berbincang dengan Co-Founder & CEO Dicoding Narenda Wicaksono beberapa waktu lalu, ketika ia mengatakan “disruptive menjadi syarat kekinian dari startup digital”. Semua ide startup difokuskan untuk mengganggu tatanan pasar yang sudah ada. Cerita kesuksesan Go-Jek, Tokopedia, BrideStory dan beberapa startup lokal lainnya makin memompa semangat pengembang startup untuk mendestruksi model konvensional yang ada sebelumnya. Apakah salah? Jawabannya tidak, asalkan konsep sudah berada di tatanan yang tepat.

Sederhananya, tren startup “disruptive” adalah dengan menghadirkan pendekatan baru (dalam hal ini dengan digitalisasi) sehingga memberikan kemudahan dan efisiensi, tanpa mekanisme yang memaksakan. Namun jika menilik bagaimana perjalanan pembangunan startup sukses seperti Go-Jek, cerita mereka tidak ada yang ingin menjadi pengganggu model konvensional. Nadiem Makarim dan kawan-kawan awalnya membentuk Go-Jek sebagai layanan pemesanan ojek berbasis SMS, karena kala itu komunikasi handphone dengan medium SMS paling populer. Dan kini Go-Jek berevolusi menjadi aplikasi, ketika mobile app menjadi lebih populer ketimbang SMS.

Dari situ dapat disimpulkan, memulai startup untuk bisa seperti Go-Jek adalah dengan fokus pada produk yang bermanfaat, tidak mencari-cari unsur konvensional apa yang mencoba untuk diubah, kendati nantinya akan sampai ke tahap itu juga. Ada beberapa pertimbangan mengapa sebuah startup baru harus sangat berfokus pada ide yang memberikan manfaat secara riil bagi penggunanya.

Berikut ini lima hal tersebut:

Pasar semakin selektif, konsumen membutuhkan kesempurnaan

Konsumen digital di Indonesia bertumbuh pesat dengan kemajuan tren media sosial, yang menjadikannya semakin memiliki banyak wawasan dan pandangan dari orang berbeda secara mudah. Dampaknya berbagai informasi dan pengalaman dengan mudah tersebarkan. Hal ini berimplikasi pada bagaimana persaingan antar bisnis melayani konsumennya. Orang bisa dengan mudah memilih dan meninggalkan suatu layanan, lantaran ketidaknyamanan yang ia dapatkan. Tentu kita sering menemui komplain di media sosial tentang kekurangan layanan tertentu.

Konsumen makin memburu kesempurnaan karena selalu ada pesaing di antara sebuah layanan yang sama. Untuk itu inovasi di dalam startup harus selalu fokus pada improvisasi yang berimplikasi pada kenyamanan pengguna. Pada ujungnya konsumen kini bisa menilai langsung (di publik) tentang kualitas layanan tertentu.

Bukankan startup dikatakan disruptive ketika ia mampu meyakinkan banyak konsumennya untuk memilih layanan tersebut dibandingkan dengan moda konvensional yang sudah terlebih dulu ada?

Orisinilitas ide dikalahkan dengan eksekusi yang baik

Berapa banyak layanan pemesanan tiket pesawat yang saat ini bisa dengan mudah kita temui? Berapa banyak layanan antar makanan online yang saat ini bisa kita manfaatkan? Berapa banyak aplikasi produktivitas yang dapat kita pilih untuk menunjang kesibukan harian kita? Semua aplikasi selalu sudah ada pendahulunya. Namun jika dikaitkan dengan poin sebelumnya seputar konsumen, maka masih ada celah yang dapat dimanfaatkan startup baru untuk hadir di tengah persaingan antar layanan, yakni memberikan eksekusi yang lebih baik.

Eksekusi yang lebih baik dapat diwujudkan dengan fitur yang lebih andal, pelayanan yang lebih cepat hingga penawaran yang lebih terjangkau. Fokus pada “pembeda”, dalam hal ini berkaitan dengan kualitas layanan, akan lebih menjanjikan ketimbang harus berpikir keras untuk membuat sesuatu yang benar-benar baru. Sesuatu yang baru tersebut biasanya muncul bersamaan dengan temuan seiring dengan makin dituntutnya inovasi fitur dari masukan konsumen, sehingga pengembangannya akan lebih komprehensif dan tepat sasaran.

Ketepatan memaksimalkan kesempatan

Pasar digital banyak dinilai sangat bersifat dinamis. Artinya tren tersebut akan pasang surut berkembang di kalangan masyarakat. Melihat dari sisi lain, startup yang dapat lebih gesit dalam menyesuaikan produk dapat memanfaatkan tren ini.

Contoh sederhana, saat ini konsumen mulai terbiasa dengan layanan kredit tanpa kartu kredit, maka dalam layanannya startup dapat membuat promo atau fitur yang memberikan kemudahan kepada konsumennya untuk memanfaatkan fitur tersebut. Mungkin tidak akan lama, tapi setidaknya dapat mendongkrak popularitas brand dan traksi pengguna.

Digitalisasi dilakukan semua bisnis

Jika dari awal mencoba untuk mengganggu tatanan yang sudah ada, maka startup akan berhadapan dengan pemain yang sudah besar. Saat ini para bisnis (pemain lama) berbondong-bondong membuka kanal digital masing-masing. Terakhir ada Kimia Farma yang meluncurkan layanan e-commerce B2C-nya. Bayangkan saja jika ada startup yang ingin mencoba men-disrupt layanan pemesanan obat, berhadapan langsung dengan pabrik yang memproduksi obat-obatan yang dijualnya.

Berbeda ketika menargetkan kepada kebermanfaatan. Dalam kasus di atas, startup fokus pada jasa konsultasi apotekernya dalam mode chat atau on-demand, atau mekanisme lainnya, akan memiliki sasaran bisnis yang lebih spesifik, sehingga muncul dengan brand yang berbeda.

Starting up dituntut cepat, karena scaling up lebih menantang

Pada akhirnya startup saat ini harus memiliki kecepatan saat memulai, artinya tidak boleh terlalu lama dalam menggodok ide. Tantangan sebenarnya adalah pada proses scaling-up, saat startup harus dihadapkan pada dinamika pasar, persaingan hingga berbagai permasalahan internal yang mungkin muncul. Fokus pada ide yang bermanfaat, sifat ide akan berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Eksekusi ide tersebut secara cepat, kenalkan pada konsumen, revisi, maka product-market fit akan lebih cepat didefinisikan.

Satoshi Studios Fokuskan Inkubasi Startup Pengembang Blockchain di Asia Tenggara

Satoshi Studios merupakan inkubator yang fokus pada Blockchain startup di Asia Tenggara. Memusatkan kegiatannya di New Delhi India, inkubasi yang ditawarkan mengajak startup yang menggunakan teknologi Bitcoin untuk belajar ekstensif dalam pengembangan produk dan layanan Blockchain, lekat dengan Bitcoin tapi pemanfaatannya lebih luas dibandingkan dengan transaksi Bitcoin saja. Startup terpilih akan menerima seed funding $50.000 dengan ekuitas pembagian saham 8-15% kepada inkubator.

Barisan mentor berpengalaman di bidangnya menjadi wujud kepercayaan diri Satoshi Studios untuk mengibarkan bisnis Blockchain di Asia Tenggara, dengan visi menjadikan India sebagai “Blockchain Knowledge Hub for South East Asia”. Veteran di bisnis Bitcoin seperti Roger Ver, Amit Bhardwaj, Michael Terpin dan beberapa perintis Bitcoin menjadi jajaran mentor yang akan disuguhkan dalam kegiatan inkubasi.

Pendaftaran tahap satu dibuka sampai akhir Februari 2017

Program inkubasi tahap pertama akan dimulai pada tanggal 1 April 2017. Enam startup terpilih dari seluruh wilayah Asia Tenggara akan diterbangkan ke New Delhi untuk mengikuti kegiatan selama 3 bulan. Di sana peserta akan bekerja bersama melalui sesi intensif yang dibawakan oleh ahli Blockchain. Fasilitas seperti ruang kerja dan tempat tinggal akan diberikan untuk kegiatan tersebut. Misinya adalah startup mencapai product market-fit secara lebih cepat.

Tidak ada kriteria khusus seputar bidang industri yang dikerjakan startup. Hanya saja dalam proses bisnisnya startup tersebut harus memecahkan masalah di dunia nyata melalui Blockchain. Dan inkubator ini juga menerima startup yang masih dalam tahap concept-stage. Pendaftaran dan submisi informasi sebagai prasyarat dibuka online hingga tanggal 28 Februari 2017.

Membudayakan Bitcoin di Asia Tenggara

Co-Founder Satoshi Studios Sahil Baghla mengungkapkan bahwa dengan dibangunnya Blockchain hub, maka akan menumbuhkan adopsi Bitcoin di Asia Tenggara. Sehingga menjadikan wilayah ini sebagai pasar remitansi terbesar, dengan kepemilikan rekening bank terkecil di dunia. Dari sisi kesiapan kegiatan inkubasi, pihaknya mengaku telah berdiskusi dengan banyak pengusaha tentang pengembangan dan inisiatif produk yang didasarkan pada Bitcoin.

“Kami telah melihat ketertarikan dari pengusaha yang memberikan umpan balik dan ide tentang penggunaan teknologi Blockchain, dan beberapa pengusaha yang sudah kami temui juga sedang mengembangkan aplikasi yang sangat menarik […] Kami bangga didukung oleh orang-orang yang menjadi pelopor Bitcoin,” pungkas Sahil.

Empat Alasan Kalangan Millennial Target Pasar Terbaik Startup

Berdasarkan penilaian mentor startup dan advokat untuk inovasi asal Amerika Serikat, Sue McGill, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah generasi millennial terbanyak, setelah India, Tiongkok dan Brazil. Untuk itu menjadi alasan yang masuk akal jika startup Anda menargetkan kalangan millennial yang dinilai bisa memberikan kontribusi besar dan kesuksesan untuk startup jika diterapkan dengan benar.

Dalam artikel berikut ini akan dikupas cara yang tepat untuk startup memberikan layanan sesuai dengan demografi yang menjadi tren saat ini dan ke depannya yaitu generasi millennial.

Startup yang mengincar kalangan millennial disukai investor

Percaya atau tidak, investor memiliki kriteria dan pandangan tersendiri dalam hal penentuan target pasar. Salah satu yang menjadi favorit adalah ketika startup memutuskan untuk memfokuskan kepada kalangan millennial. Hal tersebut dibenarkan oleh mentor startup Sue McGill yang selama ini telah banyak membantu pelaku startup menentukan ide dan target pasar yang ada. Diperkirakan pada tahun 2020 nanti, kalangan millennial akan mendominasi bursa tenaga kerja dan bakal menjadi tenaga yang menentukan untuk perubahan ekonomi secara global.

Indonesia salah satu negara di Asia dengan jumlah generasi millennial terbanyak

Fakta yang satu ini baiknya dicermati oleh pelaku startup yang sedang bersiap meluncurkan startup atau sudah menyediakan layanan namun menargetkan pasar yang tidak sesuai, dalam hal ini bukan kalangan millennial. Saat ini Indonesia merupakan negara ketiga yang memiliki jumlah generasi millennial terbanyak di Asia. Hal tersebut tentunya bisa menjadi alasan yang tepat, agar memfokuskan kalangan millennial sebagai target pasar untuk produk startup yang akan dimiliki.

Pendiri startup dari kalangan millennial memiliki ide dan inovasi cemerlang

Bukan hanya berpotensi untuk dijadikan target pasar, pendiri startup yang berasal dari kalangan millennial juga pada umumnya memiliki ide, inovasi dan wawasan digital yang lebih mendalam dibandingkan dengan generasi X atau baby boomer. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya startup yang dimiliki oleh pendiri dari kalangan millennial yang telah meraih kesuksesan dalam usahanya seperti Evan Spiegel Pendiri Snapchat, Brian Chesky pendiri Airbnb dan tentunya Mark Zuckerberg pendiri Facebook.

Bedakan kalangan millennial dengan generasi sebelumnya

Menjadi hal yang penting untuk startup agar bisa membedakan layanan dan pendekatan yang diberikan ketika pada akhirnya memutuskan untuk melayani berbagai kalangan dan bukan generasi millennial saja. Dengan demikian produk bisa lebih tepat sasaran dan tentunya berfungsi dengan baik untuk semua.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengalaman yang dimiliki oleh Sue McGill selama berkecimpung dalam dunia startup adalah, startup yang menargetkan kalangan millennial bakal menuai lebih banyak keuntungan. Di sisi lain, startup yang masuk dalam sektor kesehatan dan farmasi berbasis teknologi, diprediksi juga bisa memiliki potensi yang cerah.