Bank Mandiri Buka Inkubator Digital untuk Fintech

Bank Mandiri meresmikan inkubator digital yang khusus mendorong hadirnya startup di bidang teknologi finansial (fintech). Bekerja sama dengan Mandiri Capital, Indigo Inkubator milik Telkom, dan konsultan pengembangan bisnis ActionCoach, 44 startup akan mengikuti program inkubator selama 6 bulan. Di akhir periode, setiap startup diwajibkan mempresentasikan ide dan eksekusi bisnisnya ke calon investor.

44 startup yang terpilih merupakan finalis Wirausaha Muda Mandiri (WMM) bidang digital, finalis Mandiri Hackathon, dan anggota HIPMI Perguruan Tinggi.

Mandiri sendiri sudah meresmikan perusahaan investasi Mandiri Capital Indonesia awal tahun ini dengan modal awal 500 miliar Rupiah untuk mendorong munculnya lebih banyak startup fintech.

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo dalam sambutannya, yang dikutip dari Okezone, mengatakan:

“Pertumbuhan startup Indonesia, misalnya dalam bidang fintech merupakan yang kedua terbesar di ASEAN setelah Singapura. Pada kurikulum ini, peserta akan mendapatkan teori dan aplikasi terkait pemahaman dan kemampuan teknis dalam mengelola bisnis, kedisiplinan dalam mengeksekusi rencana bisnis serta kemampuan dalam menganalisa strategi, dan peluang pengembangan bisnis.

Dalam kegiatan ini, kami ingin melibatkan Mandiri Capital Indonesia (MCI) dari sejak awal sehingga MCI dapat terus memberikan pendamping dan dukungan secara berkelanjutan. Harapannya, pasca inkubasi para peserta akan memiliki visi dan orientasi bisnis yang lebih spesifik sehingga dapat segera memperoleh pembiayaan dari venture capital untuk diimplementasikan di masyarakat.”

Tentu saja pasca lepas dari inkubator tidak bisa serta merta sebuah startup menjadi sangat sukses. Dibutuhkan waktu, usaha, dan biasanya pemodalan lanjutan dari VC dan para investor untuk mendorong sebuah startup mencapai performa yang diinginkan.

Industri fintech terus mendapat sorotan dari regulator dan para pelaku bisnis sepanjang tahun 2016 ini. OJK memberikan perhatian khusus dan dukungannya di berbagai kesempatan, sementara bank mencoba merangkul untuk membantu mereka berinovasi. Inkubator bisnis digital di sektor perbankan ini adalah yang pertama, sementara untuk sesama BUMN adalah yang kedua setelah Telkom.

Program inkubator semacam ini dapat mendukung gerakan 1000 startup yang didukung pemerintah.

Startup Logistik On-Demand B2B Kargo Umumkan Perolehan Investasi dari East Ventures dan Angel Investor Diono Nurjadin

Startup logistik on-demand B2B Kargo mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal, dengan nilai yang tak disebutkan, dari East Ventures dan angel investor Diono Nurjadin. Diono adalah anggota aktif Angel Investment Network of Indonesia (ANGIN) dan merupakan President dan CEO Cardig Aero Services. Pendanaan akan difokuskan untuk pengembangan teknologi dan peningkatan kemitraan dengan vendor / perusahaan logistik di Indonesia.

Kargo adalah layanan logistik on-demand B2B antar kota yang membantu pengiriman barang, dari kebutuhan truk, asuransi hingga pembayaran vendor. Area yang dicakup saat ini adalah Sumatra, Jawa, dan Bali. Saat ini Kargo fokus ke pasar korporasi dan belum memiliki rencana untuk masuk ke pasar ritel.

CEO Kargo Yodi Aditya dalam rilisnya mengungkapkan, “Kargo mendefinisikan ulang lanskap logistik di Indonesia dengan membuatnya lebih terpercaya dan efisien. Dashboard online kami dapat membuat aktivitas pengantaran lebih mudah – termasuk pemesanan, pelacakan, asuransi, pembayaran, dan manajemen vendor. Kami membantu bisnis mengurangi biaya logistik dan meningkatkan produktivitas.”

Kata kunci di sini adalah teknologi. Logistik adalah salah satu sektor yang masih banyak membutuhkan pembenahan dengan kondisi infrastruktur yang tidak sebaik negara-negara maju. Untuk memaksimalkan bisnis, teknologi memegang peranan penting di sini untuk mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas.

Disebutkan industri logistik Indonesia secara keseluruhan bernilai $163,4 miliar atau lebih dari 2000 triliun Rupiah. Dengan semakin bertumbuhnya sektor e-commerce, sektor logistik ikut berkembang dan sejumlah startup, termasuk Kargo, berusaha terus mendobrak tatanan yang sudah ada.

Yodi melanjutkan, “Teknologi Kargo [berusaha] membantu perusahaan mengurangi biaya dengan memaksimalkan utilisasi truk dan meningkatkan kualitas pelayanan. Efisiensi dapat membawa efek domino di rantai logistik ini.”

Terhadap masuknya Diono dan East Ventures dalam jajaran investor Kargo, Yodi kepada DailySocial mengatakan, “Melalui pengalaman Pak Diono, Kargo dapat mengambil langkah strategis dalam penetrasi market logistik di Indonesia. Serta EV yang membantu kami dalam product market fit. Kombinasi ini akan memberikan dukungan yang kuat pada perkembangan Kargo.”

Para investor melihat Kargo memiliki peluang untuk “merusak” tatanan yang sudah ada dengan teknologi yang dibawanya. Managing Partner East Ventures Willson Cuaca berkomentar, “Sektor logistik kita [Indonesia] telah lama menjadi tidak efisien karena tidak ada yang mengganggu pasar. Logistik adalah faktor sukses kunci aktivitas perdagangan Indonesia dan kami percaya teknologi yang dikembangkan Kargo mampu memberdayakan tingkat kompetitif Indonesia di pasar perdagangan domestik dan internasional.

Diono menambahkan, “Penawaran produk Kargo bisa menjadi key enabler bagi penyedia layanan logistik untuk meningkatkan sisi kompetitif dan meningkatkan performa secara umum. Kargo berada di posisi yang tepat untuk memainkan peranan penting di pasar logistik Indonesia dan kawasan [Asia Tenggara].”

Application Information Will Show Up Here

Induk Startup Kesehatan HelloSehat Peroleh Pendanaan 20 Miliar Rupiah

Hello Health Group, startup kesehatan yang berbasis di Singapura dan telah memiliki layanan di Vietnam dan Indonesia mengumumkan perolehan pendanaan senilai $1,5 juta (atau hampir senilai Rp 20 miliar) dari grup investor yang dipimpin California Management Group (CMG), perusahaan fitness dan kesehatan terbesar di Vietnam. Investor lain yang terlibat adalah Charles Toomey, mantan Global Head of Healthcare DKSH. Pendanaan akan digunakan untuk berekspansi ke Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan negara-negara Asia lainnya. Pendanaan juga akan digunakan untuk operasional pengembangan produk.

Di Indonesia, Hello Health memiliki HelloSehat yang sudah beroperasi sejak April 2016. Dipimpin Country Manager Jonas Wilbert dan Editor In Chief Lika Aprilia Samiadi, HelloSehat mengklaim tak ingin terpaku pada tren tanya dokter dan lebih fokus di segmen edukasi untuk mendorong pembacanya lebih peduli pada kesehatan.

Founder Hello Health James Miles-Lambert dan Mervyn Cheo disebutkan mendirikan startup ini untuk mengatasi masalah kurang memadainya informasi kesehatan yang valid dan terpercaya di banyak negara berkembang.

“Dalam konteks kesehatan di negara berkembang, masalah yang sering muncul adalah sering kali informasi yang tersedia di internet kurang lengkap, atau bahkan tidak akurat,” ungkap James Miles-Lambert.

Di Indonesia sendiri portal kesehatan sudah banyak bermunculan, baik yang fokus menggunakan dokter sebagai narasumbernya maupun yang bersifat edukasi dengan tema kesehatan secara umum. Beberapa di antaranya sudah memperoleh pendanaan, terutama dari investor luar negeri. Teknologi kesehatan merupakan sektor yang menarik dicermati karena bisa membantu menyelesaikan banyak masalah di negara berkembang, seperti Indonesia.

Selain untuk pengembangan produk, Hello Health Group akan menggunakan pendanaan ini untuk berekspansi di pasar negara-negara Asia Tenggara dan Korea Selatan.

“Dampak yang bisa diberikan Hello Health Group dalam meningkatkan kualitas hidup penduduk Asia sangat transformatif, sehingga bagi kami, kesempatan untuk berinvestasi di bisnis ini adalah sesuatu yang tak akan kami lewatkan,” ujar Chairman CMG Randy Dobson.

Dampak Kemitraan BlackBerry dan Emtek untuk 60 Juta Pengguna BBM di Indonesia

BlackBerry mengikuti jejak Path. Ketika produk yang dibuatnya ternyata hanya populer di Indonesia, yang memiliki populasi yang masif, mau tidak mau mereka harus memprioritaskan apa yang diinginkan oleh konsumennya di negara ini. Hal itu yang tercermin dari kemitraan strategis yang diumumkan BlackBerry dan Emtek, konglomerat media Indonesia, terhadap BlackBerry Messenger (BBM), tadi malam WIB.

BlackBerry dalam rilis resminya menyebutkan Emtek akan memperkaya BBM sedemikian rupa sehingga konsumen nanti memiliki akses terhadap konten televisi, platform video, dan berbagai konten-konten digital lainnya. BlackBerry juga membuka API bagi Emtek untuk memaksimalkan implementasi e-commerce dan pembayaran (BBM Money yang masih belum bisa dibilang sukses meskipun mengalami pembaruan tahun lalu). Mumbrella Asia menyebutkan deal ini bernilai $207,5 juta (sekitar 2,7 triliun Rupiah) selama 6 tahun ke depan.

Untuk tujuan ini, Emtek akan membuka kantor di Toronto agar koordinasi dengan BlackBerry lebih mudah. Kepala Pengembangan Korporasi BlackBerry James Mackey kepada Bloomberg mengatakan 80-100 pegawai BlackBerry akan ditransfer ke kantor Emtek di Toronto. Mackey mengatakan deal ini memang awalnya dikhususkan untuk pasar Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan diimplementasikan untuk negara lain.

Seperti diungkapkan Bloomberg, BlackBerry ingin menjadi WeChat-nya Indonesia dengan menggandeng Emtek. WeChat di Tiongkok bisa digunakan untuk membeli barang, memesan alat transportasi online, membayar berbagai macam hal, seolah-olah WeChat adalah internet-nya orang-orang Tiongkok.

Emtek, seperti kita ketahui, selain memiliki sejumlah stasiun televisi, juga memiliki KMK Online yang membawahi sejumlah platform digital. Emtek juga berinvestasi di sejumlah startup, termasuk layanan e-commerce Bukalapak dan layanan video on-demand Iflix. Dengan tren layar yang mulai berpindah dari televisi ke smartphone dan perangkat bergerak lainnya, Emtek tak ingin tertinggal saat mengarungi gelombang digital. BBM dianggap sebagai kendaraan yang tepat.

Adopsi BBM di Indonesia masih masif

Meskipun di belahan bumi lain BBM sangat tertinggal adopsinya dibanding WhatsApp, Facebook Messenger, LINE, atau WeChat, di Indonesia BBM masih merupakan salah satu aplikasi messaging terpopuler. Dari 90 juta pengguna BBM saat ini, menurut Bloomberg, 60 jutanya tinggal di Indonesia.

Jumlah yang “tidak banyak” jika dibandingkan pengguna layanan messaging yang lain secara global, tapi untuk BlackBerry yang masih mengalami kesulitan keuangan, konsumen sebesar itu adalah peluang emas seandainya bisa dimanjakan berbagai konten dan kemudahan yang sesuai dengan selera pasar Asia.

Path misalnya, setelah diakuisisi Kakao tahun lalu, kini menjadi ujung tombak Kakao untuk mempertahankan dan memperluas pasarnya di Indonesia pasca mundur dari kancah messaging. Fitur terbaru #pathdaily dibuat lebih dulu untuk platform Android, yang memang paling populer di Indonesia, ketimbang iOS. Kakao pun berminat untuk membawa solusi bank digital Kakao Bank ke Indonesia melalui Path.

Tantangan transformasi BBM

Tentu saja langkah strategis ini tidak tanpa tantangan. Meskipun masih populer, BBM bukanlah satu-satunya platform messaging yang mendapatkan traksi di Indonesia. WhatsApp, Facebook Messenger, dan Telegram mungkin tidak akan melakukan implementasi sejauh BBM, tapi LINE sudah melakukan hal ini sejak lama.

LINE sangat populer di kalangan anak muda Indonesia dan sudah lebih dulu mencoba mengeksekusi sejumlah hal yang diharapkan oleh BBM. Selain membeli berbagai macam konten digital, pengguna LINE bisa memanfaatkan aplikasi messaging ini untuk memesan Go-Ride dari Go-Jek dan Taksi Express. LINE sendiri baru saja melengkapi jajaran Direkturnya di Indonesia. Hal ini melegitimasi fakta bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat penting untuk mereka.

Terlepas dari berbagai inovasi yang dilakukan, kita tidak bisa serta merta memprediksi langkah BBM dan Emtek pasti menuai sukses. WhatsApp sangat populer di Indonesia bukan karena kekayaan kontennya, melainkan karena kesimpelannya. Kesulitan BBM untuk mendorong adopsi BBM Money menunjukkan bahwa konsep yang ditawarkan BBM ternyata tidak selalu cocok dengan budaya dan kebutuhan konsumen Indonesia.

Apakah nantinya orang Indonesia bisa mengubah kebiasaan berinternet, dari ekosistem Facebook (Facebook, Instagram, WhatsApp) sebagai “rumahnya” menjadi (kembali ke) BBM, sangat bergantung pada eksekusi yang dihasilkan. Setidaknya, Emtek mengerti kearifan lokal yang dibutuhkan BBM dan hal itu adalah modal yang penting.

Application Information Will Show Up Here

Platform Pembangun Pertanian Organik iGrow Bukukan Pendanaan Awal dari East Ventures dan 500 Startups

Platform pembangun pertanian organik iGrow mengumumkan perolehan pendanaan awal, dengan nilai yang tak disebutkan, dari East Ventures dan 500 Startups. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendukung misi iGrow mengembangkan pertanian organik secara global. Saat ini iGrow sudah mengelola 1000 hektar lahan pertanian di Indonesia dan membidik lahan pertanian di Turki dan Jepang untuk beberapa jenis produk pertanian yang cocok dengan lahan di negara tersebut.

iGrow didirikan oleh Muhaimin Iqbal, Andreas Sanjaya, dan Jim Oklahoma untuk menghubungkan sponsor/investor, petani, pemilik lahan, dan pembeli hasil pertanian secara bersamaan. iGrow adalah jebolan program akselerasi 500 Startups Batch 16.

CEO iGrow Andreas Senjaya dalam rilisnya mengatakan, “Kami mengkoneksikan 3 stakeholder paling penting di dunia pertanian: pasar, skill, dan modal. Model ini secara komprehensif mengutilisasi lahan tidur untuk ditanami tanaman organik, dan di waktu bersamaan memberdayakan petani untuk meningkatkan pendapatan mereka.”

Andreas kepada DailySocial menambahkan, “Kita mau gunakan untuk perluasan penanaman. Saat ini sudah di 6 daerah di Indonesia. Sedang akan ekspansi juga untuk masuk penanaman dan pasar di Turki dan Jepang, product development, dan operasional.”

Sponsor atau investor dapat berpartisipasi dalam setidaknya 9 jenis produk pertanian yang diminatinya dengan skema investasi yang berbeda-beda.

Chief Business Development Jim Oklahoma menyebutkan Turki dibidik karena dianggap paling cocok untuk menanam zaitun, sementara mereka juga sedang menjalin komunikasi dengan pihak lokal Jepang. Di Indonesia sendiri disebutkan terdapat 16 juta lahan tidur yang membuat peluang di sektor ini terbuka luas.

Menurut data Organic Monitor, kebutuhan produk makanan dan minuman organik mencapai $80 miliar secara global di tahun 2014. Angka ini bertumbuh lima kali lipat dari tahun 1999 ke tahun 2014 dan menunjukkan tren yang terus bertumbuh.

Kondisi terkini

Andreas kepada DailySocial mengatakan pihaknya bekerja sama dengan pemilik lahan yang minimal memiliki 10 hektar lahan. Terkait skema keuntungan dan bagi hasil, Andreas menyatakan pihaknya telah membagi keuntungan hasil panen sebanyak tiga kali, dengan rata-rata keuntungan diperoleh selama 6 bulan mencapai 9-12% atau 18-24% per tahun.

Sebagai platform yang merangkul banyak pihak, Andreas menyebutkan pihaknya mengedukasi pasar dengan memberikan bukti nyata keuntungan yang bisa dibuat dengan menanam. iGrow juga membentuk komunitas yang memperoleh asupan info-info terbaru soal program yang dilakukan.

Khusus soal risiko, karena investasi ini melibatkan dana publik, Andreas menegaskan bahwa sebagai resource integrator, mereka memitigasi risiko dengan menyebarkan risiko ke banyak pihak, termasuk sponsor dan pemilik lahan, ketimbang seorang diri memiliki lahan dan mengusahakannya.

Layanan Manajemen dan Analisis Event Loket Amankan Pendanaan Seri A dari Sovereign’s Capital dan East Ventures

Layanan manajemen dan analisis event Loket mengumumkan perolehan pendanaan Seri A, dalam jumlah yang tidak disebutkan, yang dipimpin oleh Sovereign’s Capital. Turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini adalah East Ventures. Loket sendiri telah beroperasi selama 3 tahun dan mengklaim telah memiliki cashflow positif. Pendanaan ini, disebutkan CEO Loket Edy Sulistyo, merupakan strategi untuk membangun jaringan dan meningkatkan visibilitas perusahaan.

Loket, yang menurut situsnya paling banyak mengurusi festival musik, menyediakan solusi sistem ticketing white label, monitoring akses crew, teknologi gelang RFID, audience profiling, secure ticket, dan secure gate. Sejumlah acara yang pernah ditangani Loket adalah konser musik Katy Perry, One Direction, Djakarta Warehouse Project, Indonesian Basketball League, Dreamfields Festival, BCA Indonesia Open, ASEAN Marketing Summit, Anime Festival Asia ID, dan Jakarta Comic Con.

Loket mengklaim memiliki penyediaaan gelang RFID terbesar di Asia Tenggara, dengan klaim telah mendistribusikan lebih dari 500 ribu gelang di berbagai acara.

Edy tentang operasional Loket menjelaskan, “Pengalaman berkunjung ke acara itu harusnya menyenangkan. Satu satunya cara untuk membuat hal ini menjadi nyata adalah dengan mengelola proses perjalanan pengunjung dari awal hingga akhir, mulai dari pembelian tiket hingga pengalaman menikmati konser.”

Meskipun cukup banyak penyedia layanan online ticketing di Indonesia, mungkin tidak ada layanannya yang menyeluruh hingga pengurusan gate dan gelang RFID seperti Loket.

Managing Principal Sovereign’s Capital Luke Roush terhadap pendanaan ini berkomentar, “Kita percaya bisnis pengelolaan acara dan tiket merupakan salah satu sektor yang sedang berkembang dengan cepat di Indonesia. Kami yakin sistem pengelolaan keduanya, acara dan tiket, akan menjadi hal yang mutakhir untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan menghindari penipuan. Tim Loket juga telah menampilkan traksi dan kepemimpinan yang kuat di area ini.”

Secara global, tren pendapatan industri musik melalui event musik live akan terus meninggalkan pendapatan melalui rekaman. Tahun 2016 ini, menurut data yang dikompilasi Tech In Asia diperkirakan perolehan global dari event musik live mencapai $28 miliar.

Sumber: Amazon Bakal Head-to-Head dengan Lazada di Asia Tenggara, Investasi $600 Juta Khusus untuk Pasar Indonesia di Tahun Pertama

Akhir pekan ini kita disuguhkan oleh berita sensasional kemungkinan hadirnya Amazon di kawasan Asia Tenggara. Seperti dikutip dari Kontan, Chairman idEA Daniel Tumiwa menyebutkan kemungkinan hadirnya raksasa e-commerce Amazon di pasar Indonesia. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, tidak cuma Indonesia, Amazon tampaknya berencana melangkah lebih jauh untuk berekspansi di pasar Asia Tenggara.

Setelah merambah pasar Jepang, India, dan Tiongkok (meskipun di Tiongkok bisa dibilang gagal), adalah hal wajar ketika Amazon melanjutkan petualangannya di negara-negara Asia Tenggara yang saat ini memiliki kombinasi GDP sekitar $2,4 triliun.

Akuisisi Alibaba terhadap pemimpin pasar Asia Tenggara Lazada bulan April lalu telah menyadarkan Amazon akan potensi kawasan ini yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Menurut informasi yang kami peroleh, disebutkan proses Amazon memasuki Asia Tenggara akan dilakukan secara berangsur-angsur selama 1-2 tahun mendatang. Awalnya Amazon akan membuka layanan di Singapura, kemudian meluas ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Meskipun belum aktif, kami memastikan bahwa domain Amazon.co.id dan Amazon.id memang sudah dimiliki perusahaan yang didirikan Jeff Bezos dan berbasis di Seattle ini.

Secara total, diklaim modal awal Amazon untuk berekspansi di kawasan ini senilai $2 miliar, dengan $600 juta akan dipusatkan untuk membuka pasar Indonesia, setidaknya untuk tahun pertama. Sekitar $85-160 juta akan dipusatkan di Filipina yang mulai menggeliat, sementara dana sisanya dibagi-bagi di 4 negara lainnya.

Sebelum benar-benar memasuki pasar Asia Tenggara, satu hal yang harus dipahami Amazon adalah pentingnya pemahaman selera lokal. Mereka tidak bisa mentah-mentah mengekspor nilai-nilai yang mereka miliki ke pasar ini.

Rakuten, Groupon, LivingSocial sudah merasakan sulitnya menjadi pemimpin pasar dan mulai berangsur-angsur mundur dari Asia Tenggara. Rakuten telah menutup operasionalnya di kawasan ini, LivingSocial menjual anak-anak perusahaannya ke Ensogo, sementara Groupon mulai beranjak mundur ditandai dengan penjualan entitasnya di Indonesia ke layanan akses kesehatan dan kebugaran KFit.

Harus diakui salah satu kesuksesan Rocket Internet, yang banyak diremehkan orang, adalah bagaimana mereka dengan cepat mendirikan perusahaan di berbagai negara Asia Tenggara sambil beradaptasi dan memahami selera dan cara berbisnis di kawasan ini.

Kehadiran Amazon, jika benar terjadi, bakal membuat persaingan di ranah e-commerce Asia Tenggara semakin menarik. Semoga konsumen menjadi pihak yang paling diuntungkan atas ekspansi ini.

Golden Gate Ventures Tutup Pool Pendanaan Senilai 800 Miliar Rupiah

VC yang berbasis di Singapura, Golden Gate Ventures (GGV), mengumumkan telah menutup pool pendanaan putaran kedua yang didedikasikan untuk pendanan startup tahap awal di Asia Tenggara. Awalnya menargetkan perolehan dana kelolaan dengan nilai total $50 juta (sekitar 670 miliar Rupiah), GGV akhirnya memperoleh $60 juta (sekitar 803 miliar Rupiah) atau kelebihan (oversubscribe) $10 juta, yang menunjukkan antusiasme investor global berinvestasi di pasar startup Asia Tenggara. Pool pendanaan GGV sebelumnya diumumkan akhir Juli 2015 senilai $50 juta.

GGV juga mengumumkan masuknya tiga institusi sebagai LP (Limited Partner) baru, yaitu perusahaan asuransi Korea Hanhwa Life Insurance, bank Thailand Siam Commercial Bank, dan konglomerat media Jerman Hubert Burda Media.

Sebelumnya Siam Commercial Bank telah membentuk sebuah kendaraan investasi yang dinamai Digital Ventures. Terhadap bergabungnya institusi perbankan sebagai mitra GGV, Chairman of Chairman of Executive Committee Digital Ventures Thana Thienachariya dalam pernyataannya menyebutkan:

“Bank butuh beradaptasi terhadap perubahan industri dengan cepat agar tetap kompetitif. Kami menyiapkan Digital Ventures untuk menghadapi perubahan ini dan bekerja sama dengan startup dalam berbagai cara, termasuk investasi. Kami percaya Golden Gate Ventures adalah mitra yang tepat untuk membantu kita mengindentifikasi dan berpartisipasi dalam kesempatan investasi di Asi yang telah menjadi pusat inovasi berikutnya.”

Dibanding kawasan lainnya yang mulai meredam laju investasi ke startup, termasuk di Silicon Valley, kawasan Asia Tenggara masih menunjukkan pertumbuhan di atas rata-rata. GGV mencatat ada sekitar $1,7 miliar (Rp 22 triliun) dana yang masuk ke startup Asia Tenggara di periode Januari-Mei 2016.

Investasi VC di startup Asia Tenggara periode Januari-Mei 2016
Investasi VC di startup Asia Tenggara periode Januari-Mei 2016

Dari angka tersebut, $1,1 miliar dikucurkan ke startup yang berbasis di Singapura, terutama Lazada yang diakuisisi Alibaba bulan April lalu. Startup-startup di Indonesia di periode yang sama menduduki posisi ketiga, setelah Malaysia, dengan nilai total perolehan investasi mencapai $233 juta (Rp 3,1 triliun).

Sejumlah startup yang berbasis di Indonesia dan memperoleh pendanaan dari GGV adalah Bilna (kini Orami), Coda Payments, Indotrading, dan Laku6. GGV didirikan dan dipimpin oleh trio Jeffrey Paine, Vinnie Lauria, dan Paul Bragiel.

Venturra Capital Pimpin Pendanaan Seri A Senilai 70 Miliar Rupiah untuk Marketplace Mobil End-to-End Singapura Carro

Marketplace mobil end-to-end Carro yang berbasis di Singapura mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $5,3 juta (atau sekitar Rp 70 miliar) dari konsorsium investor yang dipimpin oleh Venturra Capital. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini 2 VC Indonesia lainnya (Alpha JWC Ventures dan Skystar Capital) dan sejumlah investor yang berbasis di Singapura, Jepang, dan Tiongkok. Carro segera berekspansi ke Indonesia, Malaysia, dan Thailand paling lambat akhir tahun ini.

Carro, berasal dari kata “Car Hero”, didirikan bulan November 2015 oleh 5 orang co-founder yang sama-sama pemegang beasiswa pemerintah Singapura IDA National Infocomm Scholarship. Satu di antaranya adalah orang Indonesia, Aditya Lesmana. Berbeda dengan marketplace mobil lainnya, tak hanya menghubungkan penjual dan pembeli, Carro terlibat dan memfasilitasi proses dari ujung ke ujung, berbentuk inspeksi mobil, test drive, hingga bantuan kredit mobil (terutama untuk mobil bekas).

Termasuk dalam pengumuman kali ini adalah peluncuran aplikasi mobile Carro Workshop yang memberikan rekomendasi bengkel terkait jenis-jenis layanan perbaikan yang dibutuhkan, rating dan reputasi bengkel, dan lokasi. Secara total, selama 6 bulan berdiri, tim Carro telah meluncurkan 4 jenis layanan.

Managing Partner Venturra Capital Stefan Jung tak dapat menyembunyikan kekagumannya. Ia mengatakan, “Tim Carro mengesankan kami dengan kemampuan teknis, ambisi besar, dan traksi yang mereka peroleh hingga saat ini. Aaron [CEO Carro Aaron Tan] dan timnya telah membangun platform yang jauh lebih bagus, untuk pembeli dan penjual, dibanding platform yang sudah ada.”

Secara performa, Carro mengklaim mencatat pertumbuhan lebih dari 30% setiap bulannya dan berharap bisa memperoleh total nilai layanan mencapai SG$100 juta hingga akhir tahun ini. Memang permasalahan utama penjualan mobil bekas adalah bagaimana konsumen mendapatkan informasi detil soal kualitas mobil dan berapa harga yang pantas saat membelinya. Marketplace biasa hanya sekedar menawarkan tempat berjualan, sementara tren startup terbaru di sektor ini berusaha melangkah lebih jauh untuk membantu penjual dan pembeli mendapatkan harga dan produk terbaik.

Di Indonesia, Carro akan berhadapan langsung dengan MobilKamu yang memiliki model bisnis serupa.

CEO Carro Aaron Tan, terhadap perolehan pendanaan kali ini, berkomentar, “Putaran pendanaan kali ini menegaskan komitmen kami untuk menyediakan pembeli dan penjual kami tingkat kepercayaan dan transparansi yang lebih tinggi. Kami memperoleh pendanaan dari lebih dari 10 institusi investor yang mewakili berbagai negara untuk menyiapkan kami memasuki tiap-tiap pasar tersebut. Kami berada di jalan yang tepat untuk membawa Carro ke lebih dari 350 juta orang di Singapura, Indonesia, Malaysia, dan Thailand hingga akhir tahun 2016.”

Begini Google Memantau Aktivitas Internet di Indonesia Selama Ramadhan

Google melanjutkan studinya tentang perilaku pengguna Internet di Indonesia selama Ramadhan untuk memahami pergeseran perilaku konsumen. Bekerja sama dengan GfK, Google menemukan kenaikan kegiatan belanja online di antara pukul 03.00 hingga 06.00 pagi dan menjelang Idul Fitri.

Fakta tersebut secara logika tentu masuk akal. Populasi masyarakat, yang disebut kini 61%-nya menggunakan smartphone, adalah pengadopsi skema mobile-first yang melakukan segala hal melalui ponselnya, termasuk berbelanja dan bermain.

Studi yang dilakukan Google dan GfK menemukan bahwa:

  • Trafik e-commerce selama Ramadhan di antara periode jam 3-6 pagi naik 152%, terutama di jam-jam sahur.
  • Di siang hari, terjadi peningkatan signifikan konsumsi sejumlah permainan mobile, seperti Subway Surfers, Pou, and Clash of Clans
  • Untuk hiburan, terjadi pergeseran konsumsi untuk mereka yang dahulu selalu terpaku di depan TV. Kini YouTube menjadi primadona. Konsumsi YouTube untuk hiburan selama Ramadhan, khususnya di malam hari, naik 15% terutama melalui perangkat mobile. Kebanyakan dari mereka mengkonsumsi klip video musik religi dan serial TV populer.
  • Mendekati Idul Fitri (Lebaran), traffic ke layanan e-commerce tidak kunjung turun. Bukalapak dan OLX malah melaporkan terjadi akses tertinggi mendekati masa liburan Lebaran.
  • Di masa dua minggu (H-14) hingga seminggu (H-7) menuju Lebaran, pencarian di mesin pencari akan didominasi pencarian layanan penyedia tiket, terutama tiket kereta api, melalui perangkat mobile. Kenaikannya disebutkan mencapai hingga 72%.
Perubahan perilaku konsumsi online selama Ramadhan, terutama di jam 3-6 pagi
Perubahan perilaku konsumsi online selama Ramadhan, terutama di jam 3-6 pagi

Fakta-fakta ini merupakan bekal yang menarik kepada pelaku dan penggiat startup untuk menjemput momentum ini. Selain Hari Belanja Online Ramadhan (Harboldan) 2016, para pelaku industri juga menggelar Jakarta Great Online Sale 2016 yang berdekatan dengan perayaan ulang tahun kota Jakarta.