Gojek Launches GoService, Offering Vehicle Maintenance Solution

Gojek with JumpaPay announced GoService, a new feature to help customers to pay tax obligations and maintain vehicle registration online. GoService adds up to a series of third-party platform services by Gojek with various partners since last year.

Gojek’s Head of the Third Party Platform, Sony Radityo explained, GoService provides a time-efficient solution in terms of the first mile when submitting the tax payment process, renewal (annual and five-yearly), title transfer, and vehicle registration.

“Efficiency is an important key to the GoService feature in our ecosystem, therefore, customers can be more productive by saving time up to 24 times faster,” Sony said in an online press conference on Monday (7/13).

Users simply fill out the online form on the Gojek application. The entire submission process only takes 5-10 minutes and manually between 2-4 hours. Next, the JumpaPay agent will process all user requests to completion.

GoService sets the cost for administration and shipping from Rp. 40 thousand for annual basic and five-year extension services for two wheels, and Rp. 60 thousand for two wheels. For other services such as name transfer, service fees start from Rp 125 thousand for wheels, and so on.

All costs will be explained transparently in the application and simply pay through GoPay. The management process will depend on the service chosen by the user, for example for an annual and five-year STNK renewal of approximately three working days, or renaming around 3-5 working days.

JumpaPay

On the same occasion, JumpaPay‘s CEO and Founder, Zulfan Fajar added that the company was first pioneered in 2018 as a professional service provider for a number of large companies that have been officially registered in several One-Stop Administration Systems (Samsat).

JumpaPay consumers came from corporations that require solutions for the maintenance of vehicle tax liability extensions and other vehicle-related documents that were loaded with challenges and obstacles.

“Then we surveyed the high demand for the owners of private vehicles, especially those who live in big cities. Finally, we develop the technology and solutions we offer in line with what Gojek is doing,” Zulfan said.

The company also part of Telkom’s incubation and accelerator program, Indigo last year. Zulfan admitted that at that time the company began to expand services for individual consumers. It is said that nearly 70% of the number of consumers comes from there.

Sony continues to wait for feedback from Gojek users for GoService development going forward. “Our objective is to bring something that can make life easier for Gojek users. So we want to listen to the user’s voice before bringing new services.”

Before it was made public, Gojek had conducted trials as of last May. The results obtained, although not mentioning the detailed figures, have occurred hundreds of transactions with an increase between 3-4 times since the first month was released.

GoService is now available to Gojek users in the form of shuffle cards on the main page of the application. It’s just that, the new service coverage can be used for vehicles with a B code covering areas of Jakarta, Depok, Tangerang, and Bekasi.

Other joint third-party services released by Gojek include GoGive, GoMed, GoMall, GoFitness, GoSure, and GoInvestasi. Sony said the application reach and reliability of Gojek’s technology through this business concept have made its ecosystem an effective platform to encourage business partners to expand the scope and scale of their business.

“This is proven by the total transactions of various third party platform services that have cumulatively grown more than tripled in the past year,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

5 Pengumuman Paling Menarik dari Ubisoft Forward

Melalui livestream berdurasi sekitar 1,5 jam, Ubisoft resmi menyingkap sederet game yang telah disiapkan oleh sejumlah studio internalnya. Sebagian besar di antaranya sudah diantisipasi sejak lama, dan Ubisoft tentu tidak lupa untuk mengungkap lebih detail mengenai masing-masing game.

Di artikel ini, saya ingin membahas setidaknya 5 pengumuman paling menarik dari Ubisoft Forward, dan saya ingin memulainya dengan kejutan terbesar yang Ubisoft hadirkan, yaitu Far Cry 6.

Far Cry 6

Sebagai game keenam dari seri utama Far Cry, sudah semestinya Far Cry 6 menghadirkan pengalaman bermain di dunia open-world yang sangat memuaskan. Setting yang diambil kali ini adalah Yara, sebuah negara di Kepulauan Karibia yang sedang dilanda konflik bersenjata antara rakyat dan pemerintahannya.

Mengikuti tradisi franchise Far Cry selama ini, tentu saja yang ditampilkan di cover-nya adalah sosok antagonis utama dalam game. Sosok tersebut adalah Anton Castillo (diperankan oleh aktor tenar Giancarlo Esposito), presiden tangan besi yang memerintah Yara dengan motif balas dendam – 50 tahun sebelumnya, ayahnya yang juga menjabat sebagai presiden dieksekusi secara keji.

Pemain bakal bermain sebagai Dani Rojas (karakternya bisa dipilih antara laki-laki atau perempuan) yang, bersama kelompok pemberontak setempat, sedang berjuang untuk meruntuhkan rezim brutal Anton.

Far Cry 6

Far Cry 6 sejauh ini belum punya trailer gameplay, akan tetapi jadwal rilisnya sudah ditentukan: 18 Februari 2021. Ubisoft sejauh ini memang baru menyertakan sejumlah screenshot, tapi setidaknya sudah ada dua poin yang sangat menarik yang bisa kita angkat dari pengumuman singkat ini.

Yang pertama, Yara yang terinspirasi banyak oleh Kuba ini merupakan kawasan urban berskala besar pertama di sepanjang sejarah Far Cry. Pada gamegame sebelumnya, belum pernah ada setting kota yang super-sibuk seperti di Far Cry 6 ini. Selain suasana baru, hal ini tentu juga bakal berpengaruh pada gameplay; kalau biasanya pemain Far Cry sering bersembunyi di balik semak-semak, di Far Cry 6 mungkin mereka bakal menghabiskan lebih banyak waktu di gang-gang kecil atau di atap-atap gedung.

Far Cry 6

Poin yang kedua adalah seputar karakter antagonisnya. Anton Castillo di sini tidak sendirian, sebab Far Cry 6 sepertinya juga bakal banyak mengisahkan tentang anaknya, Diego, yang dalam trailer-nya sedang diuji secara ekstrem oleh si bapak. Di jagat internet sudah banyak bertebaran teori yang menyimpulkan bahwa Diego merupakan Vaas Montenegro sewaktu masih muda.

Buat penggemar sejati seri Far Cry, Anda semestinya ingat siapa itu Vaas. Buat saya pribadi, psikopat yang muncul di Far Cry 3 itu adalah tokoh antagonis terbaik dari semua Far Cry. Gagasan bahwa Diego merupakan versi muda Vaas datang dari bekas luka pada alis kanannya yang sama persis. Andai benar Diego merupakan Vaas versi muda, bisa diartikan juga bahwa Far Cry 6 merupakan prekuel dari Far Cry 3.

Tentu bakal sangat menarik melihat bagaimana seorang bocah polos seperti Diego bisa berubah menjadi karakter sekejam dan segila Vaas. Namun perlu diingat bahwa semua ini baru sebatas spekulasi, dan sejauh ini belum ada konfirmasi sama sekali dari Ubisoft.

Assassin’s Creed Valhalla

Sejak diumumkan pertama kali dua bulan lalu, Assassin’s Creed Valhalla akhirnya mendapat trailer gameplay yang sangat lengkap, plus jadwal rilis resmi: 17 November 2020. Kita sudah tahu setting-nya, karakternya, dan plotnya secara umum, dan akhirnya kita sekarang juga bisa melihat seberapa jauh formula RPG yang Ubisoft matangkan dibanding dua game sebelumnya, Assassin’s Creed Origins dan Odyssey.

Combat terkesan semakin mengasyikkan di Valhalla, dan Ubisoft rupanya tidak bohong soal kemampuan Eivor mengayunkan dua senjata yang sama sekaligus (dual-wield), termasuk halnya tameng. Bisa Anda bayangkan betapa konyolnya bertarung sembari menyeruduk menggunakan tameng seperti seekor banteng.

AI dalam Valhalla juga terkesan makin kreatif. Dalam trailer-nya, tampak musuh yang menjadikan mayat temannya sebagai senjata, melemparkannya ke arah Eivor dan memberikan efek stun kepada sang lakon. Beruntung Ubisoft tidak lupa sepenuhnya akan aspek stealth – toh judul game-nya masih ada kata “Assassin’s” – dan dalam beberapa misi, gaya bermain sembunyi-sembunyi dan mengendap-endap ini bakal jauh lebih efektif.

Assassin's Creed Valhalla

Ubisoft belum membahas lebih jauh mengenai sistem Settlement pada Valhalla, akan tetapi dipastikan Eivor bisa menyerbu markas musuh bersama sejumlah pasukan yang direkrutnya. Ini merupakan kemajuan jika dibanding Odyssey, yang sejatinya cuma memperbolehkan pemain merekrut pasukan untuk pertempuran di atas kapal, bukan di darat.

Random encounter, alias misi sampingan yang didapat dari NPC yang ditemui secara tidak disengaja selagi pemain bereksplorasi, disebut bakal menjadi elemen penting dalam Valhalla. Saya pribadi berharap misi-misi sampingan semacam ini bisa diperbanyak serta ditingkatkan variasinya ketimbang yang ada di Odyssey, yang menurut saya terlampau repetitif dan mudah sekali membuat pemain bosan.

Secara kuantitas, seri Assassin’s Creed boleh dibilang tidak pernah kekurangan konten. Assassin’s Creed Odyssey misalnya; saking besarnya konten dalam game tersebut, pemain bisa saja belum mencatatkan progres sejauh 50% meski sudah memainkannya selama 100 jam. Namun meski kontennya sangat melimpah, variasinya tergolong sangat minim dan berhasil membuat saya bosan dalam waktu sekitar 40 jam saja, meski sebelumnya saya menghabiskan ratusan jam pada Origins.

Di sisi lain, The Witcher 3 beserta kedua expansion pack-nya beberapa tahun lalu membuktikan bahwa konten yang melimpah tidak selamanya harus membosankan, dan saya berharap Ubisoft bisa menerapkan formula tersebut pada Valhalla.

Buat yang ingin mendalami lebih jauh lagi soal gameplay Assassin’s Creed Valhalla, Ubisoft sudah menyiapkan video walkthrough sepanjang 30 menit.

Watch Dogs: Legion

Sempat ditunda perilisannya, Watch Dogs: Legion akhirnya siap menyapa pemain pada tanggal 29 Oktober 2020 mendatang. Game ketiga dari seri Watch Dogs ini masih menerapkan formula open-world yang serupa seperti sebelumnya, akan tetapi ada satu perbedaan besar seperti yang tertera pada judulnya (Legion): pemain bisa merekrut hampir semua karakter yang ada dalam game, membentuk kru pemberontak yang terdiri dari 40 orang.

Karakter yang bisa direkrut itu sungguh bermacam-macam, mulai dari seorang petugas keamanan, suporter bola, pekerja kontraktor, petugas medis, sampai seorang nenek-nenek jago bela diri. Dan berhubung karakter-karakternya bervariasi, cara menyelesaikan misi di Legion pun sangat beraneka ragam tergantung kreativitas masing-masing pemain.

Saat memilih memakai karakter pekerja kontraktor misalnya, pemain bisa mengambil cara frontal dalam menyelesaikan suatu misi, dibantu oleh persenjataan unik macam nail gun. Sebaliknya, kalau memilih karakter petugas keamanan, pemain bisa menembus markas musuh secara lebih mudah karena karakternya memang orang dalam yang mempunyai akses masuk gedung.

Watch Dogs: Legion

Setelah dua game sebelumnya mengambil setting di Amerika Serikat, Watch Dogs: Legion memakai London sebagai lokasinya. Tentu saja deretan peralatan canggih masih menjadi pusat perhatian di sini, demikian pula teknik-teknik hacking yang amat kreatif.

Kabar baik bagi yang hendak memainkan Watch Dogs: Legion di PS4 atau Xbox One, Anda tak perlu membelinya ulang saat ingin memainkannya di PS5 atau Xbox Series X nanti.

Hyper Scape

Belum lama setelah diumumkan, Hyper Scape langsung menjalani fase open-beta. Shooter multiplayer bertema sci-fi ini sudah bisa kita mainkan sekarang juga di platform PC, mengusik genre battle royale yang sejauh ini didominasi oleh judul-judul seperti PUBG, Fortnite, Apex Legends, maupun Call of Duty: Warzone.

Sepintas, tempo permainan yang cepat dan sejumlah animasi dalam Hyper Scape terkesan mirip seperti Apex Legends, akan tetapi Ubisoft telah memodifikasi formula battle royale-nya supaya sedikit berbeda dari game lain di genre ini. Dari kacamata sederhana, Hyper Scape terkesan lebih ramah terhadap pemain baru.

Salah satu buktinya adalah absennya consumable item macam health pack. Sebagai gantinya, health bar karakter bisa terisi sendiri secara otomatis ketika pemain tidak terkena tembakan selama beberapa saat. Saat karakter mati pun, kita masih tetap bisa lanjut bermain sebagai ‘hantu’, dan hantu-hantu ini bisa dihidupkan kembali oleh rekan setim yang masih hidup.

Hyper Scape

Tidak ada kendaraan dalam Hyper Scape, dan tiap pemain hanya bisa membawa dua senjata plus dua skill yang Ubisoft sebut dengan istilah “Hack”. Baik senjata maupun Hack ini bisa di-upgrade dengan cara mengambil senjata dan Hack yang sama yang tersebar. Terdengar merepotkan? Well, setidaknya ini berarti di awal permainan Anda tidak akan bisa langsung mati seketika terkena tembakan sniper rifle, sebab senjatanya harus di-upgrade terlebih dulu supaya bidikan ke kepala bisa instant kill.

Singkat cerita, Hyper Scape menawarkan sesuatu yang agak berbeda dari permainan battle royale pada umumnya, dan ini bisa menjadi alasan kuat bagi kita untuk mencoba game free-to-play tersebut. Dalam satu match di Hyper Scape, total bisa ada 99 pemain yang tergabung dalam 33 tim yang berbeda.

Secara lore, Hyper Scape langsung mengingatkan saya pada film Ready Player One. Hyper Scape adalah ekuivalen OASIS di film tersebut, demikian pula perusahaan yang merancangnya, yakni Prism Dimensions, yang merupakan ekuivalen dari Gregarious Games di Ready Player One. Lebih jelasnya bisa Anda tonton sendiri di trailer sinematiknya.

Brawlhalla Mobile dan Tom Clancy’s Elite Squad

Beralih ke platform mobile, Ubisoft sudah mempersiapkan dua persembahan baru. Yang pertama adalah Brawlhalla, game fighting free-to-play Ubisoft yang sebelumnya sudah ada di PC, Xbox One, PS4, dan Nintendo Switch.

Tepat 6 Agustus nanti, Brawlhalla bakal tersedia di Android sekaligus iOS, dan yang paling penting sekaligus menarik adalah, fitur cross-play antar platform tetap berlaku di sini. Ini berarti pemain Brawlhalla di smartphone bisa berjumpa dan bertarung melawan pemain lain yang online di PC atau console.

Masalah adil atau tidak – satu pemain menggunakan controller, satu menggunakan touchscreen – semuanya tentu tergantung kemampuan masing-masing pemain. Toh di mobile kita juga tetap bisa memakai controller, dan berhubung grafiknya 2D, semestinya tidak ada perbedaan performa antara versi mobile dan console-nya.

Game yang kedua dan yang sepenuhnya baru adalah Tom Clancy’s Elite Squad, yang dideskripsikan sebagai tactical RPG free-to-play dengan total 70 karakter dari portofolio game hasil adaptasi novel Tom Clancy selama ini, termasuk tentu saja Sam Fisher dari franchise Splinter Cell maupun El Sueno dari Ghost Recon Wildlands.

Multiplayer tampaknya juga bakal menjadi bagian penting dari game ini, sebab Ubisoft juga menjanjikan fitur PvP 5 lawan 5. Tom Clancy’s Elite Squad dijadwalkan meluncur ke Android dan iOS secara cuma-cuma pada tanggal 27 Agustus mendatang.

Sumber: Ubisoft.

Gojek Tambah Layanan GoService, Tawarkan Solusi Pengurusan Kendaraan Bermotor

Gojek bersama JumpaPay mengumumkan layanan teranyar GoService untuk memudahkan pelanggan membayar kewajiban pajak dan mengurus administrasi surat-surat kendaraan bermotor secara online. GoService melengkapi rangkaian layanan bersama pihak ketiga (third party platform) yang telah dirintis Gojek bersama beragam mitra sejak tahun lalu.

Head of Third Party Platform Gojek Sony Radityo menjelaskan, GoService memberikan solusi efisiensi waktu dari sisi first mile saat pengajuan proses pembayaran pajak, perpanjangan (tahunan dan lima tahunan), balik nama, hingga blokir STNK.

“Efisiensi merupakan kunci penting kehadiran GoService dalam ekosistem kami, sehingga pelanggan bisa lebih produktif dengan menghemat waktu hingga 24 kali lebih cepat,” tutur Sony dalam konferensi pers online, Senin (13/7).

Pengguna cukup mengisi form secara online dari aplikasi Gojek. Seluruh proses pengajuan ini hanya memakan waktu 5-10 menit dari semula bisa memakan waktu antara 2-4 jam bila secara manual. Berikutnya, tim agen dari JumpaPay yang akan memroses seluruh permintaan pengguna hingga selesai.

Adapun biaya jasa GoService, adminsitrasi, dan biaya pengiriman dipatok mulai dari Rp40 ribu untuk biaya dasar jasa pengurusan perpanjangan tahunan dan lima tahunan untuk roda dua, dan Rp60 ribu untuk roda dua. Untuk jasa lainnya seperti pengurusan balik nama, biaya jasanya mulai dari Rp125 ribu untuk roda, dan sebagainya.

Seluruh biaya ini akan dipaparkan secara transparan di aplikasi dan cukup membayarnya melalui GoPay. Proses pengurusan akan tergantung jasa yang dipilih pengguna, misalnya untuk perpanjangan STNK tahunan dan lima tahunan kurang lebih tiga hari kerja, atau balik nama sekitar 3-5 hari kerja.

Layanan JumpaPay

Dalam kesempatan yang sama, CEO dan Founder JumpaPay Zulfan Fajar menambahkan perusahaan pertama kali dirintis pada tahun 2018 sebagai penyedia jasa profesional untuk sejumlah perusahaan besar yang telah terdaftar secara resmi di beberapa Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).

Konsumen dari JumpaPay pada saat itu datang dari korporasi yang membutuhkan solusi pengurusan perpanjangan kewajiban pajak kendaraan dan surat-surat kendaraan terkait lainnya yang sarat dengan tantangan dan hambatan.

“Lalu kita survei ternyata ada kebutuhan yang tinggi dari sisi pemilik kendaraan pribadi terutama yang tinggal di kota besar. Akhirnya kita kembangkan teknologi dan solusi yang kita tawarkan sejalan dengan apa yang Gojek jalankan,” ujar Zulfan.

Perusahaan juga sempat masuk ke program inkubasi dan akselerator milik Telkom, Indigo pada tahun lalu. Zulfan mengaku pada saat itu perusahaan mulai merambah layanan untuk konsumen individu. Diklaim hampir 70% dari jumlah konsumennya datang dari sana.

Sony melanjutkan pihaknya menunggu masukan dari para pengguna Gojek untuk pengembangan GoService ke depannya. “Spirit kita adalah membawa sesuatu yang bisa mempermudah hidup pengguna Gojek. Jadi kita ingin mendengarkan suara pengguna sebelum membawa layanan baru.”

Sebelum diresmikan ke publik, Gojek telah melakukan uji coba per Mei kemarin. Hasil yang didapatkan, meski tidak menyebutkan angka detailnya, telah terjadi ratusan transaksi dengan kenaikan antara 3-4 kali lipat sejak bulan pertama dirilis.

Saat ini GoService sudah bisa diakses pengguna Gojek dalam bentuk shuffe card di halaman utama aplikasi. Hanya saja, cakupan layanan baru bisa digunakan untuk kendaraan dengan kode plat B yang meliputi wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Layanan bersama pihak ketiga lainnya yang telah dirilis Gojek, antara lain GoGive, GoMed, GoMall, GoFitness, GoSure, dan GoInvestasi. Sony mengatakan jangkauan aplikasi dan keandalan teknologi Gojek melalui konsep bisnis ini telah menjadikan ekosistemnya sebagai platform efektif untuk mendorong para mitra bisnis dalam mengembangkan cakupan dan skala bisnis mereka.

“Hal ini dibuktikan dengan total transaksi berbagai layanan third party platform secara kumulatif tumbuh lebih dari tiga kali lipat dalam satu tahun terakhir,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Cara Unlock Bootloader Xiaomi Semua Tipe

Dalam rentang waktu tertentu, sesuai dengan pembaruan sistem di sistem operasi Xiaomi, ada perbedaan cara unlock bootloader atau UBL khususnya perangkat buatan Xiaomi. Membuka kunci bootloader di tahun 2018 sudah berbeda dengan prosedur di tahun 2020.

Continue reading Cara Unlock Bootloader Xiaomi Semua Tipe

South Korea’s E-commerce Giant Coupang Acquires Hooq’s Digital Asset

South Korea’s e-commerce giant, Coupang Corp. is reportedly has acquired Hooq video streaming platform assets. This news was first released by Bloomberg, citing sources close to the agreement.

There is no further details were given regarding the acquisition value. What is clear, Hooq digital assets will be used as fuel Coupang in competing in the local OTT market. Previously, Netflix (the most popular) also had a streaming video service there.

In South Korea, Coupang is a key player in the e-commerce sector. The startup, which is backed by SoftBank Vision Fund, Sequoia Capital, and some other investors has reached valuation of around US$ 9 billion. This year, the company founded by Bom Kim has entered its 10 years old.

In Southeast Asia, Hooq has shut down its service as of April 2020. Because of its major shareholders who filed for liquidation wanting to focus on the core business. They considered the video streaming business model to be insignificant in its results.

Hooq’s coverage focuses on local film and television series content. Including to allow users streaming television shows through the application. An original content approach has also been attempted, but what the market power does not welcome.

Hooq also presents Hollywood and Asian films, this might also be one of the complementary assets that Coupang can use to start video streaming services, in addition to technology/software owned by Hooq itself.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Berbentuk Marketplace, Aplikasi Tune Up Jembatani Pemilik Layanan Otomotif dengan Pengguna

Platform yang didirikan oleh Laras Salim, Gian Ramdhan dan Veby Irdhani ini bernama Tune Up, mencoba menghadirkan layanan otomotif on-demand. Kepada DailySocial CEO Tune Up Laras Salim mengungkapkan, memanfaatkan pengalaman bekerja sebelumnya, ia melihat prospek bisnis otomotif ini sangat besar untuk dikembangkan. Karena memiliki cabang fokus bisnis yang bervariasi mulai dari jual beli kendaraan, layanan servis, suku cadang, sampai asuransi.

“Pada saat itu saya melihat sudah banyak sekali startup di Indonesia yang memiliki layanan untuk jual beli kendaraan. Sehingga saya melihat peluang lain untuk mengembangkan fokus untuk membangun sebuah platform khususnya untuk layanan servis,” kata Laras.

Aplikasi Tune Up sudah bisa diunduh di Play Store. Saat ini Tune Up mengklaim telah memiliki total 65 merchant yang bergabung dan lebih dari 150 layanan yang tersedia. Sebagian besar baru dapat di jangkau untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan sekitar 500 penggunanya, layanan yang tersedia saat ini, kebanyakan untuk jenis mobil seperti servis AC, tune-up, detailing, fogging, dan lain-lain.

Bagi para pengguna, aplikasi Tune Up dapat membantu melakukan pemesanan layanan otomotif dengan mudah sesuai harga dan lokasi yang tepat. Selain itu, aplikasi juga dibekali fitur monitoring untuk melihat progres pengerjaan kendaraan mereka secara real-time. Dan sebagai pelengkap, terdapat juga fitur review.

Untuk para merchant, aplikasi ini didesain sebagai platform marketplace khusus layanan otomotif yang dapat diakses secara gratis, memudahkan mereka membangun sistem pemasaran online.

“Dalam aplikasi Tune Up Merchant juga tersedia fitur-fitur yang menunjang operasional, seperti fitur keuangan dan statistik, penjadwalan pesanan, perencanaan, hingga inventaris,” kata Laras.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Secara khusus Tune Up menerapkan model bisnis berupa marketplace, yang menghubungkan antara konsumen dan pemilik usaha layanan otomotif. Strategi awal yang diterapkan, yaitu dengan menjangkau merchant lokal (pemilik usaha layanan otomotif) non-authorized terlebih dulu untuk memastikan produk dan layanan tersedia dalam aplikasi.

“Strategi kerja sama khusus yang telah berhasil dilakukan oleh Tune Up saat ini, yaitu menjalin relasi dengan merchant yang sudah terjamin layanan dan kualitasnya seperti Dokter Mobil, Autonetcare, dan HD Car Care Harmony. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan rasa kepercayaan dan keamanan pengguna dalam melakukan transaksi di dalam aplikasi,” kata Laras.

Pada tahap ini, Tune Up juga membangun revenue dengan cara membagi komisi dari beberapa merchant yang memberlakukan diskon khusus untuk layanannya. Beberapa di antaranya memberikan diskon layanan antara 5-15% khusus untuk Tune Up, sehingga perusahaan bisa memberikan diskon kepada pengguna sekitar 3-5% dan selisihnya merupakan keuntungan bagi Tune Up.

Tune Up juga memiliki fitur DMS (Dealer Management System) yang dikembangkan, sehingga memudahkan bagi para pengguna atau pun Merchant untuk melakukan transaksi dalam aplikasi.

“Berbeda dengan kompetitor lain yang kebanyakan memiliki model bisnis B2C, Tune Up memiliki model bisnis B2B2C,” kata Laras.

Layanan serupa yang sudah hadir sebelumnya di Indonesia di antaranya adalah Montir ID, Otomoto, dan Carfix.

Rencana fundraising

Tune Up mengklaim sempat mencatat transaksi mencapai Rp3,4 juta/harinya. Namun saat penyebaran virus Covid-19 makin meluas dan diberlakukannya PSBB di bulan April terjadi penurunan transaksi yang sangat drastis. Karena sektor layanan otomotif termasuk layanan yang tidak diperbolehkan buka pada saat masa PSBB.

“Dan sambil menunggu kondisi pulih kembali, kami mencoba memperbaiki manajemen Tune Up khususnya untuk promosi dan operasional. Namun di new normal ini, Tune Up mencoba memberikan layanan terbaru dengan menghadirkan fogging mobil secara home service. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan terjadinya penyebaran virus Covid-19,” kata Laras.

Tahun ini perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahap awal. Meskipun masih menjadi rencana, Tune Up berharap bisa mendapatkan investor yang mengerti dan paham terkait perkembangan bisnis di sektor otomotif.

“Harapannya di tahun 2020, aplikasi Tune Up dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas, serta memberikan dampak yang lebih baik dan positif kepada masyarakat yang membutuhkan layanan otomotif secara tepat dan terpercaya,” kata Laras.

Application Information Will Show Up Here

PMWL 2020 East Region Opening Weekend: Dominasi Keras Tim Indonesia

PUBG Mobile World League Season Zero: East Region sudah dimulai pertandingannya pada pekan lalu. PMWL 2020 East Region menampilkan 20 tim yang dibagi ke dalam 5 grup, dan bertanding dengan format online karena situasi pandemi. Wakil Indonesia ada dua, Bigetron RA, dan MORPH Team.

Pertandingan tanggal 11 dan 12 Juli 2020 kemarin menjadi pekan pembuka, untuk menentukan pembagian grup yang sebenarnya. Pada pertandingan pembuka, baik Bigetron RA dan MORPH Team menunjukkan permainan yang impresif. Bigetron RA sebagai juara dunia tahun lalu berhasil membuktikan kembali kualitasnya, dan membuka pertandingan hari pertama, map pertama dengan sebuah Chicken Dinner.

Momen tersebut terjadi pada map Erangel, ketika Circle terlempar ke arah Sosnovka Military Base. Bigetron RA cepat tanggap dengan keadaan ini, mereka segera amankan area jembatan untuk memblokir pergerakan kontestan lain, yang membuat Zuxxy Luxxy dan kawan-kawan jadi panen kill. Circle terakhir menutup di area terbuka Military Base, empat personil Bigetron RA melawan T1 dan TeamIND yang sama-sama menyisakan 1 pemain saja. Ryzen, Microboy, dan kawan-kawan mudah saja menanggapi situasi ini. Mereka pun mengamankan Chicken Dinner dengan 10 kill di ronde pertama.

Salah satu yang jadi kualitas Bigetron RA adalah konsistensi permainannya. Chicken Dinner di ronde pertama ternyata bukan sekadar beruntung, tetapi dibuktikan kembali lewat Chicken Dinner ronde kedua. Momen menarik terjadi di ronde ketiga, ketika sorotan pertandingan PMWL 2020 East Region dimonopoli oleh tim Indonesia.

Bertanding pada map Miramar, takdir mempertemukan MORPH Team dan Bigetron RA pada Circle terakhir. Keadaan ketika itu adalah MORPH Team masih memiliki personil yang lengkap, Bigetron RA sisa 2 orang, sementara TeamIND dan Synerge tersisa satu orang. Awalnya, empat tim tersebut masih saling menahan pada saat Circle ke-6.

Memasuki Circle ke-7 bergerak, posisi Synerge.Ted terungkap dan segera ditumpas oleh Ryzen. Derby Indonesia akhirnya tak terelakkan. MORPH Team yang punya personil lengkap segera menyisir area tersisa. Microboy tumbang duluan, Ryzen tak mampu menahan gempuran MORPH.NoMercy dan kawan-kawan. Akhirnya Miramar dimiliki oleh MORPH Team.

Berlanjut ke hari kedua, mesin Bigetron RA dan MORPH Team seakan menjadi dingin. Kedua tim tersebut menjadi korban Too Soon dua kali berturut-turut, walau Bigetron masih bisa mendapatkan 4 kill di ronde tujuh dan 6 kill di ronde delapan. Untungnya dua wakil Indonesia panas lagi di pertandingan ronde 10, yang lagi-lagi menghasilkan Derby Indonesia pada Circle terakhir.

Namun demikian, pada momen ini MORPH Team yang kurang beruntung karena hanya menyisakan Zaay4S seorang. Duet Zuxxy Luxxy tentunya bisa mengatasi situasi ini dengan mudah, sehingga kini giliran Bigetron RA yang mendapat Chicken Dinner. Dengan ini, maka bisa dibilang skor untuk Derby Indonesia, MORPH Team vs Bigetron RA masih imbang, dengan 1 Chicken Dinner untuk MORPH Team di Miramar dan 1 Chicken Dinner untuk Bigetron RA di Erangel.

Maka dari itu, berikut perolehan skor dari PMWL 2020 East Region Opening Weekend yang dilaksanakan 11 – 12 Juli 2020 kemarin.

Sumber: YouTube PUBG Mobile Esports
Sumber: YouTube PUBG Mobile Esports
Sumber: YouTube PUBG Mobile Esports
Sumber: YouTube PUBG Mobile Esports

Pekan ini sudah memasuki babak League Play, yang artinya, pertarungan tentu akan menjadi lebih intens lagi. Apakah Bigetron RA dapat kembali membuktikan kualitasnya sebagai juara dunia tahun lalu? Akankah MORPH Team bisa mengikuti tempo permainan Bigetron RA? Dapatkah tim dari South Asia, Korea, Jepang, Taiwan, Hong Kong, Mongolia, meruntuhkan dominasi Asia Tenggara dalam pertandingan PMWL 2020 East Region?

Kelanjutan ini tentu dapat kita saksikan pada pertandingan PMWL 2020 East Region – League Play pekan pertama pada tanggal 14 – 15 Juli 2020 dan 17 – 19 Juli 2020 mendatang.

Liga Sepak Bola Rehat Karena Corona, Singapura Adakan Turnamen Esports eSPL

Singapore Premier League (SPL), liga sepak bola Singapura, memutuskan untuk mengadakan turnamen esports eSPL karena pertandingan sepak bola masih belum bisa diadakan akibat pandemi virus corona. Untuk mengadakan eSPL, Football Association of Singapore (FAS) bekerja sama dengan Redd+E Sports, Zenway Productions, dan The Gym.

“Karena Covid-19, kami harus membatalkan rencana kami terkait perayaan musim ke-25. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengadakan eSPL. Dengan kompetisi esports itu, para fans sepak bola bisa menikmati pertandingan antara pesepak bola SPL sambil menunggu kompetisi sepak bola sebenarnya bisa kembali diadakan,” kata Jonathan Wong, Director of Commercial and Marketing, Football Association of Singapora, seperti dikutip dari Esports Insider.

Dalam kompetisi eSPL, delapan tim dari liga sepak bola Singapura akan ikut serta. Masing-masing tim akan mengirimkan dua perwakilan untuk saling beradu dalam bermain eFootball Pro Evolution Soccer 2020. Salah satu alasan mengapa FAS memilih untuk mengadakan turnamen eFootball PES adalah karena game itu memiliki editing mode yang memungkinkan para peserta untuk bermain menggunakan jersey dari klub yang mereka wakili.

esports sepak bola singapura
Editing mode pada PES jadi alasan mengapa eSPL menggunakan PES. | Sumber: YouTube

“Kami telah berjuang keras untuk melakukan pelokalan agar karakter dalam game terlihat serupa tim-tim SPL,” ujar Wong. “Dengan begitu, para fans SPL akan bisa merasa lebih familier ketika mereka menonton pertandingan esports sepak bola tersebut.”

Kompetisi eSPL akan dimulai dengan group stage, yang diadakan pada 11 Juli 2020. Sementara babak knockout akan diadakan pada 18-19 Juli 2020. Semua pertandingan dari eSPL — mulai dari group stage, babak semifinal, final, sampai turnamen perempuan — akan disiarkan di Singtel TV, StarHub TV, meWATCH, dan Facebook page dari SPL.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan FAS dalam mengadakan eSPL. Hal ini dapat membuat para fans semakin mengenal SPL melalui esports,” kata Yip Ren Kai, Co-founder dan Managing Director, Redd+E. “Di PES, kita dapat membuat seragam yang sama dengan jersey  SPL sementara dalam eSPL, klub sepak bola akan mengirimkan atlet mereka sebagai perwakilan. Kami harap, dua hal ini akan membuat para fans merasa lebih dekat dengan klub favorit mereka. Kami ingin agar eSPL dapat menarik fans sepak bola baru.”

SPL bukanlah liga sepak bola pertama yang mengadakan turnamen esports sepak bola sepanjang pandemi virus corona. Sebelum ini, liga sepak bola Malaysia dan Finlandia telah melakukan hal yang sama. Memang, di tengah pandemi, turnamen esports sepak bola, baik FIFA 20 ataupun eFootball PES 2020, bisa menjadi pelipur lara bagi para pecinta sepak bola.

Berapakah Usia yang Tepat untuk Terjun ke Esports?

Jujur saja saya katakan di awal artikel ini bahwa saya sebenarnya tidak suka dengan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Apalagi biasanya, pertanyaan ini dihubungkan dengan ranah perkawinan, eh pernikahan…

Namun begitu, saya sangat percaya bahwa tidak ada pertanyaan yang bodoh (yang ada hanyalah jawaban ignorant dan oversimplified) jadi pertanyaan ini sebenarnya sah-sah saja. Ditambah lagi, artikel ini mungkin dapat membantu menjawab kegundahan mereka yang bingung dengan kapan waktu yang tepat untuk mulai terjun ke esports.

Di artikel ini, saya juga akan membaginya menjadi dua bagian. Pasalnya, berkarier di esports itu bisa dibagi menjadi 2 aspek besar: menjadi atlet esports atau berkarier sebagai pekerja di industri esports-nya (seperti jadi manajer, desainer, jurnalis, video editor, league ops, event organizer, dkk.).

Seperti biasa, saya harus katakan bahwa artikel ini merupakan pendapat saya berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya. Jadi, sebagai bentuk justifikasi atas pengalaman tadi, saya sudah menjadikan bermain game sebagai hobi utama saya sejak kelas 4 SD sampai sekarang dan saya pun sudah terjun ke industri game penuh waktu sebagai jurnalis sejak saya lulus kuliah di 2008. Filosofi gaming juga bahkan menjadi falsafah hidup saya sampai hari ini.

Jadi tanpa basa basi lagi, mari kita bahas bersama perihal usia yang tepat untuk terjun ke esports.

 

Usia ideal untuk menjadi pro player di esports?

Mengingat pertimbangan jawabannya lebih kompleks daripada menjadi pekerja lainnya di industri esports, kita akan membahas soal usia jadi pro player di esports lebih dulu.

Kenyataannya, jam terbang adalah penentu terbesar dari keahlian kita — apapun itu bentuknya — termasuk keahlian untuk bermain game. Maka dari itu, jika kita melihat keahlian dari ranah lainnya, kita akan melihat banyak orang yang mulai belajar hal tersebut sejak remaja atau bahkan Sekolah Dasar.

Dari ranah bermusik, misalnya, tidak sedikit juga musisi-musisi kelas dunia yang mulai belajar sejak mereka masih sangat muda. Bassist legendaris di kelas dunia, Victor Wooten, mulai belajar bermusik bahkan sejak ia masih sangat belia. Anda bisa melihat ceritanya di video di bawah ini.

Echa Soemantri, salah satu drummer tanah air paling keren (menurut saya) juga setahu saya sudah mulai belajar bermain drum sejak ia masih anak-anak. Saya yakin Anda juga bisa menyebutkan cerita yang tak jauh berbeda dari musisi-musisi lain yang kemampuannya jauh di atas rata-rata musisi profesional lainnya.

Dari ranah olahraga? Kisah-kisah serupa juga tidak jarang bisa kita temukan. Menurut laporan dari The Economist, Tiongkok bahkan merekrut anak-anak tertentu untuk dimasukkan ke dalam pelatihan atlet olimpiade sejak usia dini.

Kemudian pertanyaan pentingnya, apakah hal serupa juga bisa diterapkan ke keahlian bermain game? Seperti misalnya memberikan waktu bermain game yang sebanyak-banyaknya ke anak-anak yang masih SD sekalipun. Jawabannya sebenarnya bisa-bisa saja namun, menurut saya, saat ini masih belum masuk akal.

Kenapa saat ini belum masuk akal untuk mengembangkan bakat semaksimal mungkin sebagai pro player esports sejak anak-anak? Pertama, jika dibandingkan dengan musik dan olahraga, game-nya mungkin tidak akan bertahan selama itu. Anggap saja seperti ini, jika Anda sudah berlatih bermain gitar atau bulu tangkis sejak usia 5-7 tahun misalnya, kemungkinan besar gitar dan bulu tangkis masih akan ada saat Anda bahkan berusia 40 tahun nanti.

Namun, saya tidak bisa mengatakan hal yang sama untuk game yang spesifik. Dota 2 misalnya. Beberapa tahun silam, game ini memang jadi game dan esports paling berkembang di Indonesia. Namun sekarang? Demikian juga dengan MLBB, PUBG M, dan Free Fire. Sekarang, ketiganya memang masih mendominasi ekosistem esports di Indonesia. Namun bagaimana 20 tahun kemudian? Apakah Mobile Legends masih bertahan dengan ekosistem esports-nya? Apakah PUBG M atau Free Fire masih ramai dimainkan 20 tahun lagi?

Industri game memang masih akan bertahan sampai anak saya punya anak lagi, dan seterusnya. Namun belum tentu judul game yang sama masih akan bertahan selama itu. Padahal jika kita berbicara soal kemampuan bermain di tingkatan profesional itu sangat spesifik. Maksudnya jika Anda jago bermain bulu tangkis, tidak otomatis juga Anda akan jago bermain tenis ataupun tenis meja — meskipun kelihatannya mirip.

Musisi kelas atas juga sebenarnya hampir selalu bisa dipastikan untuk mampu memainkan lebih dari salah satu alat musik namun tingkat permainannya pasti berbeda-beda dan hanya satu alat musik yang jadi andalan utamanya.

Contoh saja, Michael Jordan memang bisa dibilang pemain basket paling legendaris sepanjang masa. Namun, saat ia beralih ke golf, ia tetap tidak bisa mencapai tingkatan yang sama dengan Tiger Woods. Demikian juga dengan Victor Wooten, kemungkinan besar, ia juga bisa bermain drum atau piano namun keahliannya di sana tidak bisa setingkat dengan keahliannya bermain bass.

Demikian juga dengan kemampuan bermain game. Saya tahu memang ada pemain seperti Ryan “supernayr” Prakasha ataupun Rivaldi “R7” Fatah yang jago di lebih dari 1 game. Namun, faktanya, kebanyakan pemain Dota 2 dari Indonesia memang tidak semudah itu berpindah ke MOBA di mobile. Tidak ada juga pro player lain yang bisa lintas genre (MOBA, FPS, Battle Royale) seperti supernayr.

Itu tadi alasan kenapa memang tidak masuk akal berlatih maksimal di satu game sejak anak-anak, karena industri game-nya yang lebih dinamis dan adaptasi kemampuan bermain kita yang tidak setinggi itu.

Di sisi lain, saya bukannya melarang juga untuk serius berlatih di satu game sejak anak-anak ataupun usia remaja. Menurut saya, berlatih serius bermain game juga memiliki nilai positifnya asalkan alokasi waktunya yang (saat ini) belum bisa disejajarkan dengan waktu berlatih musik ataupun olahraga karena alasan tadi. Meski keduanya kerap kali disandingkan bersebelahan, menurut saya, esports dan olahraga tidak bisa disamakan begitu saja.

Bagi saya pribadi, manajemen alokasi waktu inilah yang lebih penting dari sekadar usia berapa seseorang boleh berlatih serius untuk menjadi pemain profesional. Hal ini juga berlaku jika seseorang ingin bergabung ke tim esports yang memang serius mengejar prestasi dari berbagai kompetisi.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Jika berbicara soal alokasi waktu dan prioritas, ada cerita dari 2 orang pro player yang menurut saya masuk akal untuk dijadikan pertimbangan. Cerita tersebut datang dari Baskoro “roseau” Dwi Putra dan Jason “f0rsaken” Susanto. Keduanya sama-sama dari skena CS:GO Indonesia yang dulu memang cukup besar namun perlahan tenggelam.

Roseau, ketika ia masih di NXL, sempat bercerita ke saya bahwa ia bisa jadi sarjana dan juara di turnamen internasional di tahun yang sama. Jason juga tidak berbeda jauh ceritanya meski tingkat pendidikan dan usia yang berbeda. Saat masih di Aerowolf dan berusia 13 tahun, Jason mengaku bahwa ia diizinkan bermain untuk timnya (oleh orang tuanya) jika nilai sekolahnya tidak berantakan.

Pertimbangan seperti tadilah yang menurut saya lebih masuk akal. Karena, mereka tidak mengorbankan seluruh waktunya untuk berlatih apalagi dengan melihat kondisi skena esports CS:GO sekarang di Indonesia.

Sekali lagi, menurut saya, usia bukan jadi pertimbangan yang relevan untuk terjun ke esports sebagai pro player — kecuali mungkin Anda sudah terlalu tua. Pertimbangan yang lebih relevan apakah Anda bisa membagi alokasi waktu dan prioritas atau ada orang lain (seperti orang tua) yang bisa melakukannya untuk Anda?

Kenapa pertimbangannya jadi seperti itu? Karena skena esports Indonesia yang masih sangat dinamis dan saya juga melihat tidak sedikit mantan-mantan pro player Indonesia yang akhirnya tak bisa move-on saat ekosistemnya sudah tandus. Idealnya, menurut saya, cerita mantan pemain esports yang bisa dijadikan teladan adalah Ariyanto “Lakuci” Sony. Di DotA, ia adalah pemain legendaris yang dikagumi semua orang dan ditakuti lawan-lawannya. Namun, setelah ia gantung mouse, ia pun sukses dengan bisnisnya.

Saya tahu memang mungkin tidak bisa semudah itu juga bisa menjadi pro player legendaris yang kemudian sukses berbisnis. Namun setidaknya, menurut saya, rencana jangka panjang pasca pensiun dari pro player inilah yang harus dipertimbangkan dengan matang.

Terakhir, untuk menutup bagian ini, sebelum salah kaprah, tentu saja saya tidak melarang hobi bermain game sejak anak-anak juga. Sampai hari ini pun saya juga masih bermain game sampai pagi… Saya juga senang melihat anak saya bermain Minecraft setiap hari. Namun yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dengan sangat baik adalah saat mengorbankan segalanya untuk berlatih dan menjadikan kemampuan bermain game sebagai satu-satunya skill hidup Anda.

 

Usia ideal untuk berkarier di industri esports?

Bagi saya pribadi, jawaban atas pertanyaan ini jauh lebih mudah untuk disuguhkan.

Ada beberapa alasan kenapa pertanyaan ini lebih mudah dijawab. Pertama, dari tuntutan pekerjaannya sendiri, Anda tidak bisa hanya bermodalkan suka alias passion bermain game untuk bisa sukses sebagai pekerja di industri esports.

Pengetahuan dan ketertarikan di game memang menjadi nilai lebih yang sangat berharga namun hal tersebut harus diimbangi dengan skill utama pekerjaan Anda. Misalnya, sehebat apapun pengetahuan ataupun kemampuan bermain Anda, Anda tidak cocok juga jadi desainer grafis di industri esports jika tidak bisa nge-crop rambut.

Demikian juga dengan pekerjaan lainnya seperti penulis atau jurnalis di game atau esports. Tanpa kepekaan dan pemahaman lebih terhadap susunan huruf, kata, kalimat, dan juga paragraf, bagi saya, Anda memang tidak cocok jadi penulis atau jurnalis di industri ini.

Dokumentasi: Herry Wijaya
Dokumentasi: Herry Wijaya

Pekerjaan-pekerjaan lainnya di esports (kecuali pro player tadi), saya kira demikian juga tuntutannya. Anda harus paham broadcasting, penyelenggaraan event, ataupun segala macam fundamentalnya jika ingin mencari nama di ranah event organizer esports.

Kedua, tuntutan sebagai pekerja di industri esports ini lebih berat pada kemampuan kognitif seseorang — bukan pada penekanan muscle memory ataupun reflek yang begitu tinggi jika ingin jadi pro player. Kemampuan kognitif ini bisa lebih fleksibel jika harus beradaptasi di industri lainnya. Misalnya seperti desainer grafis tadi, tuntutan nge-crop rambut ini juga tetap akan dicari di industri lainnya di luar esports. Setidaknya, kemampuan kognitif pekerja profesional ini lebih mudah untuk diadaptasikan ke industri lainnya — andaikan industri esports di Indonesia luluh lantak wkwakakwakwa… 

Karena itulah, untuk mengasah skill-skill yang nantinya akan sangat berguna di industri esports sebenarnya bisa dilakukan sejak sedini mungkin. Misalnya saja, saya memang juga sudah tertarik dengan hal-hal yang berbau tulis menulis dan berbahasa sejak SD sampai hari ini. Contoh lain, mereka yang tertarik dengan fotografi, video, ataupun desain grafis, pemahaman soal komposisi, warna, perspektif, dan segala macamnya, bagi saya, tidak ada masalah apapun jika memang ingin dimaksimalkan belajarnya sedari kecil.

Meski demikian, jika Anda memang masih sekolah (atau kuliah) dan berasal dari keluarga yang mampu menghantarkan Anda lulus kuliah, idealnya Anda hanya menjadikan pengalaman belajar hal-hal tadi paruh waktu. Walaupun karena alasan dan tujuan yang benar-benar berbeda, hanya karena sebatas kewajiban Anda menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua Anda.

 

Penutup

Akhirnya, artikel ini mungkin memang jadinya seolah terlihat menganaktirikan atau menyudutkan kemampuan bermain game ketimbang kemampuan kognitif lain yang jadi tuntutan para pekerja profesional lainnya. Namun demikian, jujur saja, dari pengalaman saya berkecimpung di industri ini lebih dari 10 tahun, itulah pendapat saya.

Sumber: dbltap.com
Sumber: dbltap.com

Pasalnya, resep sukses menjadi seorang pro player ada pada kombinasi yang ideal antara kemampuan kognitif Anda memahami game tersebut dengan kemampuan fisik Anda (muscle memory, reflek, koordinasi mata dan tangan, dkk.). Sebaik apapun Anda menghitung DPS ataupun hitung-hitungan lainnya di MOBA, semuanya tidak akan ada gunanya sebagai pro player jika Anda tidak bisa bereaksi secepat mungkin di saat pertempuran. Kemampuan fisik inilah yang tidak semudah itu diterjemahkan ke game lainnya. Seperti kemampuan Anda bermain drum tidak akan semudah itu diterjemahkan jadi kemampuan Anda bermain gitar.

Jadi, kembali ke judul artikel ini… Berapakah usia yang tepat untuk terjun ke esports? Jawabannya, tergantung — tapi bukan Hybrid namanya jika hanya memberikan jawaban tanpa argumentasi yang jelas.

Jika ingin terjun sebagai pro player, menurut saya, tidak ada usia yang ideal sampai Anda mempersiapkan backup plan setelah pensiun. Kecuali, Anda memang tidak peduli dengan hidup Anda setelah pensiun dari pro player. Sebaliknya, jika Anda ingin terjun sebagai seorang profesional di industri esports, sedini mungkin Anda mulai serius belajar dan mengumpulkan pengetahuan, hasilnya (kemungkinan besar) akan lebih maksimal di masa depan — selama Anda tetap harus menjalankan kewajiban terhadap orang tua yang sudah susah payah membesarkan Anda.

Venture Capital Initiatives to Support Portfolios Amid Pandemic

The pandemic situation has forced some fundraising to postpone activities performed by foreign and local venture capital in Indonesia. Nevertheless, there are still some VCs that continue to carry out these activities, by implementing a more rigorous and focused startup curation process, adjusting the current conditions.

In the Startup Clinic session in collaboration with Ventura Discovery, UMG IdeaLab, Plug and Play Indonesia and Alpha Momentum Indonesia, several VCs shared their portfolio management tips and stories, and how a pandemic can be the most relevant momentum, to see the powerful and potential of startups.

The right time to slow down

Previously, it was possible that most VCs had a target of how many startups to join the portfolio, according to Monk’s Hill Ventures Senior Investment Analyst, RJ Balmater, now is the right time for VCs to loosen their belts while focusing on the right and best business vertical for investment. On the other hand, RJ also saw that startups could also take advantage of this condition to re-examine the advantages of the company along with its business model.

“Eventually, VC wants to invest in startups with healthy businesses, not just to survive in the current conditions,” RJ said.

Kejora-SBI Orbit Fund‘s VP Investment, Richie Wirjan said to not looking solely at the key market, investment delays that currently performed can also be utilized by the VC to dig further on the key feature, both within the portfolio or those with a certain potential.

Meanwhile, Prasetia Dwidharma’s CEO, Arya Setiadharma, utilizing existing data, a more in-depth analysis must be done to see the potential that exists today. Make sure the business model that is owned has adjusted to the current conditions, seen from an uncertain market so that the possibility of the company cannot survive. On the other hand, Arya sees services such as groceries and delivery can grow positively utilizing the current moment.

“For the early-stage startup, I see that there is still a good future for fundraising, but when the pandemic starts to recede within the next two years,” Arya said.

Moral support and VC network

Another thing that later became the VC’s priority during the pandemic was moral support to the extensive network to help startups and founders. For Arya, all founders who are members of his portfolio are entitled to get one-on-one consultation by a psychologist. It was to ensure their mental health, who often pressured to cope up with issues during the pandemic.

“We are also trying to help our portfolio to develop some solutions. One of them is Ride Jakarta, founded by Gita Sjahrir. Utilizing online services, users can now enjoy direct training with coaches easily, at an affordable price. Not only users in Indonesia, those who live in Singapore, also use these online services,” Arya said.

Meanwhile for Kejora and SBI who have been doing business more than just VCs, are to provide support to the ecosystem. Not only to new investments but also those who have entered into the pipeline.

“We do not want to leave them, the best way is to connect them to our ecosystem. Whether through the pilot project, we do this to ensure they can continue with the business. Later, we will discuss again whether there are further investment steps or not,” said Richie.

Utilizing the right technology and tools, all portfolios at Monk’s Hill can utilize communication networks between fellow founders for consultation and possibilities for collaboration. The VC is also ready to help all startups to continue to be able to provide support. Monk’s Hill also conducts a data organization that aims to see the overall portfolio and KPI of each startup.

Diversification and decision to shut down business

When the pandemic began, many startups diversified by presenting new services or pivoting to adapt to current conditions and to remain relevant. According to Richie, this is fine to do, as long as startups can ensure that when the pandemic ends, the new business that is presented can continue. Not just using momentum.

“In my opinion, everything should go back to the core business. If they are not sure that it is better not to do a pivot, even though now is the right time to conduct a trial. When the crisis is focused on revenue rather than starting to explore new services,” Arya said.

He added, currently in Indonesia, most companies imitate other companies, when they want to present new services. Make sure all the right decisions, not just take advantage of the conditions and opportunities that exist.

Meanwhile, according to Arya, an important thing is that the new services or businesses presented can disrupt the business. If a startup has the ability, tools, and resources to build new services, it is possible.

Regarding the decision of startups to terminate their business, as a result of the pandemic, each VC claims to have experienced a number of failures from its portfolio. This condition is undeniable, the right way that can then be done is whether startups can implement lean methods or actually stop their startups.

“Eventually, when employee reductions or other decisions must be taken it is wise to do so. If the process or step can help startups to survive,” RJ said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian