Makin Serius dengan Konten Podcast, Kaskus Siapkan Sejumlah Rencana Bisnis

Belum lama membuka diri ke publik, Kaskus sekarang sudah memiliki 77 program podcast dengan 56 di antaranya berasal dari pengguna. Mereka mengklaim jumlah pendengar Kaskus Podcast terkini sudah mencapai 300 ribu orang.

“Adapun jumlah pengunjung dari November 2018 hingga Agustus 2019 sudah lebih dari 1 juta pengunjung dengan total lebih dari 300 ribu pendengar,” ujar Partner & Media Relations Kaskus Marsha Karindra.

Seperti platform podcast lainnya, konten horor/misteri dan sepakbola merupakan genre paling memikat pendengar di Kaskus. Namun Kaskus berupaya mengimbanginya dengan konten yang lebih beragam seperti Kekoreaan yang membahas kultur K-Pop, Hansip Hoax yang memuat klarifikasi informasi hoaks, hingga Hello Community yang mengulas komunitas-komunitas unik di Kaskus.

Meski belum memberikan imbalan, Kaskus memberikan insentif lebih berupa promosi di semua lini media sosial mereka bagi para kreator konten yang menitipkan karyanya di Kaskus Podcast.

Meski masih rencana, Kaskus sebenarnya punya strategi monetisasi dengan menempatkan spot atau adlibds di dalam program-program original mereka. Selain itu mereka juga membuka peluang kerja sama dengan pihak lain untuk menciptakan konten berbayar.

“Dengan dukungan ini, kami harap para kreator juga semakin semangat membuat konten Podcast dan secara rutin mengunggahnya di Kaskus Podcast,” imbuh Marsha.

Mengenai bentuk platform mereka, Kaskus masih belum berniat beralih ke format aplikasi sebagaimana platform podcast lain. Mereka justru menilai podcast berbasis web lebih memudahkan pendengar.

Forum online terbesar di Indonesia ini menargetkan pendengar Kaskus Podcast tumbuh 30 persen hingga akhir tahun dan diikuti oleh kenaikan jumlah program dari pengguna.

Kaskus Podcast diluncurkan pada November 2018 menyusul Kaskus TV yang diperkenalkan dua bulan sebelumnya. Kaskus Podcast menghadirkan sejumlah konten audio, baik dari pengguna ataupun dari Kaskus sendiri, yang membahas mulai dari hobi, minat, hingga kisah-kisah menarik dari segala genre.

Application Information Will Show Up Here

Menyelami Potensi Virtual Reality sebagai Medium Pemasaran

Pengenalan teknologi baru tak selamanya berjalan mulus. Hal ini dirasakan betul oleh Omni VR, perusahaan layanan berbasis virtual reality (VR), setelah beberapa tahun beroperasi di Indonesia.

OmniVR sudah melewati banyak hal sebagai perusahaan yang mengusung perangkat VR sebagai ujung tombak. Teknologi tersebut memang sempat jadi buah bibir pada beberapa tahun lalu saat pertama kali diperkenalkan ke publik. Namun ekspektasi tinggi terhadap VR ternyata tak sebanding dengan penyerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini terbukti dalam dua tahun terakhir hanya nyaris 5 juta unit VR yang terjual, 288 di antaranya di Indonesia.

“Artinya secara distribusi perangkat VR ini sangat terbatas,” ujar Founder & CEO OmniVR Nico Alyus.

Kendati distribusinya terbatas, teknologi VR masih menyimpan segudang potensi. Dalam #SelasaStartup, Nico memperlihatkan bahwa pemanfaatan VR bisa ditarik hingga ke ranah pemasaran.

VR untuk pemasaran

Sebagai perangkat, VR mungkin lebih dikenal khalayak sebagai alat pendukung game console seperti pada PlayStation atau game PC. Nico tak membantah itu karena menurutnya game menjadi medium paling ampuh dalam memperkenalkan VR ke publik.

Setidaknya ada empat keuntungan pemasaran yang memanfaatkan VR. Pertama adalah sebagai alat berbagi pengalaman. Sederhananya seperti sekadar mendengar keindahan alam Bali tak akan sebanding dengan merasakannya sendiri.

Keuntungan kedua adalah mendapatkan 100 persen perhatian pengguna. Berbeda dengan ponsel cerdas atau medium lain, piranti VR tak memungkinkan penggunanya beralih perhatian karena sebagian besar indera mereka dipaksa bergerak dalam realita baru.

Kendati begitu, Nico meyakini VR sampai saat ini belum bisa menjangkau khalayak luas. Ini sebabnya ia menilai penggunaan VR dalam pemasaran dengan tujuan konversi penjualan tidak tepat. Namun di sisi lain, penggunaan VR dapat memudahkan pemahaman posisi dan semangat brand kepada penggunanya.

Minimnya perangkat VR yang laku di pasar menjadi hambatan tersendiri. Namun Nico menilai hal ini bisa jadi keuntungan bagi perusahaan yang ingin memakai VR sebagai alat marketing mereka.

“Karena tidak semua orang bisa mengakses VR, kita harus bisa menciptakan VR experience yang memorable,” ucap Nico.

Selain keuntungan di atas, ada juga sejumlah faktor yang harus dihindari saat menggunakan VR sebagai alat pemasaran. Di antaranya adalah membuat konten yang berisi penjelasan panjang-lebar atau konten terlalu kompleks sehingga sulit dipahami audiens.

Nico menyarankan suatu perusahaan terlebih dahulu menentukan target audiens mereka sebelum memakai VR. “Terakhir, sebaiknya jangan minta audiens untuk bayar karena dari pengalaman kami ketika orang tahu harus bayar, mereka jadi resisten. Padahal kita ingin sebanyak-banyaknya mereka mencoba.”

Bukan untuk mendongkrak penjualan

Seperti yang disampaikan sebelumnya, VR tak bisa diharapkan sebagai medium pemasaran dengan tujuan mendongkrak penjualan. Dari pengalaman OmniVR, tercatat penggunaan VR dalam marketing hanya berdampak rata-rata 18,8 persen pada penjualan.

“Sejujurnya, kalau itu ekspektasinya saya sarankan tidak menggunakan VR dulu,” Nico menambahkan.

Sebaliknya, VR menjadi sangat efektif ketika diukur dari buzz value. Nico mencatat ada kenaikan 760 persen buzz value dari pemasaran memakai VR ketimbang pemasaran secara tradisional.

“Itulah kenapa VR cocok untuk brand positioning karena ada word of mouth yang bisa dicapai dibandingkan kampanye tradisional,” pungkas Nico.

Segera Diluncurkan, Dailyact Mencoba Saingi Instagram dan Facebook

Dailyact menjadi calon penantang baru sebagai aplikasi media sosial di Indonesia. Startup lokal ini dibuat dengan asumsi media sosial yang ada sekarang belum cukup mumpuni mewadahi kreativitas pengguna.

Pendiri dan CEO Dailyact Mario Michael Setiawan bercerita, ia sudah mengembangkan layanan ini sejak 2017. Mario menekankan aplikasi buatannya ini sebagai tempat berbagi pengalaman berdasarkan keahlian atau hobi.

“Karena setiap orang punya kelebihan masing-masing, kita coba push iin di dalam aplikasi media sosial kita agar pengguna mengedepankan apa yang mereka sukai atau ahli,” ujar Mario dalam perkenalan produknya di Hotel Pullman, Central Park, Jakarta.

Meski aplikasi ini baru akan diluncurkan pada 21 Agustus nanti, ada sejumlah fitur yang mereka gadang-gadang bakal jadi pembeda dari media sosial lain. Misalnya adalah fitur Indicator sebagai kategorisasi kegiatan yang akan diunggah ke dalam platform dan My Favorite Things sebagai fitur kolom yang memuat hal-hal yang disukai pengguna.

Selain itu, ada juga fitur Admire yang berfungsi seperti fitur “follow” pada Instagram tapi satu lapis lebih tinggi dan Collection sebagai tempat kurasi konten yang dapat dilihat para pengikut suatu akun.

Secara tampilan, desain antarmuka Dailyact sedikit banyak menyerupai Instagram. Penuturan Mario pun menyiratkan aplikasinya ini adalah alternatif dari media sosial semacam Instagram yang identik dengan kultur influencer.

Tampilan aplikasi Dailyact
Tampilan aplikasi Dailyact

“Kasar katanya, kita dapat lebih mengenal sosok profil melalui Dailyact, seperti apa orangnya, apa kesukaannya. Dari sana kita bisa lebih akurat ke target market-nya,” imbuh Mario.

Pendanaan untuk startup ini masih bootstrap. Meski masih dalam rencana, mereka juga berniat memonetisasi layanannya. Mereka melihat potensi tersebut ada di fitur My Favorite Things yang dapat membantu pengiklan menjangkau target pasarnya.

Dailyact saat ini masih digawangi 18 orang. Kendati begitu, mereka berani menargetkan aplikasinya dipakai oleh sejuta pengguna hingga akhir tahun ini.

Dailyact bukan satu-satunya upaya warga lokal menyaingi popularitas media sosial mapan seperti Facebook, Instagram, Twitter, atau Snapchat. Yogrt, Oorth, Sebangsa, atau Mindtalk, adalah contoh media sosial buatan lokal yang mencoba unjuk gigi.

Dari beberapa nama di atas, mungkin hanya Yogrt yang sanggup menembus jutaan pengguna meskipun secara keseluruhan popularitasnya tetap mungil dibanding media sosial raksasa lainnya.

Riset Wearesocial-Hootsuite pada Januari 2019 menunjukkan pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau 56 persen dari total populasi. Data tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial terbesar di dunia.

The Latest Regulation Allows Startup and SMEs to Merely Enter the Stock Exhange

The new record for small-medium asset companies on the Acceleration board officially issued on July 22nd, 2019. Using the new board, startup and SMEs are now having access to funding through the stock exchange.

The Acceleration board officially run as the issuance of Financial Service Authority Regulation (POJK) Number 53/POJK.04/2017 on Registration Statement in terms of General Offering and Capital Investment using Pre-Emptive Rights from Small-Medium Asset Emittances.

On the issuance of POJK 53, Shanghai Stock Exchange also create STAR Market for China’s tech companies. It’s a challenge to Nasdaq, where the US’ giant tech was born.

The STAR Market has given positive results. Seen from the first exchange that reaches profit on average from 84% to 400%.

Loss happens, yet income is more important

The new regulation allows companies with Rp50 to Rp250 billion asset, which usually startups or SMEs to submit to the Indonesian Stock Exchange. Indonesian Stock Exchange’s Head of Registered Company Developer Division, Saptono Adi Junarso also said, the company in loss can still submit for the Acceleration board.

“Loss can happen, the more important is to gain income. There’s no room for empty pocket,” he said at the Accelerator board socialization in IDX.

Although, IDX still preparing for the exchange regulation in this board. For the interested partners, they can only register and wait for the regulation to be issued for stock exchange.

“The exchange regulation is to be issued by late September or early October, the can make it to IPO by October 2019,” Junarso said.

The tight regulation of FSA and IDX has become the reason behind SMEs and startups difficulty in fundraising at the stock exchange. The acceleration board which should have been issued by this year is their answer to accommodate funds for startups and SMEs.

There are only four startups registered before the Accelerator board issued. Those are Kioson, MCash, NFC, and Passpod.

He also mentioned that emittance could possibly be promoted to the Main or Development Board as long as they keep up the good work. Although, the IDX team never set a target on this Acceleration board.

“Our management has considered that liquidity is not the highest priority. This is merely about providing funding access for companies,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MNC Now Mengincar Posisi Nomor Satu Layanan Video On-Demand di Indonesia

Kemunculan sejumlah pemain baru dalam layanan video on-demand (VoD) tak menciutkan nyali MNC Now dalam berkompetisi. Dukungan perusahaan induk dan strategi sudah mereka siapkan guna menjadi layanan VoD nomor wahid di Indonesia.

MNC Now berbeda dengan Metube yang merupakan platform user generated content semacam YouTube. Diluncurkan sejak Februari 2018, MNC Now diklaim sudah berada di posisi dua teratas sebagai layanan VoD setelah Maxstream milik Telkomsel. Chief Operating Officer MNC Now Aditya Haikal menyebut saat ini layanannya mengantongi tiga juta pengguna terdaftar.

Lima ratus ribu pengguna disumbang dari pelanggan MNC Vision dan MNC Play yang otomatis memiliki akun di MNC Now. Sisanya berasal dari publik yang tidak berlangganan MNC Vision maupun MNC Play.

“Namun malah bisa dibilang sekarang yang dominan dari publik. MNC Vision dan MNC Play hanya sekitar 500 ribu, sedangkan 2,5 juta pengguna dari umum karena kita beriklan di RCTI,” ujar Haikal.

Haikal mengaku pihaknya memang banyak terbantu “kakak kandung” mereka yang sudah mapan, seperti RCTI, GTV, MNC, hingga televisi berbayar terbesar di Indonesia, MNC Vision. Mereka bisa menyiarkan konten-konten yang sudah diproduksi jaringan MNC Group dan beriklan gratis. Selain itu mereka juga terbantu keberadaan rumah produksi MNC Pictures dalam melahirkan konten original sehingga ongkos yang mereka keluarkan lebih hemat.

Hal ini, yang menurut Haikal, menempatkan mereka selangkah dibanding para kompetitor lokal. Ia yakin tak lama lagi MNC Now dapat bersaing dengan pemain regional, seperti Hooq dand Iflix.

“Netflix enggak mungkin karena mereka sudah di their own game. Yang kita kejar itu local player, misalnya Telkomsel punya Maxstream. Berikutnya adalah Iflix dan Hooq,” tegas Haikal.

Tak gentar dengan layanan VoD Baru

Eksistensi MNC Now dapat terganggu seiring kemunculan pemain VoD baru seperti BlibliPlay, Go-Play, atau Grab yang menggandeng Hooq sebagai penyedia konten.

Meski aplikasinya masih berstatus beta, Go-Play cukup menjanjikan karena sudah memiliki sejumlah konten original yang didukung Go-Studio.

Sementara BlibliPlay fokus menampilkan tayangan olahraga, seperti turnamen bulutangkis Indonesia Open 2019, hingga konten edukasi dan hiburan.

Haikal memandang banyaknya pemain baru dalam bisnis VoD tidak otomatis jadi ancaman bagi MNC Now. Ia tak melihat semua pemain baru tadi punya inti bisnis yang fokus pada layanan video.

Langkah strategis MNC Now

Kepercayaan diri Haikal bukan tanpa alasan. Seperti disebutkan di atas, mereka punya dukungan besar dari jaringan MNC Group untuk hal promosi maupun produksi konten.

Produksi konten original inilah yang menurut Haikal akan menjadi fokus bisnis mereka. Saat ini MNC Now diklaim memiliki konten yang sudah dikurasi dengan durasi 10.000 jam. Dari 10.000 jam tadi, mereka menargetkan 100 jam di antaranya berupa konten original. Ada juga perluasan koleksi konten premium yang diambil dari koleksi mereka maupun hasil beli.

“Kita sudah tetapkan kurang lebih 100 jam per tahun ini yang jadi key driver orang-orang purchase MNC Now atau akuisisi pengguna baru,” jelas Haikal.

Target MNC Now secara bertingkat adalah pengguna mobile, pengguna mobile broadband, dan terakhir penikmat video dari mobile broadband. Guna merengkuh sebanyak mungkin pengguna baru, mereka berencana bekerja sama dengan operator telekomunikasi.

Rencana itu diklaim akan memperkuat posisi MNC Now yang sebelumnya sudah bekerja sama dengan iflix. Sebelumnya MNC Group diketahui berpartisipasi dalam pendanaan iflix pada Juni lalu. Kendati demikian, MNC Now masih enggan menyebut operator telekomunikasi mana yang sedang dalam penjajakan kerja sama.

Konten original atau konten lokal memang punya daya tarik bagi para pengguna. Laporan “Asia-on-Demand: The Growth of VoD Investment in Local Enterntainment Industries” menyebut konten lokal digemari 44 persen penikmat layanan VoD di Indonesia. Ini sejalan juga dengan tren biaya produksi konten lokal yang dihamburkan oleh para pelaku industri. Netflix, sebagai contoh, menganggarkan $15 miliar pada 2019, naik dari US$3 miliar dari tahun sebelumnya, untuk membuat konten lokal di sejumlah negara.

Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2019 menyebut, dari segi konten hiburan video merupakan konten terbanyak yang dikonsumsi pengguna dengan persentase 45,3 persen.

Application Information Will Show Up Here

Aturan Baru Terbit, Startup dan UKM Semakin Mudah Melantai di Bursa Saham

Pencatatan baru untuk perusahaan beraset kecil dan menengah dalam Papan Akselerasi resmi terbit pada 22 Juli 2019. Dengan papan baru ini, startup dan UKM memiliki akses pendanaan baru melalui bursa saham.

Papan Akselerasi resmi berjalan seiring terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Bersamaan dengan terbitnya POJK 53, Bursa Efek Shanghai juga menciptakan STAR Market, bursa khusus perusahaan teknologi Tiongkok. Bursa ini menjadi tantangan bagi Nasdaq, bursa saham tempat besarnya para raksasa teknologi Amerika Serikat.

Kehadiran STAR Market pun mendapat sambutan positif. Hal ini bisa dilihat dari hasil perdagangan perdana yang rata-rata membukukan hasil positif mulai dari 84 persen hingga 400 persen.

Boleh rugi, yang penting punya pendapatan

Ketentuan baru ini memungkinkan perusahaan beraset Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, yang umumnya berbentuk startup dan UKM, untuk melantai di bursa saham. Kepala Divisi Pengembangan Perusahaan Tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI) Saptono Adi Junarso juga menegaskan, perusahaan yang sedang merugi masih bisa mendaftar ke dalam Papan Akselerasi.

“Rugi boleh, yang penting punya pendapatan usaha. Yang enggak boleh itu enggak punya pendapatan,” ujar Saptono dalam sosialisasi Papan Akselerasi di BEI.

Kendati demikian, BEI masih menyiapkan peraturan perdagangan dalam Papan Akselerasi ini. Alhasil bagi perusahaan peminat, mereka hanya bisa sebatas mendaftar dan menunggu peraturan perdagangan terbit agar bisa melantai di bursa.

“Target akhir September atau awal Oktober peraturan perdagangan bisa kita luncurkan agar IPO sudah bisa pada Oktober 2019,” imbuh Saptono.

Ketatnya peraturan dari OJK dan BEI selama ini disebut-sebut menjadi penyebab sulitnya startup dan UKM menggalang dana di bursa saham. Papan Akselerasi yang sudah direncanakan terbit sejak tahun lalu ini menjadi jawaban BEI dan OJK dalam mengakomodasi kebutuhan dana bagi startup dan UKM.

Tercatat baru empat startup yang sudah melantai di bursa sebelum Papan Akselerasi ini diterbitkan. Mereka adalah Kioson, MCash, NFC, dan Passpod.

Saptono mengingatkan emiten di Papan Akselerasi sewaktu-waktu bisa dipromosikan ke Papan Utama atau Pengembangan seiring kinerja perusahaan yang baik. Kendati demikian, pihaknya mengaku tak menargetkan jumlah kapitalisasi pasar dalam Papan Akselerasi ini.

“Dari manajemen kami sudah mencanangkan likuiditas bukan prioritas tertinggi. Ini lebih kepada memberi akses pendanaan buat perusahaan,” pungkasnya.

 

Logisly, Startup Anyar yang Bertekad Ubah Peta Bisnis Angkutan Logistik

Inefisiensi yang kerap bercokol dalam industri logistik mendorong kelahiran Logisly. Startup baru tersebut dibuat tidak hanya untuk memudahkan pemilik barang mencari truk pengangkut, tapi juga melancarkan arus transaksi dalam bisnis logistik yang dikenal lambat.

Logisly mulai beroperasi sejak April 2019 sebagai aplikasi penyedia truk angkut berbagai tipe. Baru pada Rabu (31/7) siang tadi mereka resmi memperkenalkan produknya ke publik.

Roolin Njotosetiadi adalah CEO sekaligus pendiri Logisly. Perempuan yang tadinya bekerja sebagai Head of Product Kudo ini menyebut teknologi Logisly memungkinkan pengusaha truk memperoleh klien jauh lebih mudah lewat sistem yang mereka buat.

“Sering kali truk berjalan tanpa muatan atau di pool saja, tidak mendapat order. Manajemen di perusahaan UKM truk banyak yang masih bersifat manual,” kata Roolin.

Adapun jenis truk yang tersedia dalam platform Logisly mulai dari van, trailer, tronton, hingga flatbed/reefer. Total mereka mengklaim sudah menyediakan 5000 truk dari ratusan mitra transportir

Meski sekilas menyerupai GoBox, Logisly sama sekali tidak bermain di pasar konsumen individu, melainkan di pasar business to business (B2B). Mereka juga tidak memakai sistem bagi hasil atau komisi seperti halnya kompetitor.

Roolin menuturkan pihaknya mengambil untung dari margin biaya yang mereka dapatkan dari shipper dan transportir sehingga mereka tetap dapat memperoleh profit meskipun layanannya gratis.

“Bisa juga misalnya dari layanan premium yang mana kita bisa memberikan optimalisasi rute bagi truk yang punya multi-destinasi agar efisien,” tutur Roolin memberi contoh.

Dari sisi pengusaha truk keberadaan Logisly dinilai signifikan karena mempermudah pengusaha truk menemukan klien agar kendaraan mereka tak lama menganggur. Logisly juga memberikan jaminan pembayaran dalam kurun dua hari. yang mana kerap kali ongkos jasa angkut truk baru dibayarkan setelah 14-30 hari pengantaran selesai.

Sementara dari sudut pandang shipper, layanan Logisly juga disebut memudahkan mencari truk sesuai kebutuhan hingga memudahkan pemeriksaan dokumen proof of delivery (POD).

Logisly memperkirakan saat ini ada 8 juta unit truk di seluruh Indonesia dengan potensi ekonomi dari sektor ini sekitar US$100 miliar. Dan menyitir tren industri logistik, pada tahun lalu sektor ini bernilai Rp797,3 triliun dan diprediksi tumbuh 11,56 persen menjadi Rp889,4 triliun. Dari sekian besar pasar itu, Roolin menargetkan menambah mitra transportir menjadi 1.000 dan menggaet 1.000 shipper.

“Truknya saja masih belum 1 persen, kesempatan masih besar dan perjalanan masih panjang,” pungkas Roolin.

Application Information Will Show Up Here

MNC Group Jadi Investor Baru RedDoorz di Pendanaan Seri B

RedDoorz mengumumkan telah berhasil mengantongi US$45 juta (630 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri B. Raksasa media Indonesia MNC Group merupakan salah satu investor baru yang memberikan investasinya untuk platform pemesanan online hotel bujet ini.

Sejumlah investor turut serta dalam pendanaan kali ini, dengan VC asal Shanghai, Tiongkok, Qiming Venture Partners menjadi lead investor-nya. Turut berpartisipasi adalah Jungle Ventures, International Finance Corporation, dan Susquehanna International Group (SIG).

RedDoorz berencana memakai suntikan dana ini untuk memperkuat kehadiran mereka di pasar Asia Tenggara.

“Pertumbuhan kita selama 2018-2019 eksponensial. Ini waktu yang penting bagi kami saat kami ingin memasang standar baru dalam segmen penginapan yang terjangkau di Asia Tenggara,” ujar pendiri sekaligus CEO RedDoorz, Amit Saberwal, seperti dilansir dari e27, Senin (29/7).

Presiden Direktur MNC Group David Fernando Audy menilai, model bisnis yang terukur dan solusi yang tepat menjadi kunci RedDoorz seiring pertumbuhan industri pemesanan online pariwisata terus meningkat.

“Kami akan terus mendukung RedDoorz untuk membesarkan namanya di Indonesia dan luar negeri,” ucap David.

Suntikan dana segar ini membuka kemungkinan baru bagi RedDoorz untuk bersaing dengan para kompetitornya, terutama pemain besar lain, seperti Oyo, yang didukung investor besar macam SoftBank. Oyo belum lama membeberkan ekspansi terbaru ke lebih 100 kota di Indonesia dengan investasi sekitar $100 juta untuk lima tahun ke depan.

RedDoorz mengklaim telah berhasil tumbuh lima kali lipat hingga bulan ini dengan jangkauan 52 kota di 4 negara Asia Tenggara. Mereka menargetkan satu juta pemesanan hingga akhir tahun.

Application Information Will Show Up Here

 

Blibli in Its 8th Anniversary Aims to Extend Partnership with SMEs

Blibli intends to increase order in its platform up to 3.5 times this year. One of the methods is to partner with as many Small-Medium Enterprises (SMEs) as possible.

In its 8th birthday, Blibli showed off some improvements. They kind of doubled up the gross merchandise value (GMV) and increase the active users per month around 15-20 million. The order goes up along the way to 400 percent.

Blibli’s CEO, Kusumo Martanto said the company is now focusing to increase the order.

“We’re targeting to increase the order by 3.5 times from last year,” he said.

In pursuance of the idea, they are to acquire more SME partners. However, SMEs have involved in just 5% of Blibli’s economy.

The low contribution is due to the lack of quality and quantity. He took an example of some cases when SMEs aren’t ready for massive orders. It also becomes a problem when they can’t cope up with social issue for supporting local products.

“Therefore we should hold a workshop. Otherwise, they’ll never get bigger,” he added.

There are 10 thousand SMEs out of 70 thousand merchants in Blibli. It’s a way to accelerate the participation of qualified SMEs. Blibli has held at least 50 workshops and 300 other last years.

“We expect to get to export. For this year, at least to increase to 10 percent,“ Martanto said.

Minister of Communication and Informatics, Rudiantara is fully supporting Blibli’s plan for SMEs. He might not come if it’s for another e-commerce related to the support of local products. As a reminder, he also stated that 56% of the Indonesian economy is being stirred by SMEs.

“I appreciated Blibli’s movement, I might not attend if it’s for another marketplace,“ he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ulang Tahun Ke-8, Blibli Berambisi Rekrut Lebih Banyak UKM Jadi Mitra

Blibli berambisi mendongkrak jumlah pesanan di platform mereka 3,5 kali lipat tahun ini. Salah satu metode yang mereka tempuh adalah menggandeng usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebanyak mungkin.

Dalam paparan di acara ulang tahun ke-8 mereka, Blibli memamerkan sejumlah peningkatan kinerja. Beberapa di antaranya adalah kenaikan dua kali lipat di gross merchandise value (GMV) dan jumlah kunjungan pengguna aktif bulanan mereka berkisar 15-20 juta. Mereka juga turut menyebut jumlah pesanannya naik 400 persen.

CEO Blibli, Kusumo Martanto, menyebut fokus perusahaan tahun ini menggenjot jumlah pesanan tersebut.

“Kita targetkan jumlah order-nya naik 3,5 kali lipat dari tahun lalu,” ujar Kusumo.

Untuk mendukung rencana tersebut, mereka akan menggandeng lebih banyak mitra UKM. Pasalnya kontribusi UKM dalam ekonomi Blibli masih sebatas 5 persen saja.

Kecilnya kontribusi UKM disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam segi kualitas dan kuantitas. Kusumo mencontohkan dalam beberapa kasus ada UKM yang tak siap menerima derasnya pesanan. Ada juga perkara sosialisasi yang masih minim dalam mendukung produk lokal.

“Makanya kita bikin pelatihan saja. Kalau enggak begitu, enggak bisa gede-gede,” imbuh Kusumo.

Ada 10 ribu UKM dari total 70 ribu merchant yang dimiliki Blibli. Pelatihan jadi cara mereka agar mempercepat keikutsertaan UKM yang memenuhi kualifikasi. Setidaknya ada 50 lebih pelatihan yang Blibli jalani dan 300 lebih di tahun lalu.

“Kita ekspektasikan bisa sampai ekspor ke luar negeri. Tapi untuk tahun ini paling tidak jadi 10 persen,” pungkas Kusumo.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mendukung penguatan UKM yang dilakukan Blibli. Rudiantara mengaku belum tentu memenuhi undangan e-commerce lain yang terkait dukungan mereka terhadap produk lokal. Ia mengingatkan ekonomi Indonesia saat ini 56 persen di antaranya digerakkan oleh UMKM.

“Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Blibli, saya belum tentu hadir kepada e-commerce atau marketplace yang lain,” cetus Rudiantara.

Application Information Will Show Up Here