Quark VR Demonstrasikan Prototipe HTC Vive Versi Wireless-nya

Masih ingat dengan Quark VR, startup asal Bulgaria yang berambisi menyulap headset HTC Vive menjadi wireless? Meski sedikit terlambat, baru-baru ini mereka merilis sebuah video teaser untuk mendemonstrasikan prototipe buatannya yang digarap bersama Valve.

Dalam video di bawah, tampak CEO sekaligus co-founder Quark VR, Krasi Nikolov, sedang menggunakan HTC Vive tanpa ada kabel yang menyambung ke PC. Pun begitu, Anda pastinya masih bisa melihat seuntai kabel yang menjalar dari belakang kepalanya ke bagian pinggangnya.

Kabel ini menyambungkan Vive dengan prototipe buatan Quark VR, yang pada dasarnya merupakan sebuah komputer single board yang bertindak menjembatani Vive dan PC. Tampak juga sebuah power bank yang menyambung dan menyuplai tenaga ke perangkat berukuran mini tersebut.

Menurut Quark VR, ini semua baru sekadar solusi sementara. Pastinya mereka punya ide yang lebih matang dan lebih elegan ketimbang yang ditunjukkan sekarang. Terlepas dari itu, setidaknya prototipe buatan mereka bisa berfungsi dengan baik.

Namun ini bukan satu-satunya tantangan Quark saat ini. Mereka juga harus berhadapan dengan TPCAST yang malah sudah siap untuk memasarkan produknya yang berfungsi serupa dalam waktu dekat. Namun Quark sepertinya sudah menyiapkan solusinya.

Salah satunya adalah dengan memperluas kompatibilitas. TPCAST hanya mendukung HTC Vive saja, sedangkan Quark VR sedang bersiap untuk mendemonstrasikan produk buatannya dalam skenario multiplayer menggunakan headset yang berbeda. Apakah yang dimaksud itu Oculus Rift? Mungkin, tapi Quark VR sendiri masih bungkam soal itu.

Sejauh ini juga belum ada yang berani memastikan apakah Quark VR berhasil menangani masalah latency. Seperti yang kita tahu, aksesori semacam ini pastinya akan memperburuk problem lag dalam VR, tinggal bagaimana sang developer bisa meminimalkan tambahan latency itu.

Sumber: UploadVR dan Quark VR.

Vive Tracker Ubah Objek Sehari-hari Menjadi Controller VR

Banyak pihak setuju kalau sistem tracking HTC Vive lebih superior ketimbang Oculus Rift, dan HTC sepertinya ingin terus memimpin dalam bidang ini. Dalam dua event sekaligus, yakni MWC dan GDC (Game Developers Conference) 2017, HTC secara resmi meluncurkan sebuah perangkat inovatif bernama Vive Tracker.

Premis yang ditawarkan Vive Tracker adalah Anda bisa memanfaatkan objek sehari-hari sebagai controller VR. Mau itu tongkat baseball, panci atau sarung tangan, selama objek bisa ditempeli Vive Tracker, Anda bisa menggunakannya sebagai controller VR. Singkat cerita, potensi pengaplikasian Vive Tracker begitu luas.

Hal ini turut dibuktikan oleh developer game CloudGate Studio. Dalam game berjudul Island 359 yang mereka kembangkan, mereka berhasil menyuguhkan kontrol pergerakan yang melibatkan satu tubuh secara menyeluruh berkat Vive Tracker. Alhasil, pemain dapat melihat tubuh sekaligus pergerakannya di dalam game secara akurat.

HTC berencana untuk memasarkan Vive Tracker dalam dua tahap. Tahap pertama, dimulai pada 27 Maret mendatang, ditujukan buat kaum developer yang tertarik mengembangkan konten untuk Vive. Tahap kedua adalah penjualan langsung ke konsumen, namun jadwal pastinya di tahun ini masih belum ditetapkan. Harganya sendiri dipatok $100 per unit.

Vive Deluxe Audio Strap / HTC

Selain Vive Tracker, HTC juga merilis Vive Deluxe Audio Strap. Perangkat ini sederhananya merupakan headphone yang dirancang dengan memperhatikan integrasinya dengan headset Vive. HTC sepertinya banyak belajar dari Oculus yang dari awal sudah membundel aksesori semacam ini dengan headset Rift.

HTC akan membuka pre-order untuk Vive Deluxe Audio Strap mulai 2 Mei, dengan harga juga $100.

Sumber: PR Newswire dan Vive.

HTC Akan Luncurkan Mobile VR Headset Tahun Ini

Oculus Rift dan HTC Vive membuka mata publik terkait kapabilitas teknologi virtual reality. Sudah sewajarnya apabila publik kini mendambakan sebuah perangkat yang memungkinkan mereka untuk menikmati konten VR berkualitas di mana saja. Gear VR maupun Daydream View memang sudah tersedia, tapi kita butuh yang lebih superior dari itu selagi mempertahankan aspek portabilitasnya.

Tahun lalu, Oculus sudah mengumumkan bahwa mereka tengah mengembangkan sebuah VR headset bertipe standalone yang dapat digunakan tanpa harus tersambung smartphone maupun PC. Sekarang, giliran HTC yang mengumumkan rencana serupa, berdasarkan paparan CFO HTC, Chia-lin Chang kepada CNET.

Kira-kira sebelum akhir tahun, HTC akan meluncurkan sebuah perangkat mobile VR. Dijelaskan bahwa konsep perangkat ini tidak seperti Gear VR yang mewajibkan pengguna untuk menyelipkan ponsel ke dalam headset. Kemungkinan besar perangkat yang dimaksud adalah standalone VR headset seperti yang sedang dikerjakan Oculus.

Kalau benar, perangkat ini bisa dipastikan bakal menawarkan kapabilitas tracking yang hampir setara HTC Vive, dengan kamera, sensor dan chipset komputasi yang tertanam langsung di headset. Sebelum ini, HTC memang sudah memperkenalkan aksesori yang dapat mengubah Vive menjadi wireless, namun sepertinya perangkat baru ini bakal lebih portable lagi dari itu.

Semua ini baru sebatas spekulasi, terkecuali janji HTC untuk mengungkapnya sebelum akhir tahun. Kita lihat saja nanti siapa yang bisa lebih dulu mencuri perhatian publik dengan VR headset barunya, apakah Oculus atau HTC?

Sumber: UploadVR dan CNET.

Valve Konfirmasi Akan Ada Lebih Banyak VR Headset yang Kompatibel dengan SteamVR

Oculus Rift dan HTC Vive adalah dua pemain terbesar di ranah virtual reality saat ini. Sebagai konsumen, sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya, manakah yang lebih laris di pasaran? Jawabannya malah datang dari founder Epic Games, Tim Sweeney, yang mengklaim Vive terjual lebih banyak dibanding Rift, dengan rasio 2:1.

Tim memang tidak menyebutkan dari mana ia mendapatkan angkanya, akan tetapi alasan yang diungkapkan cukup kuat: Vive mengadopsi platform yang terbuka, dan seringkali open platform selalu menang. Lebih lanjut, Vive juga mengandalkan Steam sebagai medium distribusi kontennya, dan hampir semua gamer PC sudah cukup akrab dengan Steam.

Namun kemenangan Vive tampaknya hanya bersifat sementara, sebab beberapa pabrikan lain dikabarkan juga sedang mengembangkan VR headset yang kompatibel dengan sistem SteamVR Tracking. Kabar ini disampaikan langsung oleh Joe Ludwig, programmer Valve yang menangani SteamVR, dalam rubrik AMA (Ask Me Anything) bersama Gabe Newell selaku founder Valve di Reddit.

Joe mengungkapkan bahwa sudah ada sekitar 500 perusahaan yang mendaftar untuk memanfaatkan teknologi SteamVR Tracking. Sebagian besar mungkin hanya mengembangkan aksesori atau peripheral untuk Vive, namun ternyata beberapa di antaranya ada yang sedang mengerjakan HMD (head-mounted display) buatannya sendiri – meski sejauh ini tidak ada informasi apakah mereka merupakan perusahaan besar atau baru sebatas startup.

Kalau benar, bisa jadi ke depannya bakal ada VR headset dengan spesifikasi dan kemampuan tracking setara HTC Vive, namun dengan harga yang lebih terjangkau. Tentunya ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para VR enthusiast, sekaligus membuka jangkauan pasar virtual reality ke segmen yang lebih luas.

Sumber: Wareable.

Selain Google Pixel, Inilah 4 Smartphone yang Kompatibel dengan VR Headset Daydream View

Lewat Cardboard, Google sejatinya ingin memperkenalkan semua konsumen tanpa terkecuali kepada teknologi virtual reality. Setelah VR jadi cukup dikenal, waktunya menyuguhkan pengalaman VR yang lebih superior, tapi di saat yang sama masih mempertahankan aspek portable dari Cardboard. Demikianlah kira-kira premis di balik lahirnya Daydream View.

Demi menjaga kualitas, Google pun menetapkan sejumlah standar minimum untuk Daydream View. Utamanya, ponsel harus mengemas layar AMOLED, chipset Snapdragon 820, RAM minimum 4 GB, dan yang tidak kalah penting, menjalankan OS Android 7.0 Nougat. Sejauh ini, baru Google Pixel dan Moto Z saja yang memenuhi syarat-syarat tersebut.

Kalau melihat syarat yang ditetapkan, sebenarnya tidak sulit bagi pabrikan smartphone untuk membuat produknya kompatibel. Tantangan terbesar mereka sejatinya hanya mengirimkan update Android 7.0 Nougat, tapi kalau belajar dari pengalaman, vendorvendor ponsel Android memang terbilang lamban dalam merilis update.

VR headset buatan Huawei yang dikategorikan Daydream-ready / Google
VR headset buatan Huawei yang dikategorikan Daydream-ready / Google

Dalam waktu dekat ini, setidaknya akan ada empat smartphone lain yang kompatibel dengan headset Daydream View. Mereka adalah ZTE Axon 7, Asus ZenFone AR, Huawei Mate 9 Pro dan Mate 9 versi Porsche Design.

Khusus untuk Mate 9 Pro dan Porsche Design Mate 9, Huawei ternyata sudah menyisihkan sejumlah waktunya untuk menggarap VR headset Daydream versinya sendiri. Mengikuti standar yang ditetapkan Google, headset ini dapat tetap digunakan dengan nyaman oleh konsumen yang berkacamata, dengan field of view seluas 95 derajat. Tentu saja, akan ada sebuah remote control yang menemaninya.

Ke depannya dipastikan akan ada lebih banyak lagi, apalagi mengingat event Mobile World Congress bakal dihelat tidak lama lagi di akhir Februari. Di sana pastinya akan bermunculan smartphonesmartphone anyar yang sudah menjalankan Android 7.0 dari sejak dirakit di pabriknya masing-masing, dan Google berjanji untuk mencantumkan semua yang kompatibel di sini.

Sumber: Google Blog.

Lenovo Legion Siap Tantang Alienware, Asus ROG dan Lainnya di Ranah Gaming

Setelah bertahun-tahun sukses berjualan laptop, Lenovo akhirnya memutuskan sudah waktunya bagi mereka untuk menyeriusi ranah gaming. Seperti halnya Dell Alienware, HP Omen, Asus ROG dan Acer Predator, Lenovo memilih untuk menggunakan branding baru bernama Legion untuk semua perangkat gaming-nya ke depan.

Dua anggota pertama Lenovo Legion adalah sepasang laptop 15,6 inci, yaitu Y720 dan Y520. Keduanya punya desain tipikal laptop gaming; Y720 yang dibanderol lebih mahal dihiasi oleh backlight RGB pada keyboard-nya, sedangkan Y520 hanya backlight berwarna merah.

Lenovo Legion Y720 / Lenovo
Lenovo Legion Y720 / Lenovo

Soal spesifikasi, keduanya mengusung prosesor Intel generasi ketujuh yang dikenal dengan nama Kaby Lake, dimana varian teratas Y720 mengemas proesor quad-core i7-7700HQ. Di sektor grafik, konsumen bisa memilih opsi tertinggi Nvidia GeForce GTX 1060 untuk Y720, dan GTX 1050 untuk Y520.

Meski ukuran layar keduanya sama persis, Y720 dapat dikonfigurasikan dengan resolusi 4K, sedangkan Y520 hanya mentok di 1080p. Keduanya memang bukan laptop gaming dengan spesifikasi terganas yang ada di pasaran saat ini, namun setidaknya bisa memikat perhatian kalangan gamer mainstream.

Lenovo Legion Y520 / Lenovo
Lenovo Legion Y520 / Lenovo

Baik Y720 dan Y520 juga disebut-sebut sebagai laptop pertama yang membawa dukungan audio Dolby Atmos, dimana suara dalam game akan terdengar sesuai dengan posisi asalnya ketika menggunakan headphone. Pun begitu, sejauh ini belum banyak game yang juga mendukung Dolby Atmos, satu-satunya barulah Overwatch.

Spesifikasinya bukan yang terbaik, desainnya juga bukan yang paling premium, lalu apa yang bisa menjadi daya tarik terkuat dari kedua laptop Lenovo Legion ini? Jawabannya adalah harga, seperti yang bisa kita prediksi dari Lenovo. Y520 akan dilepas lebih dulu pada bulan Februari dengan harga mulai $900, sedangkan Y720 menyusul di bulan April dengan banderol mulai $1.400.

Bersamaan dengan itu, Lenovo juga memanfaatkan panggung CES 2017 untuk mengungkap prototipe VR headset-nya yang dirancang untuk platform Windows Holographic. Headset ini bukan bertipe wireless, namun dimensinya lebih ringkas ketimbang Oculus Rift maupun HTC Vive, dengan bobot berkisar 350 gram pada versi finalnya nanti.

Prototipe VR headset Lenovo untuk platform Windows Holographic / The Verge
Prototipe VR headset Lenovo untuk platform Windows Holographic / The Verge

Walaupun berukuran lebih kecil, VR headset yang belum diberi nama ini mengusung display yang lebih superior, mengandalkan sepasang panel OLED yang masing-masing beresolusi 1440 x 1440 pixel. Sistem tracking secara penuh juga terintegrasi ke dalam headset, sehingga konsumen nantinya tidak perlu mengandalkan aksesori tamabahan seperti kamera eksternal.

Perangkat ini rencananya akan dirilis tahun ini juga, meski belum ada kepastian kapan. Harganya diperkirakan berada di kisaran $300 – $400.

Sumber: 1, 2, 3.

PaperStick Ialah Controller VR Headset yang Tidak Lebih dari Secarik Kertas Biasa

Google Cardboard membuktikan bahwa kita hanya memerlukan sejumlah kertas karton dan sepasang lensa saja untuk bisa menikmati virtual reality. Akan tetapi, VR tidak hanya terbatas pada aspek visual saja, melainkan juga interaksi yang lebih bervariasi dengan bantuan controller. Yang jadi pertanyaan, apakah ini juga bisa diselesaikan dengan selembar kertas karton?

Jangankan karton, kertas biasa saja bisa. Mari berkenalan dengan PaperStick, sebuah controller VR yang terbuat dari secarik kertas. Tidak ada komponen elektronik yang tersembunyi, PaperStick tidak lain dari kertas biasa. Namun Anda mungkin bertanya apa kegunaan sederet teks yang ada di atasnya?

Well, teks ini punya fungsi seperti QR code yang bisa dipindai oleh kamera ponsel. PaperStick bekerja dengan aplikasi bernama Poppist, dimana setelah berhasil di-scan, selembar kertas tersebut akan tampak sebagai sebuah pistol yang bisa menembakkan laser di dalam aplikasi.

Untuk menembak, pengguna cukup mengusapkan jarinya di area yang sudah ditandai pada PaperStick. Gerakan senjata dalam game pun akan mengikuti gerakan tangan pengguna yang tengah menggenggam PaperStick.

Versi kedua PaperStick kurang ergonomis dibanding versi pertamanya, tapi kinerja tracking dalam aplikasi pun jadi lebih akurat / Ko Jong-Min
Versi kedua PaperStick kurang ergonomis dibanding versi pertamanya, tapi kinerja tracking dalam aplikasi pun jadi lebih akurat / Ko Jong-Min

Namun PaperStick tentunya bukan tanpa limitasi. Versi pertamanya dirancang supaya bisa dilipat menjadi segitiga dan mudah digenggam. Namun konsekuensinya, tracking jadi kurang akurat. Versi keduanya di sisi lain jadi kurang ergonomis karena hanya berbentuk lipatan kertas begitu saja. Pun begitu tracking-nya jadi jauh lebih akurat dan responsif.

Kreatornya, seorang developer asal Korea Selatan bernama Ko Jong-Min, memastikan PaperStick bisa dinikmati oleh semua orang dengan mengunduh desainnya dan mencetaknya sendiri di atas kertas A4. Namun perlu dicatat, aplikasi Poppist sendiri harus ditebus seharga Rp 23 ribu dari Play Store.

Ke depannya, bisa dipastikan ada sejumlah pihak yang tertarik untuk mematangkan konsep yang dicanangkan oleh Ko Jong-Min ini, merancang desain PaperStick yang lebih optimal dan mengembangkan lebih banyak aplikasi maupun game yang kompatibel.

Sumber: Fast Company.

Application Information Will Show Up Here

Kompatibel dengan iPhone, Headset Bridge VR Andalkan Fitur Tracking Posisi dan Mixed Reality

Inovasi di bidang virtual reality terus berkembang pesat, bahkan segmen mobile VR pun belakangan juga mendapat perhatian khusus. Lihat saja Leap Motion, yang baru-baru ini mengumumkan sistem hand tracking untuk VR headset berbasis mobile. Sekarang ada sebuah startup bernama Occipital yang bermisi menghadirkan positional tracking dan mixed reality ke segmen mobile.

Mereka memperkenalkan Bridge VR, sebuah VR headset untuk iPhone yang amat istimewa. Istimewa karena ia mengusung fitur tracking posisi seperti yang ditawarkan HTC Vive, namun tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang harus ditempatkan di ruangan.

Bridge VR dapat melakukan tracking posisi secara 3D tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang ditempatkan di dalam ruangan / Occipital
Bridge VR dapat melakukan tracking posisi secara 3D tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang ditempatkan di dalam ruangan / Occipital

Sebagai gantinya, ada sensor khusus yang menancap di bagian atas headset, menyambung ke port Lightning milik iPhone. Sensor inilah yang bertugas untuk menganalisa kondisi di sekitar, yang pada akhirnya diterjemahkan menjadi tracking posisi pengguna secara tiga dimensi.

Berbeda dengan Cardboard atau Gear VR, menggunakan Bridge VR Anda tidak hanya bisa menggerak-gerakkan kepala saja, tapi juga tubuh Anda secara menyeluruh. Alhasil, interaksi dengan dunia virtual beserta objek-objek di dalamnya bisa lebih bebas dilakukan, dan semuanya pun terasa lebih immersive.

Selain positional tracking untuk VR, Bridge juga mampu menyuguhkan pengalaman mixed reality. Meski kualitasnya masih kalah jauh dari Microsoft HoloLens, konsepnya sama persis dimana objek virtual bisa bertemu langsung dengan dunia nyata, yang dilihat menggunakan aksesori lensa dengan sudut pandang seluas 120 derajat.

Bridge VR juga siap menyuguhkan pengalaman mixed reality macam yang ditawarkan HoloLens / Occipital
Bridge VR juga siap menyuguhkan pengalaman mixed reality macam yang ditawarkan HoloLens / Occipital

Yang mungkin disayangkan banyak orang adalah, Bridge VR hanya kompatibel dengan iPhone, mengingat Occipital tidak mau dipusingkan dengan ratusan model perangkat Android. Ke depannya mungkin kompatibilitas dengan Android akan hadir, tapi tidak untuk sekarang.

Pre-order Bridge VR saat ini sudah dibuka, dengan banderol harga $399 yang mencakup sebuah controller Bluetooth. Versi developer-nya malah sudah dipasarkan seharga $499 demi menggenjot jumlah konten yang tersedia.

Sumber: Upload VR.

Leap Motion Ciptakan Sistem Hand Tracking untuk Mobile VR Headset

Dalam virtual reality, controller macam Oculus Touch ibarat representasi dari kedua tangan kita. Interaksi jelas terasa lebih alami ketimbang menggunakan controller standar seperti yang dimiliki Xbox One, namun tetap masih kalah jauh dibanding menggunakan kedua tangan kita sesungguhnya.

Itulah yang selama ini menjadi misi perusahaan bernama Leap Motion. Mereka mengembangkan sebuah sistem yang sanggup memberikan kemampuan hand tracking pada VR headset seperti Oculus Rift dan HTC Vive. Hasil akhirnya, pengguna dapat berinteraksi dengan konten menggunakan kedua tangannya.

Sekarang, Leap Motion punya ambisi yang lebih besar lagi, yakni mengadaptasikan teknologi ini ke ranah mobile VR. Ini bukan sekadar angan-angan, Leap Motion telah mengembangkan sensor baru yang lebih cekatan sekaligus lebih irit daya.

Sensor baru ini berdimensi sangat ringkas dan bisa disematkan ke VR headset macam Samsung Gear VR tanpa kesulitan. Untuk mengimbangi kinerjanya, Leap Motion tidak lupa memperbarui software hand-tracking mereka yang bernama Orion agar dapat bekerja 10 kali lebih cepat dari sebelumnya, dan di saat yang sama malah lebih akurat.

Sensor baru Leap Motion sangat kecil dan irit daya / Leap Motion
Sensor baru Leap Motion sangat kecil dan irit daya / Leap Motion

Ketika headset yang telah dipasangi sensor ini digunakan, pengguna bisa langsung melihat kedua tangannya secara virtual – semuanya tanpa membutuhkan controller ekstra. Setiap pergerakan tangan dapat dideteksi dengan baik sehingga pada akhirnya interaksi dapat berlangsung jauh lebih alami.

Tidak kalah penting adalah perihal konsumsi daya. Di sini, Leap Motion memastikan konsumsi daya yang sangat irit, bahkan hingga setengah dari sensor lamanya. Bersamaan dengan itu, field of view-nya juga telah diperluas sampai mentok, alias 180 derajat horizontal dan 180 derajat vertikal.

Rencananya, sistem hand tracking untuk mobile VR ini bakal dilisensikan ke sejumlah pabrikan VR headset. Co-founder Leap Motion, David Holz, meyakini kita akan berjumpa dengan lebih banyak VR headset standalone mulai tahun depan – dan saya kira beberapa di antaranya akan mengusung teknologi tracking besutan Leap Motion ini.

Sumber: Digital Trends dan Leap Motion.

Semua Game VR Keluaran Ubisoft Akan Membawa Dukungan Cross-Platform Multiplayer

Memainkan game virtual reality itu asyik, namun akan lebih seru lagi jika dimainkan bersama teman-teman. Pertanyaannya, apakah teman Anda harus memiliki VR headset yang sama, entah itu Oculus Rift, HTC Vive atau PlayStation VR? Kalau iya, berarti ini bakal jadi pertimbangan ekstra sebelum membeli salah satu dari ketiga VR headset tersebut.

Namun semua ini tak perlu dipermasalahkan seandainya developer mengambil jalan yang sama seperti Ubisoft. Publisher dengan markas utama di Perancis tersebut baru-baru ini mengumumkan bahwa semua game VR-nya akan dibekali dengan dukungan cross-platform multiplayer, yang berarti pengguna Rift, Vive maupun PS VR bisa berjumpa secara virtual dan bermain bersama-sama.

Sebelum Ubisoft, CCP Games sudah mengambil jalan cross-platform terlebih dulu dengan game EVE: Valkyrie yang banyak menuai respon positif dari konsumen maupun media. Cross-platform penting mengingat jumlah VR gamer sendiri belum sebanyak console atau PC gamer, sehingga kalau terbatas platform, pemain mungkin akan kesulitan menemukan rekan atau lawan tandingnya.

Dari sisi pemasaran, dukungan cross-platform juga dapat membantu meningkatkan angka penjualan. Contoh yang paling gampang bisa kita lihat dari industri aplikasi smartphone, dimana umumnya ketersediaan di Android sekaligus iOS kerap menjadi nilai plus di mata konsumen.

Sejauh ini baru ada tiga judul game VR Ubisoft yang akan mendukung multiplayer cross-platform, yaitu Eagle Flight, Werewolves Within dan Star Trek: Bridge Crew. Dua judul yang terakhir tersebut baru akan dirilis pada 6 Desember 2016 dan 14 Maret 2017 mendatang.

Sumber: UploadVR dan Ubisoft.