Genesia Ventures: “Go Public”-nya Startup Unicorn Akan Perkaya Ekosistem Startup Indonesia

Takahiro Suzuki adalah sosok yang tidak asing dalam komunitas startup di Asia Tenggara. Sebagai seorang investor kawakan, Suzuki  pernah menjabat CEO CyberAgent Ventures (CAV) Indonesia hingga beberapa bulan lalu. Ia juga seorang investor awal bagi startup unicorn Indonesia Tokopedia.

Suzuki, baru-baru ini bergabung dengan Genesia Ventures sebagai General Partner. Sebuah perusahaan investasi tahap awal yang fokus di Jepang dan Asia Tenggara, Genesia baru saja mengumpulkan dana startup keduanya yang bernilai US$80 juta.

Dalam interview bersama e27, Suzuki berbagi pengalaman tentang pendanaan sebelumnya, industri startup di Asia Tengggara dan Jepang, serta rencana ke depan.

Dibawah ini adalah sebagian cuplikan yang sudah disunting:

Sekarang ada banyak VC untuk startup tahap awal di Asia Tenggara. Mengapa wilayah ini masih membutuhkan pendanaan? Apa pendekatan unik Anda?

Ya, ada lumayan banyak VC untuk startup tahap awal di Asia Tenggara, namun di Genesia kami memiliki tiga pendekatan unik. Pertama, kami bisa membuat investasi besar pada tiap perusahaan. Sementara investasi awal kami fokus pada pendanaan seri A, kami bisa mengucurkan hingga US$5 juta pada masing-masing perusahaan dalam pendanaan lanjutan di putaran selanjutnya. Kami yakin pendanaan lanjutan ini akan memberikan kekuatan bagi penggalangan dana startup selanjutnya.

Kedua adalah pengambilan keputusan untuk investasi cepat. Kami memiliki satu general partner di Jepang dan satu di Jakarta. Tentunya kami memiliki proses due diligence sebelum finalisasi investasi, tetapi keputusan bisa diambil dalam waktu beberapa minggu saja.

Ketiga, kami telah berpengalaman dalam investasi VC di Jepang dan Asia Tenggara. Kami juga telah membangun koneksi bisnis yang luas di seputar Asia. Ketika industri konvensional belum sepenuhnya berkembang di Asia Tenggara, ada banyak bidang di mana bisnis digital telah berkembang pesat sebelum industri konvensional. Terdapat juga beberapa industri di mana bisnis seperti Grab dan Gojek telah melampaui Jepang. Informasi seperti itu sangat membantu dalam membuat keputusan investasi yang lebih baik dan merancang strategi bisnis perusahaan portofolio kami di Jepang.

Di Jepang, di sisi lain, industri konvensional sedang dirombak ulang dan kami berinvestasi di banyak startup B2B dengan harapan membawa transformasi digital. Transformasi digital diharapkan menjadi gerakan besar di Asia Tenggara nantiny, dan dapat dipastikan kami juga membawa pengalaman investasi di Jepang.

Selanjutnya, banyak perusahaan Jepang sedang fokus pada pertumbuhan masa depan Asia. Mitra terbatas kami terdiri dari perusahaan besar dan bank Jepang, juga pengalaman investasi di CAV memungkinkan kami menjalin relasi dengan perusahaan dan VC di Jepang dan Asia Tenggara. Kami percaya hal ini akan mengarahkan kami melalui proses untuk menemukan perusahaan portofolio serta menjalin aliansi dengan mereka. Dalam pandangan kami, pengalaman investasi dan jaringan bisnis kami di Jepang dan Asia Tenggara menjadikan kami perusahaan modal ventura yang berbeda dari yang lain.

Tidak ada kelangkaan dana untuk startup tahap awal di Asia Tenggara, tetapi wilayah ini terlihat jelas kekurangan investasi Seri B dan C. Selain itu, ada persepsi kurangnya startup berkualitas di Asia Tenggara. Bagaimana pendapat Anda?

Kami ingin berkontribusi dalam pengembangan masyarakat Asia dalam pendanaan awal dengan tiga poin penjualan unik yang diuraikan di atas. Mengenai persepsi kurangnya startup berkualitas di Asia Tenggara, kami juga merasa ada lebih banyak startup yang berkualitas di AS dan Tiongkok dalam hal jumlah, tetapi ini semata-mata karena memang ada lebih banyak startup di sana, dibandingkan di Asia Tenggara.

Kami percaya bahwa startup berkualitas akan sama baik di Asia Tenggara maupun wilayah lainnya. Seiring dengan ekosistem startup yang semakin cepat bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, kami yakin akan ada banyak startup yang akan tumbuh secara substansial.

Anda adalah investor awal di Tokopedia, yang sekarang menjadi unicorn. Apa yang mendorong Anda untuk berinvestasi dalam startup saat itu? Pernahkah Anda mengira perusahaan ini akan menjadi unicorn di masa depan? Apakah Anda sudah menuai hasil dari investasi ini?

Karena pasar telah didominasi oleh perusahaan unicorn di mana-mana, saya berinvestasi di Tokopedia berharap bahwa ia akan menjadi perusahaan unicorn di masa depan. Saya tidak mengira bahwa akan secepat ini.

Alasan terbesar untuk investasi adalah keputusan pendirinya, William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison. Mereka dengan kuat mengatakan bahwa mereka serius ingin membuat masyarakat Indonesia lebih baik lagi melalui Tokopedia. Saya ingin mendukung mereka dalam misi ini dan memutuskan untuk berinvestasi di dalamnya.

Apakah saya memegang saham mereka atau tidak adalah informasi non-publik dan oleh karena itu saya tidak dapat mengungkapkannya.

Apa menurut Anda beberapa hal yang dilakukan Tokopedia dengan baik untuk membantu menaklukkan industri e-commerce di Indonesia?

Menurut saya pribadi, Tokopedia bisa tumbuh begitu cepat karena tiga alasan berikut:

1- Pengembangan layanan yang mengutamakan pelanggan (mengedepankan kenyamanan konsumen dan pedagang)

2- Ekspansi nasional, bukan hanya Jakarta (khususnya, mereka mulai merekrut pedagang secara nasional pada tahap awal)

3- Visi dan tim yang kuat (mereka memiliki visi yang kuat untuk membentuk Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan bisa menciptakan [tim] Nakama yang percaya dengan visi tersebut)

Menurut Anda, apakah Indonesia memiliki potensi untuk melahirkan unicorn lainnya seperti Tokopedia? Apakah Anda menaruh minat pada salah satu perusahaan teknologi untuk mengikuti laju pertumbuhan yang sama di negara ini?

Ya. Kami percaya bahwa banyak perusahaan unicorn akan muncul dari Indonesia. Kami juga selalu mencoba yang terbaik dalam berinvestasi pada perusahaan yang berpotensi menjadi unicorn.

Apakah Anda menyesal tidak berinvestasi pada perusahaan seperti Go-Jek dan Grab yang kemudian menjadi unicorn?

Tidak. Saya mendapat kesempatan untuk berinvestasi, namun tidak menyesal karena tidak mengambil kesempatan itu. Tetapi saya banyak belajar karena tidak mengira bahwa bisnis akan menjadi seberagam ini. Saya ingin bisa meramal sebuah bisnis dapat tumbuh dalam keadaan saat ini.

Bagaimana keseluruhan ekosistem startup di Asia Tenggara. Negara mana di wilayah ini yang berpotensi bersaing dengan Silicon Valley? Apa pendapat Anda tentang kegiatan startup yang terjadi di Malaysia?

Sekarang, banyak orang di AS, Cina, India, Korea Selatan berinvestasi dalam startup Indonesia, dan ekosistem semakin kaya. Kami merasa bahwa ekosistem startup akan menjadi lebih kaya jika perusahaan unicorn mulai menunjukkan diri di bursa saham. Silicon Valley ya Silicon Valley. Akan tidak masuk akal untuk membandingkannya dengan Asia Tenggara.

Kami percaya bahwa startup yang berbisnis di Indonesia lebih berpotensi menjadi unicorn dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Ada banyak startup luar biasa di Malaysia dan beberapa di antaranya sudah menuai profit. Di sisi lain, sebagai negara, potensi kenaikan pasar terbatas, jadi kami merasa bahwa jika perusahaan tumbuh besar, ia akan memiliki model bisnis yang mampu melakukan ekspansi ke luar negeri seperti Grab.

Menurut Anda, apa saja perusahaan yang dapat mengubah lanskap startup di Asia Tenggara?

Untuk memperkaya ekosistem startup, kami berharap perusahaan seperti Go-Jek, Grab, Tokopedia, bisa mengajukan IPO atau mengamankan dana lebih besar untuk secara proaktif melakukan M&A dan lain-lain. Kami juga berharap bisa melihat lebih banyak pengusaha dengan pengalaman kerja di unicorn.

Mengapa Genesia memilih Jakarta sebagai kantor pusat di Asia Tenggara?

Hal itu karena Indonesia adalah negara terbesar dan pasar yang paling kompetitif di Asia Tenggara.

Berapa banyak perusahaan yang ada dalam rencana investasi lanjutan Genesia? Sudahkah Anda mengidentifikasi startup untuk investasi? Selain pendanaan, apa lagi yang Anda berikan kepada perusahaan portofolio Anda?

Kami belum memutuskan berapa banyak perusahaan yang akan kami investasikan dari dana kedua ini, tetapi kami tidak akan menambah jumlahnya menjadi tiga atau empat tahun. Kami akan tetap selektif dalam keputusan investasi kami. Sudah ada beberapa perusahaan yang kami janjikan untuk berinvestasi.

Selain pendanaan, kami mendukung mereka melalui diskusi strategi bisnis, konsultasi mengenai struktur organisasi dan rencana rekrutmen, dan penggalangan dana (memberikan dukungan untuk membuat pitch deck dan jaringan dengan investor tidak hanya di Jepang dan Asia Tenggara tetapi juga wilayah lain).

Berapa rata-rata investasi Anda? Apakah akan berbeda untuk pasar di kawasan ini?

Kebijakan investasi kami pada dasarnya sama di mana pun di Asia Tenggara. Karena investasi awal kami menargetkan putaran pra-Seri A, ukuran tiket rata-rata adalah US$300.000-$600.000. Jumlah investasi lanjutan bervariasi dari perusahaan ke perusahaan. Rencana kami adalah membuat jumlah investasi rata-rata per perusahaan $1-2 juta, termasuk investasi lanjutan.

Apakah Genesia I sudah kehabisan dana? Apakah ada exit yang tersorot?

Kami tidak lagi melakukan investasi awal dari dana I. Kami hanya memiliki anggaran untuk investasi lanjutan. Jadi kami akan melakukan investasi awal dari dana II di masa depan. Tidak banyak exit sejauh ini karena baru berjalan dua tahun sejak dana I keluar, tetapi ada beberapa yang tersorot.

Bagaimana pengalaman Anda sebagai General Partner dari CyberAgent Ventures? Mengapa Anda meninggalkan Perusahaan untuk bergabung dengan Genesia?

Pekerjaan saya dengan beberapa pengusaha di Asia Tenggara dan Jepang telah mendorong minat saya untuk menjadi Mitra Umum di perusahaan VC institusional, melawan kemungkinan bekerja untuk CVC.

Sebagian besar, jika tidak semua, dari Limited Partner Genesia berasal dari Jepang. Apakah mereka optimis tentang industri startup di Asia Tenggara?

Walaupun Jepang masih merupakan ekonomi terbesar ketiga di dunia, pasarnya tidak akan tumbuh dengan cepat di masa depan. Karena itu banyak perusahaan Jepang memandang Asia sebagai pasar penting bagi pertumbuhan mereka di masa depan. Kami berusaha untuk menjadi platform yang menghubungkan perusahaan Jepang dan perusahaan tahap awal di Asia.

Bagaimana pembagian ekonomi di wilayah ini? Apakah ia berpotensi tumbuh lebih besar?

Karena real estat, mobil dan sepeda, serta peralatan konstruksi dan pertanian adalah aset yang mahal, menurut kami berbagi ekonomi untuk aset-aset tersebut memiliki potensi untuk berkembang. Karena itu kami telah berinvestasi di Luxstay, platform berbagi rumah di Vietnam. Selain itu, kami juga berinvestasi di Sukedachi (platform pencocokan pekerjaan berdasarkan permintaan untuk kontraktor dan pekerja konstruksi) dan Taimee (platform pekerjaan sementara berdasarkan permintaan) di Jepang. Kami juga mengawasi gig economy di Asia Tenggara.


Disclosure: Tulisan tamu yang dibuat oleh Sainul Abudheen K. ini awalnya dimuat di e27. Diterjemahkan (oleh Kristin Siagian) dan disunting atas izin penulis.

4 Tren Pemasaran di Tahun 2019 yang Patut Diketahui

Tak terasa penghujung tahun 2018 akan segera tiba. Bagi Tagtoo, 2018 merupakan tahun yang perlu tantangan dan perjuangan. Liku-liku yang kami lewati sejak awal menapakkan kaki di Indonesia kemudian menjadi bekal kami untuk terus menyediakan terobosan-terobosan baru bagi industri periklanan digital di Indonesia.

Selama satu tahun ini, kami telah mengamati dengan seksama perkembangan periklanan digital di Indonesia. Dilengkapi dengan hasil diskusi yang kami dapat dalam wawancara bersama klien dan pakar-pakar pemasaran lainnya, berikut ini kami merangkum 4 tren pemasaran di Indonesia pada tahun 2019 mendatang.

Kami berharap informasi ini dapat membantu pemasar untuk mempersiapkan diri menyambut tantangan yang akan datang di 2019.

Periklanan digital semakin menguat

Kebutuhan akan periklanan digital seperti banner ads, video ads, dan native ads akan semakin marak di tahun 2019. Hal ini terjadi seiring masyarakat memiliki akses internet yang lebih luas baik melalui desktop maupun telepon genggam. Meskipun persentase penetrasi internet hanya 54.68% di tahun 2017, namun menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia, angka nyata pengguna internet telah mencapai 144 juta orang. Jumlah ini merupakan kesempatan yang sangat luar biasa untuk memulai periklanan digital.

Periklanan digital melalui telepon genggam akan menduduki 50% dari total biaya periklanan yang dikeluarkan pada tahun 2019, mencapai angka 312 juta USD atau setara dengan 4,5 triliun rupiah. Di saat penggunaan smartphone saat ini bukan merupakan hal yang mewah, periklanan melalui telepon genggam (mobile ads) merupakan kunci untuk berinteraksi secara lebih personal dengan pengguna.

Kemunculan personalisasi iklan melalui telepon genggam merupakan hal yang selanjutnya dinantikan. Setiap harinya semakin banyak data pengguna smartphone yang telah dikumpulkan. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana para e-commerce mengelola data tersebut untuk menghasilkan strategi bisnis yang lebih baik.

Selain itu, penargetan iklan juga akan beranjak dari model target demografi yang tradisional menuju target berbasis perilaku pengguna. Transformasi ini akan menghasilkan periklanan yang lebih efektif dan diharapkan dapat membawa konversi yang nyata.

Dibutuhkan laporan yang lebih transparan

Periklanan digital di Indonesia memang masih di tahapan pemula. Banyak perusahaan yang baru saja memulai eksistensi mereka di dunia online dan memiliki pemahaman yang terbatas akan periklanan digital. Situasi inilah yang kerap menjadi celah untuk dieksplotasi oleh pihak ketiga.

Transparansi dan reliabilitas dalam periklanan digital telah menjadi isu yang serius dalam periklanan digital di Indonesia. Laporan palsu dan data yang tidak relevan sering didapati ketika para pemasar mempercayakan periklanan digital mereka pada agensi periklanan lain. Selain sulit untuk menilai performa kampanye iklan mereka, kebanyakan pemasar juga tidak tahu apabila iklan mereka ditayangkan pada channel yang benar, serta apakah laporan yang mereka terima benar-benar dapat dipercaya. Berbagai data hasil manipulasi kadang telah mengelabui realita performa yang sebenarnya.

“Itulah alasannya mengapa kami selalu menyarankan klien untuk menggunakan Google Analytics,” ujar Mick Lu, Head of Tagtoo Indonesia. Ketika pemasar mulai paham menggunakan tracking tool  yang tepat dari pihak ketiga seperti Google Analytics, serta berbagai agensi profesional mulai bermunculan, masalah ini akan segera terselesaikan.

“Membiarkan klien belajar menginterpretasikan data mereka dengan tepat merupakan hal yang sangat kritis untuk dilakukan di Indonesia saat ini. Hal ini akan membantu mengurangi ketidakpercayaan dan pemikiran skeptis antar klien dengan agensi periklanan,” lanjut Mick.

Laporan yang benar-benar menggambarkan performa periklanan merupakan hal yang paling dibutuhkan pasar Indonesia saat ini. DI tahun yang akan datang, kami optimis untuk melihat periklanan digital berubah menjadi lebih transparan dari sebelumnya.

Penyediaan periklanan yang strategis

Berbicara mengenai periklanan digital di Indonesia, dapat diamati bahwa masih terdapat kesenjangan yang cukup besar. Perusahaan berbasis internet yang besar dan maju tentunya memiliki tim dan sumber daya yang cukup untuk menguasai teknologi periklanan terbaru di pasar. Namun disisi lain, perusahaan UKM harus berusaha keras untuk mengejar ketertinggalan mereka tanpa berbekal apapun.

Kesenjangan ini diprediksi akan semakin terlihat di tahun yang akan datang ketika semakin banyak sumber daya kapital yang masuk ke dalam perusahaan besar atau startup unicorn yang ada di Indonesia. Semakin sulit terciptanya ruang untuk para pemula.

Mengatasi kesulitan ini, baik untuk startup maupun UKM, agensi periklanan digital memiliki peranan yang penting. Agensi periklanan kini dapat bertindak sebagai penyedia strategi dan membantu eksekusi ide untuk membantu UKM bersaing dalam pasar yang kompetitif. Dengan adanya berkolaborasi dengan agensi profesional, UKM dapat fokus pada inti bisnis dan optimasi produk mereka. UKM akan tetap memiliki kesempatan untuk ikut meranah dalam dunia digital tanpa harus dibekali dengan tim yang kompeten di dalam perusahaan mereka.

“Banyak entrepreneur Indonesia masih belum menyadari beta pentingnya pengumpulan data sedangkan hal ini telah lama digunakan oleh perusahaan asing untuk optimasi produk dan campaign sejak lama,” ujar Kent Kang, Marketing Director Wellcomm, retailer gadget terbesar di Indonesia.

“Dengan metodologi terbaru dan perangkat marketing lainnya yang disediakan oleh para agensi periklanan, saya percaya bahwa hal ini cepat lambat akan merubah pola pikir para entrepreneur di Indonesia,” tambah Kent dalam sesi interviewnya bersama Tagtoo.

Micro-influencer marketing akan semakin popular

Influencer marketing merupakan senjata ampuh yang kerap digunakan oleh berbagai perusahaan di Indonesia untuk mendorong penjualan mereka ke level berikutnya. Dengan menggunakan pengaruh yang dimiliki para selebriti kepada para fans mereka, pemasar kini memiliki satu lagi opsi untuk menjalankan kampanye pemasaran mereka.

Namun, tidak semua perusahaan, seperti UKM, dapat mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk membayar jasa pemasaran produk melalui akun media sosial para selebriti. Jumlah tersebut tentu memiliki nilai yang sangat besar bagi UKM dan dapat digunakan untuk biaya operasional mereka selama beberapa bulan.

Oleh karena itu, salah satu jalan pintas yang dapat diambil adalah dengan berpindah kepada micro-influencer, yaitu mereka yang memiliki followers kurang dari 50,000. Meskipun tidak memiliki jumlah follower selangit seperti selebriti popular lainnya, namun fanbase yang dimiliki justru lebih relevan dan memiliki kemungkinan untuk melakukan konversi.

Ditambah lagi, para micro-influencer sebenarnya memiliki lingkungan hidup yang jauh lebih dekat dengan masyarakat pada umumnya. Hal ini membuat promosi yang mereka lakukan akan lebih terpercaya dan relevan di mata masyarakat. Sama halnya seperti mendapatkan rekomendasi dari teman yang jauh lebih powerful dibandingkan sederetan iklan di TV.

Kemunculan micro-influencer akan semakin menjamur pada beberapa tahun ke depan. Hal ini dipercaya akan mendongkrak gaya pemasaran baru yang sebelumnya belum pernah ada di media sosial.

Artikel ini ditulis oleh Edison Chen dalam situs blog Tagtoo. Direjemahkan oleh Sisylia Angkirawan.

Komponen Pembentuk Ekosistem: API + Ekstensi Platform

Everything should be made as simple as possible, but not simpler. — Albert Einstein.

Saat ini, platform dan API kian marak diperbincangkan. Banyak perusahaan dan startup serupa berlomba-lomba membuat platform dan API. Buku-buku dan artikel pun tak luput membahas tentang hal ini.

Satu hal yang dapat dipelajari publik dari “rahasia tersembunyi” Apple dan Microsoft untuk menjangkau ratusan juta pengguna global hanya dalam skala dekade adalah platform dan API. Para konglomerat digital abad ke-21 seperti Airbnb, Alibaba, Amazon, Facebook, Google, Tencent, dan Uber bisa scale up dalam sekejap, kurang dari 20 tahun, melayani miliaran pengguna, karena mereka membangun platform dan API. Singkatnya, mereka membangun ekosistem di atas produk, di mana produk mereka hadir sebeagai platform yang menawarkan API.

API adalah blok pembentuk yang paling dasar untuk menyediakan akses ke platform dengan fleksibilitas tinggi. Namun, hal ini tidak membuatnya menjadi lebih mudah atau cepat dalam membangun aplikasi, terutama dalam ekstensi platform.

Praktik paling umum dan lumrah adalah menyediakan exstensi platform. Ekstensi platform adalah plug-in atau add-ons yang bisa memperluas fungsi platform dengan beberapa cara. Ekstensi memiliki level yang lebih tinggi dan lebih mudah digunakan daripada API. Secara analogi tentang ekstensi dan bahasa komputer: API adalah bahasa teknis sementara ekstensi adalah bahasa komputer tingkat tinggi.

Ekstensi platform meningkatkan produktivitas rekayasa perangkat lunak dan mempercepat pembuatan aplikasi khusus untuk pelanggan, mitra dan pengembangan internal. Selain itu, teknisi software yang kurang berpengalaman pun bisa menerapkannya karena ramah pengembang dan dirancang mudah untuk diprogram.

Sebuah survei mengenai bagaimana merancang ekstensi platform terbagi menjadi 3 kategori:

1. Web App Extension

2. Native Mobile App Extension

3. Bot: Chatting App Extension

Artikel kali ini akan membahas lebih tentang poin pertama, Web Ap Extension. Poin kedua dan ketiga akan dibahas dalam artikel selanjutnya.

Web App Extension

Beberapa orang seringkali berfikir bahwa aplikasi seluler native akan mengalahkan aplikasi web dalam hal popularitas. Namun, itu semua tergantung waktu dan persyaratan aplikasi. Faktanya, popularitas aplikasi web tetap menanjak.

Sementara teknologi web seperti HTML5, CSS dan JavaScript semakin cepat, website menunjukkan pertumbuhan pesat karena adopsi perangkat seluler seperti ponsel cerdas dan tablet memanfaatkan hardware yang lebih kuat dan jumlah memori yang lebih besar — berkat berlakunya hukum Moore dalam 50 tahun terakhir — dengan harga terjangkau bagi konsumen.

Seiring kemajuan teknologi selular aplikasi web — contohnya, Google Progressive Web Apps, Angular, Accelerated Mobile Page, yang menggabungkan keunggulan pengembangan & kecepatan penyebaran web (relatif terhadap aplikasi seluler native), kenyamanan (tanpa harus memasang dan memperbarui aplikasi), dan pengalaman pengguna seluler yang native dan aman di web.

Terdapat lebih dari miliaran aplikasi web di dunia dan masih akan bertambah. Beberapa yang populer adalah sebagai berikut:

1. Facebook App

2. Google Chrome Extension

3. Firefox’s Web Extension

4. Google Docs

Facebook App

Untuk dapat merancang Aplikasi Facebook, anda harus memenuhi beberapa ketentuan:

• Akun Facebook

• Akun Pengembang Facebook

• Facebook AppId untuk Website dalam tautan URL (seperti http://localhost:8888/ pada mesin lokal, barangkali anda ingin menggunakan local host seperti ngrok)

• Server web lokal yang berfungsi (seperti http://localhost:8888/)

Berikut adalah contoh kode untuk merancang Aplikasi Facebook (index.html)

Sumber
Facebook for developers: Register and Configure an App
FB Hello World

Ekstensi Google Chrome

Google Chrome Extension adalah ekstensi browser yang mampu memodifikasi browser Google Chrome vanilla. Ekstensi ini dapat ditulis menggunakan teknologi web seperti HTML, Javacript dan CSS. Ekstensi Google Chrome dapat diunduh melalui Chrome Web Store (dulunya Google Chrome Extension Gallery).

Bagaimana merancang Ekstensi Chrome

Pengembang dapat membuat ekstensi baru untuk Chrome dengan teknologi inti dari pengembangan web: HTML, CSS dan JavaScript.
Berikut adalah langkah-langkah membuat ekstensi:

1. Buat folder baru (ekstensi)
2. Tambahkan file gambar sebagai ikon ekstensi
3. Buat file extension.html
4. Buat file extension.js
5. Buat file manifest.json Berikut adalah contoh ekstensi untuk memunculkan pesan Hello World dan mengubah warna latar dari tab aktif.

extension.html

extension.js

manifest.json

Manifes ini tidak lebih dari file metadata dalam format JSON yang berisi properti seperti nama ekstensi, deskripsi, nomor versi dan sebagainya. Pada level yang tinggi, itu akan digunakan untuk menyatakan fungsi ekstensi pada Chrome, dan izin apa yang diperlukan untuk memanfaatkan ekstensi tersebut.

Bagaimana Menjalankan Ekstensi

Berikut adalah step dalam menjalankan ekstensi atau direktori untuk uji coba:

  1. Kunjungi chrome://extensions di browser anda (atau buka menu Chrome dengan meng-klik ikon di sebelah kanan Omnibox (tab alamat). Ikon menu berbentuk tiga garis horizontal. Lalu pilih More Tools (next) Extension.
  2. Pastikan kotak pilihan Developer mode sebelah pojok kanan atas sudah ditandai.
  3. Klik Load unpacked extension… untuk memunculkan dialog pemilihan file.
  4. Arahkan pada direktori dimana anda menempatkan file ekstensi, lalu pilih sembari meng-klik tombol OK.
  5.  Ekstensi ini akan muncul di sebelah pojok kanan atas Chrome browser
  6. Kunjungi https://www.google.com/
  7. Klik pada ekstensi Chrome yang baru saja dibuat dan Anda akan menyaksikan warna latar yang berbeda.
    Chrome menu icon

    Sebagai alternatif, Anda dapat menarik dan meletakkan direktori tempat anda menyimpan file ekstensi di chrome://extensions pada browser untuk menjalankannya. Jika file ekstensi valid, akan dimuat dan aktif segera! Jika invalid, pesan kesalahan akan muncul di bagian atas halaman. Perbaiki kesalahan dan coba lagi.

 

Sumber

Firefox WebExtension

WebExtension adalah sistem lintas browser untuk mengembangkan add-on browser. Dalam fungsi yang lebih luas, sistem ini kompatibel dengan API ekstensi yang didukung Google Chrome dan Opera. Berdasarkan pengumuman, sejak akhir 2017, bersamaan dengan rilisnya Firefox 57, Firefox telah pindah secara eksklusif ke WebExtension dan akan berhenti memuat jenis ekstensi lainnya di desktop. Hal ini berarti bahwa add-on yang tidak di konversi ke WebExtension pada saat itu tidak akan tersedia lagi terlepas apakah sudah terpasang di Firefox atau terdapat dalam penyimpanan add-oon Mozilla.

Membuat sebuah WebExtension

Berikut adalah langkah-langkah untuk membuat WebExtension sederhana dan memodifikasi DOM dengan menambahkan paragraf “Hello World” dan menghiasi laman web dengan garis merah.
• Siapkan direktori dengan struktur berikut:
• manifest.json
manifest_version, name, dan version adalah mutlak. Hal ini memuat metadata dasar untuk add-on.
description opsional dan tertera di Add-on Manager.
content_scripts mengatakan pada Firefox untuk memuat skrip ke dalam laman Web yang URL nya cocok dengan pola spesifik. Pada contoh di atas, kami menyuruh Firefox untuk memuat skrip bertajuk “hello world.js” menjadi laman HTTP atau HTTPS.
helloworld.js

Bagaimana Memuat WebExtension
1. Ketik dan kunjungi about:debugging di bilah alamat Firefox
2. Klik Load Temporary Add-on dan pilih file apa saja pada direktori add-on Anda. Add on akan segera terpasang dan diam sampai Anda me-restart Firefox.
3. Coba kunjungi laman apa saja yang bermula dengan http:// atau https://

Sumber
Firefox will only support WebExtensions by the end of 2017
What are WebExtensions
Your first WebExtension
Testing and Publishing a Simple WebExtension

Google Docs

Add-on

Ekstensi untuk Google Docs disebut Add-on, yang menyediakan cara untuk memperluas fungsi Google Docs. Bahasa utamanya adalah JavaScript tetapi kita dapat menambahkan file HTML. Selain itu, Google juga menyediakan beberapa layanan bawaan untuk berinteraksi dengan endpoint REST API menggunakan pustaka JavaScript khusus yang disediakan Google. Melalui contoh ini, kami akan menambahkan add-on URL shortener (menggunakan URL shortener API dari Google). Tujuannya adalah dengan mudah mempersingkat URL saat kami mengedit dokumen Google Docs tanpa harus berganti jendela.
Step:
• Buat dokumen Google Docs baru (dengan mengunjungi https://docs.google.com/) • Pilih menu Tools > Script editor
• Kita perlu menyalakan layanan url shortener oleh Google. Pilih menu Resources > Advanced Google services…
• Dari daftar, carilah URL Shortener API, nyalakan dengan meng-klik tombol 8
• Kita juga perlu menyalakan layanan Google Developers Console. Tautan ke konsol disediakan di bawah daftar. Setelah itu, cari URL Shortener untuk API. Pada laman selanjutnya, nyalakan dengan meng-klik tombol ENABLE. 9
• Kembali ke jendela script editor, jika tidak ada file berjudul code.gs, buat terlebih dahulu lalu ketik kode di bawah ini.
• Buat file HTML baru dengan memilih menu File > New > HTML file. Beri nama file Sidebar dan ketik kode di bawah ini.

• Simpan kedua file

• Klik pada judul proyek, ubah namanya menjadi URL Shortener

Sekarang kita bisa mencoba script dengan mengikuti step berikut:

• Kembali pada laman dokumen dan muat kembali laman tersebut. Jendela script editor akan tertutup secara otomatis

• Setelah beberapa saat, sub-menu URL Shortener akan muncul di bawah Add-ons menu. Klik Add-ons > URL Shortener > Start

• Kotak dialog akan muncul dan memberi tahu Anda bahwa skrip tersebut memerlukan otorisasi. Klik Lanjutkan. Kotak dialog kedua kemudian akan meminta otorisasi untuk layanan Google tertentu. Baca pemberitahuan dengan saksama, lalu klik Izinkan

• Sidebar akan muncul. Untuk mengujinya, ketik URL ke teks input atas. Kemudian klik tombol Shorten. URL yang dipersingkat akan muncul pada bilah masukan teks bagian bawah.

• Di bawah ini adalah screenshot untuk hasil akhir. Sidebar di sisi kanan sesuai dengan HTML file yang dibuat sebelumnya.

12

Kesimpulan

Contoh di atas menunjukkan setiap platform mengekspos fungsionalitas mereka-memperluas antarmuka sesuai dengan kasus penggunaannya yang unik. Namun, antarmuka ini mengarah ke tujuan yang sama: memberikan fleksibilitas kepada pengguna untuk menambahkan kasus penggunaan baru atau memperbaiki kasus penggunaan saat ini. Kemampuan platform tumbuh secara linier seiring jumlah pengembangnya. Pada akhirnya tujuan membangun ekosistem tercapai.

Sumber
Quickstart: Add-on for Google Docs


Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh GDP Labs (Danny Christanto, Darwin Gautalius, Felix Kurniawan, Hermes Vincentius Gani, Karol Danutama, On Lee, Ricky Yudianto, Timotius Kevin Levandi, Timotius Nugroho Chandra, Wendy Fu, Wilyanto Salim) dan diterjemahkan oleh Kristin Siagian. Sebelumnya telah dimuat di Medium Diterjemahkan, disunting, dan dipublikasi ulang atas izin penulis aslinya.

Untungnya QR Code Masih Bertahan

Selama saya bekerja di Soundbuzz (awal tahun 2000an), teringat akan QR Code yang selalu tertera pada kartu nama sebagian besar pegawai Nokia yang saya temui. Tidak begitu jelas kemana QR Code itu tertaut, namun pada saat itu QR Code diremehkan. QR Code itu tidak penting, bahkan semakin tidak jelas ketika dibuat menjadi desain. Pengalaman penuh pemindaian QR Code terbilang pelik, memakan waktu, dan acap kali gagal.

Harian Kompas bahkan mencoba untuk menghubungkan offline dan online (bayangkan) dengan menempatkan QR Code di samping artikel, yang menurut saya tidak berjalan mulus karna mereka menghentikan hal itu. Banyak percobaan pemasaran yang menggunakan QR Code berhenti karna tidak bisa memindai kode – seringkali, anda harus memiliki aplikasi khusus memindai. Hal ini terjadi sebelum era ponsel pintar – tidak ada yang benar-benar peduli pada aplikasi ponsel (terkecuali permainan).

Ketika masyarakat mulai menggunakan BlackBerry, mereka bisa menambahkan kontak secara nyata menggunakan QR Code (sesuatu yang menurut saya ditiru oleh aplikasi chat lain) menggunakan aplikasi kamera dalam BBM, tetapi yang tidak diketahui banyak orang adalah, aplikasi itu bisa digunakan untuk memindai jenis QR Code apapun, termasuk yang langsung megarahkan ke situs web – semua tergantung pada konten QR Code-nya. Pada dasarnya, Anda bisa menyandikan teks apa saja dalam QR Code, termasuk alamat situs. Lalu ketika kebanyakan orang menggunakan ponsel pintar, tidak semuanya memiliki alat pemindai QR Code yang terpasang dalam kamera atau aplikasi bawaan.

Bersama semua sindiran yang ditujukan pada QR Code (khususnya dalam pemasaran), manfaatnya jelas – sebagai sarana untuk menyampaikan informasi (atau tautan) secara instan, yang dapat disematkan dalam bentuk cetak atau digital, dan dapat memuat teks lebih panjang dalam ruang yang lebih kecil. Kode akan dibuat atas apa yang tidak bisa dilakukan barcode – yang tidak bisa mencakup informasi terlalu banyak (dimana akan semakin panjang), tidak bisa menggunakan simbol spesial, dan tidak terbaca oleh layar ponsel.

Jadi sekarang QR Code sudah tidak bisa lagi diremehkan

QR Code adalah batu loncatan dari kebanyakan aplikasi pembayaran yang ada saat ini, bahkan pengemis di jalanan diduga menerima donasi menggunakan QR Code. Pemindai genggam yang tidak menggunakan lensa, melainkan laser untuk membaca QR Code telah mengambil alih pengalaman pemindaian lamban yang membuat QR Code tidak diminati. Sementara software untuk memindai QR Code sekarang semakin cepat – beberapa aplikasi bahkan menyertakan tombol untuk menyalakan lampu senter di ponsel demi memastikan pencahayaan optimal untuk pemindaian. Sebagai gambaran tajuk, banyak klien dari Wooz.in yang berpaling menggunakan gelang QR Code yang jauh lebih hemat biaya dibandingkan gelang RFID yang menjadi inti bisnis kami sebelumnya.

Menurut saya, apa yang terjadi ketika QR Code pertama kali muncul, banyak orang mulai menggunakannya untuk berbagai macam hal, dimana saat ini, pengalaman pengguna semakin jauh lebih baik sehingga dalam kegiatan yang menggunakan QR Code, pengalaman yang optimal pada sistem yang kerap tertutup dapat tersampaikan. Sebagai sebuah efisiensi biaya dan ruang, saya pikir kita bisa melihat lebih banyak pengalaman khusus industri, terlebih dalam hal interkoneksi dunia fisik dan digital.


Artikel ini telah dipublikasi ulang dengan suntingan dan izin dari Ario Tamat. Sumber asli dari Medium.

Ario adalah co-founder dari Ohdio dan Wooz.in. Terhubung dengan Ario di Twitter @barijoe.

Thank God The QR Code Refused to Die

During my days at Soundbuzz (in the early 2000’s), I remember that there was always a QR Code printed on the business cards of most Nokia people I met. I don’t really remember what the QR Code linked to, but even at that time, the QR Code was derided. It was ugly, and even uglier when you tried to embed it into a design. The whole experience of scanning QR Codes was arcane, time-consuming, and and many times unsuccessful.

The Kompas newspaper even tried out connecting the offline and the online (imagine that) by placing QR Codes alongside articles, which I guess didn’t pan out because they stopped doing that. Many marketing engagements utilizing QR Codes fell flat because many couldn’t scan the code — most of the time, you had to have a special app to scan. And this was before the smartphone era — nobody really thought about applications for phones (with games being the exception).

When people started using Blackberrys, you could actually add new chat contacts on BBM by scanning the QR Code (something which I think many chat apps have copied) using the camera app within BBM, but what most people didn’t know was that it could be used to scan any QR Code, including those directing to websites — it just depended on the QR Code’s content. You can basically encode any text into a QR Code, which included website addresses. And when people started using smartphones, not all had QR Code readers built-in into the camera or an app preloaded.

With all the derision the QR Code received (especially in the marketing world), the benefits were clear — it was a way to relay information (or a link to information) instantly, which could be embedded into print or digital form, and could accommodate longer text strings within a smaller space. QR Codes would build upon what barcodes couldn’t do — barcodes couldn’t store too much information (lest they become longer and longer), couldn’t use special symbols, and couldn’t be read off a phone screen.

So now QR Codes don’t seem such a pain in the ass, don’t they?

QR Codes are the cornerstone of many payment-related applications today, to the point that beggars on the streets allegedly use QR codes to accept donations. Commercial handheld scanners that use lasers, instead of lenses, to read QR Codes have taken away the notoriously sluggish code reading experience that once made them unwanted. And software for QR Code reading is so much faster now — some apps even include a toggle to turn on the flashlight on the phone to make sure lighting conditions are optimum for scanning. And as in the header picture, a lot of Wooz.in’s clients have moved towards using QR Code wristbands, which are much more budget-efficient compared to RFID wristbands, which were the previous staple of our business.

I think what happened was that when QR first came around, people started to use them for everything, while now, user experience design is so much better so that in the event QR Codes are needed, an optimal, most often closed-system, experience can be delivered. And since they’re so cost-and-space efficient, I think we’ll be seeing more industry-specific uses down the line, especially when it comes to interconnecting the physical world with the digital one.


This article has been republished with editing and permission from Ario Tamat. Original source is from Medium.

Ario is a co-founder of Ohdio and Wooz.in.  Keep up with him on Twitter at @barijoe.

Facebook dan Instagram Memiliki Khasiat yang Sama dalam Pemasaran Digital

Berbicara soal penggunaan Facebook, generasi muda jaman sekarang berpendapat bahwa Facebook telah ketinggalan jaman, dan pelan-pelan beralih menuju Instagram. Para pebisnis dan marketer, sebagai konsekuensinya, ikut-ikutan memiliki perspektif yang negatif tentang penggunaan Facebook dan berpendapat bahwa mengalokasikan lebih banyak budget ke Instagram merupakan pilihan yang tepat.

Menurut informasi resmi, di Indonesia hingga sekarang terdapat sekitar 130 juta pengguna aktif Facebook setiap bulannya, angka ini dua kali lebih banyak dari pengguna aktif Instagram, yaitu 53 juta per bulan. Selain itu, pengguna media sosial Facebook terdiri atas beragam kelompok usia, mulai dari 18 hingga 60 tahun. Namun pengguna Instagram hanya berkisar pada usia 18-29 tahun.

Penggunaan Instagram mungkin terlihat lebih meriah akhir-akhir ini karena para remaja yang cenderung lebih ekspresif dalam membagikan kisah dan karya mereka melalui Instagram.

Meskipun banyak yang terhipnotis dengan keramaian penggunaan Instagram, sedikit yang menyadari bahwa Facebook akan tetap menjadi media sosial terpopuler. Database milik Tagtoo sendiri membuktikan bahwa Facebook adalah channel terbaik dalam menarik pengunjung baru dan mendatangkan transaksi. Dengan perpaduan usia pengguna yang lebih beragam, Facebook memiliki visibilitas yang lebih tinggi dan dapat digunakan untuk mempromosikan produk pada kelompok usia yang berbeda. Dengan pengguna yang beragam pula, Facebook dapat menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan remarketing dan menarik konversi.

Di sisi lain, kekuatan Instagram juga tidak dapat dipungkiri. Maraknya penggunaan Instagram saat ini menjadikannya tempat yang ampuh untuk meningkatkan user engagement terhadap brand atau produkmu. Di samping itu, Instagram mungkin merupakan platform yang tepat untuk menjangkau para audiens remaja saat ini.

Serupa tapi tak sama, Facebook dan Instagram merupakan platform yang sama-sama bermanfaat bagi kampanye marketing, namun keduanya memiliki peran yang berbeda dalam meningkatkan penjualan. Dalam situasi apapun, kita memfokuskan kampanye hanya pada satu platform.

“Facebook dan Instagram sudah seperti saudara. Hanya dengan memadukan keduanya mereka dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat,” tutur JC Chang, Media Director of Tagtoo.


Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Edison Chen, diterjemahkan dan diperbarui oleh Sisylia Angkirawan. Sebelumnya pernah dimuat di situs Tagtoo

Lima Hal Yang Perlu Kamu Perhatikan Saat “Conversion Rate” Facebook Ads Menurun

Pemasaran online melalui Facebook telah menjadi salah satu senjata ampuh bagi para marketer. Hasil riset Statista menunjukkan bahwa Facebook memegang peringkat kedua dalam market share periklanan digital di dunia dengan persentase 20% (Peringkat satu dipegang oleh Google dengan persentase 32%). Menanggapi meningkatnya pemasaran iklan digital melalui Facebook maupun Google, sebuah iklan dinilai tersajikan secara efektif apabila dapat mendatangkan conversion rate yang tinggi. Conversion rate ini diukur dengan membandingkan jumlah konversi (biasanya berupa jumlah pembelian yang diperoleh) dengan total jumlah iklan yang diklik oleh calon konsumen. Jadi, misalnya sebuah iklan total diklik 1000 kali dan menghasilkan 20 konversi, maka conversion rate untuk iklan tersebut adalah 20/1000=2%.

Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi nilai conversion rate, di antaranya adalah waktu, audience, harga produk, barang substitusi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu sulit sekali bagi para marketer untuk menentukan satu alasan pasti atas naik atau turunnya conversion rate dalam Facebook Ads mereka.

Solusi dalam mempertahankan conversion rate mungkin membutuhkan pemahaman mendalam tentang pasar dan pengalaman optimasi iklan selama bertahun-tahun. Namun jangan khawatir! Berikut ini lima rangkuman masalah yang tanpa kita sadari sering mengakibatkan penurunan pada conversion rate.

1. Checkout process

Ketika traffic website-mu masih stabil namun conversion rate-mu menurun, hal pertama yang patut kamu lakukan adalah mengecek semua proses checkout (mulai dari link, produk, hingga proses pembayaran selesai) dari berbagai aspek. Contohnya dengan mencoba browser dan operating system yang berbeda untuk memastikan apakah link tersebut masih bekerja dengan benar.

Dari berbagai kasus klien yang kami tangani, masalah sering terjadi pada link yang rusak dan tidak dapat dialihkan menuju halaman produk atau loading checkout page yang terlalu lambat. Hal tersebut tentu dapat segera kamu atasi apabila telah dilakukan pengecekan terlebih dahulu.

Sederhananya, pemeriksaan ulang proses checkout memberikan kita kesempatan untuk melakukan evaluasi dari sudut pandang pembeli. Proses checkout yang cepat dan efisien akan memberikan shopping experience yang baik bagi para pelanggan.

2. Ad creatives and audience

Ketika kamu yakin bahwa semua link menuju halaman produk tidak bermasalah, mungkin evaluasi konten dan target audience anda merupakan langkah yang tepat untuk dilakukan selanjutnya.

Bayangkan apa yang terjadi apabila kamu tidak memperbarui konten dalam campaign iklanmu dan akibatnya pelanggan yang mengklik iklan tersebut mendapatkan informasi yang telah kadaluarsa/tidak relevan? Atau pada kasus lain, bayangkan kamu adalah sebuah butik baju anak online dan target audience yang masuk dalam pengaturanmu adalah “semua wanita”. Hmm, tidak semua wanita tertarik pada baju anak bukan? Mungkin kamu perlu mengganti target audience-mu dengan “Ibu hamil” atau “Ibu rumah tangga”. Konten yang tidak relevan dan kesalahan dalam pengaturan target audience sering menjadi penyebab jatuhnya conversion rate dalam sebuah campaign iklan.

Konversi akan terjadi bila ekspektasi pembeli dapat terpenuhi. Dengan terus memperbarui informasi tentang iklan produk dan memasang konten yang persuasif, kamu dapat menarik perhatian pembeli dan mungkin dapat merubah ekspektasi mereka terhadap produk yang kamu tawarkan.

3. Tracking and software glitch

Melakukan pengecekan dari sisi teknis juga jangan sampai terlewatkan. Untuk memastikan apakah semua bentuk conversion benar-benar tercatat dalam record, dapat dilakukan pengecekan pada script pelacak seperti Facebook Pixel dan Google Analytics.

Sebuah kasus terjadi pada klien kami, ketika conversion rate mereka turun hingga 50% dalam waktu satu malam. Setelah melakukan pengecekan kami menyadari bahwa script pelacak website tersebut tidak ter-update sesuai dengan website klien kami sehingga data hasil lacakan pun menjadi tidak relevan.

4. Seasonality

Penting bagi kita untuk mengenal dan memahami periode seasonal dalam sebuah bisnis. Di puncak dari periode seasonal tersebut kamu mungkin akan melihat hasil conversion rate yang tinggi namun akan menurun seiring dengan berakhirnya puncak seasonal tersebut.

Contohnya, sebuah butik online yang menjual baju mungkin akan mencapai puncak periode seasonal-nya sewaktu Ramadhan dan Tahun Baru Imlek karena kebiasaan masyarakat membeli busana baru pada dua hari raya tersebut sehingga conversion rate dapat melambung tinggi. Namun setelah kedua season ini berakhir, pemilik butik online ini akan menyadari penurunan conversion rate dari website miliknya.

Oleh karena itu, penting halnya bagi marketer untuk memahami periode seasonal dari setiap bisnis mereka agar tidak dibingungkan oleh naik turunnya conversion rate di waktu mendatang.

Salah satu strategi terbaik untuk mengetahui periode seasonal bisnismu adalah dengan pengamatan rutin data konversi, contohnya data konversi dalam Google Analytics. Pelajari pola naik turun konversi yang mungkin terjadi selepas diadakannya promo spesial ataupun hari libur untuk memahami periode seasonal bisnismu yang sesungguhnya.

5. Competitor

Kehadiran lawan main lain dalam pasar juga akan mempengaruhi conversion rate kamu. Pada zaman sekarang, ketika customer lebih mudah untuk mencari informasi dan sumber perbandingan dalam sebuah produk, sangat memungkinkan apabila customer kamu berpindah hati ketika menemukan penjual dengan harga yang relatif sama namun servis yang lebih baik dan waktu pengiriman yang lebih singkat.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami kondisi market dan perkembangan kompetitor anda dalam market untuk menentukan strategi pemasaran yang terbaik. Berdasarkan pengalaman, kami selalu memposisikan diri sebagai customer (dan tidak sebagai mata-mata atau penguntit) untuk menavigasikan website kompetitor dan bahkan ikut serta dalam campaign marketing mereka. Dengan cara ini, kamu dapat membandingkan apa perbedaanmu dan kompetitor kamu di mata para konsumen serta menemukan strategi serta masukan yang obyektif untuk memperbaiki kualitas bisnismu.


Disclosure: artikel tamu ini ditulis oleh Edison Chen, berdasarkan artikel terdahulu di blog Tagtoo. Diterjemahkan dan diperbarui oleh Sisylia Angkirawan.

Kapan dan Bagaimana Mencari Investor

Rasanya kita semua sepakat bahwa pendanaan merupakan salah satu hal terpenting dalam menjalankan perusahaan rintisan. Jika 23% dari penyebab startup gagal adalah karena tim manajemen yang tidak tepat, maka kehabisan dana ternyata memiliki peluang lebih besar dalam menggagalkan startup yakni 29%. Oleh karena itu, apabila Anda sedang atau hendak membangun startup, pastikan Anda memiliki rencana yang matang terkait hal ini.

Pendanaan startup kebanyakan diperoleh dari investor berupa investasi saham. Hal ini disebabkan periode investasi startup kebanyakan memerlukan waktu lama, sehingga kurang cocok apabila menggunakan pendanaan yang bertipe utang. Ditambah lagi, di Indonesia hampir belum ada bank atau lembaga keuangan yang memberikan kredit bagi startup.

Kapan kita harus mulai mencari investor

Banyak yang mengira bahwa untuk memulai startup, kita membutuhkan dana yang besar, sehingga kita perlu mencari investor dari awal ketika kita masih berada di fase ide atau prototipe. Namun, saya kurang sependapat akan hal ini. Di fase tersebut, daya tawar kita kepada investor sangat lemah, sehingga akan sulit mendapatkan investor, dan kalaupun berhasil, startup kita akan dihargai sangat murah.

Pertanyaan terkait hal ini lumayan sering ditanyakan kepada saya dan jawaban saya selalu sama: Sebisa mungkin kembangkan startup hingga memperoleh proof of concept berupa initial traction, yakni terlihat pertumbuhan pengguna startup kita seiring waktu. Jika ini tercapai, kita akan memperoleh posisi tawar yang kuat ketika bernegosiasi dengan investor. Jika tidak atau belum, mungkin perlu kita evaluasi kembali, jangan-jangan startup yang kita kembangkan ini memang perlu diperbaiki kembali, atau bisa jadi memang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Alasan lainnya adalah, untuk sampai kepada tahap initial traction, sebenarnya kita tidak membutuhkan dana terlalu besar. Kita semestinya tidak mengeluarkan terlalu banyak biaya pemasaran karena kita membutuhkan respon organik dari calon pelanggan kita. Startup yang sukses membuat pelanggan datang karena memang mereka tertarik menggunakan produk kita, bukan karena diiming-imingi manfaat tertentu. Oleh karena itu, pengeluaran di tahap ini biasanya cenderung terkait dengan pengembangan produk yang lagi-lagi semestinya tidak terlalu besar karena pada fase ini keluarannya masih berupa produk awal (MVP).

Pendanaan di tahap ide/prototipe

Barangkali di antara pembaca ada yang bertanya, well, meski tidak terlalu banyak, kita tetap memerlukan dana kan? Bagaimana atau ke mana kita mencarinya? Saya coba rangkum ke dalam empat jenis di bawah ini.

1. Dana pribadi (bootstrap)

Jika kita memiliki dana sendiri dan mau menggunakan dana ini untuk startup kita, berarti masalah selesai. Sedikit catatan, pada dasarnya tingkat kemungkinan startup gagal itu tinggi, jadi pastikan untuk hanya menggunakan dana yang tidak mengganggu kehidupan personal kita.

2. Proyek

Hal ini lumayan sering dilakukan oleh para pendiri startup yang memiliki latar belakang IT. Dalam hal ini, kita menawarkan jasa pembuatan aplikasi/sistem IT kepada klien dan keuntungan dari proyek ini kita gunakan untuk merealisasikan ide startup kita. Tantangan dalam hal ini biasanya bagaimana menyeimbangkan sumber daya antara mengerjakan proyek dari klien dan mengembangkan startup kita.

3. Angel investor

Apabila kita memiliki kenalan HNWI, tidak ada salahnya untuk menawarkan kerja sama. Challenge terbesar biasanya karena startup kita masih berupa ide/prototipe, sulit untuk menghitung dengan pasti berapa sebenarnya nilai yang fair akan ide atau prototipe ini.

4. Inkubator

Inkubator teknologi merupakan inisiatif yang beberapa tahun belakangan mulai muncul. Pada dasarnya inkubator memberikan one-stop-solution kepada pendiri startup untuk merealisasikan idenya. Hal ini tentu saja bermanfaat bagi kita terutama apabila kita membutuhkan masukan dari berbagai aspek. Apabila kita ingin masuk inkubator, maka jika memungkinkan, cari testimoni dari startup yang sudah masuk ke dalam inkubator tersebut untuk kroscek manfaat yang diberikan dan persyaratan yang diminta.

Sebagai contoh, apabila inkubator menjanjikan mentorship dengan para tokoh startup terkenal atau sukses, apakah hal tersebut benar-benar dijalankan, paling tidak sesuai yang dijanjikan? Atau jangan-jangan pada kenyataannya startup di dalam inkubator tersebut hampir tidak pernah atau sulit bertemu dengan para mentor?

Mana yang terbaik di antara keempat pilihan tersebut? Saya pikir bergantung kepada masing-masing. Founder yang berpengalaman di bidang IT cenderung memilih proyek, sedangkan founder dengan koneksi HNWI dapat memilih angel investor. Sedikit catatan bahwa apapun yang dipilih, jangan lupa untuk mencari perbandingan agar kita tidak memilih deal yang kurang baik.

Mencari pendanaan setelah memperoleh initial traction

Di sinilah biasanya kita memerlukan pendanaan dalam jumlah yang agak besar untuk mengeskalasi startup kita melalui pemasaran dan pengembangan produk. Pertanyaan selanjutnya, ke mana atau bagaimana kita mencari investor?

Apabila kita ternyata mengenal investor tersebut, entah melalui suatu event atau memang sudah megenal sejak dahulu, maka solusinya mudah: hubungi langsung. Bagaimana jika kita tidak memiliki kenalan investor sama sekali?

Cara terbaik menurut saya adalah melalui referral. Investor biasanya memperoleh banyak sekali proposal pendanaan, dan untuk memvalidasi atau memperkuat keyakinan mereka, investor biasanya mencari pendapat pihak lain. Founder startup yang sudah mereka beri investasi adalah pihak yang sering mereka tanya, sebab founder tersebut setidaknya familiar akan pasar di negara tersebut, dan boleh jadi familiar dengan para founder startup lain.

Oleh karena itu, apabila koneksi ke investor terbatas atau sulit dicari, kita bisa memulai dengan menjalin koneksi dengan para founder startup lain yang sudah memperoleh pendanaan. Datangi seminar yang menghadirkan founder tersebut. Cara lain adalah dengan mengidentifikasi kemungkinan kerjasama antara startup kita dengan startup yang dimiliki founder tersebut untuk memulai komunikasi. Karena jumlah startup yang sudah memperoleh investasi lebih banyak daripada jumlah investor, maka semestinya untuk menjalin koneksi dengan founder ini relatif lebih mudah.

Selain melalui referral, cara lainnya adalah dengan mengikuti event semacam startup dating, perlombaan, dan lain sebagainya. Namun, karena di event semacam ini biasanya diikuti oleh banyak sekali startup, sulit bagi kita untuk mengkomunikasikan startup kita sepenuhnya karena terbatasnya waktu. Oleh karena itu, gunakan event-event semacam ini untuk menimba pengalaman khususnya terkait presentasi/komunikasi, namun apabila kita benar-benar sedang mencari pendanaan, jangan hanya mengandalkan event semacam ini.

Hal yang perlu dipersiapkan sebelum berkomunikasi dengan investor

Memperoleh akses ke investor sebenarnya tidak sulit dibandingkan mempersiapkan hal-hal untuk disampaikan ke investor tersebut. Terkait hal ini, hal yang paling utama adalah memastikan startup kita ini memang memiliki kualitas yang baik.

Pastikan kita familiar dengan parameter industri startup kita, misalnya parameter e-commerce salah satunya adalah jumlah dan nilai transaksi, parameter media online adalah jumlah kunjungan dan pageview, dan semacamnya. Setelah itu, cek bagaimana performa startup kita secara historis dan juga dibandingkan dengan startup lain di pasar. Tentu saja, semakin cepat pertumbuhan startup kita maka semakin menjanjikan startup kita di mata investor. Begitu juga apabila performa startup kita unggul dibandingkan startup sejenis lain.

Secara teknis, ketika bertemu investor, ada tiga hal yang perlu dipersiapkan:

1. Presentasi/proposal/pitch deck

Intinya, ini adalah dokumen yang kita tunjukkan atau presentasikan kepada investor. Banyak sekali contoh presentasi yang bisa kita cari di Internet, sehingga kita bisa memilih yang paling sesuai dengan style kita. Namun, secara umum paling tidak presentasi ini harus memuat hal-hal di bawah ini:

– Masalah yang dihadapi dan bagaimana startup kita memecahkan masalah tersebut (value proposition)

– Potensi pasar, yang meliputi ukuran pasar saat ini dan pertumbuhan ke depannya

– Keunggulan (competitive advantage) startup kita — jangan terlalu banyak karena akan mengaburkan pesan yang ingin kita sampaikan (kebanyakan menganjurkan jumlahnya tiga saja)

– Performa historis startup kita

– Perkiraan kebutuhan dana dan alokasi penggunaan dana tersebut

– Proyeksi pertumbuhan startup ke depan (1–5 tahun)

– Profil founder — paling tidak memuat pendidikan dan pengalaman terkait

2. Proyeksi keuangan

Dokumen ini adalah spreadsheet yang menggambarkan kondisi keuangan startup 1–5 tahun ke depan. Terkait hal ini, ada beberapa tips:

– Buatlah model sedinamis mungkin dengan angka-angka asumsi yang bisa diubah-ubah (tidak hard coded). Dengan demikian, apabila ada asumsi kita yang ternyata salah, dapat cepat kita perbaiki

– Jabarkan parameter startup kita sedetail mungkin, sehingga asumsi yang kita gunakan semakin masuk akal. Sebagai contoh, daripada langsung mengasumsikan pertumbuhan transaksi 10% per bulan, akan lebih baik jika kita membuat model di mana transaksi dipengaruhi oleh jumlah kunjungan dan conversion rate, dan masing-masing kita asumsikan tumbuh 5% per bulan

– Jika memungkinkan, buat beberapa asumsi terkait jumlah dana yang ingin kita peroleh, dikaitkan dengan proyeksi pertumbuhan startup kita. Dengan kata lain, kita membuat beberapa versi pertumbuhan (misalnya kita sebut normal/base case, high growth case, dan worst case).

3. Due diligence

Due diligence pada dasarnya merupakan proses memeriksa keseluruhan perusahaan kita, untuk memastikan bahwa seluruh data yang kita sampaikan benar dan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Due diligence ini mencakup berbagai aspek, di antaranya IT, bisnis, keuangan dan perpajakan, serta legal. Beberapa yang perlu diperhatikan terkait hal ini:

– Dalam berkomunikasi kepada investor, jangan pernah menyampaikan data yang tidak akurat. Apabila investor bertanya terkait suatu parameter startup dan kita tidak ingat/tidak yakin, lebih baik sampaikan bahwa kita akan segera berikan data parameter tersebut setelah kita kroscek. Jangan mengira-ngira suatu angka karena berisiko apabila ternyata salah.

– Rapikan pencatatan keuangan kita. Tidak perlu sampai harus menggunakan sistem ERP atau semacamnya, tetapi paling tidak, laporan keuangan standard seperti neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas tersedia dalam format bulanan dan tahunan. Begitu juga pastikan pelaporan perpajakan sudah sesuai aturan yang berlaku.

– Pastikan kembali seluruh dokumen legal perusahaan. Apabila ternyata ada izin atau dokumen yang belum dimiliki, maka paling tidak kita harus apply sebelum berkomunikasi dengan investor. Pastikan juga bahwa aset-aset termasuk aset IT bahkan domain startup dimiliki oleh perusahaan (bukan dimiliki oleh founder apalagi pihak lain).

Apa yang perlu diperhatikan dari investor

Selain valuasi startup yang pernah saya sampaikan pada postingan sebelumnya, perhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

– Bagaimana kompetensi investor ini di bidang yang startup kita geluti. Semakin besar kompetensi atau pengalamannya maka tentu ini menjadi nilai lebih.

– Bagaimana koneksi investor ini dengan para investor lain khususnya investor yang lebih besar. Hal ini penting karena besar kemungkinan kita tidak mencari pendanaan sekali ini saja. Apabila startup kita tumbuh besar, kita mungkin saja akan mencari pendanaan berikutnya dalam jumlah yang lebih besar. Investor yang memiliki banyak koneksi akan memudahkan pada proses pendanaan berikutnya nantinya.

– Bagaimana keterlibatan investor yang diharapkan oleh kita maupun oleh investor tersebut. Ada investor yang berharap dilibatkan secara detail terkait operasional, ada juga yang tidak ingin terlibat sama sekali. Mana yang paling baik? Berpulang pada diri kita masing-masing. Pendapat pribadi saya, investor yang baik tidak terlalu mencampuri kegiatan operasional perusahaan, namun selalu siap apabila diminta bantuan oleh founder.

– Hal-hal lain yang diharapkan dari investor yang dituangkan di dalam shareholders agreement. Ketika kita memperoleh pendanaan dari investor, biasanya mereka juga meminta hak-hak khusus seperti menerima laporan bulanan, meng-approve pengeluaran besar, dan sebagainya. Sebisa mungkin kita libatkan lawyer untuk memeriksa shareholders agreement supaya kita mengerti akan hal-hal ini dan jika perlu menegosiasikan kepada investor apabila kita memiliki keberatan.

Pada akhirnya, mencari investor ibarat mencari partner hidup. Sekali menjadi investor, maka proses untuk berpisah itu tidak mudah karena investor harus bersedia untuk menjual saham mereka. Oleh karena itu, pastikan kita sendiri merasa yakin bahwa investor ini memang pihak yang tepat untuk mendukung kita dalam jangka panjang.


Disclosure: artikel tamu ini dibuat oleh Muhamad Fajrin Rasyid, Co-Founder dan President Bukalapak. Tulisan aslinya dimuat di Medium dan dipublikasi ulang atas izin penulis.

Masa Depan E-Commerce: Perjalanan Bisnis Ritel Online dan Offline

Kehadiran teknologi telah mengubah pola industri ritel dan pengalaman berbelanja konsumen ke berbagai arah yang berbeda. Kehadiran e-commerce telah merubah pola permainan pasar saat ini dan membuat beberapa gelandang bertahan industri ritel pun akhirnya gulung tikar. Lantas, bagaimana dengan masa depan industri retail online (e-commerce) maupun offline?

Berikut ini beberapa tren untuk e-commerce yang perlu kamu ketahui:

1. Tuntutan pengalaman berbelanja

Di era digital ini, pengalaman berbelanja atau yang kita kenal dengan shopping experience tidak hanya mencakup kegiatan “jual beli” semata. Generasi millennial membutuhkan pengalaman berbelanja yang lebih inovatif, interaktif dan mendatangkan kepuasan emosional.

Teknologi Augmented Reality (AR) merupakan salah satu contohnya. Teknologi yang dipadukan dengan industri ritel fashion ini membuat konsumen dapat dengan mudah mengvisualisasi bagaimana mereka terlihat dengan busana yang mereka pilih sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli. AR menyediakan lingkungan belanja yang lebih kondusif dan dapat menstimulasi keinginan konsumen untuk berbelanja. Konsumen dapat merasakan perasaan mencoba busana yang mereka inginkan tanpa harus beranjak dari rumah maupun kantor.

Selanjutnya, tidak jarang juga mendengar e-commerce mengkolaborasikan pengalaman belanja konsumen dengan aksi sosial. Contohnya kegiatan sosial seperti sumbangan amal yang terjadi ketika mereka melakukan pembelian produk tertentu. Kegiatan ini dapat meningkatkan keterlibatan konsumen, terutama mereka yang tertarik untuk mengulurkan bantuan kepada orang lain dengan cara mereka sendiri. Oleh karena itu, bahkan jika konsumen hanya dapat mengkontribusikan beberapa rupiah saja untuk aksi sosial tersebut, hal itu dapat memunculkan rasa kepuasan pribadi.

Menyediakan pengalaman berbelanja yang lebih inovatif dan memberikan konsumen ruang untuk berinteraksi akan membuat pengalaman berbelanja itu sendiri menjadi lebih menarik dan memiliki nilai tersendiri di mata konsumen.

2. Omni-channel mengubah perilaku dan prioritas belanja

Perilaku belanja konsumen perlahan-lahan telah bergeser menuju pasar online. Hasil survey belanja online yang dimuat dalam The Wall Street Journal melaporkan bahwa 45% konsumen jaman sekarang telah melakukan pencarian dan belanja secara online. Di saat internet dan pengguna smartphone semakin mendominasi, e-commerce hadir dengan solusi praktis yang memungkinkan konsumen melakukan pembelian dengan smartphone mereka, yang kemudian kita kenal mobile commerce. Industri ritel besar, sebut saja Amazon, Shopee, Lazada, dan perusahaan ritel lainnya telah meluncurkan apps yang memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berbelanja dimanapun dan kapanpun.

Terima kasih juga kepada kemajuan teknologi, konsumen di masa kini dapat menikmati berbagai macam kepraktisan dari jasa pengiriman produk yang mereka beli. Beberapa perusahaan ritel besar terus berusaha keras melakukan revolusi jasa pengiriman, seperti penggunaan drone oleh Amazon dan mobil tanpa pengemudi oleh Otto. Penemuan signifikan ini telah mendatangkan berbagai alternatif dalam jasa pengiriman barang melalui berbagai metode dan pilihan channel.

Pernahkan kamu membeli makanan dari restoran terdekat karena adanya sms promo ketika kebetulan sedang lewat? Semakin banyak konsumen yang berbelanja bukan karena butuh namun karena mereka mau.

Sinyal Bluetooth Low Energy (BLE Beacons) yang menyebar luas kini dapat digunakan untuk mengirim pesan marketing pada waktu, tempat dan konteks yang tepat langsung pada konsumen. Strategi ini dengan mudah dapat menggabungkan aktifitas di dunia online dan offline. Oleh karena, perusahaan dapat menyiarkan pesan khusus kepada customer melalui sinyal BLE, yang dapat mendorong insentif untuk berbelanja. Hal yang sama juga terjadi pada contoh di atas ketika kamu tiba-tiba mendapat sms promo saat berada di dekat restoran tertentu dan terdorong untuk tidak melewatkan kesempatan promo tersebut.

Perjalanan ritel dan belanja kini tidak lagi linear. Dengan banyaknya medium dan channel yang tersedia, platform e-commerce kini dipenuhi dengan banyak pilihan dan perubahan. Teknologi akan membantu e-commerce semakin menonjol di masa depan.

3. Kehadiran versi lain

Pebisnis yang menjual barang kebutuhan sekunder dan produk non-personal akan merasakan pukulan di beberapa tahun terakhir akibat berkembangnya konsep Ekonomi Berbagi (Sharing Economy). Misalnya, kemunculan Airbnb telah menangani ruangan atau property yang sebelumnya jarang dihuni. Bisnis ini hadir dengan tipe yang berbeda namun tetap memegang konsep yang sama yaitu menyewakan tempat tinggal. Sharing Economy telah mengusik aturan main dibeberapa industri (Uber dan Grab adalah contoh lainnya) dengan menawarkan cara-cara inovatif terhadapat layanan produk dan servis. Konsumen kini hanya melakukan pembayaran atas kegunaan dan bukan hak milik. Tren ini akan berdampak besar bagi e-commerce dan mempengaruhi pola bisnis tradisional yang ada.

Tren lainnya yang penting untuk diperhatikan adalah perkembangan kekuatan pabrik sebagai produsen. Saat ini, banyak pabrik mempertimbangkan untuk meluncurkan produk dengan label mereka sendiri untuk mendapatkan laba yang lebih tinggi demi melakukan transformasi bisnis. Semakin banyak produsen akan bergabung dalam pertempuran ini dan merubah persaingan mereka dengan brand-brand lainnya guna mendapatkan perhatian konsumen.

4. Definisi baru ritel offline (toko fisik)

Ketika pemilik bisnis ritel berpindah ke e-commerce untuk memperluas jangkauan mereka, konsumen juga akan semakin terbiasa untuk berbelanja online. Lantas, apakah ini berarti bahwa konsumen akan lebih jarang mengunjungi toko fisik akibat dianggap tidak praktis?

Kita memang tidak pernah tahu jawaban yang sebenarnya, namun yang jelas konsep toko fisik memerlukan sedikit transformasi untuk memberikan pengalaman berbelanja yang lebih baik. Peranan yang dimiliki toko fisik akan berubah sesuai dengan tujuan dan lokasinya.

Pada intinya, toko fisik yang terletak di lokasi strategis akan digunakan untuk memajang produk mereka dan membiarkan pelanggan untuk melihat dan mengenal produk mereka. Di sisi lain, toko yang terletak di daerah yang terisolasi mungkin memiliki fungsi yang berbeda. Untuk toko tersebut, sebagian inventori akan tetap disimpan pada pusat distribusi yang utama, sedangkan toko tersebut hanya sebagai titik tambahan untuk menjangkau keterlibatan pelanggan disekitar wilayah tersebut.

Dalam scenario lain, toko fisik dapat menjadi tempat untuk pengambilan barang. Konsep click-and-collect ini telah popular di beberapa tempat di Inggris dan akan berkembangan ke negara lain. Salah satu contohnya adalah bentuk kerja sama Argo dan eBay. eBay memudahkan pembeli untuk mengambil barang yang mereka beli pada salah satu dari 750 cabang toko Argo. Hal ini menawarkan alternatif pengiriman dan servis pos yang lebih efektif.

Tidak dapat dipungkiri bahwa konsep toko fisik, baik yang terletak di pusat kota maupun pinggir pedalaman, akan tetap berorientasi pada penjualan produk. Namun, seiring berjalannya waktu batas antara pasar online dan toko fisik akan semakin kabur. Bukannya menolak kemajuan teknologi dan kemunculan e-commerce, pebisnis ritel offline seharusnya lebih tertantang untuk mencoba dan memadukan bisnis mereka secara online maupun offline.


Disclosure: artikel tamu ini ditulis oleh Business Development Manager Tagtoo Edison Chen dan awalnya dimuat di blog Tagtoo. Diterjemahkan dan diperbarui oleh Sisylia Angkirawan.

Langkah-langkah Memulai “Email Marketing”

Tahun 2016, Indonesia memiliki lebih dari 130 juta pengguna email. Sehingga, email menjadi area pemasaran yang tidak boleh terlewat. Akan tetapi, ternyata masih terdapat beberapa pebisnis yang belum tahu bagaimana cara memulai email marketing.

Pada artikel kali ini kami menyajikan langkah-langkah memulai email marketing untuk memastikan setiap campaign yang dilakukan menjadi sukses.

1. Memilih email marketing tools yang tepat

Dalam memulai email marketing, hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih dan berlangganan email marketing tools. Melakukan hal ini akan memastikan Anda tidak perlu lagi mengirim email satu persatu, namun mengirim banyak email sekaligus. Tidak hanya itu, kebanyakan email marketing tools menawarkan fitur lain, seperti template, manajemen kontak, hingga fitur tracking email.

2. Mengumpulkan daftar kontak

Setelah memilih email marketing tools, yang selanjutnya perlu dilakukan mengumpulkan kontak yang akan dikirimi email. Banyak sekali cara untuk mengumpulkan kontak, yang dapat dibaca di sini. Mengumpulkan kontak memang tidak bisa dilakukan secara instan, semisal dengan cara membeli daftar email.

Kami sangat tidak menyarankan untuk melakukan pembelian daftar email, karena para penerima email akan merasa memberikan tidak pernah memberikan emailnya dan bisa jadi email yang dikirimkan justru ditandai sebagai spam oleh mereka. Lebih baik mengirim email dengan jumlah kontak yang sedikit daripada kepada orang-orang yang bahkan tidak mengetahui bisnis Anda.

3. Mendesain email semenarik mungkin

Buat desain email semenarik mungkin. Manfaatkan template email yang telah disediakan oleh email marketing tools. Salah satu keuntungan dari menggunakan MailTarget yaitu setiap desain yang telah dibuat dapat tersimpan dalam Template Manager dan siap untuk diduplikasi kapanpun.

4. Menulis konten email

Tujuan utama email adalah agar subscriber memahami informasi yang dikehendaki. Tapi, membuat konten yang persuasif tidak dapat dilakukan dengan sekali mencoba. Diperlukan proses latihan untuk membuat konten email menjadi lebih persuasif.

Untuk memudahkan, Anda dapat membagi email ke dalam 3 bagian penting:

  • Headline (apa yang Anda tawarkan)
  • Isi email (keterangan bagaimana ‘headline’ dapat membantu pembaca)
  • Call to action (beritahu apa yang selanjutnya harus dilanjutkan pembaca)

Tidak hanya konten email, luangkan juga waktu untuk membuat subjek email. Sebagai tips tambahan, buat subyek email sesingkat mungkin, tidak lebih dari 40 karakter.

5. Mengetes pengiriman email

Jika sudah memiliki email yang siap dikirim (dengan desain dan konten menarik), tes email sebelum mengirimnya ke seluruh subscriber. Tujuannya adalah untuk mengecek apakah masih ada kesalahan atau kekurangan di dalam email yang telah dibuat. Ini juga untuk melihat apakah email yang dikirimkan akan masuk spam atau tidak. Jika semua sudah sempurna, lanjut ke langkah berikutnya.

6. Mengirim email

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengirimkan email adalah timing. Lakukan research terlebih dahulu untuk menentukan kapan waktu terbaik mengirim email. Selain research, Anda perlu melakukan trial and error untuk menentukan waktu pengiriman email yang sesuai dengan pelanggan Anda. Setelah mendapatkan waktu yang tepat, pastikan untuk selalu konsisten ketika mengirim email.


Disclosure: Artikel tamu ini adalah hasil kerja sama dengan layanan email marketing dan marketing automation MailTarget