Trihill Capital Turut Berinvestasi ke Fit Hub, Ungkap Komitmennya Dukung Startup Indonesia

Salah satu platform wellness yang awalnya hanya fokus pada kegiatan offline menghadirkan kelas yang beragam, pilihan pelatih, hingga peralatan gym terkini, Fit Hub, telah mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta dari sejumlah investor.

Putaran pendanaan awal ini dipimpin oleh Global Founders Capital APAC, dengan partisipasi dari Goodwater Capital dan angel investor. Di antaranya adalah Abhinay Peddisetty, Steven Wongsoredjo, Robin Tan, Benedicto Haryono, dan Philip Tjipto.

Sementara itu venture capital yang sejak pertama kali memberikan dukungan investasi kepada Fit Hub yaitu Trihill Capital, juga turut terlibat dalam putaran pendanaan kali ini.

Kepada DailySocial.id, Alwyn Rusli dari Trihill Capital membagikan cerita alasan mereka berinvestasi kepada platform wellness yang diklaim telah profitable ini.

Pandemi dorong kegiatan olahraga

Jika awalnya kebanyakan masyarakat Indonesia enggan untuk melakukan kegiatan olahraga hingga gaya hidup sehat, saat pandemi semua mulai berubah dan mulai banyak dari mereka mencari kegiatan berkualitas yang berdampak pada peningkatan kesehatan. Pandemi telah mendorong pertumbuhan platform wellness dan olahraga di tanah air.

Layanan seperti Fit Hub kemudian tidak hanya berfungsi sebagai aplikasi untuk pemesanan kegiatan olahraga, namun juga sudah menjadi opsi bagi masyarakat umum untuk mengikuti kelas kebugaran khusus secara online.

Menawarkan Gym Premium dengan harga terjangkau sebelumnya Fit Hub sudah memiliki aplikasi yang terbatas digunakan untuk kegiatan pemesanan saja. Saat pandemi opsi tersebut kemudian mulai diperluas dengan menghadirkan pilihan kelas olahraga online dengan membangun gym yang berbasis digital. Saat ini Fit Hub telah memiliki sekitar 8 ribu lebih pengguna, 210 pelatih dan 16 cabang offline di 5 kota.

“Kita melihat space mana yang bisa kita incar untuk berinvestasi. Fit Hub menjadi ideal bagi kami dilihat dari latar belakang pendirinya yang memiliki pemahaman sangat baik dan melakukan riset hingga terjun langsung untuk melihat potensi pasar,” kata Alwyn.

Ditambahkan olehnya, Trihill capital memutuskan untuk berinvestasi sejak awal, setelah melihat pertumbuhan bisnis yang positif dari Fit Hub. Berawal dari tesis sudah mulai banyak masyarakat yang ingin memiliki gaya hidup sehat, mereka melihat apa yang ditawarkan oleh Fit Hub menjadi relevan dan memiliki potensi untuk terus berkembang.

Fokus Trihill Capital

Berbasis di Singapura, Trihill Capital adalah pemodal ventura yang memiliki visi untuk membangun kemitraan dalam jangka panjang dengan para pendiri startup. Secara khusus Trihill Capital memiliki 2 investment arms, yaitu investasi yang fokus kepada public equities secara global dan satu lagi berinvestasi kepada perusahaan di Asia Tenggara.

Untuk venture arms sendiri disebutkan adalah dalam beberapa tahapan. Mulai dari tahapan awal hingga ke growth stage. Meskipun bersifat agnostik (tidak terfokus pada vertikal bisnis tertentu), namun sebagian besar mereka mengincar kepada layanan fintech, logistik, commerce, dan pemberdayaan UMKM.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis startup, Trihill berupaya untuk mengawal bisnis mereka selama mungkin. Dalam hal ini bagi perusahaan yang ingin memiliki pertumbuhan yang baik dalam jangka panjang, akan terus dibantu oleh mereka. Secara khusus biasanya mereka membantu perusahaan di berbagai tujuan, tetapi terutama di sisi komersial dengan memanfaatkan jaringan perusahaan dan lembaga keuangan (bank dan nonbank).

Tahun ini Trihill Capital masih memiliki rencana untuk memberikan investasi kepada startup di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, meskipun enggan untuk menyebutkan berapa kuota penambahan portofolio. Selain Fit Hub Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

We are an evergreen fund, kami cukup fleksibel dalam hal penyebaran modal dan dapat bermitra dengan pendiri portofolio kami selama mungkin,” kata Alwyn.

Aplikasi “Wellness”, Pendekatan Baru Berkenalan dengan Asuransi

Penetrasi industri asuransi jiwa tercatat hanya sebesar 1,1% per Juli 2020 menurut catatan OJK. Isu ini terus menjadi kendala menahun yang belum berhasil diatasi dengan optimal.

Penetrasi asuransi merupakan tingkat rasio jumlah dana di industri asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB). Artinya, total aset industri asuransi per Juli 2020 senilai Rp515,78 triliun baru berkontribusi 1,1% terhadap PDB.

Tingkat penetrasi asuransi harus dilihat dari dua sisi. Meski kontribusi industri terhadap perekonomian masih rendah, tapi di sisi lain peluang untuk tumbuh masih teramat besar.

“Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengawas asuransi, sebenarnya kunci bagaimana memenangkan penetrasi itu justru dari sisi penerapan good corporate governance [GCG],” ucap Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II OJK Kristianto Andi Handoko seperti dikutip dari Bisnis.com.

Pada 2018, OJK pernah mencatat penetrasi industri asuransi secara keseluruhan pernah tembus ke angka 2,77% dan pada 2017 sebesar 2,84%. Hingga kini, tingkat penetrasi asuransi belum pernah mencapai angka 3%, apalagi 5% seperti yang selalu diidam-idamkan para pelaku industri ini.

Sebagai perbandingan, tingkat penetrasi asuransi di Singapura berada di kisaran 6-7%. Kendati penetrasi menurun, tingkat kesadaran (awareness) masyarakat terhadap produk asuransi jiwa meningkat semenjak pandemi virus corona.

Hasil survei lembaga riset Nielsen yang dikutip Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan, kesadaran memiliki produk asuransi jiwa di kota besar Indonesia sebesar 24%. Akan tetapi, angka itu belum memberikan dampak signifikan karena premi asuransi jiwa cenderung turun menjadi Rp44,11 triliun di kuartal I 2020 dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp46,4 triliun.

Pekerjaan rumah yang sudah menahun ini sebenarnya menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan, baik itu dari pembuat kebijakan hingga pelaku industri itu sendiri.

Kehadiran startup insurtech, sebagai mitra teknologi dari perusahaan asuransi, menjadi jalan baru mengakselerasi penetrasi asuransi. Bersama-sama mereka meracik produk mikro terkustomisasi yang menyesuaikan target nasabah, sehingga konsumen dapat bertransaksi di platform digital favorit mereka dengan harga murah, mendapatkan perlindungan simpel, dan melakukan proses klaim dengan lebih mudah.

“Semakin relevan dengan kebutuhan mereka, maka kemungkinan besar produk asuransi tersebut pasti mereka [konsumen] beli. Misalnya, seperti asuransi perjalanan, asuransi handphone, asuransi logistik, dan sebagainya,” ucap Co-Founder dan COO Qoala Tommy Martin, beberapa waktu lalu saat menjadi pembicara di #SelasaStartup.

Ia meyakini produk asuransi asuransi akan menjadi pintu awal meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia. Di luar sana, solusi asuransi jauh lebih kompleks dan butuh bantuan insurtech untuk mengatasinya dengan teknologi pendukungnya.

Antusiasme pembeli produk asuransi selama pandemi berhasil dirangkum laporan e-Conomy 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company. Laporan tersebut mengungkapkan pembelian asuransi secara online melejit hingga 30% dalam setahunannya dengan CAGR $2 miliar, disokong permintaan terhadap produk asuransi jiwa dan kesehatan.

Industri wellness

Di sisi lain, rendahnya penetrasi ini turut dipengaruhi masih melekatnya stigma “susah klaim” karena produk yang dibeli hanyalah secarik kertas berisi perjanjian apa saja yang akan dibayar ketika sakit atau meninggal dunia. Bayar klaim adalah “moment of truth” buat sebuah perusahaan asuransi dan itulah saatnya mereka bekerja.

Pendekatan lain asuransi agar semakin mudah diterima adalah melalui industri wellness. Di Asia, industri ini mulai dilirik layanan asuransi global untuk mempopulerkan program gaya hidup sehat pada awal 2010-an. Inti dari pendekatan ini adalah mengubah hubungan perusahaan asuransi dengan pelanggan, tidak lagi transaksional. Kondisi ini didukung tren pelacakan mandiri dengan perangkat wearable, termasuk ditandai peluncuran jam tangan Apple pada 2015.

Di Singapura, Great Eastern Life jadi salah satu perusahaan pelopor di awal 2012, lalu disusul pada setahun kemudian oleh AIA untuk memperkenalkan program wellness. Ambisinya adalah perusahaan ingin terlibat ke aspek hidup pelanggan setiap harinya untuk meminimalisir risiko sakit dan memperpanjang usia. Dua aspek ini sangat melekat buat asuransi.

Wellness akhirnya mulai perlahan diperkenalkan di Indonesia melalui banyak channel. Momentum pandemi Covid-19 turut mendongkrak tren ini. Perusahaan asuransi global pun ikut ingin terlibat dengan memboyong aplikasinya masuk ke sini. Mereka adalah Prudential dan AIA.

Prudential meresmikan aplikasi kesehatan all-in-one Pulse yang didukung kecerdasan buatan untuk mendukung pengguna mengelola kesehatan secara proaktif. Pulse diboyong ke Indonesia sejak Februari 2020 dan diresmikan pada sembilan bulan kemudian.

Pulse pertama kali hadir di Malaysia pada 2019, lalu secara bertahap digulirkan ke sejumlah negara di Asia, seperti Kamboja, Hong Kong, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Sejak diluncurkan, aplikasi ini telah diunduh lebih dari 16 juta kali per Januari 2021. Orang Indonesia menyumbang lebih dari 4,3 juta per 11 November 2020.

Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang jumlah nasabah Prudential di Indonesia yang mencapai lebih dari 2 juta orang per tahun lalu, sejak mereka pertama kali beroperasi di 1995.

“Khusus di tahun ini, Prudential menegaskan komitmennya untuk memperluas peran di masyarakat, bukan hanya memberikan perlindungan, namun juga mendukung peran di masyarakat, bukan hanya memberikan perlindungan, namun juga mendukung untuk mencegah dan menunda penyakit semakin buruk,“ kata Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch.

Tak mau kalah, pada awal tahun ini AIA meresmikan AIA Vitality di Indonesia setelah hadir di delapan negara Asia Pasifik. Meski fitur tidak kaya Pulse, semangat yang disampaikan AIA tidak jauh berbeda. Elemen-elemen penting kesehatan dalam kehidupan sehari-hari diturunkan ke dalam empat pilar: Eat Well, Move Well, Think Well, dan Plan Well untuk mencapai hidup lebih sehat, lebih lama, dan lebih baik.

Presiden Direktur AIA Indonesia Sainthan Satyamoorthy menjelaskan, AIA Vitality mentransformasi cara perusahaan dalam menjalankan bisnis asuransi dengan pendekatan share value model. Hal ini akan menjadi terobosan di industri, mengubah standar bagaimana perusahaan asuransi memberikan layanan dan perlindungan yang relevan untuk masyarakat.

“Melalui AIA Vitality, kami ingin terlibat aktif meningkatkan kualitas hidup nasabah, tidak hanya membantu mereka saat menghadapi masa-masa sulit tapi juga memotivasi dan menghargai setiap perubahan kecil yang mereka lakukan untuk gaya hidup lebih sehat melalui rewards yang telah kami siapkan,” tuturnya saat peresmian bertajuk All Well Indonesia.

Selain dibekali fitur berbau wellness, baik Pulse dan AIA Vitality juga sudah dilengkapi dengan model bisnis. Pulse memiliki paket berlangganan karena aplikasi ini tidak eksklusif untuk nasabah Prudential saja.

Paket yang dibanderol seharga Rp39.900 per bulannya ini berisi beragam fitur, di antaranya Perencanaan Makan, Jurnal Makanan, My Healthy Eating Goal, My Eye Dispensary & My Pulmonary Clinic, dan voucher perlindungan asuransi jiwa yang nilainya setara dengan satu bulan premi.

Di luar itu, pengguna yang tidak berlangganan dapat mengakses fitur gratis, seperti alat ukur BMI, Cermin Kerutan Wajah, dan Monitor Kegiatan Olahraga yang dapat terhubung dengan perangkat wearable. Tersedia pula fitur non kesehatan, seperti informasi dan pengingat waktu sholat dan penunjuk arah kiblat.

Teknologi AI yang ada di dalam Pulse hadir berkat kerja sama global perusahaan dengan Babylon, startup healthtech AI dari Inggris. Di Indonesia, Pulse didukung juga Halodoc untuk fitur telemedicine dan membeli obat.

Berbeda dengan Pulse, AIA Vitality hadir khusus untuk nasabah AIA dan menjadi produk komplementer untuk mereka yang ingin mengelola kesehatan secara lebih proaktif. AIA Vitality bekerja dengan tiga tahap: Know Your Health, Improve Your Health, dan Enjoy the Rewards.

“AIA Vitality adalah gerakan transformasional yang mengajak masyarakat untuk mulai melakukan perubahan kecil, selangkah demi selangkah, langkah realistis untuk mendorong perubahan perilaku jangka panjang yang menghasilkan hidup lebih sehat, lebih lama, lebih baik,” terang CMO AIA Indonesia Lim Chet Ming kepada DailySocial saat dihubungi secara terpisah.

Ia menjelaskan, nasabah AIA dapat bergabung di AIA Vitality dengan membayar sebesar Rp50 ribu per bulan. Aplikasi ini berisi program kesehatan dan kebugaran yang dapat memotivasi nasabah untuk aktif dalam meningkatkan kesehatan, serta kualitas hidup dengan memberikan Poin Vitality dan berbagai manfaat berupa diskon, voucher, dari rekanan AIA yang sudah tergabung, seperti Garmin, Gojek, Fitbit, dan Prodia.

Sebelum menyelesaikan tantangan, nasabah sebelumnya perlu melakukan self-assessment online untuk mengetahui seberapa sehat kondisi badan. Mereka bisa menghubungkan alat pelacak aktivitas dengan aplikasi AIA Vitality dan ikut berpartisipasi dalam berbagai tantangan yang direkomendasikan dan memperoleh poin dari sana.

“Mengubah kebiasaan dalam hidup adalah sebuah tantangan tersendiri. AIA Vitality mengerti akan hal ini dan memberikan sebuah siklus yang akan mendorong upaya perubahan kebiasaan hidup sehat di tengah masyarakat untuk menghasilkan perubahan perilaku jangka panjang.”

Lim menuturkan, kehadiran AIA Vitality menjadi pembuktian AIA tetap relevan dengan kondisi pandemi global yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Semua, termasuk nasabah kami, turut berjuang untuk hidup di tengah pandemi. Maka kita perlu memastikan pertahanan terbaik yang kita miliki yaitu dengan memprioritaskan kesehatan dan proteksi jiwa, juga kesehatan.”

President Director AIA Indonesia Sainthan Satyamoorthy / AIA Indonesia
President Director AIA Indonesia Sainthan Satyamoorthy / AIA Indonesia

Butuh dukungan regulator

Penerapan aspek wellness di global sudah jauh lebih matang dibandingkan di Indonesia. Bicara potensi di global, industri ini diprediksi bernilai $4,2 miliar pada 2017 dengan pertumbuhan tahunan 6,4% menurut laporan Global Wellness Institute (GWI).

Laporan DSResearch yang tertajuk “Wellness Market in Jakarta” 2019, menunjukkan memulai gaya hidup sehat di Indonesia bukanlah sesuatu yang mudah. Meski pengetahuan dan awareness terlihat menjanjikan, tapi biaya masih menjadi beban buat sebagian besar orang.

Di negara berkembang seperti Indonesia, pertumbuhan ekonomi menjadi faktor pendorong terbesar untuk menyesuaikan budaya wellness ke dalam kehidupan sehari-hari.

Laporan itu juga melihat obat-obatan, makanan sehat, dan suplemen kesehatan menjadi produk yang diminati masyarakat. Pun juga animo untuk bergabung sebagai anggota kebugaran. Meskipun perhatian kepada tindakan preventif dengan memelihara kesehatan semakin baik, fokus masyarakat masih ke tindakan penyembuhan setelah sakit.

Sumber: Depositphotos.com
Sumber: Depositphotos.com

“Tingkat adopsi teknologi yang tinggi, khususnya dalam bentuk aplikasi digital, dapat menjadi katalisator untuk mendorong pengetahuan dan sosialisasi produk atau layanan kesehatan yang lebih baik di wilayah tersebut,” tulis laporan tersebut.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dipublikasikan BPS menunjukkan angka obesitas orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8%. Padahal tingkat kesehatan berpengaruh tinggi terhadap produktivitas kerja. Perlu penerobosan, termasuk manfaat kesehatan oleh korporasi, untuk mendorong kesehatan kehidupan perkotaan.

Dibutuhkan dukungan regulator untuk mempopulerkan wellness agar semakin dikenal. Sebagai contohnya di India, regulator setempat (Insurance Regulatory and Development Authority of India/IRDAI) meminta perusahaan asuransi memasukkan fitur wellness dan pencegahan ke dalam klausul polis. Harapannya para pemegang polis tetap sehat, meminimalisir kemungkinan jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit.

“Pedoman dari IRDAI tentang memasukkan fitur kesehatan dan pencegahan dalam asuransi kesehatan tentunya merupakan langkah maju yang positif bagi pelanggan yang sekarang dapat dengan bangga memiliki polis asuransi kesehatan mereka,” kata Gurdeep Singh Batra, Kepala Penjamin Emisi Ritel, Asuransi Umum Bajaj Allianz, dikutip dari Financial Express.

Ia menuturkan, langkah ini sangat ditunggu industri karena dapat memberikan dorongan yang diperlukan untuk sebuah produk asuransi kesehatan. “Kami bisa memberikan penghargaan kepada pelanggan dengan berbagai cara yang ditentukan seperti diskon konsultasi atau perawatan, farmasi, diagnostik kesehatan, voucher yang dapat ditukarkan untuk suplemen kesehatan dan keanggotaan fitness, dan lain-lain.”

Menurutnya, pada jangka panjang, perusahaan asuransi bisa membuat harga polis jauh lebih terjangkau dengan program wellness ini. Dengan demikian, semakin banyak orang yang bisa terlindungi dengan asuransi.

Gurdeep mengatakan, “Kami juga dapat memberikan diskon kepada pelanggan jika mereka mengikuti kriteria kesehatan yang ditetapkan dalam polis. Selain mendorong lebih banyak orang untuk memilih asuransi kesehatan, langkah ini juga akan membantu mereka menjalani gaya hidup sehat.”


Gambar header: Depositphotos.com

Entering the Wellnes Sector, Prudential Introduces AI-Based App Called “Pulse”

Prudential life insurance company introduces Pulse by Prudential (Pulse) wellness application to help users manage their health thoroughly. Pulse is equipped with a myriad of wellness features supported by AI technology so that users can manage their health proactively.

Prudential Indonesia‘s President Director Jens Reisch explained, since Pulse was introduced in Indonesia in February 2020, it has been recorded as being used by more than 4.3 million Indonesians. This incision indicates that public awareness of health is increasing, especially in the midst of a pandemic.

This figure even exceeds the number of Prudential Indonesia’s customers. As of last year, Prudential Indonesia’s customer numbers reached two million customers since operating in 1995.

“In the midst of the current pandemic situation, Indonesian people are getting aware of their health as an important issue. It has not been a year and Pulse has been accessed by 4.3 million users,” he said in a virtual press conference, yesterday (12/11).

Quoting from the Ministry of Health’s Basic Health Research (Riskesdas) data, it shows that the lifestyle of Indonesians encourages an increase in the prevalence of non-communicable diseases (PTM), such as cancer, stroke, chronic kidney disease, diabetes mellitus, and hypertension.

The reason is that more than 90% of Indonesians eat unhealthy foods, including eating fewer vegetables and fruit, and more than 33% of Indonesians do less physical activity. From this data, it becomes a domino effect because it is influenced by the current pandemic.

“Pulse is tasked with preventing, delaying illness, and protecting it by continuing to accompany each user’s life journey,” Prudential Indonesia’s Chief Operations and Health Officer Dian Budiani added.

Pulse was first released in Malaysia in August 2019. It is now available in 11 countries in Asia, such as Cambodia, Hong Kong, Laos, Myanmar, Philippines, Singapore, Taiwan, Thailand, and Vietnam. It is claimed, this application has been downloaded more than 12 million times as of 11 November 2020.

Tons of new features

In this launching, Prudential added a myriad of new features and monetization through subscription packages because Pulse is not exclusive to Prudential customers only. For subscription packages, users can access exclusive community features, runners, and cyclists in Komunitas Saya; Perencanaan Makan to manage food menus that are adjusted to the user’s health goals.

Furthermore, the AI-assisted Food Journal feature, where users can find out the calories consumed by simply taking a photo of the food and recording it in a journal; My Healthy Eating Goal to challenge users to start new habits in eating food; My Eye Dispensary & My Pulmonary Clinic to find out eye health and oxygen saturation levels in the blood simply by recording selfie videos and analyzed by AI.

Finally, a life insurance protection voucher which value is equivalent to one month’s premium. This subscription package is priced at IDR 39,900 per month.

There is also free features. Among those are BMI measuring instruments and Facial Wrinkle Mirrors, with only selfies and AI assistance, users can find out the condition of body mass and the level of wrinkles on the face. Then, a Sports Activity Monitor to monitor health indicators connected to Garmin, Fitbit, Google Health, and Apple Health wearables.

All these new features help users to understand their body condition better because they can get an overview of their condition, as well as a better understanding of the symptoms of the disease of concern.

The application can also direct the user to get the appropriate treatment, thanks to the support of AI-supported by Babylon, a healthtech AI startup from UK.

In covering other Pulse functions as protection, it has been equipped with the PRUShoppe feature to purchase life insurance products from Prudential directly through the application. Furthermore, they can consult a doctor and buy medicine, thanks to the support of Halodoc which has been connected to Pulse.

In addition to health, Pulse provides information features and reminders of prayer times and Qibla direction.

“We collaborate with many parties in creating all these features. Of course, we will continue to introduce new features in the future,” Prudential Indonesia’s Chief Marketing and Communications Officer Luskito Hambali said.

Masuk ke Wellness, Prudential Resmikan Aplikasi Bertenaga AI “Pulse”

Perusahaan asuransi jiwa Prudential meresmikan aplikasi wellness Pulse by Prudential (Pulse) untuk bantu pengguna mengelola kesehatan secara lebih menyeluruh. Pulse dibekali segudang fitur wellness yang didukung teknologi AI sehingga pengguna dapat mengelola kesehatan mereka secara proaktif.

Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch menjelaskan, sejak Pulse diperkenalkan di Indonesia pada Februari 2020, tercatat sudah digunakan oleh lebih dari 4,3 juta masyarakat Indonesia. Torehan ini menandakan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan kian meningkat, khususnya di tengah pandemi.

Angka tersebut bahkan melebihi jumlah nasabah Prudential Indonesia. Per tahun lalu, angka nasabah Prudential Indonesia mencapai dua juta nasabah sejak beroperasi pada 1995.

“Di tengah situasi pandemi saat ini, masyarakat Indonesia melihat kesehatan mereka semakin penting. Belum satu tahun Pulse sudah diakses oleh 4,3 juta pengguna,” katanya dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, kemarin (12/11).

Mengutip dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes, menunjukkan gaya hidup orang Indonesia mendorong pada peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM), seperti kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.

Penyebabnya, lebih dari 90% orang Indonesia mengonsumsi makanan yang kurang sehat, termasuk kurang mengonsumsi sayur dan buah, dan lebih dari 33% orang Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik. Dari data tersebut, menjadi efek domino karena dipengaruhi oleh pandemi yang terjadi saat ini.

“Pulse bertugas untuk mencegah, menunda sakit, serta melindungi dengan terus mendampingi setiap perjalanan kehidupan dari pengguna,” tambah Chief Operations and Health Officer Prudential Indonesia Dian Budiani.

Pulse pertama kali dirilis di Malaysia pada Agustus 2019. Kini tersedia di 11 negara di Asia, seperti Kamboja, Hong Kong, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Diklaim, aplikasi ini telah diunduh lebih dari 12 juta kali per 11 November 2020.

Segudang fitur baru

Dalam peresmian ini, Prudential menambahkan segudang fitur baru dan melakukan monetisasi lewat paket berlangganan karena Pulse tidak eksklusif untuk nasabah Prudential saja. Untuk paket berlangganan, pengguna dapat mengakses fitur komunitas eksklusif, pelari, dan pesepeda di Komunitas Saya; Perencanaan Makan untuk mengelola menu makanan yang disesuaikan dengan tujuan kesehatan pengguna.

Selanjutnya, fitur Jurnal Makanan yang dibantu AI, pengguna dapat mengetahui kalori yang dikonsumsi hanya dengan memfoto makanan dan mencatatnya ke dalam jurnal; My Healthy Eating Goal untuk memberi tantangan pengguna untuk memulai kebiasaan baru dalam mengonsumsi makanan; My Eye Dispensary & My Pulmonary Clinic untuk mengetahui kesehatan mata dan tingkat saturasi oksigen dalam darah hanya dengan merekam video swafoto dan dianalisis dengan AI.

Terakhir, voucher perlindungan asuransi jiwa yang nilainya setara dengan satu bulan premi. Paket berlangganan ini dibanderol seharga Rp39.900 per bulannya.

Fitur tanpa biaya pun juga tersedia. Di antaranya alat ukur BMI dan Cermin Kerutan Wajah, hanya dengan swafoto dan dibantu AI, pengguna dapat mengetahui kondisi massa tubuh dan tingkat kerutan di wajah. Lalu, Monitor Kegiatan Olahraga untuk memantau indikator kesehatan yang terhubung dengan perangkat wearable Garmin, Fitbit, Google Health, dan Apple Health.

Seluruh fitur teranyar ini membantu pengguna untuk memahami kondisi tubuh dengan lebih baik karena mereka bisa mendapatkan gambaran umum kondisi mereka, serta pemahaman yang lebih baik tentang gejala penyakit yang dikhawatirkan.

Aplikasi juga dapat mengarahkan pengguna untuk mendapat penanganan yang sesuai, berkat dukungan dari AI yang didukung oleh Babylon, startup healthtech AI dari Inggris.

Dalam mencakup fungsi Pulse lainnya sebagai perlindungan, telah dilengkapi dengan fitur PRUShoppe untuk membeli produk asuransi jiwa dari Prudential langsung melalui aplikasi. Lebih lanjut lagi, mereka dapat berkonsultasi dengan dokter dan membeli obat, berkat dukungan dari Halodoc yang telah terhubung dengan Pulse.

Selain kesehatan, Pulse menyediakan fitur informasi dan pengingat waktu sholat dan penunjuk arah kiblat.

“Kami berkolaborasi dengan banyak pihak dalam menciptakan seluruh fitur tersebut. Tentunya kami akan terus perkenalkan fitur baru ke depannya,” tutup Chief Marketing and Communications Officer Prudential Indonesia Luskito Hambali.

Application Information Will Show Up Here