Tidak Umum, Casing PC Perdana Teenage Engineering Harus Dirakit Secara Manual Layaknya Produk Ikea

Mengawali kiprahnya sebagai produsen synthesizer, Teenage Engineering kini justru lebih dikenal akan produk-produknya yang berdesain unik. Tidak terkecuali casing PC pertamanya yang bernama Computer-1 berikut ini; wujudnya betul-betul kontras dengan kebanyakan casing PC lain yang ada di pasaran.

Casing PC ini kecil, dengan dimensi cuma 170 x 190 x 322 mm. Ia hanya mampu menampung motherboard tipe mini-ITX, serta kartu grafis dengan panjang tidak lebih dari 180 mm. Pada dasarnya, Anda cuma bisa menjejalkan kartu grafis single-fan pada casing Ini.

Layout-nya terbilang agak aneh, dengan kartu grafis yang diposisikan di atas, yang rentan terhadap hawa panas dari komponen-komponen di bawahnya. Untuk CPU cooler-nya, pastikan Anda memakai yang tingginya tidak lebih dari 120 mm. Di bagian dasarnya, kita bisa menjumpai kolong untuk power supply unit (PSU) tipe SFX.

Namun bagian yang paling membuat mengernyitkan dahi justru adalah packaging-nya. Ketimbang dikemas dalam posisi sudah siap digunakan, casing ini justru dikemas dalam bentuk flat pack layaknya kebanyakan produk Ikea, yang berarti pengguna wajib merakitnya terlebih dulu. Kebetulan, kedua perusahaan memang sama-sama bermarkas di Swedia.

Proses perakitannya pun tidak sesimpel yang dibayangkan, sebab ada beberapa bagian yang harus pengguna tekuk secara manual (ditandai oleh garis bantu). Meskipun Teenage Engineering menyertakan instruksi lengkapnya, tentu masih ada risiko salah tekuk yang dapat terjadi tanpa disengaja.

Bahan yang digunakan sendiri adalah aluminium setebal 1 mm dengan cat powder coating. Warna oranye terangnya bisa dibilang merupakan identitas brand Teenage Engineering itu sendiri, sebab mereka memang tidak pernah malu-malu soal warna. Sepasang handle di bagian atasnya pasti akan langsung mengingatkan sebagian dari kita terhadap Apple Mac Pro, terlepas dari perbedaan ukuran yang drastis di antara kedua perangkat.

Tidak bisa dimungkiri, Teenage Engineering Computer-1 adalah casing yang lebih mementingkan faktor estetika ketimbang fungsionalitas. Namun itu tidak mencegah konsumen menyerbu perangkat ini hingga stoknya langsung habis. Padahal, harganya relatif mahal di $195.

Sumber: The Verge.

Nothing Ear (1) Adalah TWS Premium Seharga $99 dari Mantan Bos OnePlus

Nothing, perusahaan anyar yang didirikan oleh mantan bos OnePlus, Carl Pei, baru saja meluncurkan produk perdananya, yakni sebuah TWS premium bernama Nothing Ear (1). Perangkat ini rencananya bakal dipasarkan mulai 17 Agustus mendatang dengan banderol $99.

Harga tersebut termasuk cukup terjangkau jika melihat fitur-fitur yang ditawarkan. Apa yang biasa kita jumpai di TWS premium juga hadir di sini, mulai dari active noise cancellation (ANC) dan ambient mode, kendali gesture yang customizable, sertifikasi ketahanan air IPX4, sampai charging case yang dapat diisi ulang secara wireless.

Secara estetika, Ear (1) juga bakal tampil mencolok di antara banyak TWS lain berkat desain tangkainya yang transparan, yang memungkinkan pengguna untuk melihat sebagian jeroannya. Indikator kiri dan kanannya diwakili oleh lingkaran dengan warna yang berbeda; merah untuk sebelah kanan, dan putih untuk sebelah kiri.

Masing-masing earpiece-nya ditenagai oleh driver berdiameter 11,6 mm yang telah di-tune oleh produsen synthesizer asal Swedia, Teenage Engineering. Fun fact, meski lahir di Tiongkok, Carl Pei sebenarnya merupakan seseorang berkebangsaan Swedia. Selain berkontribusi terhadap hardware, Teenage Engineering juga disebut punya peranan dalam optimasi software Ear (1).

Meski mengusung driver yang cukup besar, Ear (1) masih termasuk ringan dengan bobot tiap earpiece cuma 4,7 gram. Perangkat mengandalkan konektivitas Bluetooth 5.2, lengkap dengan dukungan teknologi Google Fast Pair. Fitur in-ear detection juga tersedia, sehingga audio akan otomatis dihentikan ketika perangkat dilepas dari telinga, lalu kembali diputar ketika perangkat dikenakan.

Urusan baterai, Ear (1) diklaim mampu beroperasi selama 5,7 jam nonstop, atau total 34 jam jika disandingkan bersama charging case-nya, tapi ini dalam posisi ANC-nya dimatikan. Kalau dinyalakan, maka daya tahan baterainya turun menjadi 4 jam, atau 24 jam bersama case-nya.

Nothing Ear (1) kabarnya akan dijual di 45 negara, dan semestinya Indonesia termasuk salah satunya kalau melihat daftar negara yang tercantum dalam country selector di situs Nothing. Sebelum pemasaran resminya dimulai, Nothing bakal lebih dulu membuka penjualan secara terbatas di situsnya pada tanggal 31 Juli 2021.

Entah kebetulan atau tidak, OnePlus baru-baru ini juga meluncurkan TWS premium yang dibekali ANC bernama OnePlus Buds Pro.

Sumber: The Verge dan PR Newswire.

Teenage Engineering OB-4 Adalah Speaker Bluetooth, Radio, dan Mesin Remix Jadi Satu

Produsen synthesizer kenamaan asal Swedia, Teenage Engineering, belum lama ini memperkenalkan sebuah speaker Bluetooth yang sangat menarik bernama OB-4. Begitu menariknya, mereka tidak segan menjulukinya dengan istilah “The Magic Radio”.

Radio? Ya, perangkat ini bisa memutar radio FM di samping memutar musik via Bluetooth. Namun yang istimewa adalah bagaimana ia juga bisa merangkap peran sebagai mesin remix: apapun yang sedang ia putar bakal selalu direkam dengan durasi maksimum sampai dua jam ke belakang, dan pengguna bebas memanipulasi hasil rekamannya tersebut melalui piringan kecil yang terletak di samping kenop volumenya.

Jadi entah itu siaran radio atau lagu yang di-stream dari Spotify, semua pada dasarnya bisa di-remix menggunakan piringan mini di pelat bagian atasnya tersebut. Dari yang sesimpel me-rewind, sampai yang sedikit lebih kompleks seperti teknik time stretching, semua tergantung bagaimana Anda menggerakkan piringannya dengan jari.

OB-4 juga menawarkan sejumlah fitur eksperimental yang disajikan lewat mode bernama “Disk Mode”. Sejauh ini sudah ada tiga fitur, yakni Karma yang akan memutar sejenis mantra-mantra bernuansa psychedelic, kemudian Ambient yang memutar semacam musik meditatif tapi yang sebenarnya berasal dari siaran radio, dan terakhir Metronome yang bisa dijadikan acuan tempo. Ke depannya, Teenage Engineering berniat untuk terus menambahkan fitur-fitur baru pada Disk Mode ini.

Selebihnya, OB-4 tidak ubahnya sebuah speaker premium dengan sepasang woofer dan sepasang tweeter, plus dua amplifier Class-D yang masing-masing memiliki output 38 W. Bobot perangkat tergolong berat di angka 1,7 kg, tapi seperti yang bisa kita lihat, ada sebuah handle pada bagian atasnya. Menariknya, handle ini juga bisa dijadikan penyangga selagi speaker-nya dimiringkan.

Keberadaan handle juga mengindikasikan sifat perangkat yang portable. Benar saja, OB-4 mengemas baterai berkapasitas 5.000 mAh yang diklaim bisa memutar radio secara nonstop sampai 72 jam, atau memutar musik via Bluetooth sampai 40 jam. Untuk keperluan berpesta dengan volume yang harus mentok, ia sanggup beroperasi hingga 8 jam.

Teenage Engineering OB-4 bukanlah barang murah. Ia dijajakan seharga $599, dan malah ada varian lain yang berwarna merah dengan finish glossy yang dijual seharga $649. Jelas sekali ini merupakan produk untuk kalangan enthusiast, namun tidak bisa dipungkiri ide untuk me-remix siaran radio pastinya sangat menggugah rasa penasaran.

Sumber: Engadget.

Playdate Adalah Handheld Console Unik dengan Tuas Putar Sebagai Salah Satu Input Kontrolnya

Posisikan Anda sebagai developer yang sudah menciptakan software demi software selama lebih dari 20 tahun. Di saat titik kebosanan sudah tercapai, apa yang bakal Anda lakukan? Terus mengerjakan hal yang sama, atau keluar dari zona nyaman dan menekuni bidang baru?

Buat Panic, jawabannya adalah yang kedua. Setelah puluhan tahun berkutat dengan software, Panic memutuskan untuk terjun ke bidang hardware, dan produk pertamanya benar-benar di luar kejutan: sebuah handheld console ala Game Boy bernama Playdate.

Ini sebenarnya bukan pertama kalinya Panic mencelupkan kaki ke ranah gaming. Di tahun 2016, mereka sempat mencuri perhatian dengan membantu menerbitkan salah satu game indie terfavorit banyak orang, Firewatch. Namun sebatas menjadi publisher rupanya kurang bisa memuaskan hasrat mereka sendiri untuk berinovasi. Itulah mengapa mereka beralih ke hardware.

Playdate

Melihat wujud Playdate, saya langsung teringat dengan Nintendo Game Boy. Bentuknya hampir mengotak sempurna, dengan panjang sisi 74 x 76 mm, dan ketebalan 9 mm. Separuh wajahnya dihuni oleh layar 2,7 inci beresolusi 400 x 240 pixel. Layarnya unik, hitam-putih tanpa backlight, akan tetapi grafik yang ditampilkan dijamin begitu tajam dan bersih, apalagi mengingat layarnya ini begitu reflektif.

Beralih ke kontrol, Anda bisa melihat tombol D-Pad empat arah dan tombol A B di sana. Namun Playdate masih menyimpan kejutan lain di sisi kanannya, yaitu sebuah tuas atau pedal yang dapat diputar. Bukan, tuas putar ini bukan untuk menyuplai daya perangkat, tapi benar-benar berguna sebagai salah satu input kontrol.

Tuas ini adalah ide cemerlang dari Teenage Engineering, produsen synth asal Swedia yang memang sangat piawai perihal desain produk. Panic cukup beruntung bisa mendapat mitra sekelas Teenage Engineering dalam mendesain Playdate.

Kegunaan tuas ini diilustrasikan lewat salah satu game Playdate yang berjudul Crankin’s Time Travel Adventure. Di game itu, baik tombol D-Pad maupun tombol B A sama sekali tidak berguna; pemain akan mengontrol jalannya waktu (maju atau mundur) secara eksklusif menggunakan tuas putarnya.

Kreator game ini juga bukan sosok yang sembarangan, melainkan Keita Takahashi, sang pencipta game Katamari Damacy. Pada kenyataannya, Panic telah mengajak sejumlah developer game indie ternama untuk menciptakan game eksklusif buat Playdate.

Playdate

Juga menarik adalah bagaimana Playdate bakal menyajikan koleksi game-nya. Bukan melalui online store tersendiri, melainkan lewat update yang datang setiap seminggu sekali secara cuma-cuma. Total ada 12 game yang sudah disiapkan untuk awal peluncuran Playdate, dan 12 game itu akan dikirim satu per satu ke konsumen setiap minggunya.

Ini berarti konsumen tidak akan tahu game baru apa yang menantinya setiap minggunya. Usai game-nya diunduh, konsumen bebas memainkannya kapan saja, yang berarti di minggu ke-12, sudah ada 12 game Playdate yang dapat dimainkan kapan saja. Ini semua tidak akan mungkin terwujud tanpa sistem operasi Playdate OS bikinan Panic sendiri.

Bicara soal update, berarti Playdate harus tersambung internet. Benar, Panic telah membekalinya dengan Wi-Fi, Bluetooth, USB-C maupun headphone jack. Wujudnya boleh retro, akan tetapi secara keseluruhan Playdate tetap merupakan handheld console modern.

Saya pribadi sangat tertarik dengan Playdate, dan salah satu alasan utamanya adalah kontrol menggunakan tuas putar itu tadi. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Panic bakal memasarkan Playdate mulai awal 2020. Harganya cukup terjangkau: $149, sudah termasuk 12 game yang akan dirilis setiap minggunya itu. Sayang sekali Panic masih belum bisa memastikan negara mana saja yang bakal kebagian jatah Playdate.

Sumber: Panic via The Verge.

Teenage Engineering Luncurkan Dua Synth Mungil Baru dengan Integrasi Mikrofon

Tiga tahun lalu, Teenage Engineering mencoba mengubah pandangan bahwa synthesizer selalu besar dan mahal, dan alternatifnya yang lebih ekonomis hanyalah aplikasi mobile. Ketika itu, pabrikan asal Swedia tersebut memperkenalkan Pocket Operator, seperangkat synthesizer mungil yang masing-masing berpenampilan seperti kalkulator kecil.

Dua tahun setelahnya, mereka mencoba menyempurnakan Pocket Operator lewat sebuah model baru. Model bernama PO-32 Tonic itu istimewa karena, untuk pertama kalinya, perangkat bisa diisi dengan preset suara baru dari komputer lewat bantuan software Microtonic, dan secara wireless pula.

Tahun ini, Pocket Operator kedatangan dua anggota baru lain: PO-33 KO! dan PO-35 Speak. Keduanya membawa pembaruan yang tidak kalah signifikan, yakni integrasi mikrofon di samping kemampuan menambahkan preset suara secara wireless itu tadi. Ketika suara pengguna dan objek di sekitar turut dilibatkan, potensinya jadi jauh lebih tidak terbatas lagi.

Desain keduanya masih sama persis seperti model Pocket Operator lain, namun tentu saja dengan satu tombol yang berfungsi untuk merekam. Pada PO-35 Speak, pengguna dapat membubuhkan efek yang bervariasi setelah merekam suaranya, semisal menambahkan distorsi atau efek robot, sebelum akhirnya disatukan dengan kreasi dari Pocket Operator yang lain.

Total ada 8 efek dan 8 karakter suara yang berbeda pada PO-35 Speak, dan memory internal miliknya sanggup menyimpan rekaman hingga 120 detik. Untuk PO-33 KO!, model ini sejatinya merupakan sebuah sampler yang lebih generik, di mana pengguna bisa merekam suara apa saja yang ada di sekitar, lalu menyatukannya dengan sejumlah preset drum yang tersedia.

Kapasitas memory-nya memang lebih kecil (40 detik), akan tetapi total ada 16 variasi efek yang bisa disematkan dengan masing-masing tombol berlabel angkanya. Kalau semua ini terdengar membingungkan, coba tonton semua video yang di-embed di artikel ini untuk melihat seberapa asyik memainkan koleksi synth mungil ini.

Dibandingkan model Pocket Operator yang lain, PO-33 KO! dan PO-35 Speak masing-masing dibanderol sedikit lebih mahal, tepatnya $89. Kendati demikian, fleksibilitasnya juga jauh lebih superior dan bisa membuat penggunanya sejenak lupa bahwa semua ini datang dari perangkat sekecil kalkulator.

Sumber: The Verge.

Ikea Pamerkan Hasil Kolaborasinya dengan Teenage Engineering

Di tahun 2019 nanti, kita bakal melihat hasil kolaborasi antara Ikea dan Sonos. Nama besar Sonos mengindikasikan keseriusan Ikea di ranah audio, dan ini semakin didukung oleh kerja sama Ikea dengan pihak lain yang tak kalah tenar di bidang ini, yakni Teenage Engineering.

Sama-sama bermarkas di Swedia, Teenage Engineering selama ini dikenal akan produk-produknya yang inovatif sekaligus berdesain apik. Salah satu yang paling populer adalah Pocket Operator, yang pada dasarnya merupakan synthesizer seukuran dompet. Kemudian ada pula Raven H, sebuah smart speaker dengan desain amat eksentrik.

Setahun yang lalu, Ikea dan Teenage Engineering memutuskan untuk bekerja sama. Keduanya bakal melahirkan lini produk baru bernama Ikea FREKVENS (berarti “frekuensi”), yang terdiri dari sederet perangkat yang dibutuhkan untuk memeriahkan pesta. Bukan cuma speaker, perangkat yang dimaksud juga mencakup lampu LED maupun turntable.

Prototipe awal Ikea FREKVENS, tampak sebuah turntable dan beberapa Pocket Operator / Ikea
Prototipe awal Ikea FREKVENS, tampak sebuah turntable dan beberapa Pocket Operator / Ikea

Ikea tidak sekadar membual. Baru-baru ini, mereka memamerkan prototipe final hasil kerja samanya dengan Teenage Engineering melalui Instagram. Di foto tersebut, kita bisa melihat speaker dalam sejumlah bentuk dan warna, LED box, serta lampu sorot portable yang bagian depannya bisa dipasangi semacam filter untuk menghasilkan efek pencahayaan yang bervariasi.

Ikea memang belum memberikan rincian yang mendetail soal produk-produk apa saja yang tergabung dalam lini FREKVENS, tapi mereka secara eksplisit bilang bahwa ini merupakan prototipe finalnya. Produk lainnya yang dijanjikan, seperti turntable, masih belum kelihatan, dan tampaknya kita masih harus menunggu sampai jadwal rilis resminya di bulan Februari 2019 tiba.

Sumber: Engadget.

Bekerja Sama dengan Teenage Engineering, Baidu Luncurkan Smart Speaker Berdesain Unik

Tidak mengejutkan bagi perusahaan seperti Baidu – yang memang serius mengembangkan teknologi AI – untuk terjun ke persaingan pasar smart speaker. Di Tiongkok sendiri, Alibaba sebelumnya sudah mengawali persaingan di kategori ini lewat Tmall Genie, yang dari bentuknya saja sudah kelihatan bahwa perangkat tersebut mengambil Amazon Echo dkk sebagai sumber inspirasinya.

Namun Baidu memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Dalam mendesain smart speaker-nya, mereka menggandeng Teenage Engineering, pabrikan asal Swedia yang dikenal lewat produk-produk eksentriknya, macam synthesizer Pocket Operator. Hasilnya adalah Raven H, yang sepintas lebih cocok dijadikan dekorasi ruangan dengan penampilan warna-warninya.

Baidu Raven H

Raven H melupakan gaya desain silindris atau membulat yang selama ini diadopsi hampir semua smart speaker lain. Panel teratasnya yang berlubang-lubang sebenarnya merupakan panel LED interaktif sekaligus panel kontrol berbasis sentuh, yang dapat dilepas dan dijadikan remote control jika perlu.

Di bawahnya, sederet speaker, mikrofon dan baterai menegaskan perannya sebagai perangkat audio portable. Perangkat ini menjalankan sistem DuerOS besutan Baidu sendiri, dan fungsi yang ditawarkan kurang lebih sama seperti smart speaker lain di pasaran. Nama Raven sendiri berasal dari startup AI bernama Raven Tech yang sebelumnya sudah diakuisisi oleh Baidu.

Raven R / Teenage Engineering
Raven R / Teenage Engineering

Sayangnya, seperti yang sudah bisa kita duga, Raven H hanya akan dipasarkan di Tiongkok saja, dengan banderol harga 1.699 yuan, atau sekitar 3,5 juta rupiah. Di saat yang sama, Baidu juga memperkenalkan smart speaker lain bernama Raven R, yang juga didesain bersama Teenage Engineering.

Raven R turut mengemas panel sentuh dan panel LED interaktif, tapi yang membedakannya dari Raven H adalah sebuah lengan robotik yang bisa berdansa mengikuti irama musik jika perlu, dan untuk sekarang ia masih berwujud prototipe ketimbang produk final.

Sumber: The Verge.

PO-32 Tonic Adalah Drum Machine Mini dengan Preset Suara Tak Terbatas

Masih ingat dengan Pocket Operator, trio synthesizer seukuran dompet yang sepintas tampak seperti sebuah kalkulator? Pihak pengembangnya, Teenage Engineering, punya model baru untuk tahun 2017 ini. Namanya PO-32 Tonic, dan ia merupakan sebuah drum machine yang cukup istimewa.

Keistimewaannya terletak pada kemampuannya untuk mentransfer dan menerima efek suara tanpa bantuan kabel sama sekali. Sebagai gantinya, data dikirim via mikrofon, mirip seperti cara kerja modem. Jadi ketika Anda dan teman Anda sama-sama punya PO-32, cukup dekatkan kedua perangkat untuk saling berbagi efek suara.

Cukup dekatkan dua PO-32 Tonic untuk saling berbagi efek suara secara mudah / Teenage Engineering
Cukup dekatkan dua PO-32 Tonic untuk saling berbagi efek suara secara mudah / Teenage Engineering

PO-32 mengemas 16 preset suara, tapi pengguna dapat mengkustomisasinya secara mendalam dengan bantuan software bernama MicroTonic, sehingga pada dasarnya jumlah preset yang ditawarkan tidak terbatas. Sekali lagi proses ini tidak memerlukan kabel, cukup dekatkan PO-32 ke speaker komputer, maka efek suara baru yang Anda pilih akan ditransfer secara otomatis.

Secara fisik PO-32 cukup identik dengan trio Pocket Operator yang sudah lebih dulu dirilis dua tahun silam. Terdapat sepasang kenop untuk melakukan tweaking, seperti misalnya mengubah pitch atau modulasi suara. PO-32 ditenagai oleh sepasang baterai AAA di belakang, dengan daya tahan sekitar 1 bulan pemakaian.

Teenage Engineering juga akan menawarkan sebuah case opsional untuk PO-32 Tonic / Teenage Engineering
Teenage Engineering juga akan menawarkan sebuah case opsional untuk PO-32 Tonic / Teenage Engineering

PO-32 Tonic rencananya akan dipasarkan mulai bulan April mendatang seharga $90. Namun Teenage Engineering juga akan membundelnya dengan software MicroTonic seharga $140 mulai bulan Februari ini.

Kalau Anda masih penasaran dengan apa yang bisa dilakukan oleh drum machine mini ini, silakan tonton video demonstrasi dari pencipta MicroTonic, Magnus Lidstrom, di bawah ini. Anda juga bisa melihat bagaimana simpelnya proses transfer data via mikrofon yang ditawarkan perangkat ini.

Sumber: The Verge.

Menjadi Raja Musik Electro bersama Pocket Operator, Synthesizer Seukuran Dompet

Perkembangan musik electro, atau yang kini dikenal dengan nama populer Electronic Dance Music (EDM), tidak pernah luput dari inovasi teknologi. Awalnya hanya dimotori oleh instrumen keyboard dengan sejumlah efek yang dijual amat mahal, kini musik electro dapat diciptakan menggunakan aplikasi synthesizer di perangkat mobile seperti tablet. Continue reading Menjadi Raja Musik Electro bersama Pocket Operator, Synthesizer Seukuran Dompet