Transaksi Bisnis E-commerce Indonesia Diproyeksikan Capai 910 Triliun Rupiah di Tahun 2022

Sebagai lokomotif industri digital, bisnis e-commerce masih memegang peran penting di Indonesia. Salah satunya divalidasi oleh riset Google, Temasek, dan Bain & Company; dari capaian ekonomi internet $40 miliar di tahun 2019, e-commerce menyumbangkan angka $21 miliar sendiri.

Berbagai inovasi yang digulirkan nyatanya membuat konsumen digital semakin betah melakukan aktivitas berbelanja online. Sebut saja berkat dukungan platform pembayaran yang mudah dan dukungan logistik yang semakin membaik. Untuk memvalidasi hal tersebut, Sirclo baru-baru ini melakukan riset dan mempublikasikan hasilnya dalam laporan bertajuk “Navigating Market Opportunities in Indonesia’s E-Commerce”.

Salah satu temuan dalam laporan, rata-rata satu orang konsumen Indonesia dapat berbelanja di e-commerce sebanyak 3-5 kali dalam satu bulan dan menghabiskan hingga 15% dari pendapatan bulanan mereka. Riset juga mengungkapkan konsumen online di Jakarta berbelanja 2 kali lipat lebih banyak daripada kota-kota lain.

Tahun 2022 diproyeksikan sentuh 910 triliun Rupiah

Menurut data yang dirangkum dalam laporan, penjualan ritel e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai US$15 miliar (Rp 210 triliun) pada 2018 dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 2022, menyentuh angka US$65 miliar (Rp 910 triliun). Hal ini membuat ritel online yang tadinya hanya menyumbang 8% penjualan total pada tahun 2018, diprediksi akan menembus 24% di tahun 2022.

Riset E-commerce Sirclo

Selain itu Sirclo juga melakukan survei melibatkan 747 responden penikmat e-commerce. Salah satu pertanyaannya soal alasan mereka menggunakan layanan tersebut. Disebutkan ada tiga poin yang paling unggul, yakni harga yang murah, fleksibilitas transaksi, dan kemudahan dalam membandingkan produk. Untuk konsumen laki-laki, produk favoritnya meliputi perangkat elektronik, fesyen, dan alat olahraga. Sementara untuk perempuan yakni produk kesehatan/kecantikan, fesyen, dan makanan.

Sebagian besar konsumen menggunakan medium ponsel pintar untuk mengakses layanan e-commerce. Untuk metode pembayaran, menurut riset Sirclo, transfer bank masih menjadi yang paling diminati. Dilanjutkan penggunaan kartu kredit/debit dan digital wallet.

Riset E-commerce Sirclo

Tantangan ekosistem e-commerce Indonesia

Mendasarkan pada tren bisnis yang ada, riset turut menggarisbawahi beberapa tantangan dalam industri e-commerce di tanah air. Pertama mereka menyoroti tentang maraknya pemain di lanskap bisnis tersebut, membuat tiap perusahaan mencoba memenangkan pasar dengan beragam strategi berisiko, seperti “membakar uang” untuk memberikan iming-iming promo atau diskon.

Kedua tentang banyaknya masyarakat Indonesia yang masih belum memiliki rekening bank formal. Inisiatif pengembangan platform digital wallet atau fintech lainnya dinilai perlu terus digenjot, termasuk penetrasi penggunaannya. Model pembayaran menggunakan mekanisme COD –dibayar sembari menerima barang pengiriman—juga dinilai efektif untuk meningkatkan sekaligus meningkatkan keyakinan beberapa tipikal pengguna.

Isu selanjutnya mengenai layanan logistik yang dinilai belum bisa mengakomodasi kebutuhan pengiriman secara optimal. Memang, ditinjau secara geografis Indonesia memiliki tatanan wilayah yang unik, sehingga membutuhkan effort lebih untuk kegiatan pengiriman barang. Poin keempat, riset menyoroti kurangnya SDM yang relevan di bidang sains dan matematika untuk pengembangan teknologi berkelanjutan.

Penikmat “Video Streaming” di Indonesia Tak Masalahkan Iklan

Era internet menghadirkan beragam cara baru bagi pengguna dalam mengakses hiburan. Salah satunya melalui layanan over-the-top (OTT) yang saat ini penetrasinya terus dimaksimalkan, baik oleh perusahaan lokal maupun global. Bentuk layanannya beragam, yang paling populer video on-demand (VOD), menyajikan tontonan gratis dan premium yang bisa dinikmati di berbagai perangkat.

Untuk memvalidasi kembali preferensi konsumen terhadap layanan OTT, Brightcove bekerja sama dengan Evergent dan SpotX melakukan riset bertajuk “The 2019 Asia OTT Research Report”. Indonesia menjadi satu dari 9 negara yang menjadi objek penelitian – karena dianggap cukup merepresentasikan karakteristik pangsa pasar di Asia; melibatkan sekitar 1000 responden.

Konten dan iklan

Terdapat beberapa temuan menarik yang didapat dalam survei, salah satunya mengenai alasan pengguna menggunakan lebih dari satu platform. Sebagian besar beralasan menginginkan konten yang lebih banyak dan konten yang lebih spesifik –biasanya layanan VOD punya konten khusus yang hanya tayang di platformnya.

Beberapa lainnya berpendapat, layanan OTT tergolong lebih hemat ketimbang opsi lainnya, misalnya televisi berbayar. Persentase tersebut nyaris mirip di banyak negara yang masuk dalam target survei.

Chart 1

Mekanisme pembayaran langganan juga menjadi bagian pertanyaan dalam survei. Untuk responden di Indonesia, 31% memilih mengakses konten gratis dengan banyak iklan dan 17% memilih membayar lebih murah kendati harus menyaksikan iklan dengan intensitas yang lebih kecil. Artinya pengguna tidak mempermasalahkan adanya sisipan iklan di tiap konten yang diputar, alih-alih melakukan upgrade untuk menghilangkannya.

Lantas bagaimana efektivitas iklan yang dibubuhkan pada konten VOD? Untuk pengguna di Indonesia 43% responden mengatakan mungkin mereka akan tertarik dengan merek tersebut. Sisanya 26% lainnya akan tertarik dan 19% mengaku tidak akan tertarik.

Terkait paket premium yang diminati pengguna, mengambil nilai rata-rata harga yang dianggap ideal antara Rp10.000-Rp50.000.

Menggaet pengguna baru lebih menantang

Dalam riset juga ditangkap tren terkait kemauan orang untuk berlangganan. Sebanyak 54% responden dari Indonesia yang pernah berlangganan VOD sebelumnya mengaku tertarik untuk berlangganan lagi untuk waktu mendatang. Sementara hanya 37% dari responden yang sebelumnya tidak pernah berlangganan yang menyatakan tertarik untuk mencoba berlangganan paket premium dari VOD.

Chart 2

Menurut pengguna, layanan OTT yang diharapkan mampu untuk menyajikan konten yang bisa dinikmati secara offline (39%), multi-perangkat (33%), dan tidak terlalu memakan banyak paket data ketika streaming (32%).

Layanan OTT favorit

Sebelumnya DailySocial pernah menerbitkan hasil riset bertajuk “Video on Demand Survey 2017“. Dari hasil survei yang dilakukan, ketahui Hooq (48,30%) menjadi layanan VOD yang paling banyak digunakan. Disusul Netflix (24,93%), Viu (25,02%) dan iFlix (24,35%).

Lalu di tahun 2018 DailySocial, juga merilis sebuah laporan terkait survei layanan OTT, khususnya untuk music streaming. Untuk layanan musik berlangganan, Joox (70,37%) jadi yang terfavorit. Disusul Spotify (47,70%), Langit Musik (28,51%) dan SoundCloud (19,75%).

Survei APJII: Pengguna Internet di Indonesia Capai 171,17 Juta Sepanjang 2018

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis survei penetrasi dan perilaku pengguna internet tahun 2018. Disebutkan jumlah pengguna internet mencapai 171,17 juta jiwa sepanjang tahun lalu.

Angka ini naik 10,12% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 143,26 juta jiwa. Dibandingkan dengan jumlah penduduk versi BPS sebesar 264,16 juta jiwa maka bisa dikatakan sudah ada 64,8% penduduk Indonesia sudah mengakses internet.

“Kalau dibandingkan dengan data BPS, penduduk Indonesia itu ada 264,14 juta jiwa, berarti [dari situ] pengguna internet kita sekitar 171 juta,” terang Sekjen APJII Henri Kasyfi Soemartono, kemarin (15/5).

Menurutnya, pertumbuhan ini tidak terlepas dari masifnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang dilakukan 540 anggota APJII. Anggota ini datang dari berbagai pemain ISP di semua wilayah, baik dari skala nasional maupun lokal.

Lebih dalam dipaparkan, kontribusi pengguna per wilayah masih didominasi dari Jawa 55%. Lalu disusul Sumatera 21%, Sulawesi-Maluku-Papua 10%, Kalimantan 9%, dan Bali-Nusa Tenggara 5%.

Menariknya, kali ini APJII membagi kontribusi pengguna per provinsi dari sebelumnya per pulau. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat seberapa dalam penetrasi internet di tiap provinsi. Malahan, Henri menyebutkan rencananya tahun depan APJII ingin lihat penetrasi per kabupaten.

Kontribusi ini dilihat dari jumlah pengguna. Namun bila melihat dari penetrasi, berbicara tentang jumlah pengguna dibandingkan populasi di area tersebut.

“Survei berikutnya, pada tahun depan kami ingin per kabupaten. Agar bisa audiensi ke tiap gubernur sehingga mereka ada potret di wilayah mereka seperti apa dan langkah yang harus dilakukan berikutnya.”

Survei menyebutkan untuk Jawa, Jawa Barat menjadi provinsi dengan kontribusi pengguna internet tertinggi dengan 16,6%. Yogyakarta menjadi yang terendah 1,5%. Bila melihat secara penetrasi, sumbangsih dari Jakarta jadi tertinggi dengan persentase 80,4%. Jawa Barat jadi yang terendah 58,3%.

Untuk Sumatera, kontribusi tertinggi dipegang oleh Sumatera Utara 6,3%, Jambi menjadi terkecil 0,6%. Dari penetrasinya, Bengkulu terbesar 85% dan Lampung terendah 39,5%. Sementara untuk Kalimantan, kontribusi dari Kalimantan Barat mendominasi dengan persentase 2,1%. Kalimantan Barat mendominasi 80% untuk penetrasinya.

Kontribusi dari Sulawesi Selatan jadi tertinggi dengan persentase 3,7% untuk Sulawesi-Maluku-Papua. Penetrasi tertinggi datang dari Sulawesi Tenggara dengan 80%. Adapun untuk penetrasi di Bali-Nusa Tenggara tertinggi datang dari NTB dengan 68,2%.

Berbicara soal umur pengguna internet, APJII mencatat penetrasi tertinggi datang dari umur 15-19 tahun sebesar 91%. Disusul kelompok usia 20-24 tahun (88,5%) dan 25-29 tahun (82,7%). Penetrasi terendah datang dari kelompok 65 tahun ke atas sebesar 8,5%.

Lalu, melihat dari penetrasi berdasarkan pekerjaan, kelompok yang datang dari wirausaha besar menempati posisi tertinggi (100%), guru (100%), dan pedagang online (100%). Penetrasi terendah ditempati oleh petani lahan sendiri (33,5%), buruh tani (25,7%), dan petani penggarap (20,3%).

Profil perilaku pengguna internet 2018

APJII mengungkap pengguna paling banyak terhubung setiap harinya dengan internet lewat smartphone (93,9%). Merek smartphone yang paling banyak dipakai adalah Samsung (37,7%), Oppo (18%), dan Xiaomi (17,7%).

Pengguna menyebutkan rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam sehari untuk menggunakan internet dikuasai oleh mereka yang menjawab sekitar 3-4 jam sehari (14,1%). Mereka menggunakan internet untuk komunikasi lewat pesan, sosial media, dan menari informasi terkait pekerjaan. Ketiganya menempati posisi 24,7%.

Dari segi konten bersifat hiburan, yang paling banyak diakses oleh pengguna adalah menonton video 45,3%, bermain game 17,1%, dan mendengarkan musik 13,3%. Sementara yang bersifat komersial untuk membeli barang secara online, tertinggi pengguna menjawab tidak pernah berkunjung (53,4%).

Sedangkan mereka yang pernah, mayoritas menjawab Shopee (11,2%), Bukapalak (8,4%), Lazada (6,7%), Tokopedia (4,3%), dan Traveloka (2,3%). Pengguna membeli sandang (14,6%), buku (4%), aksesoris (3%), tas (2,9%), dan barang elektronik 3%).

“Ini artinya ada potensi yang besar untuk pemain e-commerce bahwa masih ada banyak pengguna internet yang belum pernah memanfaatkannya untuk belanja online.”

Pengguna yang menjawab tidak pernah berbelanja online menyebutkan alasannya karena lebih suka beli langsung karena langsung dapat (18,8%), belum bisa gunakan aplikasi (12,2%), khawatir barang tidak sampai (9,5%), dan rumit karena harus transfer (9%).

Survei yang dilakukan APJII ini, menggunakan 5.900 sampel dengan margin of error 1,28%. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dibantu kuesioner. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling multistage random sampling.

Survei dilakukan mulai 9 Maret 2018-14 April 2019. APJII menjelaskan, data sampel yang diwawancarai merupakan pengguna yang sudah menggunakan internet lebih dari 4 bulan sebelum dilakukan pendataan di lapangan. APJII bekerja sama dengan lembaga riset Polling Indonesia untuk survei ini.

Cara Membuat Survey Online Gratis

Google Doc boleh jadi merupakan salah satu layanan formulir online paling dikenal di seluruh dunia, tetapi untuk urusan survey, apa yang disajikan oleh Google Doc relatif terlalu sederhana. Bagi Anda yang membutuhkan alat survey yang lebih powerful, Google Doc saja tentu kurang menjawab kebutuhan. Anda butuh layanan yang lebih lengkap dan menarik, Typeform bisa jadi opsi.

Typeform bukan layanan gratis, sejumlah fitur-fitur premiumnya hanya disediakan untuk pelanggan berbayar. Tapi, jika keperluan Anda hanya sebatas membuat survey secara online, maka fitur gratisnya saja sudah lebih dari cukup. Mari kita coba saja langsung!

  • Buka website resminya di typeform.com atau langsung klik tautan ini.
  • Di menu teratas, klik Sign up karena Anda butuh akun untuk merekam semua data-data penting nantinya.

Sign up FREE Typeform

  • Masukkan nama, email dan password Anda.
  • Setelah daftar, lakukan konfirmasi di email masuk Anda dan langsung login ke Typeform.
  • Untuk membuat survey, Anda punya dua pilihan: (1) membuat sendiri dari nol atau (2) menggunakan template.
  • Di dalam akun, Anda langsung bisa memilih beberapa template dalam kategori yang berbeda. Karena kita mau membuat survey, maka klik opsi Survey & Questionnaires. Di bagian panel kanan Anda bisa memilih tombol Start from scratch jika ingin membuat formulir survey dari nol atau memilih template yang diinginkan di bawahnya.

My typeforms Typeform

  • Kita coba dulu dengan memilih template default dari Typeform.
  • Ketika dalam mode editing seperti ini, Anda bisa mengubah banyak hal supaya tampilan dan juga teks survey sesuai dengan keinginan. Misalnya, Anda bisa mengubah judul.
  • Ada tiga panel utama di editor ini, di mana masing-masing mempunyai fitur yang berbeda-beda. Panel kiri Anda lebih pada pengaturan per slide, panel tengah lebih ke kostumisasi label, isi, teks dan dekripsi, sedangkan panel kanan Anda adalah pratinjau untuk setiap perubahan.

Create Product Survey DEMO 2 copy Typeform

  • Setelah mengedit cover, Anda juga bisa mengedit isi pertanyaan dengan memodifikasi panel bagian tengah. Perhatikan yang saya edit berikut ini, lalu alihkan perhatian ke panel pratinjau, Anda akan melihat bagaimana proses editing dilakukan.

Create Product Survey DEMO 2 copy Typeform(1)

Membuat Formulir Survey dari Nol

Berikutnya, kita akan mencoba membuat formulir survey dari nol tanpa dibantu oleh template.

  • Klik saja logo Typeform untuk kembali ke dalam akun Anda.
  • Lalu klik New typeform.

My typeforms Typeform(2)

  • Sekarang, klik tombol Start from scratch.

My typeforms Typeform(3)

  • Beri nama survey, jenis dan juga kegunaannya.

Create New typeform Typeform

  • Berbeda dengan membuat survey dengan template, di pembuatan dari nol ini Anda harus membuat sendiri cover untuk survey Anda. Jadi, kreativitas akan menentukan seberapa bagus tampilannya nanti.
  • Caranya, klik Add new question lalu pilih Welcome Screen. Ketikkan judul cover survey Anda.Create New typeform Typeform(1)
  • Harap diingat, bahwa cover ini bisa diedit lebih lanjut misalnya dengan menambahkan foto dan juga tombol call to action.
  • Selanjutnya, buat pertanyaan pertama. Sama, klik Add new question dan pilih multiple choice.
  • Buat pertanyaa dan juga pilihan jawabannya.

Create New typeform Typeform(2)

  • Ulangi sampai Anda merasa cukup.
  • Apabila semua pertanyaan sudah ditambahkan, sekarang saatnya membagikan survey. Klik saja tombol Share di bagian kanan atas editor.

Share New typeform Typeform

  • Tautan itulah yang harus Anda bagikan ke target konsumen atau audiens.

Semoga tutorial ini dapat diikuti, selamat mencoba!

Sumber gambar header Aislelabs.

Laporan LD FEB UI: Tahun 2018 Mitra Gojek Berkontribusi 44 Triliun Rupiah untuk Perekonomian Indonesia

Berawal dari layanan ride-hailing, Gojek kini bertransformasi menjadi aplikasi untuk pembayaran, pengiriman barang hingga pemesanan berbagai kebutuhan. Bukan hanya mengajak lebih banyak masyarakat mengadopsi teknologi, Gojek juga sudah memudahkan pelaku UKM mempromosikan dan menjual produk secara cepat dan lebih mudah.

Untuk melihat peranan dan efek yang ditimbulkan oleh Gojek kepada mitra hingga pelaku UKM di Indonesia, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memaparkan hasil riset terbarunya yang bertajuk “Dampak Gojek terhadap Perekonomian Indonesia pada Tahun 2018”. Hasil Riset LD FEB UI ini menemukan kontribusi mitra Gojek dari empat layanan, yaitu layanan Go-Ride, Go-Car, dan Go-Food kepada perekonomian Indonesia mencapai 44,2 triliun Rupiah.

“Secara langsung Gojek sudah memudahkan pelaku UKM secara khusus untuk meningkatkan penjualan memanfaatkan aplikasi. Mulai dari pemesanan hingga pembayaran non-tunai,” kata Wakil Kepala LD FEB UI Paksi Walandouw.

Meningkatkan taraf hidup mitra

Survei yang dilakukan oleh LD FEB UI mengacu kepada total sampel sebanyak 6 ribu lebih responden yang terdiri dari 3886 mitra Go-Ride, 1010 mitra Go-Car, 1000 mitra Go-Resto dan 836 gabungan dari mitra Go-Life dan Go-Clean. Wilayah survei yang dilakukan oleh LD FEB UI untuk semua mitra kecuali mitra Go-Life berasal dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Balikpapan, Makassar dan Palembang.

Sebagai layanan yang menjadi pembuka jalan bagi layanan lainnya, Go-Ride telah memberikan kontribusi sebesar 16,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia pada 2018. Untuk mitra yang bergabung rata-rata sebelumnya memiliki penghasilan sekitar 1 juta Rupiah, setelah bergabung menjadi mitra Gojek mengalami peningkatan hingga 6 juta Rupiah. LD FEB UI mencatat penghasilan rata-rata mitra Go-Ride di Jabodetabek adalah 4,9 juta Rupiah. Sementara mereka yang tinggal di luar Jabodetabek 3,8 juta Rupiah.

Hal serupa juga terjadi dengan mitra Go-Car, yang kebanyakan memiliki latar belakang lebih tinggi dari mitra ride-hailing roda dua Gojek. Penghasilan mitra Go-Car berkontribusi 8,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018.

Secara demografi LD FEB UI mencatat, 66% mitra pengemudi berusia 21-40 tahun. Sebanyak 71% mitra pengemudi memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah, 43% mitra pengemudi sebelumnya pernah bekerja menjadi karyawan swasta dan 90% mitra pengemudi memiliki tanggungan. Setelah bergabung menjadi mitra Gojek, penghasilan rata-rata mereka meningkat menjadi 42%. Sementara pengeluaran rata-rata mitra pengemudi meningkat 32% setelah bergabung menjadi mitra Gojek.

Membantu mitra mengadopsi teknologi

Sementara itu untuk layanan yang saat ini makin digemari oleh pengguna dan terpisah dari aplikasi induk di Gojek yaitu Go-Life, sudah memberikan kontribusi sekitar 1,2 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018. LD FEB UI juga mencatat meskipun masih terbatas di beberapa wilayah, Go-Life juga didominasi oleh mitra yang 95% berasal dari kalangan perempuan, sangat relevan dengan beberapa layanan yang ditawarkan oleh Go-Life.

Setelah bergabung menjadi mitra Go-Life LD FEB UI mencatat, penghasilan rata-rata meningkat menjadi 72%. Sementara pengeluaran mitra meningkat 19% setelah bergabung menjadi mitra Go-Life. Omzet mitra UKM Go-Food berkontribusi 18 triliun RUpiah per tahun. Para mitra yang bergabung bisa mendapatkan keuntungan sekitar 15 juta Rupiah.

Yang menjadi fokus utama dari LD FEB UI adalah bagaimana Gojek sudah membantu pelaku UKM khususnya industri kuliner untuk memasarkan, mempromosikan hingga melakukan transaksi secara online. Bukan hanya menambah jumlah pelanggan lebih luas lagi jangkauannya, Gojek juga sudah mengajarkan pelaku UKM dan pengguna untuk melakukan transaksi secara non-tunai.

Sebanyak 75% responden UKM juga telah menerapkan pembayaran non-tunai setelah menjadi mitra dari Go-Food. Sementara itu 93% mitra UKM langsung go online dengan alasan menjadi mitra dari Go-Food. LD FEB UI juga mencatat, 72% mitra UKM klasifikasi “usaha mikro” dengan omzet 300 juta Rupiah per tahun.

Teknologi dinilai telah membantu pelaku UKM membuka jaringan dan menambah jumlah pelanggan. LD FEB UI mencatat 90% mitra bergabung dengan Go-Food untuk meningkatkan pemasaran, 78,5% mitra bergabung untuk mengadopsi perkembangan teknologi.

Application Information Will Show Up Here

OpenSignal Report: 4G Is Yet to Stable

OpenSignal, a company engaged in the analysis of mobile user experience, issued a report on the 4G network. It highlights the 4G network performance which are considered to be less consistent and talks about 5G network to be the solution.

From 77 countries observed, the download speed ranged from 31.2 Mbps and 5.8 Mbps. As the best / fastest time is at night. The jammed 4G network makes 5G network increasingly on demand.

Indonesia, listed at the bottom of the average internet speed through 4G. At busy hours (18.00-21.00), Indonesia’s 4G internet speed is at 5.7 Mbps. While the fastest is at (00.00 – 04.00) the speed is 18.5 Mbps.

In OpenSignal report, this number is only one level up from Thailand with 6 Mbps at busy hours and the fastest is at 11.7 Mbps; India with 3.7 Mbps at busy hours and the fastest is at 14.6 Mbps; and Algeria with 2.6 Mbps at busy hours and the fastest 16.4 Mbps.

OpenSignal

In the top three, there are South Korea, Singapore, and Norway, with the average of 40 Mbps at busy hours and 54 Mbps the fastest.

OpenSignal highlighted the speed difference phenomenon between busy / peak hours and off-peak hours

The use of 5G is not only expected to provide speed to 4G, but also a strong foundation for capacity and solving consistency problem.

OpenSignal will also underlined the speed inconsistency of 4G to have impact on the future app innovation, such as augmented reality and so on.

The 5G network is said to be able to increase network capabilities to support more users and simultaneus (streaming) data at high speed. For example, using high-definition quality streaming.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Laporan OpenSignal: Kecepatan 4G Belum Konsisten

OpenSignal sebuah perusahaan yang bergerak di bidang analisis pengalaman pengguna mobile mengeluarkan sebuah laporan mengenai jaringan 4G. Laporan tersebut menyoroti kinerja jaringan 4G yang dirasa masih kurang konsisiten dan membahas bagaimana jaringan 5G bisa menjadi solusi.

Dari 77 negara yang diteliti, kecepatan unduhan berkisar antara 31,2 Mbps dan 5,8 Mbps. Dengan waktu terbaik/tercepat ketika jam malam. Kemacetan jaringan 4G yang sedang berlangsung ini membuat kebutuhan untuk jaringan 5G semakin disoroti.

Indonesia, termasuk dalam urutan terbawah dalam rata-rata kecepatan internet yang dihasilkan melalui jaringan 4G. Di jam-jam padat (18.00 – 21.00), kecepatan internet 4G di Indonesia berada di angka 5,7 Mbps. Sedangkan di jam-jam cepat (00.00 – 04.00) kecepatan Indonesia berada di angka 18,5 Mbps.

Dalam laporan OpenSignal Angka ini hanya unggul dari Thailand dengan kecepatan di jam-jam padat 6 Mbps dan di jam-jam paling cepat di angka 11, 7 Mbps; India dengan kecepatan di jam-jam padat 3,7 Mbps dan di jam-jam paling cepat berada di angka 14, 6 Mbps; dan Aljazair dengan kecepatan di jam-jam padat 2,6 Mbps dan di jam-jam paling cepat berada di angka 16,4 Mbps.

Grafik OpenSignal

Sementara untuk tiga teratas diisi Korea Selatan, Singapura, dan Norwegia, yang rasio di jam padat dan jam-jam paling cepat berkisar di angka 40 Mbps dan 54 Mbps.

OpenSignal menyoroti fenomena perbedaan kecepatan antara jam sibuk/padat dengan jam-jam lengang. Bahkan untuk dua negara tercepat sekalipun, Korea Selatan dan Singapura, terjadi penurunan kecepatan hingga 13 Mbps. Indikasi bahwa kecepatan jaringan mobile 4G masih belum konsisten dan bergantung pada kapasistas jaringan. Masalah ini yang diharapkan bisa diselesaikan oleh jaringan 5G.

Pemanfaatan jaringan 5G tidak hanya diharapkan mampu memberikan kecepatan yang lebih dibanding 4G, tetapi juga landasan yang kuat untuk kapasitas dan menyelesaikan masalah konsistensi jaringan 4G yang ditemui.

OpenSignal juga menggarisbawahi bahwa kecepatan yang tidak konsisten pada jaringan 4G akan berdampak pada inovasi aplikasi yang akan datang, seperti augmented reality dan semacamnya.

Jaringan 5G juga disebut akan mampu meningkatkan kemampuan jaringan untuk mendukung lebih banyak pengguna dan data simultan (streaming) dengan kecepatan tinggi. Seperti penggunaan streaming dengan kualitas high-definition.

nPerf Survey: Telkomsel as 2018’s Best Internet Provider, Indosat Ooredoo Ends Up at the Bottom Line

nPerf is a France-based company engaged in the internet quality assurance. They recently released a “Barometer of Mobile Internet Connection in Indonesia” report, assuring the quality of six mobile internet provider. In the report, nPerf appointed Telkomsel as 2018’s best internet provider. Followed by XL, Smartfren, Bolt (calculated before Bolt termination), 3 Tri, and Indosat Ooredoo.

The result is based on 636.757 trials of speed, streaming, and browsing. In addition, assurance aspects, including ratio, success ratio, download bitrate, upload bitrate, latency, browsing, and YouTube streaming.

Telkomsel is not the leading of all aspects. Only the bitrate upload and browsing ability make it to number one.

On the other hand, XL Axiata become a serious competitor to all mobile internet providers in Indonesia. XL Axiata is just slightly under Telkomsel on the second position.

In terms of success rate, XL has 69,32% and Telkomsel is at 64,33%. XL surpasses Telkomsel in YouTube streaming aspect.

Smartfren in general is leading the success ratio with 69,43% and download bitrate at 14,77 Mb/s; beats Telkomsel (8.06 Mb/s) and XL Axiata (6.68 Mb/s).

However, 3 Tri and Indosat are far way down at the second last. Download bitrate and upload bitrate in particular. 3 Tri only needs to increase the average of download bitrate for 3.15 Mb/s and upload bitrate 3.44 Mb/s. Indosat, by 6.97 Mb/s download bitrate and 1.19 Mb/s upload bitrate.

survey

Bolt and Smartfren are best for 4G connection in 2018

nPerf, aside from highlighting overall results on all types of networks, also conducted a survey at 266,446 4G terminal points in Indonesia for mobile internet provider assurance. As a result, Smartfren and Bolt won this round. Far beyond other providers.

In terms of success ratio using 4G, Bolt is at 99.98% and Smartfren is at 99.88%. Other providers, such as Telkomsel (66.83%), XL Axiata (72.93%), 3 Tri (59.82%), and Indosat Ooredoo (48,14%).

ratio

nPerf also highlights some provider with limited speed for incentive use, such as video streaming in high definition.

“When seeing the download speed, most cellular operators provide limited speeds for intensive use, such as video streaming in high definition. Only Smarfren provides download speeds that are sufficient for intensive use,” nPerf wrote on its report.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Survei nPerf: Telkomsel Penyedia Mobile Internet Terbaik 2018, Indosat Ooredoo di Urutan Terbawah

nPerf merupakan perusahaan asal Perancis yang bergerak dalam bidang pengukuran kualitas koneksi internet. Baru-baru ini mereka merilis laporan bertajuk “Barometer of Mobile Internet Connection in Indonesia”, mengukur performa enam penyedia mobile internet. Di laporan itu nPerf menasbihkan Telkomsel sebagai penyedia terbaik tahun 2018. Diikuti XL, Smartfren, Bolt (diukur sebelum Bolt ditutup), 3 Tri, dan Indosat Ooredoo.

Hasil tersebut didasarkan 636.757 kali pengujian, termasuk tes kecepatan, tes streaming, dan tes browsing. Selain itu aspek-aspek pengukuran termasuk rasio koneksi sukses, download bitrate, upload bitrate, latensi, dan kemampuan browsing maupun streaming Youtube.

Telkomsel tidak unggul di semua aspek. Hanya upload bitrate dan kemampuan browsing yang menjadi nomor satu.

Sementara itu XL Axiata menjadi penantang serius bagi seluruh provider mobile internet di Indonesia. Meski menempati nomor dua, XL Axiata secara keseluruhan memiliki selisih tipis dengan Telkomsel.

Misalnya untuk rasio koneksi berhasil, XL memiliki persentase sebesar 69,32% sementara Telkomsel berada di angka 64,33%. XL bahkan mengungguli Telkomsel dalam aspek kemampuan streaming Youtube.

Smartfren secara umum unggul dalam rasio sukses dengan 69,43% dan download bitrate 14,77 Mb/s; mengungguli Telkomsel (8,06 Mb/s) dan XL Axiata (6.68 Mb/s)

Sementara itu 3 Tri dan Indosat yang dalam survei ini tenggelam di urutan dua terbawah jauh tertinggal dari para pesaingnya. Terutama untuk aspek download bitrate dan upload bitrate. 3 Tri hanya membubuhkan rata-rata download bitrate sebesar 3.15 Mb/s dan upload bitrate 3.44 Mb/s. Sementara Indosat dengan rata-rata download bitrate 6.97 Mb/s dan upload bitrate 1.19 Mb/s.

Laporan nPerf

Bolt dan Smartfren terbaik untuk koneksi 4G di tahun 2018

nPerf selain menyoroti hasil secara keseluruhan di semua jenis jaringan juga melakukan survei di 266.446 titik 4G terminal untuk menguji kemampuan provider mobile internet di Indonesia. Hasilnya, Smartfren dan Bolt menjadi juara. Cukup jauh mengungguli provider lainnya.

Untuk rasio koneksi sukses menggunakan jaringan 4G Bolt mendapatkan angka 99,98% dan Smartfren berada di angka 99,88%. Sedangkan provider lainnya, Telkomsel (66,83%), XL Axiata (72,93%), 3 Tri (59,825), dan Indosat Ooredoo (48,14%).

Laporan nPerf rasio 4G / nPerf

nPerf juga menyoroti beberapa provider memberikan kecepatan yang terbatas untuk penggunaan yang insentif, seperti streaming video dalam format high definition.

“Ketika kita melihat kecepatan pengunduhan, kami melihat bahwa sebagian besar operator seluler memberikan kecepatan yang terbatas untuk penggunaan intensif seperti streaming video dalam (resolusi) high definition. Hanya Smarfren yang memberikan kecepatan unduhan yang cukup untuk penggunaan intensif,” tulis pihak nPerf dalam laporannya.

Asia Pacific Becomes an Important Market for Google Play’s App Ecosystem

Google Play becomes one of the largest app markets in the world, thanks to the increasing popularity of Android platform in the last five years. The data analysis company, AppAnnie issued a special report welcoming Google Play’s 10 years anniversary. It says, Asia Pacific currently plays and important role in the app ecosystem development.

Looking at Google Play’s download and consumer spend growth from 2012, AppAnnie records a significant improvement, the highest in 2015 and 2017. It’s nearly doubled up. At the end of 2018, Google Play’s consumer spend is predicted to increase by $27 billion, consistently increased by year.

Asia Pacific is the most important region of this increase. Since 2015, they’ve contributed 51% of Google’s total consumer spend. In 2017, the Asia Pacific has injected more than $11 billion of Google Play’s $22 billion revenue, in comparison with $10.1 billion of game category and $0.9 billion app category.

In terms of download, during its operation, India, US, and Brazil are the top three with 6 billion, 55.1 billion, and 25.2 billion downloads. Indonesia is in the fifth rank with 14.6 billion total download.

APAC

Asia Pacific acts as a developer

Asia Pacific, besides being the biggest regional contributor for download and consumer spend, also included in the list of most used app developers. It’s like Puzzle & Dragon (Gungo Online Entertainment) and Monster Strike (mixi) from Japan as the current highest consumer spend game.

In the list of top ten, there are some games, such as Fate / Grand Order (Sony/Japan), Lineage M (NCSOFT / South Korea), Lineage 2 Revolution (Netmarble/South Korea), and Clash of Kings (Elex Technology/China).

It applies to the app category with the highest consumer spend. On the list of top 10 apps, 6 are from Asia Pacific. Those are LINE (Japan), LINE Manga (Japan), KakaoTalk (South Korea), LINE PLAY (Japan), BIGO LIVE (Singapore), and Pokecolo (Japan).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian