Buah Kerja Sama BPJS dan Halodoc, Konten Kesehatan Segera Muncul di Mobile JKN

BPJS Kesehatan dan Halodoc menjalin kemitraan dalam pengembangan layanan kesehatan digital. Salah satu buah kerja sama kedua belah pihak adalah tersedianya konten informasi kesehatan Halodoc di aplikasi Mobile JKN.

“Nanti kita infokan lebih lanjut karena sekarang ini kita masih diskusi lebih dalam, tapi yang jelas fitur paling awal adalah informasi terkait kesehatan,” ucap Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan Wahyuddin Bagenda.

Selain mengenai fitur konten tersebut, baik BPJS Kesehatan maupun Halodoc masih sungkan membeberkan hal lain dari kerja sama mereka. CEO Halodoc Jonathan Sudharta menyebut ada banyak hal yang dibahas dalam kolaborasi ini dan ia tak menampik beberapa kemungkinan.

Salah satu yang memungkinkan itu adalah fitur pembayaran iuran BPJS. “Apakah kami akan bantu memfasilitasi? Saya rasa sangat besar kemungkinan dalam diskusinya itu jadi salah satu bagian servis,” imbuh Jonathan.

Menggenjot kepatuhan pembayaran iuran

Penjajakan kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan Halodoc ini sejatinya tak lepas dari upaya BPJS untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran peserta mereka. Sejak lama kepatuhan membayar iuran ini menjadi pekerjaan rumah BPJS Kesehatan.

Sebagai gambaran, peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berjumlah 221 juta jiwa atau lebih dari 83 persen total penduduk Indonesia. Kepesertaan JKN-KIS terbagi dari Penerima Bantuan Iuran (PBI), Peserta Penerima Upah (PPU), da Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU). Pembayaran iuran PBI dan PPU relatif lebih lancar karena masing-masing dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan.

Sementara PBPU adalah mereka yang memiliki usaha, pengusaha, dan pekerja sektor apa saja yang tak menerima upah bulanan. Pada kategori inilah pembayaran iuran BPJS Kesehatan banyak yang macet. Tercatat saat ini kepatuhan pembayaran iuran di PBPU hanya sekitar 50 persen dari 32 juta peserta padahal kelompok inilah yang dianggap paling banyak menyerap uang BPJS.

Kerja sama dengan Halodoc ini adalah contoh pendekatan baru BPJS Kesehatan dalam menggenjot pembayaran iuran. Pasalnya aplikasi Mobile JKN saat ini baru dipakai sekitar 6 juta orang, jauh dari jumlah peserta JKN-KIS. Sementara Halodoc mengklaim sampai sekarang sudah memiliki 7 juta pengguna bulanan dengan distribusi pengguna 50 persen di luar Pulau Jawa. Dengan fitur informasi kesehatan dari Halodoc di dalam aplikasi Mobile JKN, BPJS berharap masyarakat lebih sadar pentingnya jaring pengaman kesehatan yang mereka tawarkan.

“Masalah pembayaran ini jadi tantangan karena kebanyakan orang bayar karena aturan, bukan karena kebutuhan. Salah satu solusi untuk ini adalah edukasi,” pungkas Wahyuddin.

Halodoc dapat ajakan ke luar negeri

Halodoc mengaku saat ini masih fokus membangun infrastruktur online di dalam negeri seperti sumber daya manusia, hardware, dan software; serta edukasi pasar. Namun Jonathan membocorkan bahwa sudah ada ajakan dari beberapa negara agar Halodoc berkiprah di sana.

“Saat ini banyak negara baik itu di ASEAN maupun di Afrika yang sudah bicara dengan Halodoc membawa teknologinya ke sana. Doakan saja agar kita bisa jadi aplikasi kesehatan yang memudahkan rakyat di luar Indonesia. Tapi fokus kita masih di Indonesia saat ini,” ucap Jonathan.

Platform Halodoc adalah solusi kesehatan dengan empat fitur utama yang meliputi konsultasi dengan dokter, pembelian obat melalui ojek online, kunjungan ke rumah sakit, dan layanan laboratorium. Halodoc menyebut layanan mereka didukung oleh 20.000 dokter, 1.300 apotek, dan 1.000 rumah sakit.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tiga Startup Indonesia Terpilih dalam Surge, Program Akselerasi Milik Sequoia

Surge, program akselerator dari Sequoia India, memperkenalkan tiga startup baru asal Indonesia yang menjadi bagian dari program akselerasi mereka pada 2019 ini.

Surge kini telah menjalankan dua gelombang program akselerasi. Gelombang kedua Surge menghadirkan 20 startup asal India dan Asia Tenggara, tiga di antaranya dari Indonesia yakni Storie, Chilibeli, dan Rukita.

Storie sendiri adalah platform yang berisi review produk gaya hidup untuk memberi referensi bagi konsumen. Sementara Chilibeli adalah platform social commerce yang menghubungkan petani dengan agen dalam memasarkan produknya. Sedangkan Rukita merupakan startup proptech yang membuat solusi co-living untuk milenial di perkotaan.

Gelombang sebelumnya yang diikuti 17 startup, Surge juga memilih dua startup asal Indonesia yakni Bobobox dan Qoala.

Dalam program ini Surge menggelontorkan US$1 juta hingga US$2 juta kepada masing-masing startup. Adapun pembekalan yang diberikan meliputi cara melakukan pendanaan, akses ke mentor kelas dunia, pengembangan talenta, hingga studi banding ke pusat-pusat teknologi dunia.

“Program ini membawa startup terpilih untuk belajar ke kota-kota seperti Singapura, Bengaluru, Beijing, hingga Silicon Valley,” ujar Director Surge Rajan Anandan.

Nama Sequoia Capital sebagai venture capital cukup harum di Indonesia karena sejumlah investasi besar yang ia berikan kepada startup ternama seperti Tokopedia, Gojek, atau Traveloka. Kehadiran Surge sebagai akselerator startup berusia dini jadi taring baru Sequoia.

Namun menurut Rajan, Sequoia sudah lama aktif mendukung startup berusia dini. Adapun alasan mereka membentuk Surge adalah besarnya peluang yang tercipta dari startup baru yang kerap diikuti oleh besarnya kendala yang harus dihadapi.

“Memulai sebuah perusahaan sangat sulit, ada begitu banyak tantangan seperti fundraising, hiring, membangun fondasi perusahaan, mencari mentor yang tepat, hingga menggelar pendanaan baru. Pengumpulan dana jauh lebih berat ketika perusahaan masih berstatus seed,” imbuh Rajan.

Selesai dengan gelombang kedua, Surge mengumumkan pendaftaran program gelombang berikutnya sudah bisa diikuti. Surge tidak menargetkan jumlah startup yang akan mereka bina namun menekankan startup ideal adalah founder yang andal dan industri yang masih punya ruang cukup besar untuk dieksplorasi.

Program akselerasi Surge berlangsung selama sepekan dalam empat bulan. Sistem yang mereka gunakan pun bersifat open architecture, artinya investor lain bisa ikut dalam putaran pendaan Surge yang pertama.

Seperti dalam laporan Google & Temasek 2019, Asia Tenggara masih menjadi kawasan seksi bagi para pelaku ekonomi digital. Dalam laporan terbaru itu, ekonomi yang dimotori internet di kawasan Asia Tenggara mencapai US$100 miliar dan angka itu diprediksi terus meroket hingga US$300 miliar pada 2025.

Vietnam dan Indonesia menjadi poros utama pertumbuhan tersebut dengan tingkat pertumbuhan mencapai 40 persen per tahun.

William Tanuwijaya Sebut Tokopedia Berencana Gelar Pre-IPO

Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya mulai menyinggung pengumpulan dana terbaru dan rencana go public. Ia mengaku belum bisa memastikan waktunya, namun disebutkan sudah punya rencana untuk pre-IPO.

“Jika semua berjalan seperti yang direncanakan, tahun depan EBITDA kami pasti akan positif. Jadi kami berencana untuk pre-IPO dan go public,” ujar William menanggapi pertanyaan moderator di Tech in Asia Conference 2019 di Jakarta.

Pre-IPO sendiri adalah fase perusahaan melakukan penawaran saham kepada ke sejumlah investor individu sebelum benar-benar melantai di bursa saham. Nilai saham yang ditawarkan dalam pre-IPO lebih rendah ketimbang yang ada di IPO. Fase ini diambil salah satunya karena antusiasme yang tinggi terhadap IPO perusahaan tersebut.

Langkah pre-IPO ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Alibaba pada 2014 silam. Alibaba yang melantai ke bursa pada September tahun itu melakukan pre-IPO beberapa bulan sebelumnya.

Seperti diketahui bersama, semua raksasa digital di Indonesia termasuk Tokopedia belum ada yang melantai ke bursa saham. Meskipun sudah berencana pre-IPO, William tampak tak begitu memikirkan untuk go public.

“Itu tidak begitu perlu. Kami beruntung punya shareholders yang mapan seperti Alibaba, Softbank, Sequoia Capital. Jadi kami tidak memiliki tekanan untuk melakukan exit. Kami akan lakukan apa yang benar untuk perusahaan kami dan untuk pasar,” imbuh William.

William percaya diri dengan kondisi keuangan Tokopedia. Dukungan investor besar ditambah keyakinan segera mendapat EBITDA positif membuat William siap berkompetisi dengan pemain internasional.

“Pada dasarnya kami punya modal yang bisa bertahan selamanya. Lalu untuk apa pendanaan yang kita raih itu? Yakni untuk investasi ke ekosistem. Kalau kita menemukan sesuatu seperti Bridestory atau apa pun yang sejalan dengan visi-misi perusahaan, kami bisa pakai kapital itu,” pungkas William.

Sebelumnya Tokopedia kerap menyatakan 1,5 persen ekonomi Indonesia bergerak lewat Tokopedia. Satu persen itu disebut berasal dari penjualan per bulan yang menembus Rp19 triliun dengan pengguna bulanan lebih dari 90 juta orang. Mereka pun menargetkan transaksi tahun ini mencapai US$15 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Data Menjadi Kunci untuk Meneropong Perilaku Konsumen di Masa Depan

Asia Tenggara sedang dan akan menjadi pasar yang menjanjikan bagi para pelaku ekonomi digital. Pengelolaan data dan kecerdasan buatan dinilai menjadi cara ampuh dalam menelusuri perilaku konsumen di masa depan.

Traveloka, Iflix, dan ViSenze berbagi pandangan dalam meneropong kondisi pasar di Asia Tenggara dari perspektif perilaku konsumen di acara Tech in Asia Conference 2019. Ketiganya kompak menjadikan data yang mereka miliki untuk mengikuti tren konsumen.

Head of Data Analytics Group Traveloka Doan Lingga bercerita bagaimana perusahaannya berkembang dari sekadar menjajakan layanan pemesanan hotel dan tiket pesawat hingga seperti sekarang ini — menawarkan banyak opsi bertajuk pengalaman perjalanan. Hal itu tak lepas dari pengumpulan data yang kemudian mereka olah untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Guna mengetahui perubahan perilaku konsumen di pasar, menurut Doan, keberadaan data menjadi kunci untuk memahaminya.

“Kumpulkan dulu semua data. Kalian tidak tahu apa manfaat data itu sampai waktunya tiba. Itu sebabnya kumpulkan dulu, track everything. Lagipula storage itu murah jadi jangan ragu mengumpulkan dulu,” ujar Doan.

Kendati begitu, Doan menambahkan penyedia layanan harus terbuka kepada konsumen tentang data yang mereka kumpulkan dan menjaga kerahasiaan data tersebut. Menurutnya keterbukaan itu patut dilakukan demi mengembangkan produk sesuai kebutuhan pasar.

Fitur PayLater menjadi salah satu contoh yang dirujuk oleh Doan. Seperti diketahui, saat ini makin banyak perusahaan teknologi yang menyediakan fitur bayar belakangan seperti Gojek hingga Ovo.

Untuk ke depannya, Doan memperkirakan bakal lebih banyak pelibatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam produk-produk yang dilempar ke masyarakat di masa depan. Hal ini diamini oleh Co-founder dan CEO ViSenze, Oliver Tan. ViSenze sendiri adalah solusi AI yang bergerak di industri ritel asal Singapura.

Oliver mengaku masih sulit menebak secara pasti tren perilaku konsumen dalam 2-3 tahun terakhir. Namun seperti halnya Doan, ia meyakini akan makin banyak jasa yang memakai teknologi AI.

“Jawaban saya untuk itu adalah AI kognitif. AI yang mungkin bahkan bisa lebih tahu kebutuhan seseorang daripada orang itu sendiri,” ucapnya.

Seperti dalam laporan Google & Temasek 2019, Asia Tenggara masih menjadi kawasan seksi bagi para pelaku ekonomi digital. Dalam laporan terbaru itu, ekonomi yang dimotori internet di kawasan Asia Tenggara mencapai US$100 miliar dan angka itu diprediksi terus meroket hingga US$300 miliar pada 2025.

Vietnam dan Indonesia menjadi poros utama pertumbuhan tersebut dengan tingkat pertumbuhan mencapai 40 persen per tahun.

Hooq Gelontorkan Puluhan Juta Dolar untuk Produksi Konten Orisinal

Layanan video on demand Hooq baru saja memperkenalkan produksi 19 konten orisinal baru yang terdiri dari serial dan film di empat negara tempat mereka beroperasi. Hooq merahasiakan nilai investasi dalam produksi konten, namun mengindikasikan uang yang digelontorkan mencapai puluhan juta dolar AS.

“Kami mengeluarkan jutaan dolar, puluhan juta dolar, untuk kawasan ini. Ini investasi konten terbesar yang pernah dilakukan oleh Hooq,” ujar CEO Hooq Peter Bithos.

Dari 19 judul baru, produksi konten orisinal Hooq terbanyak ada di Indonesia dengan 14 judul yang terdiri dari serial, film, dan acara stand up comedy. Angka itu jauh melebihi produksi di Thailand, Filipina, dan Singapura. Ketiga negara itu hanya kebagian tujuh produksi judul baru.

Banyaknya slot konten baru di Indonesia tak mengherankan lantaran pasar Hooq di Asia Tenggara mayoritas berasal dari Indonesia. Hal itu dibenarkan oleh Country Head Hooq Indonesia, Guntur Siboro.

“Dari 5 negara di mana Hooq beroperasi, Indonesia itu kira-kira 60-70 persen total pelanggannya. Jadi ya memang porsinya besar, tapi kalau berapa investasinya jutaan dolar tentunya,” imbuh Guntur.

Geliat Hooq dalam memproduksi konten asli tak lepas dari target mereka mencapai 100 judul original pada kuartal kedua tahun depan. Angka itu cukup besar mengingat produksi konten original Hooq saat ini masih di angka 59.

Pasar Asia Tenggara masih menjadi fokus Hooq. Sepanjang tahun ini saja, total 51 persen waktu menonton datang dari pasar Asia Tenggara. Hal inilah yang menurut Bithos menjadi fokus Hooq untuk terus tumbuh sehingga mereka enggan ekspansi ke kawasan lain di luar Asia Tenggara dan India.

“Hanya ada dua negara yang kita dambakan untuk masuk ke sana yakni Vietnam dan Malaysia. Di samping mereka, kita sudah sangat senang. Kami tidak ada keinginan ke Afrika misalnya atau ke negara mana pun,” ucap Bithos.

Hooq saat ini masih beroperasi di lima negara saja yakni India, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Jumlah pengguna mereka pun diklaim sudah mencapai 80 juta orang, menjadikan mereka yang terbesar di kawasan ini. Konten original menjadi kunci pertumbuhan mereka di kelima negara tersebut.

Kendati begitu, Hooq bukannya tanpa pesaing. Baik secara regional maupun di Indonesia, mereka memiliki cukup banyak pesaing. Selain Netflix dan Iflix, mereka harus berhadapan dengan pemain lokal seperti Maxstream, MNC Now, hingga GoPlay.

Hooq kini memiliki koleksi konten dengan total durasi 35.000 jam yang terdiri dari film, serial, dan program tayangan lain. Mereka turut menggandeng sejumlah rumah produksi di setiap negara tempat mereka beroperasi dalam memproduksi konten orisinal.

Application Information Will Show Up Here

Membandingkan IPO dan Merger & Akuisisi Sebagai Strategi “Exit” Terbaik

Bagi kebanyakan perusahaan, melakukan initial public offering (IPO) merupakan momen yang diidam-idamkan. Namun dalam industri yang ditenagai oleh teknologi dan inovasi yang serba cepat, IPO bukanlah satu-satunya jalan menuju exit yang indah bagi sebuah startup.

Dalam strategi exit untuk startup, setidaknya ada dua cara populer yakni merger dan akuisisi (M&A) dan IPO. Masing-masing tentu punya kelebihan dan kekurangan.

Dari keduanya, embel-embel IPO cenderung lebih melekat dengan kesan sukses dan lebih dikenal orang awam. Bahkan di Amerika Serikat ada semacam slogan optimis nan pragmatis yang berbunyi: We’ll raise a few rounds and in a few years we’ll IPO on Nasdaq (kita kejar segelintir babak pendanaan dan beberapa tahun lagi kita IPO di Nasdaq).

IPO

Melantai di bursa saham kerap identik dengan kesuksesan. Ini tak sepenuhnya benar dan tak sepenuhnya salah. Sebagai metode mengumpulkan dana, menjadi go public bisa disebut cara terbaik.

Meski tidak sepenuhnya berjalan mulus, IPO yang ditempuh Facebook pada Mei 2012 silam berhasil memperoleh dana bernilai US$16 miliar atau Rp226,6 triliun. Itu merupakan IPO ketiga terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah AS. IPO dari Facebook itu dapat dimaknai bahwa sesulit apa pun jalan menuju IPO, uang yang terkumpul tetap sangat besar.

Dengan dana hasil IPO, sebuah startup dapat ekspansi ke level lebih tinggi. Namun di samping potensi mengantongi uang yang sangat besar, IPO juga punya tantangan lain meski perjalanan menuju lantai bursa tidaklah mudah.

Pertama, penjualan saham perdana mensyaratkan laporan finansial yang rapi, konsisten, dan sudah teraudit. Dokumen seperti akta pendirian PT, anggaran dasar, persetujuan kementerian, surat izin usaha perdagangan, dan lainnya, wajib dipersiapkan. Apa yang terjadi pada WeWork bisa menjadi pelajaran penting bagaimana pentingnya laporan keuangan perusahaan sebelum IPO.

Tantangan kedua adalah tekanan pasar. Ketika sebuah perusahaan memilih go public, maka performa mereka akan dilihat lekat-lekat per tiga bulan. Pasar saham cenderung berorientasi pada profit dan jangka pendek. Tak peduli prospek perusahaan dalam jangka panjang, kalau performa tiap kuartal tak memuaskan hampir bisa dipastikan harga sahamnya akan turun dan begitu juga sebaliknya.

Ketiga dan salah satu tantangan terbesar dari IPO adalah potensi terdepaknya pendiri perusahaan. Ini masih beririsan dengan tekanan pasar. Para investor tentu ingin perusahaan bergerak sesuai kepentingannya. Dan saat terbuka, perusahaan akan mendapat tekanan hebat agar membuat keputusan yang menguntungkan bagi para investor sekalipun tak sesuai keinginan atau visi para pendiri perusahaan.

Tantangan terakhir untuk melakukan IPO adalah biaya persiapannya yang tidak murah. Sebelum IPO, perusahaan wajib menyiapkan berbagai hal dengan menggandeng sejumlah pihak mulai dari kantor legal, auditor, serta penjamin emisi. Ongkos untuk membayar jasa mereka tentu tidak murah. Namun positifnya, pemerintah Indonesia punya insentif pajak bagi badan hukum yang memilih IPO. Perusahaan akan memperoleh insentif pengurangan pajak sebesar 5 persen menjadi 20 persen jika melantai ke bursa. Diskon itu bisa bertambah 3 persen bagi perusahaan yang melakukan IPO jika RUU baru tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan diloloskan DPR.

IPO

Merger dan akuisisi

Merger dan akuisisi (M&A) adalah proses penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. Kerap kali proses M&A jauh lebih sederhana ketimbang proses melakukan IPO.

Riset CB Insights menemukan pada 2016 ada 3.358 startup teknologi yang melakukan exit dan 97 persen di antaranya memilih M&A. Mereka yang memilih IPO sebagai jalan keluar tercatat hanya 98 saja. Ini mewakili pernyataan bahwa M&A lebih praktis ketimbang IPO.

Tren di Indonesia pun serupa. Startup yang mengambil aksi M&A masih lebih besar ketimbang mereka yang memilih melantai di bursa saham. Startup Report 2018 dari DailySocial menunjukkan sepanjang tahun lalu startup yang melakukan M&A sebanyak 12 perusahaan, sedangkan mereka yang mengambil IPO 4 perusahaan saja.

Strategi exit melalui M&A

Pada dasarnya M&A adalah cara memaksimalkan efisiensi dan meredam potensi disrupsi terhadap bisnis. Ini dapat terlihat dari akuisisi Grab terhadap bisnis Uber di Asia Tenggara pada tahun lalu. Dengan mencaplok Uber, Grab otomatis kehilangan kompetitor di pasar Asia Tenggara dan hilangnya kompetisi berarti Grab tak lagi harus bakar uang untuk perang tarif, yang ujungnya pendapatan perusahaan bisa meningkat.

Contoh dari dalam negeri ada dari konsolidasi yang dilakukan startup SaaS Mekari. Terciptanya Mekari ini diawali ketika Sleekr melakukan aksi M&A terhadap Talenta, Jurnal, dan Klikpajak tahun lalu. Konsolidasi ini lantas berpengaruh pada bisnis Mekari yang diperkirakan tumbuh empat kali lipat.

Salah satu manfaat dari M&A, yang kadang juga jadi motivasi, adalah mendapatkan sumber daya manusia yang diinginkan. Mendapatkan SDM baru yang berprestasi di bidangnya merupakan modal untuk meningkatkan performa perusahaan. Ini persis seperti yang dilakukan oleh Bukalapak terhadap Prelo.

Meski Bukalapak mengaku tidak mengakuisisi Prelo, namun mereka mengonfirmasi bahwa mereka melakukan akuisisi talenta Prelo. Salah satu di antaranya adalah Founder Prelo Fransiska Hadiwidjana yang ditarik sebagai Head of Business.

Kendati demikian, masih ada tantangan yang perlu dicermati oleh para penggiat startup tentang opsi M&A. Berikut beberapa di antaranya:

Pertama adalah utang yang dapat berlipat ganda. Utang adalah hal wajar dalam keuangan startup. Namun ini dapat menjadi masalah cukup serius ketika startup yang terlibat M&A punya utang yang tak sedikit. Nominal utang hasil kombinasi ini dapat mengganggu arus kas perusahaan.

Kedua adalah budaya startup yang berbeda. Menggabungkan dua perusahaan sama saja seperti perkawinan dua keluarga. Masing-masing memiliki kultur perusahaan yang berbeda yang berpotensi jadi kerikil dalam operasional perusahaan jika tak diselesaikan segera.

Berikutnya adalah proses untuk M&A yang kadang tidak sebentar. Butuh waktu  untuk menyatukan persepsi sejumlah pihak yang ingin melakukan M&A sampai mencapai kata sepakat. Khusus untuk merger, persyaratan dan formalitas hukum yang harus dijalani lebih banyak karena proses ini membentuk perusahaan baru.

Akrobat Para Raksasa Digital Akali Aturan Pajak

Pajak adalah salah satu komponen penting yang ditarik dari individu atau korporasi guna menghidupi ekonomi suatu negara. Sebaliknya, bagi individu atau korporasi, pajak tak jarang dianggap penghalang dalam meraup untung semaksimal mungkin.

Kita dapat ambil contoh dari para raksasa digital yang sanggup melakukan manuver ajaib dalam menghindari pajak. Berbeda dengan individu yang hampir tak punya tenaga atau kemampuan untuk lari dari wajib pajak, korporasi raksasa bisa melakukannya.

Tentu saja, manuver pajak tak hanya dilakukan oleh perusahaan teknologi. Namun, menilik betapa dominan produk mereka dalam lini kehidupan manusia dewasa ini, ditambah riwayat perpajakan mereka dalam beberapa tahun terakhir, maka tak berlebihan menjadikan mereka contoh.

Google, Apple, dan Amazon adalah contoh paling jelas dalam penghindaran pajak (tax avoidance). Dengan segala kemampuannya, perusahaan-perusahaan tersebut dapat mencari celah hukum di sejumlah negara sehingga nominal pajak yang harus mereka bayarkan menjadi sangat kecil.

Amazon misalnya, meskipun tercatat sebagai salah satu perusahaan dengan valuasi terbesar di dunia saat ini, secara legal ia nyaris tidak membayar sepeser pun pajak pendapatan federal di Amerika Serikat. Mereka bisa demikian karena memindahkan pendapatannya ke negara-negara lain tanpa melanggar peraturan mana pun.

Skema Double Irish with Dutch Sandwich

Apa yang dilakukan Amazon, Google, maupun Apple dalam menghindari pajak tak lepas dari skema perencanaan pajak bernama Double Irish with Dutch Sandwich. Ini adalah skema yang memanfaatkan celah peraturan pajak di Irlandia, Belanda, juga negara suaka pajak di Karibia.

Skema ini berjalan ketika suatu perusahaan mendirikan dua anak perusahaan di Irlandia. Perusahaan pertama ini memang bertempat di Irlandia namun pengelolaannya berada di negara suaka pajak seperti Bermuda. Hukum di Irlandia menentukan kediaman subyek pajak mengikuti negara tempat perusahaan itu dikelola.

Perusahaan pertama tadi lalu mendirikan satu lagi perusahaan di Irlandia yang dikelola penuh di sana. Perusahaan kedua ini menampung hasil penjualan yang terjadi di pasar internasional. Hasil penjualan itu nantinya akan dioper lagi ke perusahaan pertama sebagai pembayaran royalti. Namun agar uangnya tetap utuh, mereka mentransfernya melalui anak perusahaan di Belanda.

Peraturan pajak di Belanda memungkinkan pembayaran royalti keluar dari satu perusahaan ke perusahaan lain dalam satu kawasan Uni Eropa dengan potongan pajak yang sangat kecil. Pada akhirnya keuntungan perusahaan dapat diparkir dengan tenang di perusahaan di Bermuda.

Mekanisme ini meski terlihat cukup rumit namun hasilnya sangat sepadan bagi perusahaan. Google berhasil memindahkan US$19,2 miliar atau Rp271,8 triliun dengan skema tersebut pada 2016, membuat mereka berhemat Rp5,3 triliun.

Upaya menutup celah

Double Irish with Dutch Sandwich memang skema yang cukup populer di telinga para pengangkang pajak legal. Namun sejatinya ia hanyalah satu dari sekian banyak metode transfer pricing yang belum banyak diketahui masyarakat pada umumnya.

Negara-negara yang kebijakannya dikangkangi perusahaan teknologi terkemuka pun tak tinggal diam. Mereka bertekad menambal kelemahan sistem perpajakan mereka dengan ketentuan pajak baru yang lebih agresif.

Langkah ini ditunjukkan sejumlah negara Eropa. Mereka berlomba-lomba membuat aturan baru agar bisa mengganjar pajak tambahan khusus bagi raksasa digital yang beroperasi di tanah mereka. Dalam hal ini Perancis berada di baris terdepan.

Pada Juli lalu, pemerintah Perancis meloloskan aturan bernama GAFA tax untuk mengenakan “pajak digital” sebesar 3 persen untuk perusahaan yang punya pendapatan global sedikitnya $845 juta atau Rp11,9 triliun dengan Rp394 miliar di antaranya berasal dari Perancis. Pajak itu juga disebut akan naik Rp7,7 triliun tiap tahun.

Pemerintah setempat menargetkan 30 perusahaan digital lewat peraturan ini, mayoritas di antaranya adalah raksasa digital Amerika Serikat. Google, Apple, Facebook, dan Amazon (akronim GAFA diambil dari keempat perusahaan ini) adalah empat target utama pemerintah Perancis lewat hukum barunya.

Namun upaya Perancis ini bakal menemui rintangan karena Amazon tak tinggal diam dengan sikap tersebut. Amazon bahkan mengancam balik mereka dengan menerapkan pajak 3 persen untuk para konsumen Perancis yang membeli barang lewat platform raksasa e-commerce ini.

Reaksi keras Amazon ini bisa dimaklumi karena mulai tahun depan Irlandia sebagai negara paling nyaman bagi raksasa teknologi itu akan menutup celah sistem perpajakan mereka. Dengan kata lain, tak akan ada lagi Double Irish with Dutch Sandwich.

Kondisi di Indonesia

Indonesia juga punya masalah dengan riwayat perpajakan para raksasa digital. Hal ini dapat tergambar pada tiga tahun lalu ketika pemerintah gencar mengejar pajak sejumlah perusahaan teknologi yang dianggap menghindar dari kewjajiban pajaknya.

Tiga tahun lalu Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memperkirakan Google memiliki tagihan pajak senilai US$400 juta atau Rp5,2 triliun untuk tahun 2015. DJP bahkan menyebut Google hanya membayarkan 0,1 persen dari total pajak penghasilan (PPh), termasuk utang pajak penambahan nilai (PPn).

Kisruh pajak itu bisa terjadi salah satunya karena ada celah dalam tax treaty antara Indonesia-Singapura. Pada kesepakatan tax treaty itu tak terdapat aturan yang mengatur virtual presence suatu perusahaan sehingga Google tidak merasa wajib membentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) melainkan hanya kantor perwakilan lewat PT Google Indonesia.

Namun gelombang perlawanan negara terhadap raksasa digital juga terjadi di Indonesia. Setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi itu. Pertama adalah kepatuhan perusahaan digital yang mulai terwujud. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebut Google sudah patuh dalam membayar PPh. Rudiantara juga menyebut Google tak lama lagi memberlakukan PPn 10 persen untuk layanan iklan mereka.

Kedua, Kemenkeu sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan yang akan menyentuh tiga UU sekaligus yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU PPh, dan UU PPn. Salah satu aturan yang digodok dalam RUU tersebut adalah mengubah prinsip kehadiran fisik kantor menjadi kehadiran nilai dan aktivitas ekonomi yang signifikan (significant economic presence).

Peraturan perpajakan itu perlu seiring perkiraan Google-Temasek bahwa konsumsi barang dan jasa tak berwujud di Indonesia akan melonjak menjadi Rp277 triliun pada 2025. Dengan demikian potensi PPn dari transaksi itu mencapai Rp27 triliun. Potensi pajak yang tidak sedikit bagi pundi-pundi negara yang terus menggenjot pendapatan dari perpajakan.

Dino Patti Djalal Debuts in the Startup Industry, to Launch Waqara Umrah Marketplace

Dino Patti Djalal marks the new journey in the startup industry with PT Waqara Jasa Bangsa. Waqara is said to provide not only the Umrah service but also the marketplace for its basic needs.

Dino, as Waqara Founder and CEO, said on what’s behind the company as Umrah marketplace, is to help pilgrims to get the reliable service. As the fraud cases increase by Umrah travel agents has encouraged them to create a safe and convenient technology for the pilgrims.

“We want to be the Umrah industry enabler. Not only for the financial aspect, but also its safety and technology,” said the former Ambassador of the Indonesian Republic to the United States.

As a marketplace, Waqara provides various Umrah sets worth of Rp19 million to Rp30 million and above. The number of packages will continue to add up as the increase of travel agents joined the platform.

Currently, there are 25 Umrah travel agents in Waqara. The number will be increased to 50 next month and doubled to 100 by the end of this year. However, Dino confirmed that the company and bank partners are doing a tight curation to avoid poor-quality travel agents.

“The most important one is not quantity. All participants must have integrity and no fraud history, etc. Therefore, the pilgrims won’t be insecure,” he added.

In its launching at Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Waqara offers various features to support the Umrah marketplace, such as tracking order system, bank transfer options, opening the first bank account, various payment options, travel cancellation insurance, and WaqaraMall that sells halal products.

Waqara partners with some firms to support each feature, such as BNI, BNI Syariah, Mandiri, Mandiri Syariah, BCA, BCA Syariah, BRI, BRI Syariah, and BFI Multifinance Syariah in terms of payment, also Blibli for WaqaraMall.

For insurance, Waqara offers the first travel cancellation insurance in Indonesia. They also said the return money could be 95 percent.

In terms of funding, Waqara is still bootstrapping and looking for investors. Their entrance has tightened the Umrah marketplace competition in Indonesia, such as Pergiumroh, Kitaumroh, and Umroh.com.

In Indonesia, Umrah marketplace is not just any marketplace. Last year, Indonesian pilgrims have reached over 1 million worth of Rp20 trillion in the market. It’s the reason why all those travel agents compete in this industry, including Abu Tours and First Travel, both have failed to depart.

Thus, the government through the Ministry of Religion has developed an Online Umrah app to minimize the lousy agents. They’re to involve Traveloka and Tokopedia in this scheme.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Dino Patti Djalal Terjun ke Dunia Startup, Luncurkan Marketplace Umrah Waqara

Dino Patti Djalal menandai petulangan barunya di dunia startup dengan meluncurkan marketplace umrah bernama PT Waqara Jasa Bangsa. Waqara disebut tak hanya menyediakan layanan umrah tapi juga menjadi tempat belanja untuk keperluan umrah.

Dino, selaku Pendiri dan CEO Waqara, menuturkan, alasan kehadiran mereka sebagai marketplace umrah untuk membantu jemaah mendapat layanan umrah yang berkualitas. Sejumlah kasus penipuas oleh agen perjalanan umrah jadi pendorong mereka membuat teknologi yang aman dan nyaman untuk jemaah.

“Kami ingin enable seluruh industri umrah. Tidak hanya dari aspek finansial saja, tapi juga dari keamanan dan teknologinya,” ucap mantan duta besar RI untuk Amerika Serikat tersebut.

Sebagai marketplace, Waqara menjual berbagai jenis paket umrah dengan harga Rp19 juta hingga Rp30 juta ke atas. Jumlah paket yang ditawarkan itu menurut Dino akan terus bertambah seiring makin banyak agen perjalanan yang bergabung dengan mereka.

Saat ini tercatat jumlah agen perjalanan umrah di Waqara mencapai 25 buah. Angka itu dipastikan bertambah menjadi 50 pada bulan depan dan ditargetkan menjadi 100 pada akhir tahun ini.

Kendati begitu Dino menegaskan pihaknya dan bank rekanan mereka melakukan seleksi kriteria agar terbebas dari agen perjalanan yang punya riwayat jelek dalam memberangkatkan jemaahnya.

“Tapi yang terpenting bukan kuantitas. Semua yang ikut terjamin integritasnya, tidak ada kasus dan sebagainya. Jadi ketika orang daftar ke kita merasa aman,” imbuh Dino.

Dalam peluncurannya di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Waqara memang punya cukup banyak fitur mendukung marketplace umrah mereka. Fitur tersebut di antaranya adalah order tracking system, opsi pembiayaan oleh bank, pembukaan rekening bank pertama, opsi pembayaran yang bervariasi, asuransi gagal berangkat, hingga WaqaraMall yang menjual produk-produk halal.

Waqara menggandeng sejumlah rekanan dalam tiap fiturnya tersebut seperti BNI, BNI Syariah, Mandiri, Mandiri Syariah, BCA, BCA Syariah, BRI, BRI Syariah, dan BFI Multifinance Syariah untuk urusan pembiayaan dan Blibli untuk WaqaraMall.

Dari aspek asuransi, aplikasi Waqara menawarkan asuransi gagal berangkat yang diklaim pertama kali ada di Indonesia. Mereka bahkan berkata uang yang dapat dikembalikan dari asuransi itu dapat mencapai 95 persen.

Status pendanaan Waqara masih di level bootstrap dan masih dalam pencarian investor. Kehadiran Waqara memperketat pelaku marketplace umrah di Indonesia seperti Pergiumroh, Kitaumroh, Umroh.com.

Pasar umrah memang bukan bisnis sembarangan di Indonesia. Jumlah jemaah umrah Indonesia tahun lalu lebih dari 1 juta orang dengan nilai pasar berkisar Rp20 triliun. Tak heran pelaku usaha agen perjalanan umrah mengerubuti bisnis ini termasuk Abu Tours dan First Travel, dua perusahaan yang gagal memberangkatkan umrah jemaahnya.

Terakhir, pemerintah melalui Kementerian Agama mengembangkan aplikasi Umrah Online untuk meminimalisasi penyelenggara jemaah umrah yang nakal. Rencananya pemerintah berniat melibatkan Traveloka dan Tokopedia.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Resmi Luncurkan Platform “Video on Demand” GoPlay

Gojek akhirnya resmi memperkenalkan GoPlay, platform video on demand yang menayangkan film dan serial. Penggunaannya memakai sistem berlangganan dengan dua opsi harga senilai Rp89.000 dan Rp99.000.

GoPlay sejatinya sudah meluncur secara terbatas dua bulan lalu. Namun dengan peluncuran ke publik kali ini, GoPlay menegaskan serius menjamah bisnis video on demand.

“Kami ingin jadi wadah bagi sineas sehingga dapat memakai GoPlay menjadi alat distribusi karya mereka ke publik yang lebih luas,” ucap CEO GoPlay Edy Sulistyo.

Edy menolak menyebut jumlah video yang tersedia di GoPlay. Akan tetapi ia mengklaim saat ini sudah ada ratusan jam konten berupa film dan serial yang dapat diakses di platform tersebut.

Beberapa di antaranya adalah konten original buatan GoStudio. GoStudio sendiri adalah divisi tersendiri di bawah GoPlay yang bertugas memproduksi konten.

Film dan serial seperti Buffalo Boys, Aruna & Lidahnya, Filosofi Kopi The Series, Kata Bocah The Show adalah contoh film dan serial yang diproduksi oleh GoStudio ini. Dalam waktu dekat konten original itu pun akan ditambah tiga serial baru yakni Tunnel, Saiyo Sakato, dan Gossip Girl Indonesia.

“Kita bekerja sama dengan rumah produksi. Gojek kan expertise di teknologi dan distribusi, jadi kita berharap kerja sama dengan rumah produksi yang lebih expert dalam membuat film berkualitas,” imbuh Edy.

GoPlay mengaku tak punya target berapa banyak konten yang akan mereka sediakan di platform. Sebagai gantinya, ia mengundang sineas lokal lain untuk berkolaborasi untuk memproduksi film atau serial untuk GoPlay. Mulai hari ini aplikasi GoPlay sudah dapat diunduh di PlayStore dan AppStore.

Data dari Pusbang Film Indonesia menyebutkan jumlah penonton Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam tiga tahun jumlah penonton film di Indonesia bergerak dari 100,6 juta (2016) ke 108,2 juta (2017) dan menjadi 129,5 juta (2018).

Kendati begitu, akses penonton ke film lokal masih jadi persoalan. Hal ini terlihat dari jumlah penonton film lokal yang selalu jauh tertinggal dari film luar negeri. Riset yang sama menunjukkan film lokal hanya dipilih 36 persen total penonton bioskop di Indonesia.

GoPlay mengklaim kondisi pasar yang demikian melatarbelakangi tujuan mereka sebagai jembatan penonton agar lebih mudah mengakses film-film produksi dalam negeri.

Resminya kehadiran GoPlay ini meramaikan pelaku video on demand di Indonesia baik yang lokal maupun regional seperti MNC Now, Maxstream, BlibliPlay, iflix, Viu, dan Hooq.

Application Information Will Show Up Here